E:\Tita\D\Tita\April 15\Jurnal 6 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hlm. 6–14 6 GAMBARAN KUALITAS HIDUP ODHA YANG MENJALANI TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV) DI POLI CENDANA RSUD NGUDI WALUYO WLINGI (Quality of Life People Living with HIV-AIDS (PLWHA) with Antiretroviral therapy in Cendana Clinic Ngudi Waluyo Wlingi Hospital) Erni Setiyorini STIKes Patria Husada Blitar email: nerserni@gmail.com Abstract: Human Immunodeficiency Virus (HIV)is desease with high mortality and everyone have chance got HIV. At Blitar HIV/AIDS prevalence increase since 2010. The incubation of HIV need long time to become AIDS. At this period PLWHA faced with physic, physichologic, sosial, environment problem and impact to their quality of life. The purpose of this study was to describe quality of life PLWHA at physic, physichologic, sosial, environment dimension. Method: Research design was descriptive. Population of this study is PLWHA who receiving ARV at Cendana Clinic Ngudi Waluyo Wlingi Hospital. Samples 42 respondent by using convenient sampling. Data collected at September 1st– 30, 2013 by questionaire. Result of this study in physic dimension much of them at good 16 peoples (38,1%), enough and less, each of them 13 peoples (31%). Physhicology dimension at good and enough, each of them 20 peoples (47,6%) then at less 2 peoples (4,8%). Sosial dimension enough 25 peoples (59,5%), good 15 peoples (35,7%) and less 2 peoples (4,8%). Environment dimension enough 16 peoples (38,1%), good 15 peoples (35,7%) dan kurang 11 orang (26,2%). It is suggested for nurse to implementation nursing care plan to PLWHA suitable with their quality of life dimension and enhance support to their sosial activity. Keywords: PLWHA, antiretroviral (ARV), quality of life Abstrak: Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah penyakit dengan tingkat kematian yang tinggi dan setiap orang dapat terjangkiti. Prevalensi HIV/AIDS di blitar meningkat sejak tahun 2010. Masa inkubasi HIV memerlukan waktu yang lama untuk menjadi AIDS. Pada periode tersebut ODHA akan menghadapi masalah fisik, psikologis, sosial, lingkungan dan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kualitas hidup ODHA pada dimensi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah ODHA yang mendapatkan terapi ARV di poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Teknik sampling convinient didapatkan sampel sebanyak 42 orang. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 – 30 September 2013.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup pada dimensi fisik baik sebanyak 6 orang (38,1%), cukup dan kurang masing-masing 13 orang (31%). Dimensi psikologis baik dan cukup, masing-masing 20 orang (47,6%) dan kurang 2 orang (4,8%). Dimensi sosial kategori cukup 25 orang (59,5%), baik 15 orang (35,7%) dan kurang 11 orang (26,2%). Diharapkan perawat dalam memgimplentasikan tindakan kepada ODHA disesuaikan dengan dimensi kualitas hidup dan meningkatkan dukungan pada aktifitas sosial ODHA. Kata Kunci: ODHA, antiretroviral (ARV), kualitas hidup AIDS (Acquired Immune Defisiency Syndrome) mer upa ka n kumpula n da r i geja la penya kit (syndrome), sebagai manifestasi akibat defisiensi zat kekebalan tubuh. Penyakit infeksi HIV/AIDS ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, No. 1, April 2015 DOI: 10.26699/jnk.v2i1.ART.p006-014 IT Typewritten text © 2015 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 7Setiyorini, Gambaran Kualitas Hidup ODHA ... (Human Immunodeficiency Virus) mempunyai angka kematian yang tinggi. Di Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan pertama dalam penu- laran HIV/AIDS. Data Kementerian Kesehatan per Juni 2011 menunjukkan jumlah pengidap AIDS mencapai 26.400 orang dan lebih dari 66.600 orang telah terinfeksi HIV positif. Totalnya sebanyak 93.000 orang (Mujiyanto, 2012). Jumlah kasus HIV/ AIDS di Kabupaten Blitar pada 2010 meningkat pesat. Hanya dalam waktu dua bulan, terhitung mulai Januari hingga Februari, jumlah warga yang positif terinfeksi HIV/AIDS mencapai 14 orang (Arif, 2010). Berdasarkan data kasus yang diterima klinik VCT RSUD Ngudi Waluyo Wlingi sejak September 2009 hingga April 2013, 127 pasien HIV/AIDS meninggal dunia. Pada tahun 2013 saja sejak Januari sampai dengan pertengan April terhitung ada 12 pasien meninggal dunia. Keseluruhan jumlah kasus ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) yang ditangani sebanyak 27 kasus, 12 diantaranya meninggal dunia. Di mana pasien rujukan terbanyak dari Kecamatan Wlingi dan Doko masing-masing 3 orang. Umumnya pasien yang ditangani klini VCT yakni mereka yang sudah memasuki stadium 3 atau 4, sehingga karena terlambat ditangani, beberapa diantaranya mening- gal dunia. Dari latar belakang profesi umumnya ODHA yang ditangani klinik VCT bekerja sebagai TKI, beberapa diantaranya juga berprofesi sebagai pelayan cafe di luar Jawa seperti Kalimantan (Yuniar, 2013). Infeksi HIV selain mempengaruhi kesehatan fisik juga dapat mengakibatkan kecemasan, depresi yang berkaitan dengan mortalitas, terapi dan stigma yang berdampak pada kualitas hidupnya. Prognosis pasien HIV/ AIDS tergantung dari derajatnya ketika datang ke pelayanan kesehatan. Kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup dapat digunakan untuk menilai prognosis antara pasien terinteksi HIV dalam kaitannya dengan demografis dan variabel klinis. HIV/ AIDS tidak hanya berpengaruh terha- dap kesejahteraan fisik, akan tetapi juga kualitas hidupnya secara keseluruhan. HIV/ AIDS merupa- kan sumber stressor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dengan berbagai Aspeknya. ODHA (Orang Dengan HIV - AIDS) merupakan suatu yang berat dalam hidup, di mana permasalahan yang kompleks selalu dihadapi setiap hari, bukan hanya berurusan dengan kondisi penyakit, tetapi kondisi penyakit yang disertai dengan stigma sosial yang sangat diskriminatif dan menimbulkan stigma ODHA terhadap penyakitnya. Seseorang akan merasa dirinya tidak berguna, tidak ada harapan, takut, sedih, marah dan muncul perasaan lainnya. Hal ini akan menurun- kan kemampuan bertahan hidup pasien (Depkes RI, 2003). Sependapat dengan pernyataan tersebut, Effendy (2008) menyebutkan bahwa situasi yang diderita oleh pasien HIV/AIDS sangat kompleks, selain harus menghadapai stigma dan diskriminasi, pasien juga mengalami masalah fisik, psikologis dan sosial yang memerlukan intervensi komprehensif meliputi medikamentosa, nutrisi, dukungan sosial maupun psikoterapi/konseling. Sampai saat ini belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan HIV, beberapa terapi yang diberikan pada pasien HIV bertujuan agar prognosis tidak semakin buruk. Salah satunya yaitu terapi Anti RetroViral (ARV) yang secara signifikan dapat meningkatkan prognosis pasien HIV. Terapi ini relatif aman, akan tetapi tetap memiliki dampak pada pasien, karena penggunaannya yang terus-menerus dan menyebabkan beberapa efek samping yang ku- rang menyenangkan (De-Boor, 2010). Penggunaan terapi ARV dapat menghambat replikasi virus HIV dan menekan viral load, meningkatkan kualitas hidup ODHA dan meningkatkan harapan masyarakat, akan tetapi memiliki salah satu efek yaitu resistensi kronis terhadap obat ARV (Pedoman Nasional Tera- pi ARV, 2011). Secara teori ODHA yang menda- patkan terapi ARV akan meningkat kadar CD4 nya. Menurut Nasronudin 2007) dengan terapi ARV diharapkan terjadi peningkatan CD4 >100 sel/mm3 dalam 6–12 bulan pertama. Pemeriksaan CD4 perlu diulang setiap 3–6 bulan bagi penderita tanpa ARV dan setiap 2–4 bulan bagi penderita dengan terapi ARV. Respon CD4 diharapkan meningkat 50–60 sel/mm3 dalam 4 bulan pertama dengan laju peningkatan 8–10 sel/mm3 per bulan atau 100–150 sel/mm3 per tahun. Sedangkan menurut Djorban (2008) terapi antiretroviral (ARV) adalah obat peng- hambat perkembangan penyakit HIV, secara nyata tidak menyembuhkan HIV tetapi member kesem- patan penderita hidup lebih lama, sehat Gill & Einstein (1994) mendefenisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu tentang posisinya dalam kehidupan, dalam hubungannya dengan sis- tem budaya dan nilai setempat dan berhubungan dengan cita-cita, pengharapan, dan pandangan- pandangannya, yang merupakan pengukuran multi- aspek, tidak terbatas hanya pada efek fisik maupun psikologis pengobatan. Kualitas hidup merupakan komponen yang sangat penting dalam mengevaluasi kesejahteraan dan kehidupan pasien ODHA. Indikator 8 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hlm. 6–14 kualitas hidup tidak hanya mencakup kekayaan dan lapangan pekerjaan, akan tetapi juga termasuk lingkungan, kesehatan fisik dan mental, pendidikan, rekreasi, waktu senggang dan sosial. Kualitas hidup ODHA dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Perjalanan virus HIV memer- lukan waktu inkubasi yang lama sampai dengan munculnya tanda-tanda klinis AIDS. Selama periode tersebut sistem kekebalan tubuh sudah mengalami penurunan. Seiring dengan perkembangan penyakit, pasien seringkali dihadapkan pada permasalahan fisik, psikososial, psikologis dan mental baik secara langsung maupun tidak langsung dan hal ini berdam- pak pada kualitas hidup ODHA (Yuliyanti, 2013). Kualitas hidup pasien HIV dan AIDS menurut WHO menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental, dinilai dari fungsi fisik, psikologis, sosial dan lingkungan (WHO, 2004). Penilaian total dari be- berapa aspek ini menentukan kualitas hidup pasien HIV/AIDS secara umum. Pada pasien HIV/AIDS yang mnejalani terapi antiretrovirus secara teratur, secara teoritis akan menunjukkan perbaikan pada domain fisik dan hal ini dapat mempengaruhi domain lain dari kualitas hidup pasien. Berdasarkan fenomena di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang gam- baran kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang men- jalani terapi ARV di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menge- tahui gambaran kualitas hidup pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi antiretroviral (ARV) di poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Sedangkan tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1) Meng- identifikasi karakteristik pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi ARV di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi; 2)Mengidentifikasi kualitas hidup pasien HIV/AIDS berdasarkan aspek fisik di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi; 3) Meng- identifikasi kualitas hidup pasien HIV/AIDS berda- sarkan aspek psikologis di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi; 4) Mengidentifikasi kualitas hidup pasien HIV/AIDS berdasarkan aspek sosial di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi; 5) Mengidentifikasi kualitas hidup pasien HIV/ AIDS berdasarkan Aspek lingkungan di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ODHA yang mendapat- kan terapi Antiretroviral (ARV) di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Blitar sebanyak 231 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang memenuhi keriteria inklusi, yaitu: pasien HIV/AIDS yang menerima terapi Antiretro Viral (ARV) yang menandatangani informed consent, bukan lansia.Berdasarkan kri- teria tersebut diperoleh sampel sebanyak 42 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah acci- dental sampling.Variabel dalam penelitian ini adalah kualitas hidup aspek fisik, kualitas hidup aspek hubungan sosial dan kualitas hidup aspek psikologis dan aspek lingkungan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi karakteristik responden dan kuesioner kualitas hidup ODHA (modifikasi dari WHOQoL BRIFF). HASIL PENELITIAN Hasil penelitian, yang meliputi: data yang disaji- kan meliputi gambaran umum lokasi penelitian, data karakteristik responden, dan data khusus penelitian mengenai stigma internal, kualitas hidup ODHA. Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di Poli Cendana RSUD. Ngudi Waluyo Wlingi 1–30 September 2013 Karakteristik Re sponden f % Usia 21-30 th 31-40 th 41-50 th 16 19 7 38,1 45,2 16,7 Jenis kela min Laki-la ki Perempuan 13 29 31 69 Status Pernikahan Belum Menikah Menikah Janda Duda 6 22 12 2 14,3 52,4 28,6 4,8 Penghasilan < 1 Juta 1 - 2 Juta > 2 Juta 25 15 2 59,5 35,7 4,8 Pekerjaan Wiraswasta PRT Sopir IRT Petani Swasta PNS 6 4 2 14 3 12 1 14,3 9,5 4,8 33,3 7,1 28,6 2,4 9Setiyorini, Gambaran Kualitas Hidup ODHA ... Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia antara 31–40 tahun yaitu sebanyak 19 orang (45,2%). Jenis kelamin respon- den sebagian besar perempuan yaitu sebanyak 29 orang (69%). Status Pernikahan responden seba- gian besar menikah yaitu sebanyak 22 orang (52,4%). Sebagian besar reponden memiliki penghasilan < 1 juta yaitu sebanyak 25 orang (59,5%). Sebagian be- sar pekerjaan Responden adalah ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak 14 orang (33,3%). Lama Terdiagnosa HIV/AIDS Kualitas Hidup Responden berdasarkan Aspek Fisik Tabel 2. Distribusi lama terdiagnosa HIV/ AIDS Lama Frekuensi Porsentase (%) 1 tahun 25 59,5 2 – 4 tahun 15 35,7 5 tahun 2 4,8   Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa prosentase terbesar responden terdiagnosa HIV/AIDS dalam waktu  1 tahun sebanyak 27 orang (58,7%). Lama Menggunakan Antiretro Viral (ARV) Tabel 3.Distribusi Lama Menggunakan Antiretro Viral (ARV) Lama Frekuensi P orsentase (%) 1 tahun 26 61,9 2 – 4 tahun 15 35,7 5 tahun 1 2,4   Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa prosentase terbesar responden terdiagnosa HIV/AIDS dalam waktu  1 tahun sebanyak 26 orang (61,9%). Keterlibatan dalam Aktifitas Sosial Jenis Aktifitas Sosial Frekuensi Porsentase (%) Kegiatan dukungan sesama (K DS) 19 45,2 Arisan/PKK/RW/Pengajian 8 19 >1 kegiatan so sial 2 4,8 Tidak ada kegiatan sosial 13 31 Tabel 4. Keterlibatan Dalam Aktifitas Sosial Berdasarkan tabel 4, kegiatan sosial yang diikuti oleh ODHA paling banyak adalah kegiatan dukungan sesama (KDS) yaitu sebanyak 19 orang (45,2%). Tabel 5. Distribusi Kualitas Hidup pada Aspek Fisik Responden di Poli Cendana RSUD. Ngudi Waluyo Wlingi pada Bulan September 2013 Kua litas Hidup Frekuensi Persentase (%) Baik Cukup baik Kuran g Baik 16 13 13 38,1 31 31 Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas hidup yang cukup baik yaitu sebanyak 16orang (38,1%). Kualitas Hidup Responden berdasarkan Aspek Psikologis Tabel 6. Distribusi Kualitas Hidup pada Aspek Psikososial Responden di Poli Cendana RSUD. Ngudi Waluyo Wlingi pada Bulan September 2013 Kua litas Hidup Frekuensi Persentase (%) Baik Cukup baik Kurang Baik 20 20 2 47,6 47,6 4,8 Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas hidup yang cukup dan baik yaitu sebanyak 20 orang (47,6%). Kualitas Hidup Responden Berdasarkan Aspek Sosial Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas hidup yang cukup baik yaitu sebanyak 25orang (59,5%). Tabel 7. Distribusi Kualitas Hidup pada Aspek Sosial Responden di Poli Cendana RSUD. Ngudi Waluyo Wlingi pada Bulan September 2013 Kua litas Hidup Frekuensi Persentase (%) Baik Cukup baik Kuran g Baik 15 25 2 35,7 59,5 4,8 10 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hlm. 6–14 Kualitas Hidup Responden berdasarkan Aspek Lingkungan Tabel 8. Distribusi Kualitas Hidup pada Aspek Ling- kungan Responden di Poli Cendana RSUD. Ngudi Waluyo Wlingi pada Bulan September 2013 Kua litas Hidup Frekuensi Persentase (%) Baik Cukup baik Kuran g Baik 15 16 11 35,7 38,1 26,2 Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kualitas hidup yang cukup baik yaitu sebanyak 16 orang (38,1%). Crosstabulasi Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup Aspek Fisik Tabel 9. Tabel Crosstabulai Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup Aspek Fisik Crosstabulasi Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup Aspek Psikologis Karakteristik Baik Cukup Kurang Usia 21-30 th 7 4 5 31-40 th 7 6 6 41-50 th 2 3 3 Jenis Kelamin Laki – laki 4 5 4 Perempuan 12 8 9 Pernikahan Belum menikah 1 4 1 Menikah 9 6 7 Janda 5 3 4 Duda 1 0 1 Penghasilan <1 juta 8 9 8 1-2 juta 8 3 4 >2 juta 0 1 1 Pekerjaan PNS 0 1 0 Swasta 7 4 1 Wir aswasta 2 1 3 IRT 4 4 6 PRT 2 1 1 Petani 0 2 1 Sopir 1 0 1 Lama T erdiagnosa <1 tahun 9 8 8 2-4 tahun 6 4 5 >5 tahun 1 1 0 Lama menggunakan ARV <1 tahun 10 8 8 2-4 tahun 5 5 5 >5 tahun 1 0 0 Kegiatan yang diikuti KDS 8 7 4 Arisan/PKK/RT 2 3 3 >1 kegiatan 1 0 1 Tidak mengikuti kegiatan 5 3 5 Tabel 10. Tabel Crosstabulai Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup Aspek Psikologis Karakteristik Baik Cukup Kurang Usia 21- 30 th 5 10 1 31- 40 th 11 7 1 41- 50 th 4 3 0 Jenis Kelamin Laki – laki 6 6 1 Per empuan 14 14 1 Pernikahan Belum menikah 3 3 0 Menikah 13 8 1 Janda 4 8 0 Duda 0 1 1 Penghasilan <1 juta 11 12 2 1-2 juta 8 7 0 >2 juta 1 1 0 Pekerjaan PNS 1 0 0 Swasta 6 5 1 Wiraswasta 3 3 0 IRT 5 8 1 PRT 2 2 0 Petani 2 1 0 Sopir 1 1 0 Lama terdiagnosa <1 tahun 9 14 2 2-4 tahun 9 6 0 >5 tahun 2 0 0 Lama menggunakan ARV <1 tahun 9 15 2 2-4 tahun 10 5 0 >5 tahun 1 0 0 Kegiatan yang diik uti KDS Arisan/PKK/RT 13 5 6 3 0 3 >1 kegiatan 1 1 0 T idak mengikuti Kegiatan 1 10 2 Crosstabulasi Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup Aspek Sosial Tabel 11. Tabel Crosstabulai Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup Aspek Sosial Karakterist ik Baik Cukup Kurang Usia 21-30 th 6 9 1 31-40 th 8 10 1 41-50 th 1 6 0 Jenis Kelamin Laki – laki 3 10 0 Perempuan 12 15 2 Pernikahan Belum menikah 2 4 0 Menikah 8 13 1 Janda 5 6 1 Duda 0 2 0 Penghasilan <1 juta 8 16 1 1-2 juta 6 8 1 >2 juta 1 1 0 11Setiyorini, Gambaran Kualitas Hidup ODHA ... Crosstabulasi Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup Aspek Lingkungan PEMBAHASAN Kualitas Hidup ODHA Aspek Fisik yang Menjalani Terapi Antiretroviral (ARV) di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Berdasarkan hasil penelitian, responden yang berusia muda memiliki kualitas hidup aspek fisik yang baik. Hal ini dapat disebabkan karena pada usia muda memiliki perasaan yang positif, fungsi kognitif yang baik harga diri yang tinggi, lebih puas dengan kondisi fisik dan body image (Belak, 2006). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ODHA memiliki kualitas hidup aspek fisik baik sebanyak 16 orang (38,1%). Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan dan sebagian besar memiliki kualitas hidup aspek fisik yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Oktavia dkk (2012) yang menyatakan bahwa wanita bertahan hidup dengan semangat mengikuti terapi karena anak- anak masih membutuhkan kasih sayang dan ber- usaha mencukupi kebutuhannya. Penelitian ini tidak sejalan dengan temuan Campsmith (2003) yang melaporkan bahwa kualitas hidup yang rendah seba- gian besar dialami oleh perempuan dan didukung dengan data bahwa angka CD4 rendah. Menurut Visser (2007) dampak HIV/AIDS perempuan sangat akut, terutama di Afrika, perempuan sering kurang beruntung dalam ekonomi, budaya dan sosial, demikian juga terhadap akses pengobatan, dukungan keuangan dan pendidikan. Bersadarkan tabel 9 didapatkan bahwa respon- den yang berstatus belum menikah/janda/duda memi- liki kualitas hidup askep fisik yang lebih rendah dibandingkan dengan yang berstatus menikah. Hal ini dapat dibabkan dengan adanya pasangan hidup, ODHA dapat mencukupi kebutuhan hidup bersama- sama, saling menguatkan jika mengalami tekanan dari lingkungan sekitar. Berdasarkan pekerjaan, responden yang ber- peran sebagai ibu rumah tangga memiliki kualitas hidup aspek fisik yang kurang. Hal ini disebabkan karena jika pasien bekerja memiliki kondisi yang lebih baik, secara fisik tidak mengalami masalah sehingga dapat beraktifitas dan bekerja sebagaimana orang sehat. Pada aspek fisik, pada dasarnya ODHA seba- gian besar responden memiliki kualitas yang baik. Pada dasarnya ODHA mampu melakukan kegiatan sehari-hari dan beraktifitas fisik yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatannya seperti dapat berolahraga, istirahat yang cukup, mengkonsumsi ARV secara rutin. Sebagian besar responden yang Karakteristik Baik C ukup Kurang Pekerjaan PNS 1 0 0 Swasta 6 6 0 Wiraswasta 3 3 0 IRT 4 9 1 PRT 0 3 1 Petani 1 2 0 So pir 0 2 0 Lama terdiagnosa <1 tahun 8 16 1 2-4 tahun 6 8 1 >5 tahun 1 1 0 Lama menggunakan ARV <1 tahun 7 17 2 2-4 tahun 7 8 0 >5 tahun 1 0 0 Ke giatan yang diik uti KDS 8 10 1 Arisan/PKK/RT 3 5 0 >1 kegiatan 0 2 0 Tidak mengikuti kegiatan 4 8 1 Tabel 12. Tabel Crosstabulai Karakteristik Responden dengan Kualitas Hidup Aspek Lingkungan Karakteristik Baik Cukup Kurang Usia 21-30 th 5 7 4 31-40 th 7 7 5 41-50 th 3 2 2 Jenis Kelamin Laki – laki 5 4 4 Perempuan 10 12 7 Pernikahan Belum menikah 3 2 1 Menikah 6 10 6 Janda 5 4 3 Duda 1 0 1 Penghasilan <1 juta 11 8 6 1-2 juta 4 7 4 >2 juta 0 1 1 Pekerjaan PNS 0 0 1 Swasta 4 3 5 Wiraswasta 5 0 1 IRT 4 7 3 PRT 2 2 0 Petani 0 2 1 Sopir 0 2 0 Lama terdiagnosa <1 tahun 10 7 8 2-4 tahun 5 8 2 >5 tahun 0 1 1 Lama menggunakan ARV <1 tahun 10 8 8 2-4 tahun 5 8 2 >5 tahun 0 0 1 Kegiatan yang diikuti KD S 5 10 4 Ar isan/PKK/RT 4 1 3 >1 kegiatan 0 1 1 Tidak mengikuti 15 16 11 12 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hlm. 6–14 mengikuti kegiatan KDS dan sudah rutin mengkon- sumsi ARV < 1 tahun, karena aktifitas dan kesibuk- annya mereka dapat mengalihkannya bahwa penyakit HIV yang diderita merupakan penyakit yang mema- tikan. Kegiatan ini tanpa disadari dapat meningkat- kan kesehatan secara fisik. Sebagian besar respon- den bekerja, dengan kegiatan di tempat kerja membuat ODHA merasa produktif ini berdampak pada kua- litas hidup ODHA pada aspek fisik (Hardiansyah, 2014). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan pene- litian yang dilakukan oleh Nojomi (2008) yang me- nyatakan bahwa perawatan dan pengobatan yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup orang dengan HIV dan AIDS. Sesuai dengan penelitian bahwa 100% responden menjalani pengobatan ARV di Poli Cendana, sehingga kualitas hidup aspek fisik sebagian besar baik. Kualitas Hidup Aspek Psikologis Sebagian besar responden yang mengikuti ke- giatan KDS dan berstatus menikah memiliki kualitas hidup aspek psikologis yang baik. Hal ini dapat disebabkan karena faktor sosial memiliki hubungan yang sangat erat dengan kualitas hidup. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa efek dari dukungan sosial memperlihatkan efek yang positif, meliputi penurunan depresi, meningkatkan koping, perilaku kesehatan yang positif dan memperlihatkan perkem- bangan penyakit melambat (Takada, 2012). Respon- den dengan penghasilan <1 juta memiliki kualitas hidup aspek psikologis yang cukup. Hal ini dapat disebabkan karena pasien yang memiliki penghasilan kecil dan memiliki ketergantungan kepada yang lain dalam memenuhi kebutuhannya memiliki kualitas hidup aspek mental yang rendah. Sebagian besar reponden yang menjadi ibu rumah tangga (IRT), mereka memiliki kualitas hidup aspek psikologis yang cukup. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Blalock e.al (2003) yang menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok bekerja dan tidak bekerja terhadap domain psikologis secara keseluruhan karena 40% pasien HIV/AIDS dipekerjakan. Berdasarkan penelitian Oktaviana dkk (2003) sebagian besar responden bekerja paruh waktu sebagian besar me- nganggur sedang mempertimbangkan untuk kembali bekerja. Berdasarkan penelitian tersebut menunjuk- kan bahwa pekerjaan merupakan suatu keprihatinan yang utama bagi orang dengan HIV/ AIDS. Akan tetapi dalam penelitian ini walaupun menjadi ibu rumah tangga (IRT), mereka tidak mengalami kekhawatiran karena berstatus menikah dan biaya hidup ditanggung oleh keluarga. Olley (2006) meneliti 149 responden yang baru terdiagnosa HIV/ pasien di RS Tygerberg, Afrika, Selatan dinilai yang paling sering mengalami depresi (34,9%) diikuti oleh dysthymic disorder (21,5%) perempuan lebih mungkin menderita gangguan stress pasca trauma, dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini akan berdampak terhadap kualitas hidupnya.. Responden yang mengalami kesepian, putus asa, cemas dan depresi menyebabkan kualitas hidup yang kurang. Hal ini dapat berpengaruh terhadap peminatannya terhadap kegiatan yang diikuti di masyarakat. Terdapat 13 responden yang tidak mengikuti kegiatan di masyarakat, sebagian besar memiliki kualitas hidup aspek psikologis yang cukup dan kurang. Kegiatan dimasayarakat yang diikuti dapat memberikan dukungan psikologis, sehingga ODHA yang tidak mengikuti kegiatan tersebut kurang mendapatkan dukungan secara psikologis, sehingga kualitas hidup aspek psikologis dalam kategori cukup dan kurang. Kualitas hidup ODHA pada Aspek Hubungan Sosial Berdasarkan tabel 10 sebagian responden yang memiliki status pernikahan menikah memiliki kualitas hidup aspek sosial cukup. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Belak (2006) yang menyatakan bahwa status pernikahan mempengaruhi kualitas hidup terutama pada aspek sosial. Status pernikahan ini merupakan hubungan yang menyenangkan dan merupakan dukungan sosial yang lebih baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan bebe- rapa responden, sebagian responden mengaku me- nyembunyikan penyakitnya dari masyarakat sekitar. Hal ini dapat terjadi karena meraka merasa khawatir, malu, takut apabila status ODHA diketaui masya- rakat maka akan timbul stigma dan deskriminasi. Sebagian besar responden yang mengikuti ke- giatan KDS memiliki kualitas hidup aspek sosial yang cukup. Keterlibatan dalam kegiatan KDS untuk memberikan dukungan psikologis kepada sesama ODHA, banyak beraktifitas membuat ODHA tetap dapat bersosialisasi. Dengan kegiatan tersebut me- mungkinkan ODHA memperoleh informasi yang berhubungan dengan penyakitnya, sehingga dapat mendukung kualitas hidup ODHA dari aspek yang lain. Berdasarkan usia sebagian besar responden yang berusia 31–40 tahun berada pada kategori 13Setiyorini, Gambaran Kualitas Hidup ODHA ... kualitas hidup aspek sosial yang cukup. Felton dan Revenson (1987 dalam Rachmawati, 2013 menya- takan bahwa responden dewasa menggunakan ko- ping mencari informasi tentang penyakitnya sedang- kan lansia lebih banyak menggunakan koping berfikir positif dan mengembangkan harapan. Sumber stressor pada ODHA adalah jika orang lain mengetahui statusnya makan ODHA akan me- rasa malu dan dikucilkan oleh orang lain. Rasa malu tersebut akan membatasi ODHA dalam berinteraksi dengan orang lain. Rasa malu yang dirasakan ODHA akan mempengaruhi dalam hubungan sosial dengan orang lain sehingga ODHA memilih untuk mem- batasi interaksi dengan orang lain (Stinson, et al., 2008). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa terdapat 13 orang responden memilih untuk tidak mengikuti kegiatan di masyarakat. Kualitas Hidup Aspek Lingkungan Pada kualitas hidup aspek lingkungan, kese- ringan merasa aman, seberapa sehat lingkungan tempat tinggal, kebutuhan akan uang, kesempatan rekreasi, tidak terdapat responden yang menjawab tidak. Sebagian besar responden memiliki kualitas hidup aspek lingkungan dalam kategori cukup, kemudian baik dan sebagian kecil dalam kategori kurang. Perasaan terkucil dapat menyebabakan ODHA cenderung menutup diri dan menarik diri dari lingkungan. Bagi ODHA yang statusnya dike- tahui oleh masyarakat, akan muncul stigma dan deskriminasi yang dirasakan sehingga pasien memi- lih untuk membatasi diri terhadap kegiatan sosial. Newman (1995) dalam George, 2002 menyatakan bahwa stressor lingkungan berefek terhadap pasien baik positif maupun negatif. Pasien memberikan efek terhadap lingkungan, demikian juga lingkungan dapat memberikan efek terhadap pasien. Berdasar- kan alasan tersemut maka sebagian dari responden memilih untuk tidak mengungkapkan identitasnya sebagai penderita HIV/AIDS. Berdasarkan data penelitian prosentase repon- den perempuan lebih banyak dari laki-laki sehingga pada data crosstabulasi yang menunjukkan prosen- tase kualitas hidup aspek lingkungan dalam kategori baik dan cukup adalah perempuan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Oktavia dkk. (2012) bahwa pada domain lingkungan, laki- laki memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi diban- dingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-laki jarang bersosialisasi dengan ling- kungan sekitar dan bekerja di luar tempat tinggalnya. ODHA dengan status menikah sebagian besar memiliki kualitas hidup aspek lingkungan dalam kate- gori baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Nojomi, et al. (2008) yang menyatakan bahwa pasien yang menikah memiliki kondisi yang lebih baik pada do- main lingkungan dibandingkan dengan pasien yang tidak menikah (sendiri, janda dan berpisah). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disim- pulkan bahwa: Karakteristik ODHA sebagian besar berusia 31–40 tahun yaitu 19 orang (45,2%), jenis kelamin perempuan 29 orang (69%), status menikah 22 orang (52,4%), penghasilan <1 juta 25 orang (59,5%), pekerjaan ibu rumah tangga (IRT) seba- nyak 14 orang (33,3%); Kualitas hidup ODHA pada aspek fisik sebagian besar dalam kategori baik yaitu 16 orang (38,1%), cukup dan kurang masing-masing 13 orang (31%); Kualitas hidup ODHA aspek psiko- logis kategori bak dan cukup masing-masing 20 orang (47,6%) dan kategori kurang 2 orang (4,8%); Kuali- tas hidup ODHA sspek sosial sebagian besar pada kategori cukup yaitu 25 orang (59,5%), baik 15 orang (35,7%) dan kurang 2 orang (4,8%); Kualitas hidup ODHA aspek lingkungan kategori cukup 16 orang (38,1%), baik 15 orang (35,7%) dan kurang 11 orang (26,2%). Saran Bagi Perawat, diharapkan perawat dapat mem- berikan intervensi sesuai dengan aspek fisik, psiko- logis, sosial dan lingkungan psikologis dan mendorong ODHA yang belum mengikuti kegiatan sosial untuk mengikuti kegiatan sosial; Bagi Institusi Rumah Sakit, Rumah Sakit hendaknya meningkatkan sum- ber daya tenaga kesehatan yang menangani klien ODHA; Dinas Kesehatan, Dinas Kesehatan hen- daknya memberikan support terhadap kegiatan sosial KDS (Kelompok Dukungan Sesama). DAFTAR RUJUKAN Belak, S., Virusic, T., Duvancic, K., Macek, M. 2006. Qua- lity of life of HIV – Infected Persons in Croatia. Croatia Association for HIV, Zagreb, Croatia. Blalock, A.C., Mcdaniel, J.S., and Farber, E.W. Effect of Employment on Quality of Life and Psychologi- cal Functioning in Patients With HIV/AIDS Aca- demy of Psychosomatics. Medicine September- October 2002. 43:5 14 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hlm. 6–14 Brendan Maughan - Brown. 2007. Experiences And Per- ceptions Of Hiv/Aids-Related Stigma Amongst People on Antiretroviral Treatment in Khayelitsha, South Africa. Centre for Sosial Science Research (CSSR) Working Paper No. 185 March 2007. (http://www.commerce.uct.ac.za/Research_Units/CSSR/ Working%20Papers/papers/wp185.pdf) Campsmith, M.L., Nakashima, A.K., Davidson, A.J. 2003. Self-reported health-related quality of life in persons with HIV infection: results from a multi- site interview project. Health and Quality of Life Outcomes 2003, 1:12 doi:10.1186/1477-7525-1-12. (http://www.hqlo.com/content/1/1/12. Departemen Kesehatan, R.I.(2003). Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA. Jakarta. Hardiansyah, Amiruddin, R., Arsyad, Dian, D. 2014. Kualitas Hidup Orang dengan HIV dan AIDS di Kota Makassar. http://repository.unhas.ac.id / b i t s t r e a m / h a n d l e / 1 2 3 4 5 6 7 8 9 / 1 0 7 3 6 / HARDIANSYAH%20K11110602.pdf?sequence=1 dibuka tanggal 25 September 2013. Linsk & Land. 2012. How well are We Doing in Address- ing Care and Support of People With HIV/ AIDS?. http://www.tandfonline.com /toc/whiv20/current dibuka tanggal 10 Februari 2013. Nojomi, M., Anbary, K., Ranjbar, M. Health-Related Qual- ity of Life in Patients with HIV/AIDS. Archives of Iranian Medicine, Volume 11, Number 6, 2008: 608– 612. Oktavia, N., Kusnanti, H., &Subroto, Y.W. 2012. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Penderita HIV/AIDS Di Kabupaten Boyolali dan Kota Surakarta (Solo) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Akademi Kesehatan Sapta Bakti Bengkulu. Olley, B. 2006. Psychological Distress in the First Year after Diagnosis of HIV Infection Among Woman in South Africa. Africa Journal of AIDS Research Vol. 5.No.3. 207–215ISSN: 1608-5906. Rachmawati, S. 2013. Kualitas Hidup orang dengan HIV/ AIDS yang mengikuti terapi antiretroviral. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi Volume I (I) hal 48– 62. Universitas Muhammadiyah Malang. Yuliyanti, A.R. 2013. Kualitas Hidup Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Kabupaten Jember. SKripsi. Bagian Epidemiologi dan Biostatistika Kepen- dudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Univer- sitas Jember. WHO. 1997. WHO-QoL Measuring Quality of Life. www.who.int/Mental-health/media/68.pdf. Yuniar, I. 2013. 127 Penderita HIV/AIDS di Kab. Blitar Meninggal Dunia. http://www.blitarkab.go.id/ 2013/04/6412.html dibuka tanggal 14 Oktober 2013.