339Idris, Astarani, Efektivitas Terapi Tertawa terhadap Insomnia dan ... 339 JNK JURNAL NERS DAN KEBIDANAN http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Efektivitas Terapi Tertawa tehadap Insomnia dan Tekanan Darah pada Lansia Desi Natalia Trijayanti Idris1, Kili Astarani2 1,2Prodi Keperawatan, STIKes RS Baptis Kediri Indonesia Info Artikel Kata Kunci: Terapi Tertawa; Insomnia; Tekanan Darah; Lansia Abstrak Menua merupakan suatu proses alamiah dan bukanlah suatu penyakit yang dapat mengakibatkan daya tahan tubuh menjadi berkurang dalam menghadapi masalah yang terjadi baik dari dalam ataupun luar tubuh. Banyak masalah yang dapat terjadi pada lansia diantaranya mudah mengalami kelelahan, gangguan keseimbangan yang membuat lansia mudah jatuh, gangguan pada sistem kardiovaskuler, nyeri atau rasa tidak nyaman, gangguan pada eliminasi sering kencing atau tidak bisa menahan kencing, gangguan pengelihatan, pendengaran, gangguan istirahat dan tidur, serta mudah gatal. Insomnia merupakan gangguan atau masalah tidur pada lansia yang sering ditemukan yang dapat menurunkan kualitas hidup lansia. Lansia yang mengalami in- somnia cenderung terjadi peningkatan tekanan darah. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia dan tekanan darah yang meningkat pada lansia dilakukan secara mandiri ataupun berkelompok yaitu dengan cara nonfarmakologi contohnya adalah terapi tertawa. Tujuan penelitian ini menganalisis pengaruh terapi tertawa terhadap insomnia dan tekanan darah pada lansia di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri. Desain mengunakan Quasi Eksperimental dengan metode one group pre-test post-test design. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 14 lansia yang diambil secara kuota sampling dari 28 lansia yang ada. Penelitian dilaksanakan pada bulan juni-juli 2019. Pengumpulan data dengan mengukur insomnia dan tekanan darah (TD) sebelum melakukan terapi tertawa. Analisis data mengunakan uji wilcoxon. Hasil menunjukkan ada pengaruh terapi tertawa dengan insomnia berdasarkan uji wilcoxon (p=0.002) dan tidak ada pengaruh terapi tertawa dengan tekanan darah pada lansia berdasarkan uji wilcoxon (p=0.190). Terapi tertawa dapat digunakan sebagai penatalaksaan secara non faramkologi tindakan mandiri perawat dalam mengurangi insomnia yang terjadi pada lansia. Tekanan darah pada lansia tidak terdapat perubahan dengan terapi tertawa hal ini dapat dikarenakan perubahan fisiologi lansia salah satunya adalah fungsi kardiovaskuler. Sejarah Artikel: Diterima, 17/10/2019 Disetujui, 11/11/2019 Dipublikasi, 05/12/2019 http://crossmark.crossref.org/dialog/?doi=10.26699/jnk.v6i3.ART.p339-347&domain=pdf&date_stamp=2019-12-05 340 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 339–347 Correspondence Address: STIKES RS Baptis Kediri – Jawa Timur, Indonesia P-ISSN : 2355-052X Article Information Keywords: Laughter Therapy, Insomnia, Blood Pressure, Elderly Abstract Aging is a natural process and is not a disease that can result in reduced endurance in dealing with stressors from within and from outside the body. Many problems that can occur in the elderly include fatigue, impaired balance that makes the elderly easy to fall, disorders of the cardiovascular system, pain or discomfort, disturbances in elimination of frequent urina- tion or unable to hold urine, impaired vision, hearing, resting disorders and sleep, and itch easily. Insomnia is a sleep disorder or problem that is often found in the elderly which can reduce the quality of life of the elderly. Elderly people who experience insomnia tend to increase blood pressure. Management that can be done to overcome insomnia and increased blood pressure in the elderly is done independently or in a group that is by means of nonpharmacology for example is laughter therapy. The purpose of this study was to analyze the effect of laughter therapy on insomnia and blood pressure in the elderly at the St. Yoseph Kediri Nursing Home. The design uses Quasi Experimental with one group pre-test post-test design method. The samples of this study were 14 elderly taken by sampling quota from 28 existing elderly. The study was conducted in June until July 2019. Collection data by measuring insomnia and blood pressure (BP) before laughing therapy. Analysis data using Wilcoxon test. The results showed there was an effect of laughing therapy with insomnia based on the Wilcoxon test (p = 0.002) and there was no effect of laughing therapy with blood pressure in the elderly based on the Wilcoxon test (p = 0.190). Laughter therapy can be used as a non-faramchologic treatment of nurses’ indepen- dent actions in reducing insomnia that occurs in the elderly. Blood pres- sure in the elderly there is no change with laughter therapy this can be due to changes in the physiology of the elderly one of which is cardiovascular function. © 2019 Jurnal Ners dan Kebidanan Effectiveness of Laughter Therapy on Insomnia and Blood Pressure in the Elderly PENDAHULUAN Tidur merupakan suatu keadaan seseorang yang berada pada alam bawah sadar tetapi sese- or a ng ter sebut bisa ba ngun denga n a da nya rangsangan ataupun sentuhan yang sesuai. Sese- orang dalam mempertahankan status kesehatannya pada tingkat yang optimal memerlukan atau mem- butuhkan istirahat dan tidur (Aziz, 2013). Setiap orang memerlukan istirahat dan tidur yang berbeda- beda, jika seseorang menjaga istirahat dan tidurnya maka akan terpenuhi dengan baik tetapi jika tidak dijaga maka akan mengalami gangguan tidur (Asmadi, 2008). Suatu keadaan yang menyebabkan tidur terganggu disebut juga dengan gangguan tidur yang menghasilkan masalah tidur yaitu insomnia. (Perry dan Potter, 2010). Insomnia adalah keadaan dimana seseorang tidak mampu untuk mencukupi istirahat tidurnya, baik secara berkualitas maupun secara jumlah jam tidurnya, yang dapat dilihat dengan sulit memulai tidur atau tidur mudah ter- bangun (Aziz, 2013). Insomnia dapat menyerang semua golongan usia, semakin lanjut usia seseorang semakin banyak terjadi insomnia. Gangguan tidur yang disebut Insomnia menjadi faktor risiko dari Email: idrisdede87@gmail.com E-ISSN : 2548-3811 DOI: 10.26699/jnk.v6i3.ART.p339-347 This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) History Article: Received, 17/10/2019 Accepted, 11/11/2019 Published, 05/12/2019 https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ https://doi.org/10.26699/jnk.v6i3.ART.p339-347 341Idris, Astarani, Efektivitas Terapi Tertawa terhadap Insomnia dan ... peningka tan tekanan da ra h. Seseor ang ya ng memiliki Pola istirahat yang tidak tercukupi dan tidak terpenuhinya kualitas tidur mengakibatkan ganggu- an pada keseimbangan fisiologis, psikologis. (Perry dan Potter, 2010). Selain itu dengan bertambahnya usia menyebabkan menurunnya kelenturan arteri. Arteri yang menegang menyebabkan aliran darah yang mengalir sedikit dan tidak lancar. Hal ini me- nyebabkan peningkatan tekanan darah (Fitriani, 2014), oleh karena itu dengan bertambahnya usia akan meningkatkan angka kejadian insomnia bertambahnya pada lansia. Faktor penyebab insom- nia antara lain yaitu kondisi fisik yang tidak menye- nangkan, penyebab sekunder karena kondisi psi- kiatri, kesulitan untuk tidur dan sering terbangun pada pertengahan fase tidur, dan masalah lingkungan ketika tidur (Priyoto, 2015). Gangguan tidur yang sering disebut Insomnia sering ditemukan pada lansia. Sekitar 60% dari lansia terjadi gangguan insomnia atau sulit tidur (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011). Berdasarkan prevalensi yang ditemukan jumlah lansia di Indo- nesia tahun 2012 tercatat yaitu sebesar 19 juta (7,7 dari 245 juta jiwa jumlah penduduk). Jumlah lansia di Jawa Timur pada tahun 2012 mencapai 11,14 juta jiwa. Hal yang sama dijumpai pada 22% kasus pada kelompok usia 70 tahun dan terdapat 30% kelompok usia 70 tahun terbangun diwaktu malam hari. Angka kejadian insomnia ini 7 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok usia 20 tahun (Priyoto, 2015) Keluhan terhadap kualitas tidur sering berkaitan dengan bertambahnya usia. Semakin lanjut usia seseorang, semakin banyak terjadi insomnia (Mu- khlidah, 2011). Insomnia adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami kesulitan untuk tidur, terutama tidur malam hari (Yekti, 2011). Penyebab insomnia dapat meliputi beberapa aspek yaitu dari segi fisik, psikologi, maupun lingkungan. Beberapa penyebab yang sudah diketahui yaitu kondisi fisik, penyebab sekunder karena kondisi psikiatri, dan masalah lingkungan (Muklidah, 2011). Penderita insomnia menunjukan gejala seperti tidak dapat segera tidur saat mengantuk, terbangun pada malam hari atau sewaktu-waktu, lemas, kurang energy, wa ja h ta mpa k kusa m da n letih, menga la mi kecemasan yang tidak ada sebabnya, sering marah- marah yang tidak terkontrol, terjadi peningkatan tekanan darah, kabur dalam melihat, gerakan tubuh tidak terkontrol, terjadi penurunan berat badan, sakit pada pencernaan, ketakutan pada malam hari. (Yekti, 2011). Berdasarkan penelitian javaheri, dkk (2017) gangguan tidur, buruknya kualitas tidur, dan lamanya tidur sangat berpengaruh terhadap terjadi- nya tekanan darah tinggi. Berdasarkan penelitian yang lain yang pernah dilakukan pada orang dewasa, salah satu factor resiko terjadinya hipertensi adalah kurangnya tidur yaitu dapat berupa waktu tidur yang pendek hal ini dapat mengakibatkan terjadinya meta- bolism yang terganggu dan juga peningkatan atau gangguan pada endokrin yang kedua gangguan ini dapat menyebabkan gangguan pada kardiovaskuler. Penatalaksanaa n ter ha da p insomnia da n peningkatan tekanan darah pada lansia dapat dibagi dua yaitu secara farmakologi dan nonfarmakologi. Ada beberapa pengobatan nonfarmakologi untuk insomnia seperti terapi tertawa (Setyoadi dan Kus- hariyadi, 2011). Masalah kesehatan seperti kece- masan, depresi, dan gangguan pada syaraf serta keadaan seseorang yang tidak dapat memenuhi tidurnya (insomnia) merupakan kondisi yang harus segera ditangani, hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah terapi tertawa (Kataria, 2004). Tawa merupakan terapi pelengkap dan pencegahan di samping peng- obatan. Manfaat yang diperoleh hampir setiap orang saat melakukan terapi tertawa adalah perasaan yang lebih nyaman, terjadi relaksasi pada otot, tertawa juga dapat memperlebar pembuluh darah sehingga darah yang dikirim akan lebih banyak ke semua otot dari pangkal sampai ujung seluruh tubuh sehingga memberikan efek rileks dan dapat menurunkan in- somnia. Latihan fisik sudah tidak mungkin dilakukan oleh lansia, terlebih lansia yang memiliki masalah pada kondisi ototnya dan juga adanya peradangan pada sendiri, oleh sebab itu latihan yang dapat dilakukan oleh lansia untuk mengatasi insomnia adalah dengan tertawa. Terapi tertawa merupakan latihan yang sangat aman dan ideal bagi ansia yang mengalami keterbatasan fisik (Kataria, 2004). BAHAN DAN METODE Rancangan Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian pra eksperimental (one-group pra-post test design). Penelitian ini memiliki Ciri memaparkan adanya ikatan sebab akibat dengan cara melibatkan dua kelompok subjek. Kelompok satu diobservasi sebelum dilakukan inter- vensi kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2016). Jumlah sampel sebanyak 14 lansia yang diambil secara kuota sampling dari 28 lansia yang ada. Variabel dalam penelitian ini ada 2 independen dan dependen. Variabel independen 342 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 339–347 terapi tertawa sedangkan variabel dependen insom- nia dan tekanan darah. Instrumen penelitian ini adalah modul latihan terapi terawa dengan 15 lang- kah, kuesioner insomnia menggunakan Instrumen Insomnia Saverity Index (ISI) dan sphigmomano- meter untuk mengukur tekanan darah dicatat di lembar observasi. pelaksanaan penelitian selama bulan juni – juli 2019 di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri. Penelitian ini dilaksanakan empat kali perte- muan. Insomnia dan tekanan darah diukur terlebih dahulu pada pertemuan pertama selanjutnya diajar- kan terapi tertawa kepada lansia dan suster. Selan- jutnya lansia melaksanakan setiap hari terapi terawa dengan diawasi oleh suster yang menjaga lansia 1 hari dua kali (setiap hari sebelum dan sesudah terapi terawa tekanan darah lansia diukur). Pertemuan kedua lansia sudah lebih lincah dan lancar dalam melaksanakan terapi terawa, pertemuan ketiga lansia lebih rileks dan pertemuan ke empat lansia sudah dapat menghafal langkah-langkah terapi tertawa, pada pertemuan terakhir lansia diukur insomnia dan tekanan darahnya. Analisa data pada penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test. H1 diterima, jika p value <  (0,05) untuk menentukan pengaruh terapi terawa terhadap insomnia dan tekanan darah pada lansia. HASIL PENELITIAN Data Umum Karakteristik Berdasarkan Usia Lansia Berdasarkan Tabel 3 tentang riwayat Sakit la nsia semua la nsia memiliki r iwa ya t sa kit diantaranya Diabetes Mellitus, Hipertensi, dan juga asam urat. Lansia dapat memiliki riwayat sakit lebih dari 1 misalnya diabetes mellitus dan juga hipertensi. Karakteristik Berdasarkan Kegiatan Lansia pada Siang Hari Berdasarkan Tabel 1 diketahui dari 14 respon- den terdapat setengah (50%) berusia 60 – 74 tahun dan setengah lagi (50%) berusia 75 – 90 Tahun. Batasan usia lansia menurut Depkes adalah 60 tahun atau lebih. Karakteristik Berdasarkan Riwayat Pendidikan Lansia Variabel Frekuensi Percent (%) 60 – 74 7 50 75 – 90 7 50 > 90 0 0 Sumber: Data Primer Juni-Juli 2019 Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia Lansia di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri Juni-Juli 2019 (n=14) Variabel Frekuensi Percent (%) Tidak sekolah 7 50 Tidak Tamat SD 4 28.6 Tamat SD 0 0 Tamat SMP 2 14.3 Tamat PT 1 7.1 Sumber: Data Primer Juni-Juli 2019 Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Pendidikan Lansia di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri Juni-Juli 2019 (n=14) Berdasarkan Tabel 2 tentang riwayat pendi- dikan lansia 50% lansia yaitu 7 reponden tidak sekolah. Karakteristik Berdasarkan Riwayat Penyakit Lansia Variabel Frekuensi Percent (%) Diabetes Melitus 6 42.9 Hipertensi 4 28.6 Asam Urat 6 42.9 Sumber: Data Primer Juni-Juli 2019 Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit Lansia di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri Juni-Juli 2019 (n=14) Variabel Frekuensi Percent (%) Tidak sekolah 7 50 Sulaman 1 7.1 Tidak Ada 7 50 lainnya 6 42.9 Sumber: Data Primer Juni-Juli 2019 Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Lansia pada Siang Hari di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri Juni-Juli 2019 (n=14) 343Idris, Astarani, Efektivitas Terapi Tertawa terhadap Insomnia dan ... PEMBAHASAN Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Insomnia Berdasarkan hasil penelitian menggunakan kuesioner Insomnia Saverity Index diketahui bah- wa insomnia pre-test yang dilakukan kepada lansia di Panti Wredha Santo Yoseph Kediri semua lansia mengalami insomnia terdiri dari insomnia ringan dan sedang sama-sama sebanyak 6 responden (85.8), dan insomnia berat sebanyak 2 responden (14.2%). Kebutuhan istirahat dan tidur tiap satu orang dengan yang lain tidak sama, dari bayi sampai dengan lansia mereka memiliki pemenuhan kebu- tuhan tidur yang berbeda. Kebutuhan istirahat tidur ada yang baik tetapi juga ada yang memiliki atau mengalami gangguan. Salah satu faktor yang me- nyebabkan gangguan tidur seseorang adalah dapat dilihat dari usia seseorang, semakin bertambah usia seseorang biasanya berkurang juga total kebutuhan tidurnya, dari bayi sampai dengan lansia mereka mempunyai kebutuhan istirahat dan tidur yang jelas berbeda. Kebutuhan istirahat tidur ada yang baik tetapi ada juga yang memiliki gangguan. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada seseorang adalah dapat dilihat dari usia seseorang, dengan bertambahnya usia maka semakin berku- rang jumlah waktu untuk kebutuhan tidurnya, dengan bertambahnya usia dapat menyebabkan masalah pada pertumbuhan serta fisiologis sel organ pada Berdasarkan Tabel 4 tentang kegiatan lansia di siang hari 50% lansia tidak memiliki kegiatan apapun disiang hari. Karakteristik Berdasarkan Lama lansia Tinggal di panti Variabel Frekuensi Percent (%)  1 tahun 8 57.1 > 1-5 tahun 6 42.9 Sumber: Data Primer Juni-Juli 2019 Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama lansia Tinggal di panti Wredha Santo Yoseph Kediri Juni-Juli 2019 (n=14) Berdasarkan Tabel 5 lama lansia tinggal di panti wredha lebih dari 50% lansia yaitu > 1-5 tahun sebanyak 8 lansia. Data Khusus Kategori Sebelum Sesudah F (%) F (%) Tidak Insomnia 0 0 7 50 Insomnia Ringan 6 42,9 6 42,9 Insomnia Sedang 6 42,9 1 7,1 Insomnia Berat 2 14,2 0 0 Total 14 100 14 100 p 0.002 Sumber: Data Primer Juni-Juli 2019 Tabel 6 Kategori Insomnia pada Lansia pada Kelompok Perlakuan I di Komunitas Lansia Panti Wredha Santo Yoseph Kediri pada Juni-Juli 2019 (n=14) Pada Tabel 6 terlihat bahwa sebelum dilakukan terapi tertawa 100% lansia mengalami insomnia baik kategori ringan, sedang sampai berat dan setelah dilakukan terapi terjadi penurunan insomnia dari yaitu pada kategori sedang, ringan dan sampai tidak terjadi insomnia. Uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test di atas nilai Z sebesar -3,025, dengan signifikan =0,05 dan nilai p=0,002, maka p < 0,05 yang berarti H1 diterima, kesimpulan hasil uji statistik bahwa ada pengaruh terapi tertawa terhadap insomnia lansia. Hasil uji Wilcoxon menunjukkan data bahwa p = 0,190 dan  = 0,05 sehingga p <  maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti tidak ada penga- ruh terapi tertawa dengan tekanan darah pada lansia. Tabel 7 Kategori Insomnia pada Lansia pada Kelompok Perlakuan I di Komunitas Lansia Panti Wredha Santo Yoseph Kediri pada Juni-Juli 2019 (n=14) Tekanan darah Sebelum Sesudah Sistole Diastole Sistole Diastole 140 70 130 90 130 80 130 90 130 90 130 90 130 80 120 80 160 80 150 80 140 90 140 80 160 80 140 90 140 80 140 90 130 80 120 80 120 80 120 80 140 90 130 80 120 70 110 80 110 70 110 80 150 90 140 90 p = 0,190 344 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 339–347 lansia. Semakin usia bertambah lansia mulai menga- lami penurunan fungsi sel serta organ lain yang dapat mempengaruhi dari fungsi dan mekanisme tidur lansia. Kebutuhan tidur lansia sekitar 6 jam sehari, yaitu 20-25% tidur pada tahap REM, pada lansia tahap IV terjadi pengurangan atau sering tidak ada, hal ini yang dapat menyebabkan terjadinya insomnia atau terbangun sewaktu tidur malam hari (Reny, 2014). Kecemasan, depresi, demensia dan insomnia adalah Masalah kesehatan jiwa yang sering terjadi pada lansia. Macam-macam insomnia yang sering ditemukan pada lansia yaitu insomnia primer, insomnia kronis, dan insomnia idiopatik. Insomnia adalah kondisi seseorang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tidurnya dengan baik, secara kualitas dan juga secara jumlah tidur yang ditandai dengan tidak dapat segera tidur atau sering terba- ngun saat tidur (Aziz, 2013). Dari data yang diperoleh peneliti pada lansia sebelum diberikan intervensi didapatkan hasil seba- nyak 2 responden (14,2%) lansia mengalami kesu- litan untuk tidur dalam kategori yang parah. Lansia cenderung mengalami penurunan waktu kebutuhan tidur dan jam istirahat karena semakin tua usia maka semakin sedikit lama tidur yang dibutuhkan. Pada lansia terjadi adanya perubahan secara fisiologis dan degenerasi sel-sel tubuh yang mengakibatkan lansia susah untuk tidur dengan baik. Kondisi ini sejalan dengan teori Perry dan Potter (2010) dengan me- ningkatnya usia seseorang sering diikuti dengan keluhan kesulitan tidur (insomnia). Hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 6 responden (40%) lansia terbangun lebih cepat dari biasanya. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam teori Reny (2014) yang menyebutkan bahwa salah satu jenis insomnia yaitu insomnia terminal dimana kondisi seorang terbangun dini bangun dan sulit untuk memulai tidur kembali. Pada lansia sering ditemukan keluhan terbangun lebih awal atau lebih cepat dari biasanya dan susah untuk memulai tidur kembali. Tidur yang dialami oleh lansia seringkali tidak nyenyak atau terlelap sehingga lansia lebih sering terbangun dari tidurnya yang mengakibatkan adanya gangguan terhadap pola tidur lansia sehingga lansia lebih sering terbangun lebih awal dari tidurnya. Hasil Rekapitulasi data dari 7 item pernyataan pada item nomer 4 yaitu Seberapa puas atau tidak puas lansia dengan kebiasaan tidur saat ini dida- patkan sebanyak 8 responden (42.8%) lansia tidak puas dengan kebiasaan tidur yang dialaminya. Kon- disi ini sejalan dengan teori Reny (2014) bahwa tidur lansia pada tahap IV berkurang atau sering tidak ada atau tidak mengalami tidur tahap IV. Tahapan tidur ke IV adalah tahapan tidur yang dimana lansia akan berada pada keadaan yang rileks, tidak ada gerakan fisik karena sudah lemas, dan biasanya pada tahapan ini lansia atau seseorang sulit diba- ngunkan. Tidur tahap IV ini menurunkan denyut jantung dan jantung sekitar 20–30%, pada tahap ini juga dapat terjadi mimpi serta dapat memulihkan keadaan tubuh. Penurunan kondisi secara fisik dan psikologis yang mengakibatkan lansia sering menga- lami gangguan pemenuhan kebutuhan tidur. Adanya perubahan tersebut menyebabkan terjadinya gang- guan tidur pada lansia sehingga lansia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tidurnya yang cukup. Kebutuhan tidur yang kurang dapat mengganggu dan mempengaruhi aktivitas lansia, sehingga keba- nyakan lansia merasa tidak puas dengan kebutuhan tidur yang dialaminya. Hasil penelitian ini Sejalan dengan teori Setyoadi (2011) bahwa terapi non farmakologi yang dapat mengatasi insomnia yaitu terapi tertawa. Untuk menghasilkan kondisi yang lebih nyaman, rileks dan mudah untuk tidur sese- orang dianjurkan untuk tertawa, karena saat tertawa merangsang terjadinya pelepasan hormon endorfin yang biasa dikenal dengan morfin tubuh yang dapat memperlancar sirkulasi tubuh. Berdasarkan pene- litian yang telah dilakukan oleh peneliti saat melaku- kan terapi tertawa bersama responden, tertawa membuat lansia merasa tenang, sukacita, dan lebih bersemangat dalam menjalani hidupnya. Hal terse- but dibuktikan dengan lansia mengalami penurunan kesulitan untuk tidur setelah melakukan terapi tertawa. Selain itu, didapatkan hasil 50% lansia berusia 60-74 tahun yaitu sebanyak 7 responden dan 50% lansia berusia 75-9 sebanyak 7 responden. Hal ini sejalan dengan teori Reny (2014) kebutuhan tidur seseorang berhubungan dengan usia. Semakin usia bertambah maka total kebutuhan tidurnya akan berkurang berbeda dengan neonatus karena masih dalam masa adaptasi dengan lingkungan setelah dilahirkan maka neonatus memiliki kebutuhan tidur yang tinggi, ini dapat dipengaruhi karena pertum- buhan dan perkembangan fisiologis sel organ antara bayi dan lansia berbeda, lansia mengalami degene- rasi pada sel dan organ yang menyebabkan penurun- an hormon melatonin oleh kelenjar pineal di otak sehingga mempengaruhi fungsi dan mekanisme tidur. Penelitian Fitriani (2014) mendukung pernya- taan tersebut, yang menyebutkan bahwa usia paling 345Idris, Astarani, Efektivitas Terapi Tertawa terhadap Insomnia dan ... banyak terjadi insomnia yaitu 70 tahun karena proses penuaan atau pertambahan usia akan memengaruhi sistem kerja tubuh manusia, sehingga pada lansia mengalami gangguan kebutuhan tidur yang sering disebut dengan insomnia. Berdasarkan hasil penelitian Pengaruh Terapi Tertawa terhadap Insomnia dan tekanan darah di Pengaruh terapi terawa terhadap insomnia dan te- kanan darah pada lansia. Didapatkan lansia menga- lami penurunan insomnia yaitu sebanyak 11 respon- den (78.6%) dan yang tetap ada 3 reponden (21.4). Setelah dilakukan uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test dengan taraf signifikan yang ditetapkan adalah  = 0,05 serta nilai p = 0,002 maka, dapat diambil kesimpulan bahwa terapi tertawa berpe- ngaruh dan dapat menurunkan insomnia pada lansia. Terapi tertawa adalah terapi yang dimaksudkan untuk dapat memperoleh suasana yang menyenang- kan atau untuk memperoleh kegembiraan yang dirasakan di dalam hati, dan diinterprestasikan melalui gerakan mulut dan kegembiraan itu dapat menghasilkan suara tawa, yang tercermin dari senyuman yang dapat dilihat dalam wajah, tidak ada tekanan yang dirasakan, sehingga dapat melapang- kan dada, dengan demikian peredaran darah akan menjadi lancar, hal inilah yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit, tidak terjadi stress dan menjaga kesehatan (Setyoadi, 2011). Seseorang dengan penyakit yang melibatkan pikiran contohnya kecemasan, depresi, kesulitan tidur atau insomnia dan juga penyakit yang melibatkan syaraf dapat diberikan terapi dengan tertawa (Kataria, 2004). Terapi yang melibatkan latihan pernafasan dan peregangan merupakan kombinasi sempurna dalam teknik terapi tertawa. Pengenduran otot dalam terapi tertawa adalah cara terbaik yang dapat digunakan saat ini, dengan tertawa akan melebarkan pembuluh darah sehingga dapat mengirim banyak darah kesemua otot diseluruh tubuh, dengan tertawa dapat digunakan sebagai obat anti depresi juga sebagai penenang, tertawa yang dilakukan seseorang akan dapat memudahka n tidur dan jika seseora ng mengalami deperesi dengan tertawa maka terjadi penurunan tingkat depresi (Kataria, 2004). Dari hasil penelitian setelah diberikan terapi ter ta wa mengguna ka n kuesioner Insomnia Saverity Index pada lansia didapatkan 8 responden (40%) lansia mengalami penurunan kesulitan untuk tidur. Hal ini sejalan dengan teori Setyoadi (2011) bahwa salah satu terapi non farmakologi yang dapat mengatasi insomnia yaitu terapi tertawa. Untuk menghasilkan pelepasan hormone endorfrin yang biasa disebut dengan morfin tubuh atau penenang maka seseorang memerlukan tertawa yang bertu- juan untuk memperlancar peredaran darah sehingga tubuh menjadi semakin nyaman, rileks dan mudah untuk tidur. Berdasarkan penenlitian yang telah dilakukan oleh peneliti saat melakukan terapi tertawa bersama responden, tertawa membuat lansia mera- sa tenang, sukacita, dan lebih bersemangat dalam menjalani hidupnya. Hal tersebut dibuktikan dengan lansia mengalami penurunan kesulitan untuk tidur setelah melakukan terapi tertawa. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Efrandau, dkk (2017) dengan judul Pengaruh Terapi Tawa terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Unit Pelayanan Teknis Panti Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Kabupaten Jember, dijelaskan bahwa penelitian ini menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dengan hasil penelitian ini ada pengaruh terapi tertawa terhadap kualitas tidur yang di ukur. Hasil Penelitian ini juga didukung penelitian Fitriani, dkk (2014) tentang Pengaruh Terapi Terta- wa terhadap Derajat Insomnia pada Lansia di Dusun Jomegatan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, dijelaskan bahwa dari analisis yang dilakukan menunjukkan terapi tertawa dapat menurunkan derajat insomnia terutama pada lansia. Didukung pula dengan pene- litian Hae-jin & Chang-ho (2011), menjelaskan terapi tertawa dipercaya dapat merangsang pengeluaran hormone endorphin yang juga disebut sebagai morfin tubuh, dapat melancarkan peredaran darah dengan tujuan tubuh menjadi lebih rileks, nyaman, sehingga hasil penelitian ini menyatakan bahwa terapi tertawa dipercaya dapat dipakai sebagai terapi intervensi mandiri perawat kepada lansia untuk menurunkan derajat insomnia dan gangguan tidur lainnya. Hae-jin & Chang-ho (2011) juga menyata- kan terapi tertawa juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang berhubungan dengan insomnia, seperti stress, cemas, penurunan kognitif, dan lainnya. Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Tekanan darah Berdasarka hasil Tekanan darah pada lansia sebelum dilakukan terapi tertawa paling tinggi adalah 160/80 mmHg dan paling rendah 110/70 mmHg. Jika dilihat dari hasil tekanan darah pada lansia ada perubahan yang berarti setelah dilakukan terapi tertawa. 346 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 339–347 Faktor yang dipakai sebagai indikator menilai sistem kardiovaskuler adalah tekanan darah. Peru- bahan fisik dan aktivitas yang dilakukan seseorang adalah faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah. Tekanan darah adalah tekanan yang dihasil- kan dari pembuluh darah oleh darah. Volume darah, elastisitas pembuluh darah sangat berpengaruh terhadap tekanan darah seseorang. Terjadinya pe- ningkatan pada volume darah dan elastisitas pem- buluh darah akan menyebabkan terjadinya pening- katan tekanan darah, tetapi sebaliknya jika tekanan darah menurun hal yang dapat dilihat adalah terjadi- nya penurunan daripada volume darah (Setiawan, 2010). Lansia sebelum dilakukan terapi tertawa memi- liki tekanan darah diastolik yaitu 80-90 mmHg yaitu 11 lansia (78,6%) dan 70 mmHg yaitu 3 lansia (21,4%), untuk tekanan darah sistolik 140-160 mmHg yaitu 7 lansia atau 50% dan tekanan sisolik 110-130 mmHg 7 lansia atau 50%. Hasil ini menun- jukkan bahwa tekanan darah yang dimiliki lansia masih tergolong tinggi, karena prosentase yang ter- tinggi pada sistol >140 mmhg. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi usia seseorang, maka berkurang elastisitas pembuluh darah, sehingga me- nyebabkan terjadinya penyempitan pada lubang pembuluh darah dan menjadikan aliran darah mengalir dengan cepat, hal ini sependapat dengan penelitian bahwa terjadinya hipertensi salah satu penyebabnya adalah usia penderita, dimana semakin tinggi usia penderita, maka semakin sering tingkat kekambuahan penyakit hipertensi (Susanti, 2015). Tekanan darah diastolik pada lansia setelah diberikan terapi tertawa yaitu 80-90 mmHg yaitu 14 lansia (100%), untuk tekanan darah sistolik pada lansia setelah terapi tertawa 5 lansia atau 35,7% memiliki tekanan sistolik 140-150 mmHg dan 9 lansia atau 64,3% tekanan sisolik 110-130 mmHg. Hasil ini menunjukan bahwa tekanan darah lansia sebelum dan setelah dilakukan teratpi tertawa terjadi peru- bahan kearah penurunan tekanan darah. Hasil ini menunjukan bahwa tekanan darah yang dimiliki oleh lansia tergolong normal, karena prosentase tekanan darah sistol paling banyak pada 120-130 mmHg, hal ini menunjukan terjadi perubahan pada tekanan darah pada lansia, hal ini dikarenakan lansia yang mengikuti terapi tertawa akan menghasilkan hormon endorfin dan tidak akan mengeluarkan hormone efinefrin dan kortisol, karena dengan tertawa dapat menhambat peredaran dua hormon dalam tubuh, yaitu efinefrin dan kortisol. Kedua hormone ini jika dikeluarkan oleh hipotalamus maka dapat meng- halangi proses penyembuhan penyakit baik fisik maupun mental seperti depresi, stress maupun ce- mas, sehingga dengan tertawa hipotalamus akan mengeluarkan morfin tubuh sehingga tidak terjadi peningkatan tekanan darah atau tekanan darah menjadi normal. Hasil uji analisis statistik mengunakan uji Wilcoxon menunjukkan data bahwa p=0,190 yang berarti tidak ada pengaruh terapi tertawa dengan tekanan darah pada lansia. Otak sebagai pusat yang mengontrol organ tubuh misalnya sistem saraf otonom, ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan jantung yang kesemua- nya dapat mempengaruhi dari tekanan darah. Pada otak memiliki serabut saraf yang bertindak sebagai sistem saraf otonom yang dapat membawa pesan dari semua bagian tubuh tubuh untuk menginforma- sikan pesan dari otak ke semua organ. Informasi diproses oleh otak, selanjutnya untuk keputusan diki- rim menuju organ tubuh, jika menerima keputusan pada pembuluh da rah dapat ditandai dengan mengempis dan mengembangnya pembuluh darah, tugas ini dilakukan oleh saraf yang ada di otak. Te- kanan darah meningkat pada saat terjadinya vaso- kontriksi yaitu arteri kecil menjadi mengkerut karena perangsangan saraf simpatis atau hormon didalam pembuluh darah yang meningkatkan tekanan darah yang meningkatkan tekanan darah dan kekuatan jantung sehingga menyebabkan kerusakan vaskuler dan dapat menimbulkan rasa sakit, dan mudah lelah (Triyanto, 2014). Terapi non farmakologi yaitu terapi tertawa dalam perubahan tekanan darah lansia tidak ada pengaruhnya. Meskipun banyak penelitian yang me- nyatakan bahwa terapi tertawa berpengaruh terha- dap penurunan tekanan darah seperti yang dinya- takan oleh Setyaningrum, Niken, dkk (2018). Tidak adanya pengaruh terapi tertawa terhadap tekanan darah dapat disebabkan banyak hal salah satunya lansia memang memiliki tekanan darah yang stabil setiap harinya, atau dapat dimungkinkan juga kon- sumsi dari obat-obatan yang dilakukan oleh lansia setiap pagi dan sore hari. KESIMPULAN Terapi tertawa dapat digunakan sebagai penata- laksaan secara non faramkologi tindakan mandiri perawat dalam mengurangi insomnia yang terjadi pada lansia, tetapi terapi tertawa tidak terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada lansia seperti pene- 347Idris, Astarani, Efektivitas Terapi Tertawa terhadap Insomnia dan ... litian-penelitian yang sudah dilakukan. Hal ini dapat dimungkinkan karena sebelum melakukan terapi tertawa lansia konsumsi obat tekanan darah. SARAN Penelitian ini dapat digunakan sebagai refernsi dan tambahan wawasan tentang metode alternatif untuk menurunkan insomnia pada lansia dan peneliti selanjutnya hendaknya meneliti terapi tertawa dengan langkah yang lebih pendek sehingga lansia tidak capek jika harus berlatih dan menghafal lang- kah-langkah terapi tertawa. DAFTAR PUSTAKA Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Aziz, Alimul. (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Kepera- watan. Jakarta: Salemba Medika. Fitriani, Dewi Caesaria. (2014). Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Derajat Insomnia pada Lansia di Dusun J omegatan, Nge st iharj o, Kasihan, B ant ul . Yogyakarta. Diakses pada tanggal 4 Januari 2019 Erfrandau, Ananta, Murtaqib, Nur Widayati. (2017). Pengaruh Terapi Tawa terhadap Kualitas Tidur pada Lansia diUnit Pelayanan Teknis Panti Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Kabupaten Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.5 (no.2), Mei, 2017 Hae-Jin, K. & Chang-Ho, Y. (2011). Effect of Laughter Therapy on Depression, Cognition and Sleep Among the Community-Dwelling Elderly. Japan Geriatrics Society. Diakses tanggal 19 Agustus 2019, dari http://laughterourbestmedicine.com/ images/peerrev.pdf Javaheri S, Zhao YY, Punjabi NM, Quan SF, Gottlieb DJ, Redline S. (2018). Slow-Wave Sleep Is Associated with Incident Hypertension: The Sleep Heart Health Study. Sleep. 2018 Jan 1;41(1). DOI:10.1093/ sleep/zsx179. Kataria, Madan. (2004). Laugh For No Reason. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Mukhlidah, Siregar, Hanun. (2011). Mengenal Sebab- Sebab, Akibat-Akibat, dan Cara Terapi Insomnia. Jogjakarta: FlashBooks. Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Kepera- watan Pendekatan Praktis Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika Potter dan Perry. (2010). Fundamentals Of Nursing Pundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Priyoto. (2015). Nursing Intervention Classification NIC dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: Salemba Medika. Reny, Aspiani, Yuli. (2014). Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi Nanda, NIC dan NOC. Jakarta: CV. Trans Info Media Setiawan R, Sari F. (2010). Fisiologi Kardiovaskular. Jakarta: EGC. Setyoadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika. Setyaningrum, Niken, dkk (2018). Pengaruh Terapi Tertawa terhadap Penurunan Tekanan Darah Lansia di UPT Panti Wredha Budhi Dharma Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Masyarakat (Surya Media) Volume 13. No. 1 Januari 2018. Susanti, S. (2015). Diet Penderita Hipertensi Untuk Men- cegah Kekambuhan Hipertensi di Rumah Sakit Isla m . Di a mbi l Kem ba l i Da r i Reposi t or y. Poltekkesmajapahit.Ac.Id /Index.Php/PubKep/ Article/Download/510/421 Triyanto, Endang. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu. Yekti, S. (2011). Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogya- karta: PT.Andi ofset.