E:\Tita\D\Tita\April 15\Jurnal 38 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hlm. 38–42 38 FAKTOR RISIKO OSTEOPENIA PADA REMAJA (The Risk Factors Osteopenia on Adolescent) Lina Ema Purwanti, Enggar Prastyo, Saiful Nurhidayat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo email: emapurwantilina@gmail.com Abstract: Introduction: Osteopenia is a condition which means the bone mineral density (BMD/Bone Mineral Density) is lower than the normal peak BMD but not low enough to be classified as osteoporo- sis. Risk factors that can lead to osteopenia are smoking, drinking softdrinks, less activity, dieting, rarely affected sun and drinking alcohol. This study aimed to identify the risk factors of asteopenia on adolesences. Method: The study design used descriptive. The sample used was a high school student Magetan total of 100 respondents were collected by random sampling. Data were collected with questionniare and analyzed with procentage. Result: From the results of a study of 100 respondents was obtained from less activity factors 5 respondents (5%), rarely exposed to sunlight obtained 32 respon- dents (32%), dieting factor obtained 34 respondents (34%) smoke got 49 respondents (49%), drink alcohol obtained 18 respondents (18%),and drink softdrink obtained 40 respondents (40%) at risk for osteopenia. Discussion: From the results it can be concluded that smoking is the highest risk factor in the incidence of osteopenia among adolescent. Nicotine contained in cigarettes can reduce absobsi calcium in the bones and cause a decrease in bone density. For any subsequent researchers are expected to conduct research about the relationship of smoking with risk factors for adolescent osteopenia . Keywords: risk factors osteopenia, adolescent Abstrak: Osteopenia adalah suatu kondisi densitas mineral tulang yang rendah dibandingkan angka normal bone mineral density (BMD) tetapi tidak terlalu rendah untuk diklasifikasikan sebagai osteoporo- sis. Faktor resiko yang dapat memicu terjadinya osteopenia adalah merokok, minuman softdrink, aktifitas yang rendah, diet, jarang terpapar matahari dan minuman beralkohol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor resiko osteopenia pada remaja. Desain dalam penelitian ini adalah deskriptif. Sampel yang digunakan adalah siswa SMU Magetan sebanyak 100 responden dengan metode random sampling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dan analisis data dengan persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kurang aktifitas sebanyak 5 responden (5%), jarang terpapar sinar matahari 32 responden (32%), faktor diet 34 responden (34%), merokok 49 responden (49%), minuman beralkohol 18 responden (18%) dan minuman softdrink 40 responden (40%). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa merokok merupakan faktor resiko tertinggi pada insiden osteopeni pada remaja. Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan absorbsi kalsium pada tulang dan menyebabkan penurunan densitas tulang. Diharapkan pada penelitian selanjutnya meneliti tentang hubungan merokok dengan faktor resiko osteopeni pada remaja. Kata Kunci: faktor resiko osteopenia, remaja Perubahan gaya hidup pada masa dewasa awal sebagai masa transisi dari masa remaja memberikan dampak pada masalah kesehatan. Salah satu perha- tian khusus adalah masalah kesehatan tulang yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Puncak pembentukan massa tulang (peak bone mass) berlangsung pada usia 20–35 tahun yang berbeda untuk setiap individu. Jika tahap ini telah terlewati maka penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring dengan bertambahnya umur. Osteopenia ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, No. 1, April 2015 DOI: 10.26699/jnk.v2i1.ART.p038-042 ACER Typewritten text IT Typewritten text © 2015 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 39Purwanti, Faktor Risiko Osteopenia ... merupakan suatu kondisi di mana terjadinya penu- runan massa tulang sebagai prediktor dini terjadinya osteoporosis yaitu keadaan tulang menjadi tipis dan rapuh (Permatasari, 2012). Setiap hari tulang akan berkurang kepadatannya dan akan berkurang seca- ra cepat saat memasuki usia tua nanti. Jika dalam waktu lama osteopenia tidak diperbaiki dan dicegah pada saat dewasa maka sebelum memasuki usia tua, tulang sudah mengalami osteoporosis, dimana tulang akan menjadi rapuh dan mudah patah, tidak bebas bergerak, tinggi badan berkurang, kualitas hidup menurun bahkan akan mempunyai risiko ke- matian dini (Wahyuni, 2008). International Osteo- porosis Foundation (IOF) memprediksi pada ta- hun 2050 akan terjadi patah tulang panggul sebesar 50% penduduk pada orang Asia. Hal ini disebabkan osteopenia merupakan ’silent disease’ yang terjadi tanpa disadari karena tidak menimbulkan gejala yang nyata atau rasa sakit dan tidak ditandai oleh adanya patah tulang. Data statistik yang dilaporkan National Osteoporosis Foundtion (NOF) tahun 2004 menyatakan bahwa dari 44 juta orang Amerika sekitar 37–54% mengalami osteopenia. Penelitian yang dilakukan pada orang India, dari 120 orang yang diperiksa densitas tulangnya menggunakan densitometer dengan metode Quantitative Ultra- sound (QUS) didapatkan hasil 35% responden mengalami osteopenia (Permatasari, 2012). Puslit- bang Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan yang bekerjasama dengan PT Fonterra Brands Indonesia (2005) melakukan penelitian di beberapa wilayah Indonesia dengan melibatkan sampel hingga 65.727 orang diperoleh hasil bahwa prevalensi oste- openia mencapai 41,8%, sebanyak 10,3% menderita osteoporosis dan 47,9% normal. Penduduk kelom- pok umur 20–40 tahun di Kota Depok dinyatakan 43,3% responden mengalami osteopenia. Penelitian serupa dengan metode yang sama pada 100 orang mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat Uni- versitas Indonesia diperoleh hasil sebanyak 50,5% responden mengalami osteopenia (Permatasari, 2012). Menurut Rachmawati (2006), osteoporosis bisa menyerang kaum muda, hasil penilitian menun- jukkan bahwa prevalensi mencapai 37,1%. Atau istilahnya adalah osteopenia, yaitu penurunan massa tulang secara dini (lebih awal). Osteopenia ini pada kemudian hari bisa menyebabkan osteoporosis. Tulang adalah jaringan hidup yang harus terus diperbaharui. Tulang tersusun dati tulang kompak atau padat (tulang kortikal) dan tulang berspons (tulang trabekular). Tulang terbuat dari protein matrik di mana hidroksiapatit (sebuah struktur kristal yang terbuat dari mineral kalsium dan fosfor) disimpan. Magnesium, zinc dan flour juga disimpan di dalam protein matriks. Kalsium adalah mineral yang terbanyak didalam tulang. Diperkirakan rangka tulang dewasa berisi 1 kg kalsium (British Nutrition Foundation, 2004: dalam Wahyuni, 2008). Pembentukan tulang (osteoblast) dan resor- bsi tulang (penggantian tulang lama/osteoclast) terjadi di sepanjang kehidupan. Pembentukan tulang lebih banyak dari pada penyerapan tulang sampai usia 30-35 tahun. Ketika peak bone mass (puncak massa tulang usia 25–35 tahun) dicapai maka tidak ada lagi peningkatan massa tulang. Dimana penye- rapan tulang lebih banyak daripada pembentukan tulang. Penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Dicapainya peak bone mass dengan baik sangat penting dalam mengurangi risiko osteoporosis dikemudian hari. Karena tulang telah kuat sebelum dimulainya kehi- langan massa tulang. Osteopenia atau penurunan massa tulang terjadi jika massa tulang berkurang dari puncak massa tulang yang telah dicapai (-2,5  T  -1). Jika kondisi ini tidak dicegah maka tulang lama kelamaan akan mulai rapuh dan mudah patah. Pencegahan dapat dilakukan dengan me- ngetahui faktor-faktor apa saja yang bisa menye- babkan pengurangan densitas tulang (British Nutrition Foundation, 2004: dalam Wahyuni, 2008). Karena osteopenia bisa menyerang pada usia muda dibutuhkan pencegahan terutama untuk menghindari faktor risiko terjadinya osteopenia. Berbagai perubahan gaya hidup dapat mencegah risiko terjadinya osteoporosis dimasa tua dan osteopenia di usia remaja. Karena perubahan gaya hidup sulit dilakukan, tingkat motivasi internal untuk menerima dan bertindak sesuai perubahan harus ditimbulkan. Dukungan kontinu dari tim kesehatan dan keluarga sangat berpengaruh dalam perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup meliputi, mengu- rangi dan berhenti merokok, mengurangi dan ber- henti minum alkohol, meningkatkan asupan kalsium dan vitamin D, olahraga secara teratur (Kneale, Julia, 2004). Penelitian ini berujuan untuk menggambarkan faktor risiko osteopenia pada remaja. BAHAN DAN METODE Desain penelitiannya deskriptif yaitu meng- gambarkan faktor risiko osteopenia pada remaja. 40 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hlm. 38–42 Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 1 Plaosan Magetan yang berjumlah 398 dengan sampel berjumlah 100 yang dipilih secara proposional random sampling. Instrumen yang digu- nakan adalah kusioner dan data disajikan dalam bentuk prosentase. HASIL PENELITIAN perokok lebih berisiko tinggi mengalami osteopo- rosis. Remaja yang merokok kebanyakan dipenga- ruhi oleh teman sebaya mereka dan tidak menghi- raukan efek negatifnya (Dewi, 2013). Dari tabel 2 menunjukkan bahwa 40%, respon- den adalah mengkonsumsi softdrink. Artinya minum softdrink dapat berperan aktif dalam penurunan kepadatan tulang yang mengarah ke risiko osteo- penia. Menurut Hardi (2010), konsumsi kafein yang berlebihan yang terdapat pada minum softdrink dihubungkan dengan berkurang BMC (Bone Mine- ral Content) dan juga secara spesifik akan mengu- rangi kepadatan tulang (Neville H. Golden, MD, Steven A. Abr ams, MD, An Committee On Nutrition, 2014). Kurang aktifitas fisik dapat menurunkan den- sitas tulang yang rendah. Dengan berolahrga secara teratur dengan frekuensi 3–5 x/minggu tidak pada hari yang berurutan dengan waktu 20–60 menit dan benar dapat meningkatkan densitas tulang yang rendah dan menurunkan risiko osteopenia. Seba- liknya, jika melakukan aktifitas yang secara terus menerus dan beban yang berat mungkin secara cepat dapat meningkatkan kepadatan tulang. Tetapi kepadatan tulang tersebut tidak maksimal diban- dingkan latihan fisik secara teratur dan beban yang sesuai. Dengan memaksimalkan usia muda untuk beraktifitas dan dengan diimbagi nutrisi yang baik, maka risiko osteoporosis dimasa tua dapat dimini- malkan. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa 34% res- ponden melakukan diet. Artinya diet dapat me- nyebabkan seseorang terkena osteopenia, karena berdiet dapat menurunkan asupan gizi dalam tubuh termasuk kalsium. Berdiet memang tidak dilarang, asalkan mengetahui aturan bagaimana berdiet yang benar. Rata-rata tubuh manusia mengandung lebih dari 1 kg kalsium, yang 99% di antaranya disimpan di dalam tulang. Pria dan wanita membutuhkan asupan diet kalsium dan vitamin D yang adekuat sepanjang usia untuk mempertahankan kadar kal- sium dan vitamin D serta kesehatan tulang yang optimum (Kneale, Julia, 2004). Menurut Minasdiarly (2013), kebutuhan kalsium pada usia remaja umur 11-18 tahun 1200 mg kalsium/ hari. Sedangkan menurut Wahyuni (2008), jika salah berdiet maka dalam tubuh akan kekurangan asupan nutrisi yang baik bagi tulang, kekuarangan kalsium akan menye- babkan penurunan secara bertahap jumlah dan ke- kuatan jaringan tulang. Di mana tubuh yang keku- rangan kalsium akan mengambil simpanan kalsium Tabel 1. Karakteristik responden Berdasarkan Jenis Kelamin J eni s K elam in F rekuensi P rosentas e (% ) Laki -l ak i 38 3 8 Perempuan 62 6 2 Jumlah 1 00 10 0 Tabel 2. Faktor Risiko Osteopenia pada Remaja Fa kto r R isiko Frekuens i P rosentas e (%) Merokok 49 49 Minum Softdrink 40 40 Kurang Aktivitas 35 35 Berdiet 34 34 Jarang Terkena Sinar Matahari 32 32 Minum Alkohol 18 18 PEMBAHASAN Faktor penentu kepadatan massa tulang meli- puti asupan gizi kalsium, vitamin D, protein, natrium, dan minuman berkarbonasi, olahraga dan gaya hidup; pemeliharaan berat badan yang sehat; dan status hormonal nutrisi dan aktivitas fisik yang masing- masing diperlukan dan berfungsi secara sinergis untuk meningkatkan kesehatan tulang (Neville H. Golden, MD, Steven A. Abrams, MD, An Committee On Nutrition, 2014). Merokok dapat berperan aktif dalam penurun- an kepadatan tulang yang mengarah ke risiko osteo- penia. Kandungan zat yang ada didalam rokok yang menyebabkan penyerapan kalsium maupun nutrisi yang baik dalam tulang terganggu. Salah satunya tembakau, yang dapat meracuni tulang dan juga menurunkan kadar estrogen sehingga kadar estro- gen orang merokok lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak merokok. Wanita perokok mengalami menopouse lebih awal dan mempunyai kadar estro- gen lebih rendah daripada bukan perokok (Rowshan Ara Begum, Liaquat Ali, Jesmin Akter, et al., 2013). Rokok juga dipercayai berpengaruh buruk pada sel pembentuk tulang (osteoblast). Karena itu wanita 41Purwanti, Faktor Risiko Osteopenia ... yang ada pada tulang dan gigi. Anak yang masih tumbuh dan berkembang memerlukan pembentukan tulang yang lebih banyak dari pada orang yang su- dah tua. Usia dewasa, mementingkan keseimbang- an kalsium di tulang, sedangkan pada masa tua, kalsium diperlukan untuk mengganti kehilangan kalsium di tulang. Jika berdiet tidak sesauai dengan kebutuhan asuapan nutrsisi tersebut, maka nutrisi dalam tubuh tidak akan terpenuhi dan dapat menye- babkan menurunnya densitas tulang. Jika memang berdiet alangkah baiknya tetap mengkonsumsi susu yang rendah lemak untuk memenuhi kalsium yang berkurang karena proses diet. Jarang terkena matahari dapat menurunkan densitas tulang, karena sinar matahari membantu tubuh untuk menghasilkan vitamin D yang penting bagi kepadatan tulang. Menurut Wahyuni (2008), waktu yang tepat dalam melakukan aktifitas fisik sebaiknya terpapar matahari, yaitu pukul 07.00– 09.00 atau 15.00–16.30. Rekomendasi olahraga adalah frekuensi 3–5 x/minggu tidak pada hari yang berurutan dengan waktu 20–60 menit. Latihan fisik dengan benturan tinggi (high impact) lebih mema- datkan tulang dari pada benturan rendah, tapi hal ini dilarang. Teori yang dikemukakan diatas benar. Karena proses pembentukan vitramin D di dalam tubuh dibantu dengan adanya sinar matahari. Dengan kita melakukan aktifitas di luar rumah pada jam-jam tersebut dan dengan didukung asupan makanan yang banyak mengandung vitamin D, asupan vitamin D dalam tubuh akan terpenuhi dan densitas tulang akan menjadi lebih baik. Karena pada usia remaja yang masih memungkinkan tum- buh dan berkembang memerlukan asupan kalsium yang lebih banyak. Minum alkohol dapat berperan aktif dalam penurunan kepadatan tulang yang mengarah ke risiko osteopenia. Banyak para remaja yang minum alkohol untuk melarikan diri dari sebuah masalah, tidak hanya itu saja para remaja minum alkohol untuk identitas kalau mereka jantan. Padahal minum alkohol mempunyai efek yang kurang baik bagi kesehatan. Menurut Emilio, et al. (2010), kandung- an dalam alkohol seperti etanol dapat menghambat proses metabolisme tubuh, akibatnya kepadatan tu- lang akan terganggu. Alkohol dapat secara lang- sung meracuni jaringan tulang atau mengurangi massa tulang melalui nutrisi yang buruk karena peminum berat biasanya tidak mengkonsumsi makanan yang sehat dan mendapatkan hampir seluruh kalori dari alkohol, selain itu penyakit liver karena konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengubah metabo- lisme vitamin D, di mana terjadi kebalikannya, pe- nyerapan kalsium terganggu dan mengakibatkan tulang yang lemah dan tidak normal (Alvisa-Negrín, et al., 2009). SIMPULAN dan SARAN Simpulan Gambaran Faktor Risiko Osteopenia pada remaja adalah 49% faktor merokok, 40% faktor minum softdrink, 35% faktor kurang aktivitas, 34% faktor berdiet, 32% faktor jarang terkena sinar matahari, 18% faktor minum alkohol. Saran Disarankan khususnya pada remaja untuk menghindar i merokok, mengurangi konsumsi softdrink, melakukan aktivitas yang proporsional, melakukan program diet yang lebih terarah, dan menghindari minuman yang mengandung alkohol. Untuk peneliti selanjutnya dapat melakukan peneli- tian tentang pengaruh faktor risiko tersebut terhadap kejadian osteoporosis pada remaja. DAFTAR RUJUKAN Dewi, E.H. 2013. Memahami Perkembangan Fisik Remaja. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Emilio González-Reimers, Julio Alvisa-Negrín, et al. 2010. Prognosis of Osteopenia in Chronic Alcoholics. Journal Alcohol. DOI:http://dx.doi.org/10.1016/ j.alcohol.2010.09.002. Hardi. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Konsumsi Kalsium dan softdrink pada Siswa Kel as XI SMA SUTOMO 1 Medan.ht tp/ /: respository.usu.ac.id diakses pada 23 Januari 2013 Julio Alvisa-Negrín, et al. 2009 Osteopenia in Alcohol- ics: Effect of Alcohol Abstinence. Alcohol Alco- hol. 44(5):468–475. Kneale, J., Davis P. 2004. Orthopaedic and Trauma Nursing, 2nd Edition. Elsevier. Misnadiarly, A.S. 2013. Osteoporosis Pengenalan, Faktor Risiko, Pencegahan, dan Pengobatan. Jakarta: Akademia Permata. Neville, H., Golden, M.D., Steven, A., Abrams, M.D. An Committee On Nutrition. 2014. Clinical Report. Optimizing Bone Health In Children and Adoles- cents. Pediatrics. Volume 134, Number 4, October 2014. Permatasi, T.A.E. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Osteopenia pada Maha- siswa Universitas Muhammadiyah Jakarta. http/: fkkumj.ac.id diakses pada 22 Januari 2013. 42 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hlm. 38–42 Rahmawati, F. 2012. Pengetahuan Gizi, Sikap, Perilaku Makan, dan Asupan Kalsium Pada Siswi SMA. www.eprints.undip.ac.id diakses pada 15 Novem- ber 2013. Rowshan, A.B., Liaquat, A., Jesmin, A., et al. 2013. Osteopenia and Osteoporosis Among 16–65 Year Old Women Attending Outpatient Clinics. Jour- nal of Community Health December 2014, Vo- lume 39, Issue 6, pp 1071–1076. Wahyuni, D. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Osteopenia. http//:lontar.usu.ac.id diakses pada 23 Januari 2013.