203Ernawati, Merlin, Ismarwati, Kejadian Postpartum Bluespada Ibu Postpartum di... 203 Kejadian Postpartum Blues pada Ibu Postpartum di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Dwi Ernawati1, Wa Ode Merlin2, Ismarwati3 1,2,3Prodi Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Aisyiyah of Yogyakarta, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima,19/10/2019 Disetujui, 27/05/2020 Dipublikasi, 05/08/2020 Kata Kunci: Postpa rt um , Pospa r tum Blues, Depresi Abstrak Postpartum blues dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental ringan yang sering dialami oleh wanita pasca persalinan sehingga sering tidak dipedulikan, tidak terdiagnosa dan tidak tertangani, apabila postpartum blues ini tidak sembuh selama 2 minggu maka akan berubah menjadi postpartum depression dan postpartum psycosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kejadian postpartum blues pada ibu postpartum. Desain penelitian yang digunakan deskriptif kuantitatif dengan pendekatan waktu cross sectional. Tempat penelitian di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jumlah sampel 30 responden dengan teknik pengambilan sampel quota sampling. Analisa data menggunakan analisis univariate. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian respondenmengalami postpartum blues (53,3%) dengan resiko sedang mengalami depresi post- partum (43,3%) dan resiko berat untuk mengalami depresi postpartum (10%).Pada penelitian ini didapatkan 53,3% dari seluruh ibu postpartum di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta mengalami postpartum blues. Rekomendasi dari penelitian ini adalah adanya skrining postpartum blues oleh tenaga kesehatan sebelum ibu nifas di perbolehkan pulang dan ada kunjungan nifas bagi ibu ibu yang terdeteksi postpartum blues saat di rumah sakit. History Article: Received, 19/10/2019 Accepted, 27/05/2020 Published, 05/08/2020 Keywords: Postpartum, Pospartum B lue s, Depresi Article Information Abstract Postpartum blues is categorized as a mild mental disorder syndrome that is often experienced by postpartum women so that it is often ignored, undiag- nosed and untreated.If the postpartum blues is not healed for 2 weeks it will turn into postpartum depression and postpartum psycosis. This study aimed to determine the description of the incidence of postpar- tum blues in postpartum mothers. The study design used quantitative de- scriptive with cross sectional time approach. The study was done at PKU Muhammadiyah Hospital Yogyakarta. The sample was 30 respondents taken Postpartum Blues incident of Postpartum Mother at PKU Muhammadiyah Hospital Yogyakarta JURNAL NERS DAN KEBIDANAN (JOURNAL OF NERS AND MIDWIFERY) http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk JNK https://crossmark.crossref.org/dialog/?doi=10.26699/jnk.v7i2.ART.p203-212&domain=pdf&date_stamp=05-08-2020 204 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2020, hlm. 203–212 Correspondence Address: Universitas Aisyiyah Yogyakarta - Yogyakarta, Indonesia P-ISSN : 2355-052X Email: dwiernawati09@unisayogya.ac.id E-ISSN : 2548-3811 DOI: 10.26699/jnk.v7i2.ART.p203–212 This is an Open Access article under The CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) Gonida kis et a l. , (2007) mela porkan bahwa prevalensi postpartum blues di Yunani sekitar 71,3%, di Jerman 55,2% (Reck et al, 2009). Cury et al, (2008) melaporkan bahwa prevalensi postpartum blues sekitar 32,7%, sedangkan Adewuya (2005) melaporkan prevalensi postpartum blues di Nigeria adalah 31,3% (Gustiana, 2016). Pendokumentasian angka kejadian postpartum blues di Indonesia belum banyak dilakukan oleh rumah sakit. Namun hasil penelitian Irawati dan Yuliani (2014) di RSUD Boseni Mojokerto meng- identifikasi bahwa dari 37 responden ada sebanyak 59,5% mengalami postpartum blues. Penelitian Kirana (2015) di RS Dustira Cimahi didapatkan 52,1% ibu mengalami postpartum blues dengan mengguna ka n EPDS (Edinburg Postnatal Depression Scale). Penelitian dilakukan oleh Ayu (2015) pada wilayah kerja Puskesmas Kota Yogya- karta dari 80 responden di dapatkan hasil sebanyak 37 orang (46%) mengalami postpartum blues. Menurut Hidayat (2007) menyatakan bahwa di Indonesia angka kejadian postpartum blues antara 50-70% dari wanita pasca persalinan. 75% diantara- nya terjadi pada ibu primipara (Rahmi, 2013) satu dari 10 wanita yang baru saja melahirkan memiliki kecenderungan postpartum blues (Depkes RI, 2008). Hal ini masih tergolong tinggi, kejadian yang memerlukan perhatian yang khusus yang harus bisa diatasi. Dalam Centre for Maternal and Child Enquiries (2011), 59% dari kasus bunuh diri ibu adalah karena psikosis atau depresi. Paling parah dari perempuan PENDAHULUAN Melahirkan merupakan suatu peristiwa penting yang dinantikan oleh semua perempuan karena melahirkan membangun persepsi dimasyarakat bahwa dia adalah seorang perempuan yang sem- purna (Sylvia, 2006). Mengandung, melahirkan dan masa nifas merupakan suatu fase yang membutuh kandukungan dari berbagai pihak terutama suami dan keluarga. Pada masa nifas ibu akan mendapati beberapa perubahan pada tubuh maupun emosi. Beberapa penyesuaian di butuhkan oleh beberapa wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran baru sebagai ibu pada minggu-minggu pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun psikologis. Perubahan psikologi yang dialami oleh seorang perempuan pada masa nifas apabila tidak disikapi dengan bijak akan menimbulkan berbagai dampak yaitu merasa sedih, jengkel, lelah, marah dan putus asa dan perasaan-perasaan itulah yang membuat seorang ibu enggan mengurus bayinya yang oleh para peneliti disebut post partum blues (Marshall, 2009). Postpartum blues adalah perasaan sedih dan depresi segera setelah persalinan dengan gejala dimulai dua atau tiga hari setelah persalinan dan biasanya hilang dalam satu atau dua minggu (Gennaro dalam Bobak dkk, 2005). Postpartum blues dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental ringan, akan tetapi apabila tidak menda- patkan penanganan yang tepat akan jatuh pada fase depresi postpartum dan postpartum psychosis. (Reck et a l, 2009). Ber da sa r ka n penelitia n by quota sampling technique. The data were analyzed by univariate analysis. The results of this study indicated that some of the respondents experienced postpartum blues (53.3%) with a moderate risk of experiencing postpartum depression (43.3%) and a severe risk for experiencing postpartum depression (10%). It could be concluded that 53.3% of all postpartum mothers in PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital experienced postpartum blues. The rec- ommendation of this study is that health workers related to postpartum moth- ers should pay more attention to psychological adaptation of postpartum mothers and able to overcome the problems of postpartum blues © 2020 Jurnal Ners dan Kebidanan https://doi.org/10.26699/jnk.v7i2.ART.p203-212 205Ernawati, Merlin, Ismarwati, Kejadian Postpartum Bluespada Ibu Postpartum di... (76%) telah menikah atau hidup di lingkungan yang kehidupannya statis. Terdapat 3 jenis depresi postpartum yaitu postpartum blues, depresi postpartum dan psikosis postpartum dengan angka kejadian yang bervariasi di seluruh dunia (Rai, et al., 2015). Kejadian postpartum blues sebesar 30- 75% dari perempuan yang melahirkan, sedangkan depresi postpartum sekitar 10-15% pada ibu melahir- kan. Rata-rata prevalensi depresi postpartum antara 10-25% (Rubertson, 2011). Prevalensi psikosis postpartum adalah sekitar 1 sampai 2 per 1000 kelahiran (Pearlstein et al., 2009). Penelititelah melakukan studi pendahuluan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta memiliki angka persalinan yang cukup tinggiyaitu mencapai 600 pertahun dengan rata-rata perbulan mencapai 50 kelahiran sehingga memudahkan peneliti untuk mendapatkan sampel dan juga karena klien-klien di PKU Muhammadiyah Yogyakarta lebih bervariasi dari sisi latar belakang pendidikan, sosial budaya, ekonomi dan agama yang berbeda dengan daerah lain yang kompleksitas kliennya lebih homogen. Munculnya gejala postpartum blues perlu diperha- tikan baik oleh keluarga maupun pihak penyedia layanan kesehatan. Perhatian terhadap keadaan psikologis yang kurang, menyebabkan ibu cende- rung mencoba mengatasi permasalahannya sendiri sehingga lebih rentan mengalami postpartum blues. BAHAN DAN METODE Desain penelitian yang digunakan deskriptif kua ntita tif denga n pendeka ta n wa ktu cross sectional. Tempat penelitian di RS PKU Muham- madiyah Yogyakarta. Jumlah sampel 30 responden dengan teknik pengambilan sampel quota sampling. Analisa data menggunakan analisis univariate. Sampelpada penelitian ini telah diminta persetujuan- nya dengan lembar informen concent. HASIL PENELITIAN Karakteristik responden Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu betempat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jumlah responden keseluruhan 30 responden dengan karakteristik disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 1 didapatkan bahwa sebagian besar responden ber usia 20-35 tahun sebanyak 22 responden (73,3%), sedangkan pendidikan tertinggi yaitu pendidikan SMA sebanyak 17 responden (56,7%), dengan pekerjaan tertinggi yaitu ibu rumah tangga sebanyak 17 responden (56,7%), dan responden dengan pendapatan keluarga  UMK sebanyak 25 responden (83,3%). Analisis univariat Responden dalam penelitian ini adalah ibu nifas hari ke 5-14, kemudian di bagikan kuesioner untuk mengeta hui postpartum blues da n tida k postpartum blues di RS PKU Muhammadiyah Kota Yogyakarta. Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data primer dan diperoleh menggu- nakan lembar kuesioner yang diberikan pada 30 responden, dari lembar kuesioner yang berjumlah 20 pertanyaan diisi secara lengkap semua identitas dan pertanyaan oleh responden. Hasilnya dalam bentuk presentasi yang dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa ibu primipara berjumlah 7 responden (23,3%) ibu postpartum multipara sebanyak 20 responden (66,7%) dan grande multipara sebanyak 3 respon- den (10%). Ibu postpartum dengan jenis persalinan pervaginam berjumlah 19 orang (63,3%) dan ibu postpartum dengan operasi sesar berjumlah 11 responden (36,7%). Ibu dengan tipe keluarga Ekstended family sebanyak 5 responden (16,7%) dan ibu nifas dengan tipe keluarga Nuclear Family sebanyak 25 orang (83,3%). Tingkat kelelahan ibu tertinggi pada tingkat kelelahan sedang sebanyak 14 responden (76,6%), tingkat kelelahan ringan 9 F % Umur < 20 tahun - - 20-35 tahun 22 73,3 > 35 tahun 8 26,7 Pendidikan SD - - SMP 3 10 SMA 17 56,7 PT 10 33,3 Pekerjaan PNS/TNI/Polri 2 6,6 Wiraswasta 3 10 Pegawaiswasta 8 26,7 IRT 17 56,7 Pendapatan < UMK 5 16,7  UMK 25 83,3 Tabel 1 Distribusi frekuensi karakteristik ibu post- partum 206 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2020, hlm. 203–212 postpartum blues. Postpartum blues merupakan suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering terjadi dalam minggu pertama setelah persalinan tetapi seringkali terjadi pada hari ketiga atau ke- empat postpartum dan memuncak antara hari kelima dan keempat belas postpartum (Bobak, 2005). Gejala-gejala postpartum blues menur ut Nanny (2011) yaitu, reaksi depresi atau sedih atau disforia, sering menangis, mudah tersinggung, cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan, kelelahan, mudah sedih, cepat marah, mood mudah berubah, perasaan bersalah dan pelupa. Puncak dari postpartum blues ini 3-5 hari setelah melahirkan dan berlangsung sampai 2 minggu. Pada responden pertama yang mengalami postpartum blues dengan resiko berat untuk terjadi depresi postpartum memiliki jumlah hasil penilaian EPDS 14 dengan tingkat kelelahan berat. Pada responden ini mengalami postpartum blues dengan gejala, menyalahkan diri sendiri, cemas, sulit me- ngerjakan sesuatu, merasa tidak bahagia dan mudah menangis. Pada responden kedua memiliki jumlah hasil penilaian EPDS 13 dengan tingkat kelelahan sedang. Pada responden ini mengalami postpartum blues dengan gejala, menyalahkan diri sendiri, cemas, sulit mengerjakan sesuatu, dan merasa tidak bahagia. Pada responden ketigamemiliki jumlah hasil penilaian EPDS 14 dengan tingkat kelelahan berat. Pada responden ini mengalami postpartum blues dengan gejala, pesimis dengan masa depan, menya- lahkan diri sendiri, cemas, merasa takut tanpa alasan yang jelas, merasa tidak bahagia dan sulit tidur. Depresi postpartum merupakan kelanjutan dari postpartum blues yang tidak hilang dalam empat belas hari pasca persalinan. Depresi postpartum merupakan tekanan jiwa setelah melahirkan, se- orang ibu akan merasa benar-benar tidak berdaya dan merasa serba kurang mampu pada beban tang- gung jawab terhadap bayi dan keluarganya termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, konsentrasi, serta gagasan untk bunuh diri (Bennedict 1997, Kaplan 1998 dalam Nur 2010). Jumlah kasus postpartum blues yang ditemu- kan pada ibu postpartum di PKU Muhammadiyah Kota Yogya ka rta hampir sa ma dengan hasil penelitian internasional maupun nasional. Menurut Bobak (2005) di Indonesia kejadian postpartum blues yaitu 50-70% dan hal ini bisa berlanjut menjadi depresi postpartum denga n presenta si yang bervariasi dari 5% sampai 25% setelah ibu mela- Variabel F % Paritas Primipara 7 23,3 Multipara 20 66,7 Grande Multipara 3 10 Jenis Persalinan Pervaginam 19 63,3 Operasi Sesar 11 36,7 Tipe keluarga Ekstended family 5 16,7 Nuclear Family 25 83,3 Tingkat kelelahan Ringan 9 30 Sedang 14 76,6 Berat 7 23,3 Postpartum blues Tidak postpartum blues 14 46,7 Postpartum blues dengan resiko sedang terjadi depresi postpartum 13 43,3 Postpartum blues dengan resiko berat terjadi depresi postpartum 3 10 Tabel 2 Distribusi frekuensi paritas, jenis persalinan, tipe keluarga, tingkat kelelahan dan kejadian postpartum blues responden (30%) dan tingkat kelelahan berat seba nyak 7 responden (23,3%). Dari 30 ibu postpartum yang mengalami postpartum blues sebanyak 16 responden (53,3%), postpartum blues dengan resiko sedang terjadi depresi postpartum sebanyak 13 responden (43,3%) dan postpartum blues denga n r esiko ber a t ter ja di depr esi postpartum sebanyak 3 respnden (10%). PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdapat sebagian responden mengalami postpartum blues. Dikategorikan tidak mengalami postpartum blues sebanyak 14 res- ponden (46,7%), dan yang mengalami postpartum blues sebanyak 16 responden (53,3%). Ibu yang mengalami postpartum blues dengan resiko sedang untuk terjadi depresi postpartum sebanyak 13 res- ponden (43, 3%) da n ibu ya ng menga la mi postpartum blues dengan resiko berat untuk terjadi depresi postpartum sebanyak 3 responden (10%). Dalam penelitian ini terdapat 3 responden yang mengalami postpartum blues dengan resiko berat mengalami depresi postpartum. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner EPDS dengan nilai  13. De- presi pada ibu postpartum biasanya diawali dengan 207Ernawati, Merlin, Ismarwati, Kejadian Postpartum Bluespada Ibu Postpartum di... hirkan. Angka kejadian postpartum blues di luar negeri (Jepang) cukup tinggi mencapai 26-85%. Sekitar 15-80% perempuan yang sedang dalam masa puerpurium mengalami perasaan yang sangat sedih dan mudah meneteskan air mata. Ketidak- nyamanan fisik, stress sementara yang dialami sete- lah melahirkan dan gangguan psikologis akibat peru- bahan hormonal yang menyebabkan munculnya gejala-gejala tersebut (Henshaw, 2003). Postpartum blues merupakan salah satu ben- tuk gangguan perasaan akibat penyesuaian terha- dap kelahiran bayi, yang muncul saat hari pertama sampai hari keempatbelas setelah kelahiran bayi (Perry et al, 2010). Postpartum blues adalah keadaan dimana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman setelah persalinan yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi atau dengan dirinya sendiri. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian di Ruang Bugenvile RSUD Tugurejo Semarang menunjukkan bahwa 11 orang (44%) menunjukkan terjadi gejala postpartum blues (Fati- mah, 2009). Juga dengan penelitian kirana (2015) di ruang nifas rumah sakit Dustira Cimahi menun- jukkan ibu postpartum yang mengalami postpartum bues adalah sebanyak 50 orang (52,1%). Dari penelitia n ini didapatka n ba hwa jumla h ibu postpartum yang mengalami postpartum blues sebanyak (53,3%) berbeda dengan penelitian yang dilakukan Putri (2016) menemukan bahwa jumlah ibu postpartum yang mengalami postpartum blues yaitu sebesar 60%. Hal ini disebabkan oleh perbe- daan lokasi penelitian dimana penelitian ini dilakukan dikomunitas sedangakan penelitian Putri (2016) dilakukan didaerah pasca gempa. Postpartum blues dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor hormo- nal, faktor demografik, pengalaman dalam proses melahirkan, latarbelakang psikososial dan faktor fisik. Bila dikaitkan dengan usia dalam penelitian ini ibu postpartum dengan usia tidak beresiko (20-35 tahun) yang mengalami postpartum blues sebanyak 14 responden (87,5%) dan usia >35 tahun yang me- ngalami postpartum blues sebanyak 2 responden (12,5%). Usia menurut Astria (2009) dianggap paling aman bagi seorang wanita untuk menjalani keha- milan dan persalinan adalah pada usia 20-35 tahun. Pada usia tersebut seorang wanita sudah matang secara fisik maupun psikologis sehingga mempunyai mekanisme koping yang baik terhadap peristiwa kehamilan dan persalinan. Faktor usia perempuan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu. Pada usia yang lebih awal (kehamilan remaja) atau lebih lanjut, telah diyakini akan meningkatkan resiko biomedik, mengakibatkan pola tingkah laku yang tidak optimal, baik pada ibu yang melahirkan maupun bayi atau anak yang dila- hirkan dan dibesarkannya (Robertson et al, 2003). Meningkatnya usia ibu akan meningkatkan kema- tangan emosional, sehingga meningkatkan pula ke- terlibatan dan kepuasan dalam peran sebagai orang tua dan membentuk pola tingkah laku maternal yang optimal pula. Pada penelitian ini sebagian besar responden yang mengalami postpartum blues pada rentang usia 20-35 tahun. Hasil penelitian Cury, et al (2008) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan munculnya postpartum blues berdasarkan usia. Semakin me- ningkatnya usia wanita yang baru menjalani proses persalinan tidak berhubungan dengan munculnya gangguan perasaan setelah persalinan. Berdasarkan penelitian Hensaw (2003) juga menyatakan bahwa postpartum blues dapat terjadi pada siapa saja dari semua golongan usia karena penyebab dominan terjadinya postpartum blues karena perubahan hormonal setelah melahirkan. Dari segi latar belakang pendidikan, peneliti mengkategorikan tingkat pendidikan menjadi empat kategori, yaitu tingkat pendidikan SD, SMP, SMA dan Perguruan tinggi. Pada tingkat pendidikan SMP yang mengalami postpartum blues sebanyak 1 res- ponden (6,2%) tingkat pendidikan SMA yang me- ngalami postpartum blues yaitu sebanyak 11 res- ponden (68,7%), pada tingkat pendidikan perguruan tinggi yang mengalami postpartum blues sebanyak 4 responden (25%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (2016) yang menunjukkan sebagian besar (65,7%) responden berpendidikan SMA. Hasil ini berbeda dengan penelitian milik Edhborg (2005) yang menyebutkan sebanyak 62 responden (57%) ibu postpartum di Stockhlom menyelesaikan pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Dewasa ini, pendidikan menjadi faktor yang dipertimbangkan oleh banyak perempuan untuk menunda kehamilan terlebih dahulu (Rajaee et al, 2010). Menurut Latipun, 2001 (dalam Irawati, dkk 2014) mengatakan pendidikan seseorang akan mempengaruhi cara berpikir dan acara pandang ter- hadap diri dan lingkungannya, karena itu akan ber- beda sikap responden yang mempunyai pendidikan tinggi dibandingkan dengan responden berpendidikan 208 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 7, Nomor 2, Agustus 2020, hlm. 203–212 rendah dalam menyikapi proses selama persalinan sehingga pada pendidikan rendah sering terjadi postpartum blues. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang mengalami postpartum blues pada tingkat pendidikan SMA. Pada penelitian Kennerly & Gath (2007) yang menjelaskan bahwa tidak ada perbe- daan yang bermakna pada kejadian postpartum blues berdasarkan karakteristik demografi seperti tingkat pendidikan. Berdasarkan pekerjaan sebagian besar respon- den tidak bekerja atau berstatus ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 17 responden(56,7%). Dari sampel penelitian pekerjaan ibu postpartum yang menga- lami postpartum blues pada ibu rumah tangga sebanyak 9 responden (56,2%), ibu dengan peker- jaan sebagai pegawai swasta sebanyak 5 responden (31,2%) dan ibu yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 2 responden (12,5%). Menurut KJBI (2002) pekerjaan adalah suatu rangkaian tugas atau aktifitas yang dilakukan oleh ibu untuk mendapatkan imbalan atau upah penghasilan. Dalam pekerjaan, sebagian besar merupakan ibu rumah tangga yang mempunyai tanggung ja wa b domestik untuk mengurus setiap pekerjaan rumah dibantu oleh suami maupun sanak saudara. Ibu yang hanya bekerja di rumah mengurus anak-anak mereka dapat mengalami keadaan krisis situasi dan mengalami gangguan perasaan/blues yang disebabkan karena rasa lelah dan letih yang dirasakan. Pada ibu rumah tangga yang mengurusi semua urusan rumah tangga sendiri, kemungkinan mempunyai tekanan terhadap tanggung jawabnya baik sebagai istri maupun sebagi seorang ibu (Amabarwati, 2008). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Soep (2009) yang menunjukkan bahwa sebagian besar (63%) ibu postpartum sebagai ibu rumah tangga dan penelitian Putri (2016) menunjukkan bahwa sebagian besar (80%) ibu postpartum berstatus sebagai ibu rumah tangga. Hasil ini berbeda dengan penelitian Oppo et al (2009) yang menyebutkan mayoritas ibu postpartum di Northeast Roma memiliki pekerjaan (82,8%). Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Anoraga (2008), mengemukakan bahwa wanita pekerja lebih banyak akan kembali pada rutinitas bekerja setelah melahirkan cenderung memiliki peran ganda yang menimbulkan gangguan emo- sional. Wanita yang bekerja dapat mengalami postpartum blues disebabkan adanya konflik peran ganda yang menimbulkan masalah baru bagi wanita tersebut (Jadri et al, 2006). Wanita yang bekerja merasa mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dalam rumah tangga yaitu sebagai istri dan seorang ibu yang juga memiliki tanggung jawab dalam urusan pekerjaan. Dalam penelitian ini peneliti mengkategorikan tingkat pendapatan keluarga dalam dua kategori yaitu ibu dengan pendapatan  UMK apabila dalam satu bulan memperoleh penghasilan  Rp. 1.572.200 dan