50 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 7, Nomor 1, April 2020, hlm. 050–058 50 JNK JURNAL NERS DAN KEBIDANAN http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Faktor Personal Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah Beresiko Infeksi Menular Seksual (IMS): Teori Sosial Learning di Siswa SMA Malang Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima, 02/09/2019 Disetujui, 03/12/2019 Dipublikasi, 05/04/2020 Kata Kunci: Pengetahuan; Sikap; Religiusitas; Efikasi; Peran Genfer; Perilaku Seksual Abstrak Berdasarkan data Tim Survei dari Sebaya dan FK Unair pada tahun 2005 di kota Surabaya dari 126 responden yang berusia 19-23 tahun mendapat hasil bahwa 13,5% responden mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Tujuan penelitian melihat faktor personal yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah beresiko IMS. Penelitian menggunakan teori perilaku Bandura. Penelitian ini explanatory research dengan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian ini dilakukan simple random sampling sebanyak 318 responden. Hasil analisa chi square p = 0,05 didapatkan memiliki pengaruhi signifikan pada responden laki-laki yaitu tingkat religiusitas (p = 0,012) sedangkan pada wanita (p = 0,562) dan tingkat religiusitas kurang tekun memiliki kecenderungan 2,4 kali lebih besar melakukan perilaku seksual beresiko IMS, efikasi diri (p = 0,004) memiliki efikasi diri rendah memiliki kecenderunan 2,1 kali lebih besar untuk perilaku seksual beresiko IMS sedangkan 1 variabel yang berhubungan pada responden perempuan dengan perilaku seksual pranikah yang beresiko terhadap IMS yaitu efikasi diri (p = 0,001). Untuk pengetahuan baik terhadap pada responden laki-laki (p = 0,153) maupun perempuan (p = 0,668),tidak ada hubungan yang signifikan. Untuk sikap responden bahwa pada responden laki-laki (p = 0,162) dan perempuan (p = 1,000) tidak terdapat hubungan yang signifikan. Untuk Gender bahwa baik pada responden laki-laki (p = 1,000) maupun perempuan (p = 0,340) tidak ada hubungan yang signifikan. Tingkat religiusitas OR = 2,378 artinya responden yang memiliki tingkat religiusitas kurang tekun memiliki kecen- derunan 2,4 kali lebih besar untuk melakukan perilaku seksual beresiko IMS dibandingkan responden tingkat religiusitas tinggi. Efikasi OR = 2,090 artinya responden yang efikasi diri rendah memiliki kecenderunan 2,1 kali lebih besar untuk perilaku seksual beresiko IMS. Saran untuk mengaktifkan program Pusat Informasi dan Konseling-Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Rifzul Maulina1, Anik Purwati2 1Prodi Pendidikan Profesi Bidan, Poltekkes RS dr Soepraoen Malang 2Prodi DIII Kebidanan, Poltekkes RS dr Soepraoen Malang http://crossmark.crossref.org/dialog/?doi=10.26699/jnk.v7i1.ART.p050-058&domain=pdf&date_stamp=2020-4-05 51Maulina, Purwati, Faktor Personal yang Mempengaruhi ... Correspondence Address: Poltekkes RS dr Soepraoen Malang –East Java, Indonesia P-ISSN : 2355-052X PENDAHULUAN Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut World Health Organization (WHO), batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja yang digu- nakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin (Kemendiknas, 2009). Kegiatan seksual pada remaja menempatkan remaja pada tantangan resiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun di selu- ruh dunia kira-kira 15 juta remaja berusia antara 15–19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi penyakit menular sek- History Article: Received, 02/09/2019 Accepted, 03/12/2019 Published, 05/04/2020 Keywords: Knowledge, attitude, religiusity, ef- ficacy, role of the gender, sexual be- havior Article Information Personal Factors that Affecting Premarital Sexual Behaviour Risky of Sexually Transmitted Infection : Social Learning Theory at High School Student in Malang’s District Abstract Based on data from the survey teams from Peer and FK Unair in 2005 in the city of Surabaya126 respondents aged 19-23 years found that 13.5% of respondents claimed to have had premarital sex The purpose is to look at personal factors that influence premarital sexual behavior at risk for STIs.. Sampling this study by simple random sampling. The results chi square with p=0.05 that have a significant namely the level of religiosity (p = 0.012) and respondents who have less religiosity have a 2.4 times greater to engage more likely to engage in sexual behavior at risk for STIs while there is variable related to female respondents with premarital sexual behavior that is at risk for STIs efficacy self (p = 0.001). For knowledge of both male (p = 0.153) and female respondents (p = 0.668), there is no relationship. For the attitude of respondents that the male respondents (p = 0.162) and women (p = 1,000) .For Gender that both male respondents (p = 1,000) andwomen (p = 0.340). From the result religiosity OR = 2.337 means that respondents who have a less persistent level of religiosity have a tendency of 2.4 times compared with respondents with a high degree of religiosity. And the efficacy of having OR = 2,090 means that respondents who have low self-efficacy have a tendency of 2.1 times more to do sexual behavior at risk of STIs. Suggestions to activate the Information and Ado- lescent Reproductive Counseling-Health (PIK-KRR) program for high schools. © 2020 Jurnal Ners dan Kebidanan sual yang dapat disembuhkan. Secara global 40% dari semua kasus infeksi HIV terjadi pada kaum muda yang berusia 15–24 tahun. Resiko kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, salah satu diantaranya karena kurang- nya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (Hugo, 2011). Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik bagi lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk tingkah laku seksual bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Penyaluran dengan orang lain terkadang dilakukan Email: rifzulmaulina3@gmail.com E-ISSN : 2548-3811 (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ DOI: 10.26699/jnk.v7i1.ART.p050–058 This is an Open Access article under The CC BY-SA license ) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 52 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 7, Nomor 1, April 2020, hlm. 050–058 karena banyak dari remaja yang tidak dapat mena- han dorongan seksualnya sehingga mereka melaku- kan hubungan seksual pranikah (Ali, 2011). Kasus mengenai perilaku seksual pada remaja dari waktu ke waktu semakin mengkhawatirkan karena perilaku seksual remaja sekarang ini sudah melebihi batas terutama pada masa remaja akhir. Sekarang ini remaja cenderung bersikap permisif terhadap seks bebas. Hal ini disebabkan perilaku remaja mengarah kepada seks bebas. Sementara di masyarakat terjadi pergeseran nilai-nilai moral yang semakin jauh sehingga masalah tersebut sepertinya sudah menjadi ha l biasa, padahal penyimpangan perilaku seksual merupakan sesuatu yang harus dihindari oleh setiap individu. Dilihat dari data statistik HIV/AIDS sampai dengan bulan Desember tahun 2011 di Provinsi Jawa Timur dengan temuan kasus 12,27% dari 100.000 jumlah penduduk. Dan berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang tahun 2011 menyebutkan, dilihat dari distribusi umur ditemukan kasus infeksi menular seksual (IMS) usia 15 – 24 tahun sebesar 47.3%, usia 25 – 34 tahun sebesar 22.6%, usia 35 – 44 tahun sebesar 19.4% dan usia lebih dari 45 tahun 10.8%. Pada remaja SMA usia 15 – 18 tahun sebesar 52.3% dan maha- siswa usia 19 – 24 tahun sebesar 47.7% (Kemenkes, 2011). Adanya kekhawatiran pada resiko akibat hubungan seksual pranikah terutama remaja yang masih mempunyai komitmen menyelesaikan sekolah sehingga tercegah dan tidak melakukan hubungan seksual pranikah memerlukan dukungan yang kuat dari berbagai pihak dari teman, orang tua dan sekolah (Kotchick, 2011). Psikolog Seksual Zoya Amirin menyatakan, melihat fakta dan data saat ini, sudah tidak bisa lagi menganggap seks adalah hal yang tabu untuk diba- has di lingkungan keluarga sekalipun. Orang tua merupakan sumber utama anak seharusnya menda- patkan pendidikan seksual, bukannya menghindar dari topik yang sensitif tersebut, karena ternyata hasil survei juga menunjukkan bahwa remaja mem- bahas kegiatan seksualnya dengan teman sebesar 93%, disusul dengan membahas dengan pacar (21%) baru dengan ibu (10%) dan ayah (2%). Pengetahuan reproduksi ini memiliki fungsi untuk meningka tka n kesa da r a n r ema ja mengena i reproduksinya. Sehingga remaja akan bisa melewati masa pubertas dengan positip tanpa harus melaku- kan kegiatan seks sebelum nikah. Tujuannya dengan makin mengerti tentang reproduksi maka remaja akan sedapat mungkin menjaga alat reproduksinya dengan baik sehingga kasus hamil di luar nikah dan aborsi bisa dihindari (Setyawati, 2009). Bandura, menyatakan bahwa masalah seksuali- tas pada remaja timbul karena beberapa faktor. Perubahan-perubahan hormonal meningkatkan hasrat seksual remaja yang membutuhkan penya- luran dalam bentuk tingkah laku tertentu. Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena pada masa sekarang ini terjadi penundaan usia kawin. Semen- tara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku. Seseorang dilarang melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bagi remaja yang tidak dapat menahan diri maka akan cenderung melanggar larangan-larangan tersebut. Kecenderungan pe- langgaran makin meningkat dengan adanya penye- baran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa. Remaja yang pada dasarnya ingin tahu dan ingin mencoba maka akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa. Orang tua itu sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembica- raan mengenai seks dengan anak, orang tua menjadi tidak terbuka dengan anak terutama dalam mengin- formasikan masalah seksualitas atau bahkan tidak mampu menjelaskan sehingga remaja mencari sum- ber informasi lain yang belum tentu benar, khususnya teman. Di pihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat (Bandura, 1997). BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan teori perilaku Bandura. Penelitian ini merupakan penelitian penjelasan (explanatoryresearch) dengan desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara simple random sampling. Untuk menentu- kan besar sampel menggunakan rumus perhitungan minimal sample size menurut Lemeshow didapat- Berdasarkan data salah satu Tim Survei dari Sebaya dan FK Unair pada tahun 2005 di kota Surabaya dari 126 responden yang berusia 19-23 tahun mendapat hasil bahwa 13,5% responden me- ngaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Saat tidak ada pasangan untuk melakukan hubungan seks, beberapa di antaranya melakukan dengan PSK. Survei menyebutkan bahwa 45,7% responden yang ditemui dilokalisasi mengaku pertama kali ketika berusia 16-20 tahun (Hugo, 2011) 53Maulina, Purwati, Faktor Personal yang Mempengaruhi ... bersiko. Sedangkan pada responden perempuan (20%) memiliki perilaku seksual beresiko. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa pada responden laki-laki dan perempuan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap seksualitas dengan perilaku seksual pranikah beresiko IMS. f % f % f % f % Kurang 29 38,6 47 61,8 20 21,5 73 78,5 Baik 18 25,7 52 74,3 14 17,7 65 82,3 Jumlah 47 32,2 99 67,8 34 19,8 138 80,2 Tabel 1 Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Pranikah beresiko terhadap IMS menurut jenis kelamin responden Pengetahuan Perilaku Seksual Laki-laki Perempuan Beresiko Tidak Beresiko Bersiko Tidak Beresiko p = 0,153 p = 0,668 f % f % f % f % Tidak permisif 20 40,8 29 59,2 11 19,3 46 80,7 Permisif 27 27,8 70 72,2 23 20 92 80 Jumlah 47 32,2 99 67,8 34 19,8 138 80,2 Tabel 2 Tabulasi Silang Antara Sikap Responden dengan Perilaku Seksual Pranikah beresiko terhadap IMS menurut jenis kelamin Sikap seksual Perilaku Seksual Laki-laki Perempuan Beresiko Tidak Beresiko Bersiko Tidak Beresiko p = 0,162 Ho diterima p = 1,000 Ho diterima kan 318 responden. Alat ukur penelitian adalah kuesioner terstruktur dengan pertanyaan tertutup. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, sikap terhadap seksualitas, efikasi diri, tingkat reli- giusitas, dan persepsi terhadap peran gender. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku seksual pranikah. Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat digu- nakan uji Chi Square. Setelah dilakukan uji chi square kemudian dilakukan analisa multivariat dilakukan dengan menggunakan uji Regresi Logistik dengan metode backward selection untuk menda- patkan faktor yang berpengaruh secara signifikan. HASIL PENELITIAN Tabel 1 menunjukkan bahwa baik responden laki-laki (38,6%) maupun perempuan (21,5%) memiliki pengetahuan kura ng, mer eka yang ber pengeta hua n kur a ng memiliki pr opor si melakukan perilaku seksual pranikah beresiko IMS yang tidak jauh berbeda dengan responden yang memiliki pengetahuan baik. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa baik pada responden laki-laki maupun perempuan, tidak ada hubungan antara pengetahua n dengan perila ku seks pr a nika h beresiko IMS. Tabel 2 menunjukkan bahwa responden laki- laki (40,8%) memiliki sikap tidak permisif terhadap seksualitas beresiko memiliki perilaku seksual Tabel 3 menunjukkan bahwa responden laki- laki (41,8%) dan responden perempuan (22%) memiliki tingkat religiusitas kurang tekun. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa pada responden laki-laki terdapat hubungan yang signifikan, respon- den yang memiliki tingkat religiusitas kurang tekun 54 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 7, Nomor 1, April 2020, hlm. 050–058 f % f % f % f % Kurang tekun 33 41,8 46 58,2 20 22 71 78 Tekun 14 20,9 53 79,1 14 17,3 67 82,7 Jumlah 47 32,2 99 67,8 34 19,8 138 80,2 Tabel 3 Tabulasi Silang Antara Tingkat Religiusitas dengan Perilaku Seksual Pranikah beresiko terhadap IMS Menurut Jenis Kelamin Perilaku Seksual Laki-laki Perempuan Beresiko Tidak Beresiko Bersiko Tidak Beresiko p = 0,012 Ho ditolak p = 0,562 Ho diterima Tingkat Religiusitas f % f % f % f % Rendah 30 40,5 44 54,5 22 29,3 53 70,7 Tinggi 17 23,6 55 76,4 12 12,4 85 87,6 Jumlah 47 32,2 99 67,8 34 19,8 138 80,2 Tabel 4 Tabulasi Silang Antara Efikasi Diri dengan Perilaku Seksual Pranikah beresiko terhadap IMS Menurut Jenis Kelamin Perilaku Seksual Laki-laki Perempuan Beresiko Tidak Beresiko Bersiko Tidak Beresiko p = 0,044 Ho ditolak p = 0,010 Ho ditolak Efikasi f % f % f % f % Tradisional 24 32,9 49 67,1 15 19,5 62 80,5 Modern 23 31,5 50 68,5 76 20 76 80 Jumlah 47 32,2 99 67,8 34 19,8 138 80,2 Tabel 5 Tabulasi Silang Antara Peran Gender dengan Perilaku Seksual Pranikah beresiko terhadap IMS Menurut Jenis Kelamin Perilaku Seksual Laki-laki Perempuan Beresiko Tidak Beresiko Bersiko Tidak Beresiko p = 1,000 Ho diterima p = 0,340 Ho diterima Peran Gender memiliki kecenderunan 2,4 kali lebih besar untuk melakukan perilaku seksual beresiko IMS, sedang- kan pada responden perempuan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat religiusitas dengan perilaku seksual pranikah bersiko IMS. Tabel 4 menunjukkan bahwa responden laki- laki (40,5%) dan responden perempuan (29,3%) memiliki efikasi diri rendah. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa pada responden laki-laki dan responden perempuan terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri dengan perilaku seks pranikah beresiko IMS. Responden laki-laki yang memiliki efikasi diri rendah memiliki kecenderunan 2,1 kali lebih besar untuk melakukan perilaku seksual beresiko IMS Tabel 5 menunjukkan bahwa responden laki- laki (32,9%) memiliki persepsi peran gender tra- disonal. Sedangkan responden perempuan memiliki 55Maulina, Purwati, Faktor Personal yang Mempengaruhi ... persepsi peran gender yang modern (20%). Hasil uji chi square menunjukkan bahwa baik pada responden laki-laki maupun perempuan Ho diterima, sehingga tidak ada hubungan antara peran gender dengan perilaku seks pranikah beresiko IMS. Diantara 5 variabel yang diteliti tabulasi silang dengan perilaku seksual pranikah, ada 2 variabel yang berhubungan pada responden laki-laki secara statistik dengan perilaku seksual pranikah yang beresiko terhadap IMS yaitu tingkat religiusitas, efikasi diri. Dan diantara 5 variabel yang diteliti tabu- lasi silang dengan perilaku seksual pranikah. Ada 1 variabel yang berhubungan pada responden perem- puan secara statistik dengan perilaku seksual pra- nikah yang beresiko terhadap IMS yaitu efikasi diri. ANALISIS MULTIVARIAT Berdasarkan Tabel 6 Tingkat religiusitas berhu- bungan signifikan terhadap perilaku seksual pranikah dengan OR sebesar 2,378 (95% CI : 1,109 – 5,099). Hal ini berarti bahwa responden yang memiliki tingkat religiusitas kurang tekun memiliki kecende- rungan 2,4 kali lebih besar untuk melakukan perilaku seksual beresiko IMS dibandingkan dengan respon- den dengan tingkat religiusitas tinggi. Efikasi berhu- bungan signifikan terhadap perilaku seksual pranikah dengan OR sebesar 2,090 (95% CI : 0,999 – 4,373). Hal ini berarti bahwa responden yang memiliki efikasi diri rendah memiliki kecenderunan 2,1 kali lebih besar untuk melakukan perilaku seksual beresiko IMS dibandingkan dengan responden dengan efikasi diri tinggi. Berdasarkan Tabel 7 analisis multivariat dengan regresi logistik menggunakan metode backward LR pada respnden perempuan diperoleh bahwa variabel efikasi diri berhubungan signifikan terhadap perilaku seksual pranikah dengan OR 2,012 (95% CI : 1,174 – 3,448) pada responden laki-laki. Hal ini berarti Religiusitas ,866 ,389 4,953 1 ,026 2,378 1,109 5,099 Efikasi ,737 ,377 3,828 1 ,050 2,09 ,999 4,373 Constant -1,950 ,406 23,024 ,000 0,142 Tabel 6 Hasil Analisa Regresi Logistik Antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat Perilaku Seksual Pranikah Beresiko Terhadap IMS pada Remaja SMA di Kabupaten Malang pada Responden Laki-laki B S.E. Wald Df Sig. Exp (B) 95.0% C.I.for Exp (B) Lower Upper Umur ,933 ,402 5,105 1 ,024 2,543 1,132 5,715 Constant -1,960 ,338 33,677 1 ,000 ,041 Tabel 7 Hasil Analisa Regresi Logistik Antara Variabel Bebas dengan Variabel Terikat Perilaku Seksual Pranikah Beresiko Terhadap IMS pada Remaja SMA di Kabupaten Malang pada Responden Perempuan B S.E. Wald Df Sig. Exp (B) 95.0% C.I.for Exp (B) Lower Upper bahwa responden yang memiliki efikasi diri rendah memiliki kecenderungan 2 kali lebih besar untuk melakukan perilaku seksual beresiko IMS diban- dingkan dengan responden yang memiliki efikasi diri tinggi. PEMBAHASAN Pengetahuan Responden Berdasarkan analisa bivariat diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan IMS dengan perilaku seksual pranikah beresiko IMS pada responden laki-laki (p value=0,153) dan perempuan (p value=0,668) artinya bahwa respon- den yang mempunyai pengetahuan baik tentang kesehatan reproduksi dan IMS, juga mempunyai perilaku seksual pranikah yang beresiko terhadap IMS. Dalam penelitian yang dilakukan Suryoputro, dkk juga menyatakan tidak ada pengaruh pengeta- 56 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 7, Nomor 1, April 2020, hlm. 050–058 huan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual pranikah remaja (buruh). Meskipun tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan IMS, adanya kekurangpahaman ten- tang pengetahuan tersebut perlu untuk diperhatikan. Informasi tersebut tetap perlu diberikan untuk meningkatkan pemahaman remaja, sehingga mere- ka akan berpikir dan bersikap dengan cermat sebe- lum melakukan hubungan seksual pranikah. Penge- tahuan mungkin bukanlah faktor yang berpengaruh langsung terhadap perilaku seksual pranikah. Seperti yang dijelaskan oleh Bandura bahwa perilaku terse- but tidak merupakan hasil langsung dari pengeta- huan atau keterampilan, melainkan suatu proses penilaian yang dilakuakn seseorang dengan menya- tukan ilmu pengetahuan, harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang didapat sebelumnya untuk menghasilkan suatu penilaian atas kemampuan mereka dalam menguasai situasi yang sulit. Pernyataan tersebut membuktikan bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan IMS yang rendah maupun tinggi belum tentu mempe- ngaruhi perilaku seksual pranikah remaja. Padahal, sesuai pernyataan Bloom yang dikutip Notoatmodjo dikatakan bahwa tanpa pengetahuan, seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Jadi, pengetahuan merupakan dasar untuk bersikap dan berperilaku. Sikap Terhadap Seksualitas Responden Berdasarkan analisa bivariat diperoleh hasil berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan pada responden laki- laki (p value=0,162) dan perempuan (p value = 1,000) antara sikap seksualitas responden terhadap perilaku seksual pranikah beresiko IMS. Sikap responden yang sebagian besar permisif terhadap perilaku seksual pranikah kemungkinan dapat disebabkan bahwa mereka berpendapat yang cenderung sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, dan juga dapat disebabkan karena pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan resiko reproduksi adalah kurang sehingga tidak mempunyai dasar yang kuat untuk bersikap terhadap perilaku seksual, sehingga dapat dipengaruhi oleh temannya untuk menjadi permisif. Menurut Bandura struktur kognitif memberi pedoman mekanisme dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi dan pengaturan perilaku. Penga- ruh diri tidak otomatis atau mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi diri menjadi bagian dari sistem resiprokal yang artinya saling mempengaruhi antara lingkungan dan diri yang berarti bahwa seseorang yang sebenarnya mempunyai standart internal dalam berperilaku sesuai dengan apa yang diyakininya namun dengan pengaruh lingkungan yang permisif terhadap perubahan budaya barat menyebabkan perilaku yang muncul tidak sesuai dengan norma yang sebenarnya di masyarakat, karena mungkin hal ini diyakini bahwa apa yang dilakukan merupa- kan sesuatu perilaku yang wajar. Religiusitas Menurut jenis kelamin, bahwa responden laki- laki (41,8%) dan responden perempuan (22%) memiliki tingkat religiusitas kurang tekun. Mereka yang kurang tekun dalam menjalankan ibadah memiliki proporsi melakukan perilaku seksual beresiko IMS. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa baik pada responden laki-laki (p value= 0,012) ada hubungan yang signifikan, sedangkan pada responden perempuan (p value=0,562) tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat religiusi- tas dengan perilaku seks pranikah beresiko IMS. Menurut teori belajar sosial bahwa ada hubung- an yang timbal balik antara faktor personal, perilaku dan lingkungan, dimana religiusitas di sini adalah merupakan faktor personal yang berpengaruh terha- dap tingkah laku seseorang. Agama merupakan salah satu hal yang dapat menjadi rujukan seseorang untuk bersikap maupun bertindak. Menurut Dela- mater bahwa institusi yang terorganisasi salah satunya agama berperan dalam membentuk nilai dan standart pada diri seseorang. Artinya bahwa bila seseorang meyakini agama tertentu, maka nilai-nilai dan standart yang ada pada agama tersebut akan menjadi acuan dalam berperilaku. Sehingga dengan tekun beribadah terhadap agama tertentu mestinya perilakunya sesuai dengan norma-norma yang diya- kini. Efikasi Diri Hasil bivariat menurut jenis kelamin, bahwa responden laki-laki (40,5%) dan responden perem- puan (29,3%) memiliki efikasi diri rendah. Mereka yang memiliki efikasi diri rendah memiliki proporsi melakukan perilaku seksual beresiko IMS. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada responden laki-laki (p value = 57Maulina, Purwati, Faktor Personal yang Mempengaruhi ... 0,044) dan responden perempuan (p value = 0,010) dengan perilaku seksual pranikah beresiko IMS. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori belajar sosial. Bandura menyatakan bahwa efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Efikasi diri diyakini menjadi satu-satunya karakte- ristik yang sangat penting dalam menentukan peru- bahan perilaku manusia. Efikasi diri dapat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Efikasi diri tinggi atau rendah dapat dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, sehingga akan menghasilkan kemungkinan berperilaku Setelah dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik menggunakan metode backward LR diperoleh bahwa variabel efikasi diri berhubungan signifikan terhadap perilaku seksual pranikah menu- rut jenis kelamin setelah dilakukan analisis multiva- riat dengan regresi logistik menggunakan metode backward LR pada respnden perempuan diperoleh bahwa variabel efikasi diri berhubungan signifikan terhadap perilaku seksual pranikah dengan OR 2,012 (95% CI : 1,174 – 3,448) pada responden laki-laki. Hal ini berarti bahwa responden yang memiliki efikasi diri rendah memiliki kecenderungan 2 kali lebih besar untuk melakukan perilaku seksual beresiko IMS dibandingkan dengan responden yang memiliki efikasi diri tinggi. Persepsi Peran Gender Berdasarkan analisa bivariat pada responden laki-laki (p value =1,000) dan perempuan (p value = 0,340) diketahui tidak ada hubungan yang signi- fikan antara persepsi peran gender dengan perilaku seksual pranikah bersiko IMS. Meskipun seseorang mempunyai persepsi terhadap peran gender yang modern, orang tersebut mungkin tidak akan melakukan perilaku seksual jika orang tersebut bersikap tidak permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Sebaliknya, seseorang mungkin akan melakukan perilaku seksual pranikah terlebih dahulu didasari oleh sikapnya yang permisif terhadap perilaku seksual pranikah. Sikap tersebut muncul antara lain karena adanya pandangan/ persepsi masyarakat termasuk individu terhadap peran gender dalam seksualitas. Penelitian yang dilakukan Iwan Purnawan terhadap masyarakat Bali yang menyebutkan bahwa keperawanan bukan merupakan syarat utama perkawinan, kepala rumah tangga tetap dipegang oleh laki-laki, serta dalam hal menyatakan keintiman hubungan seksual, inisiatif sebaiknya datang dari siapa saja yang berminat. Oleh karena itu perbedaan perilaku seksual individu, bukan hanya ditentukan oleh faktor sosial budaya tetapi lebih merupakan hasil kombinasi faktor lingkungan dan biologis. Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, dimana orang belajar melalui observasi atau pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama pemimpin atau orang yang dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya. KESIMPULAN Hasil analisa menggunakan chi square dengan p = 0,05 didapatkan hasil yang memiliki pengaruhi yang signifikan pada responden laki-laki yaitu tingkat religiusitas (p = 0,012) sedangkan pada wanita (p = 0,562) dan tingkat religiusitas kurang tekun memiliki kecenderunan 2,4 kali lebih besar melakukan perila- ku seksual beresiko IMS, efikasi diri (p = 0,004) memiliki efikasi diri rendah memiliki kecenderunan 2,1 kali lebih besar untuk melakukan perilaku seksual beresiko IMS sedangkan Ada 1 variabel yang ber- hubungan pada responden perempuan secara sta- tistik dengan perilaku seksual pranikah yang beresiko terhadap IMS yaitu efikasi diri (p = 0,001). Untuk pengetahuan baik terhadap pada responden laki- laki (p = 0,153) maupun perempuan (p = 0,668),tidak ada hubungan antara pengetahuandengan perilaku sekspranikahberesiko IMS. Untuk sikap responden bahwa pada responden laki-laki (p = 0,162) dan perempuan (p =1,000) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap seksualitas dengan perilaku seksual pranikah beresiko IMS. Untuk Gender bahwa baik pada responden laki-laki (p = 1,000) maupun perempuan (p = 0,340) tidak ada hubungan antara peran gender dengan perilaku seks pranikah beresiko IMS. SARAN Dinas Kesehatan dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPP-KB), untuk mengaktifkan program Pusat Informasi dan Konseling-Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK- KRR) bagi SMA. Dan memberikan penyuluhan- penyuluhan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja. 58 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 7, Nomor 1, April 2020, hlm. 050–058 DAFTAR PUSTAKA Ali M. (2011). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara Badan Pusat Statistik. (2011). Migrasi Internal Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010. Badan Pusat Statistik: Jakarta Bandura A. (1997). Social Learning Theory. Prentice Hall. Inc: New Jersey. Departemen Kesehatan (Depkes), Badan Pusat Statistik (BPS), US Agency for International Development (USAID), Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), Family HealthInternational- Program Aksi Stop AIDS (ASA). (2011). Surveilans Terpadu Biologis Perilaku (STBP) 2007. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penye- hatan Lingkungan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.(2013). Laporan Perkembangan HIV- AIDS Triwulan I 2013. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Hirsch JS, Laboy MM, Nyhus CM, et al. (2009). “Because He Misses His Normal Life Back Home”: Masculinity and Sexual Behavior Among Mexican Migrants in Atlanta, Georgia. Perspect Sex Reprod Health 41:1, 23-32. Hugo G. 2001. Mobilitas Penduduk dan HIV / AIDS di Indonesia. ILO Indonesia, UNAIDS Indonesia, UNDP. Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). (2009). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kemen- trian Pendidikan Nasional: Jakarta Kemetrian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. (2011). Surveilans Terpadu Biologis Perilaku (STBP) 2011. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) RI. (2009). Pendidikan Pencegahan HIV. Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO: Jakarta. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.(2014). IMS dan Pemeriksaan Kesehatan Rutin.Komisi Penanggu- langan AIDS Nasional: Jakarta. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah (KPAP Jateng). (2013). Kondisi HIV & AIDS di Jawa Tengah s/d Juni 2013. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Jawa Tengah: Semarang. Kotchick BA. (2011). Adolencent Sexual Risk Behaviour: A multi system perspective clinical psicology. University Georgia Setyawati A. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Kondom pada Hubungan Seksual Pengguna Narkoba Suntik di Kota Semarang. Universitas Diponegoro: Semarang.