382 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 382–389 JNK JURNAL NERS DAN KEBIDANAN http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk Modal Sosial dan Persepsi Ancaman Sebagai Determinan Perilaku Pencegahan Infeksi Dengue: Studi Multilevel Kanthi Devi Ayuningtyas1, Nurhayati Agtikasari2, Ana Damayanti3 1 Program Studi DIII Kebidanan STIKes Patria Husada Blitar 2 Akademi Kebidanan Wira Buana Metro 3 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Borneo Tarakan Info Artikel Kata Kunci: Infeksi dengue, Perilaku pencegahan, Persepsi ancaman, Modal sosial, Analisis multilevel Abstrak Infeksi dengue merupakan salah satu permasalahan utama dalam kesehatan masyarakat di Indonesia. Berbagai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit ini telah dilakukan dalam kurun waktu yang lama, tetapi jumlah kasus dan angka kematiannya cenderung mengalami peningkatan. Selain faktor individu, faktor sosial pun dinilai memiliki peranan penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dengue. Penelitian cross sectional yang dilakukan di 8 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2018 ini bertujuan menganalisis pengaruh faktor individu berupa persepsi ancaman pengaruh kontekstual modal sosial terhadap perilaku pencegahan infeksi dengue. Sejumlah 200 subjek penelitian dipilih dengan teknik multistage ran- dom sampling. Keseluruhan data variabel bebas (persepsi ancaman dan modal sosial) serta data variabel terikat (perilaku pencegahan infeksi dengue) dikumpulkan dengan kuesioner, dan dianalisis menggunakan analisis multi- level. Temuan dalam penelitian ini adalah perilaku pencegahan infeksi den- gue secara signifikan dipengaruhi oleh persepsi ancaman (b= 1.56; CI (95%) = 0.77 - 2.34; p= <0.001) dan modal sosial pada tingkat kecamatan memiliki pengaruh kontekstual terhadap perilaku pencegahan infeksi dengue (ICC 10.91%). Berdasarkan temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi ancaman sebagai salah satu faktor individu dan modal sosial sebagai faktor sosial berpengaruh terhadap perilaku pencegahan infeksi dengue. 382 Article Information Social Capital and Perceived Threat as Determinants of Dengue Preventive Behavior: A Multilevel Study Abstract Dengue is one of major problems in Indonesian public health. Various efforts to prevent and control this disease have been carried out in a long time, but the number of cases and the case fatality rate tends to increase. In addition to individual factors, social factors are also considered to have Sejarah Artikel: Diterima, 06/11/2019 Disetujui, 20/11/2019 Dipublikasi, 05/12/2019 History Article: Received, 06/11/2019 Accepted, 20/11/2019 Published, 05/12/2019 http://crossmark.crossref.org/dialog/?doi=10.26699/jnk.v6i3.ART.p382-389&domain=pdf&date_stamp=2019-12-05 383Ayuningtyas, Agtikasari, Damayanti, Modal Sosial dan Persepsi Ancaman Sebagai ... Keywords: Dengue, Preventive behavior, Per- ceived threat, Social capital, Mul- tilevel analysis an important role in efforts to prevent and control dengue. This cross sec- tional study conducted in 8 sub-districts in Sukoharjo Regency, Central Java in 2018 aims to analyze the effect of perceived threat as individual factor and the contextual effect of social capital on the dengue preventive behavior. A total of 200 subjects were selected by multistage random sam- pling. Data for both independent (Perceived threat and social capital) and dependent variable (dengue preventive behavior) were collected by questionnaire, and analyzed with multilevel analysis. This study found that dengue preventive behavior was significantly affected by perceived threat (b = 1.56; CI (95%) = 0.77 - 2.34; p = <0.001) and the sub-district level social capital had a contextual effect on dengue preventive behavior (ICC 10.91%). Based on these findings, we concluded that perceived threat as an individual factor and social capital as a social factor affected den- gue preventive behavior. © 2019 Jurnal Ners dan Kebidanan PENDAHULUAN Infeksi dengue adalah permasalahan kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh infeksi salah satu dari empat tipe virus dengue (DENV 1 – 4). Spesies nyamuk dari genus Aedes menjadi perantara dalam proses penularan virus dengue ini (Guzman & Harris, 2015). Siklus penularan dengue terjadi secara periodik dengan pola menetap. Manusia tertular virus dengue ketika digigit nyamuk, kemudian virus tersebut menjangkit nyamuk lain selama proses pen- carian makan, untuk selanjutnya kembali ditularkan kepada manusia lain (Gubler, 1998). Spesies nyamuk yang menjadi vektor utama penularan infeksi dengue adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang terdapat di seluruh wilayah tropis dan subtropis di dunia. Keberadaan vektor tersebut terutama pada daerah perkotaan atau semi perkotaan yang padat penduduk (World Health Organization, 2011). Publikasi WHO/TDR (2009) menegaskan bahwa tingginya tingkat kepadatan penduduk di daerah perkotaan mempermudah penularan dengue. Meskipun demikian, di beberapa wilayah Asia Tenggara, seperti India, Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, dan Thailand, penyebaran kasus dengue tidak hanya menimbulkan hiperende- misitas di wilayah perkotaannya tetapi juga mulai merambah pada wilayah perdesaan (World Health Organization, 2011). Infeksi dengue merupakan penyakit endemis yang terdapat di lebih dari 100 negara di wilayah Asia Tenggara, Amerika, Pasifik Barat, Afrika, dan Mediterania Timur. Selain luasnya wilayah perse- baran infeksi dengue, angka kejadiannya pun telah meningkat 30 kali lipat dalam kurun waktu 50 tahun terkahir. Pesatnya penyebaran infeksi dengue se- iring dengan pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang tidak terkontrol, perubahan iklim dan perma- salah kesehatan masyarakat serta kegagalan pro- gram pengendalian vektor (Guzman & Harris, 2015). Di Indonesia, infeksi dengue masih menjadi salah satu masalah utama dalam kesehatan masya- rakat. Tahun 2017 jumlah kasus dengue di Indonesia mencapai 59.047 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 444. Jawa Tengah menempati urutan ketiga untuk cumulative incidence kasus dengue (21.60 per 100.000 penduduk) dan urutan pertama untuk case fatality rate (1.24%) di antara provinsi-provinsi di pulau Jawa pada tahun 2017. Sukoharjo adalah salah satu kabupaten di Jawa Tengah dengan case fatality rate (1.63%) di atas Jawa Tengah (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2018). Perilaku pencegahan yang kurang baik dari masyarakat dinilai menjadi faktor yang melatar belakangi tingginya kasus infeksi dengue. Sukoharjo Correspondence Address: STIKes Patria Husada Blitar, East Java - Indonesia P-ISSN : 2355-052X Email: kanthideviayuningtyas@gmail.com E-ISSN : 2548-3811 DOI: 10.26699/jnk.v6i3.ART.p382-388 This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ https://doi.org/10.26699/jnk.v6i3.ART.p382-388 384 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 382–389 mencakup wilayah pedesaan sampai wilayah yang padat penduduk di perkotaan. Penampungan air tanpa penutup, rimbunan semak belukar, dan tumpukan sampah yang dapat menampung air masih banyak ditemukan di wilayah pedesaan. Padahal kegiatan gotong royong untuk membersihkan ling- kungan hanya dilakukan menjelang hari-hari besar saja. Permasalahan kebersihan lingkungan yang kurang terjaga oleh masyarakat ini lebih jelas terlihat di wilayah perkotaan. Kurangnya kepedulian terha- dap lingkungan dan minimnya interaksi antar warga masyarakat perkotaan turut memengaruhi perkem- bangbiakan vektor dengue. Penyebaran virus dengue merupakan hasil dari dinamika antara vektor, manusia, dan lingkungan yang masing-masing menimbulkan risiko. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, globalisasi dan perubahan gaya hidup, pengelolaan sistem pengairan dan limbah serta kebijakan pengendalian vektor yang kurang memadai juga turut berkontribusi dalam menyediakan habitat yang sesuai untuk berkem- bangnya nyamuk Aedes aegypti (Gubler et al., 2014). Arellano et al. (2015) menghasilkan temuan bahwa masyarakat meyakini perilaku memperta- hankan kebersihan dalam lingkungan rumah meru- pakan strategi utama untuk mencegah penularan dengue. Akan tetapi besarnya efek dari perilaku tersebut adalah sebanding dengan besarnya dukung- an masyarakat atau infrastruktur pemerintah untuk mengendalikan ruang publik dan kawasan sekitar. Peran serta masyarakat serta dukungan dari pe- mangku kebijakan setempat digambarkan sebagai modal sosial. Modal sosial diartikan sebagai atribut dari kelompok sosial yang terbagi ke dalam beberapa bentuk/dimensi. Dua dimensi modal sosial yang umumnya digunakan dalam penelitian adalah dimensi struktural dan kognitif. Dimensi struktural mencakup aspek eksternal dari kelompok sosial yang dapat diamati dan ditandai dengan manifestasi perilaku hubungan atau keterlibatan antar anggo- tanya. Sementara itu, dimensi kognitif merupakan cerminan dari sikap subjektif seperti norma timbal balik atau rasa percaya terhadap orang lain (Mura- yama et al., 2012). Modal sosial diperkirakan menjadi salah satu faktor yang turut memengaruhi perilaku masyarakat dalam pencegahan infeksi dengue. Diasumsikan bahwa modal sosial yang kuat akan meningkatkan kecenderungan masyarakat untuk berperilaku yang lebih baik. Murayama et al. (2012) mengemukakan bahwa meskipun keterkaitan antara modal sosial dan berbagai indikator kesehatan telah terbukti kebenarannya, penelitian untuk membuktikan penga- ruh kontekstualnya tetap memerlukan analisis secara multilevel. Persepsi masyarakat terhadap ancaman infeksi dengue pun dinilai menjadi faktor penting yang mela- tar belakangi perilaku untuk mencegah penularan infeksi dengue. Model kepercayaan kesehatan (Health Belief Model) yang dikembangkan oleh Rosenstock pada tahun 1950an menggam­barkan hubungan antara persepsi ancaman yang dirasakan oleh individu dengan perilakunya untuk bertindak. Persepsi ancaman ini merupakan gabungan dari dua konstruk utama dalam model kepercayaan kese- hatan tersebut, yaitu persepsi kerentanan dan per- sepsi keseriusan (Murti, 2018). Berdasarkan model tersebut diperkirakan pula dalam penelitian ini, bahwa jika seseorang/ sekelompok masyarakat menganggap infeksi dengue adalah penyakit yang berbahaya hingga mengancam jiwa dan mereka memiliki kemungkinan untuk terinfeksi, maka akan ada kecenderungan untuk melakukan tindakan pencegahan terhadapnya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor individu berupa persepsi ancaman pengaruh kontekstual modal sosial terhadap perilaku pencegahan infeksi dengue. BAHAN DAN METODE Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian analitik observasional dengan menggunakan desain cross-sectional. Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah pada bulan Mei – Juli 2018 dengan melibatkan sebanyak 200 subjek penelitian yang berasal dari 8 kecamatan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah multistage random sampling. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah perilaku pencegahan infeksi dengue sebagai variabel terikat, dan modal sosial serta persepsi ancaman sebagai variabel bebas. Perilaku pencegahan infeksi dengue didefi- nisikan sebagai perilaku untuk mencegah perkem- bangbiakan larva nyamuk dan perilaku melindungi diri dari gigitan nyamuk dewasa. Defnisi ini dise- suaikan dengan Surat Edaran dari Kementerian Ke- sehatan No PM.­01.­11/MENKES/­591/2016 Ten­ tang Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk 3M Plus. Modal sosial didefinisikan sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja sama dalam mencegah 385Ayuningtyas, Agtikasari, Damayanti, Modal Sosial dan Persepsi Ancaman Sebagai ... infeksi dengue dengan didukung oleh program-pro- gram pengendalian vektor yang dilaksanakan oleh Puskesmas setempat. Persepsi ancaman adalah pe- mikiran/anggapan yang dimiliki oleh individu terkait kerentanan mereka terhadap infeksi dengue serta adanya kemungkinan bahwa mereka akan menga- lami keparahan yang berakibat fatal jika terkena infeksi tersebut. Seluruh data diperoleh dari subjek penelitian dengan mengunakan kuesioner yang telah lebih dulu melewati tahap uji validitas dan uji reliabilitas. Uji validitas isi serta validitas muka kuesioner dilakukan dengan melibatkan psikolog dan ahli kesehatan masyarakat. Uji reliabilitas berdasarkan skor Alpha Cronbach yang diuji menggunakan program SPSS. Hasil r alpha untuk keseluruhan kuesioner adalah > 0.6 (kuesioner perilaku pencegahan sebesar 0.9; kuesioner modal sosial sebesar 0.9; dan r alpha kuesioner persepsi ancaman sebesar 0.8). Penelitian ini telah melewati uji etik dan menda- patkan keterangan ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta dengan nomor No 47/UN27.6/­KEPK/2018. Seluruh data yang terkumpul dalam penelitian ini diolah dalam analisis univariat dan analisis mul- tivariat. Analisis univariat digunakan untuk meng- gambarkan distribusi karakteristik subjek penelitian. Analisis multivariat berupa analisis multilevel digu- nakan untuk melihat pengaruh kontekstual seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan mempertimbangkan tingkatan masing-masing va- riabel. HASIL PENELITIAN Karakteristik/Variabel N % Usia (tahun) < 36 102 51 > 36 98 49 Tingkat Pendidikan < SMA 71 35.5 > SMA 129 64.5 Pekerjaan Paruh Waktu 93 46.5 Penuh Waktu 107 53.5 Pendapatan < 2,000,000 77 38.5 > 2,000,000 123 61.5 Persepsi Ancaman Tinggi 78 39 Rendah 122 61 Modal Sosial Kuat 118 59 Lemah 82 41 Perilaku Pencegahan Baik 106 53 Kurang 94 47 Tabel 1 Karakteristik subjek penelitian dan distribusi frekuensi variabel Perilaku Pencegahan Demam Dengue Koefesien regresi (b) CI 95% p Lower Upper Fixed Effect Ancaman 1.56 0.77 2.34 < 0.001 Konstanta 2.04 -2.81 -1.27 < 0.001 Random Effect Modal Sosial Konstanta 0.40 0.04 4.07 n observasi = 200 n kelompok Modal Sosial = 8 Log likelihood = -100.55 LR test vs. Regresi logistik, p= 0.316 ICC = 10.91% Tabel 2 Hasil analisis multilevel Karakteristik subjek penelitian dan disribusi frekuensi variabel sebagai hasil analisis univariat tergambar dalam Tabel 1. Proporsi subjek penelitian dengan usia kurang dari atau lebih dari 36 tahun hampir sama. Berda- sarkan tingkat pendidikan, 2/3 subjek penelitian men- capai tingkat SMA atau lebih. Begitu pula dengan distribusi subjek berdasarkan pendapatan keluarga, 386 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 382–389 2/3 subjek penelitian memiliki pendapatan keluarga > Rp 2,000,000. Sementara itu proporsi subjek yang bekerja dan yang tidak bekerja hampir sama. Proporsi subjek penelitian yang memiliki per- sepsi ancaman rendah hampir mencapai 2/3 bagian, dengan sisanya adalah subjek penelitian yang me- miliki persepsi ancaman tinggi. Sementara itu untuk proporsi modal sosial yang diukur pada tingkat kecamatan, tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu jauh antara modal sosial kuat dan modal sosial lemah. Demikian pula dengan proporsi subjek penelitian yang memiliki perilaku pencegahan yang baik, tidak berbeda jauh dengan proporsi subjek penelitian yang berperilaku pencegahan kurang baik. Analisis multilevel dengan program STATA 13 dilakukan untuk melihat adanya efek kontekstual dari persepsi ancaman dan modal sosial terhadap perilaku pencegahan. Hasil analisis multilevel terse- but tergambar dalam Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa persepsi ancaman yang tinggi (b= 1.56; CI (95%) = 0.77 hingga 2.34; p= <0. 001) seca r a signifikan meningkatka n kemungkinan terjadinya perilaku pencegahan yang lebih baik. Modal sosial memiliki hasil ICC (Intra Class Corelation) sebesar 10.91% (rule of tumb = 8% - 10%), yang mengindikasikan bahwa modal sosial masyarakat pada masing-masing kecamatan memiliki pengaruh kontekstual terhadap perilaku pencegahan infeksi dengue. PEMBAHASAN Hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa persepsi ancaman yang tinggi (b= 1.56; CI (95%)= 0.77 hingga 2.34; p= 0.001) meningkatkan kemung- kinan terjadinya perilaku pencegahan infeksi dengue. hal ini menunujukkan bahwa semakin besar ancaman yang dirasakan oleh individu maka sema- kin besar pula kemungkinan melakukan perilaku pencegahan infeksi dengue dengan baik. Hasil serupa ditemukan oleh Siddiqui et al. (2016) dalam penelitiannya yang menyebutkan bahwa persepsi ancaman merupakan salah satu prediktor signifikan dalam upaya peningkatan perilaku pencegahan dengue. Persepsi ancaman tinggi meningkatkan pe- luang untuk melakukan praktik pencegahan yang lebih baik. Persepsi kerentanan sebagai bagian dari per- sepsi ancaman juga dilaporkan memiliki pengaruh terhadap perilaku pencegahan infeksi dengue. Hal ini dijelaskan oleh Wong et al. (2015) dalam pene- litiannya yang menghasilkan temuan bahwa individu yang memiliki persepsi kerentanan tinggi terhadap infeksi dengue, memiliki proporsi perilaku pence- gahan yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang memiliki persepsi kerentanan rendah. Peningkatan persepsi kerentanan dalam rangka untuk memperbaiki perilaku dalam pencegahan infeksi dengue dapat dilakukan melalui beberapa program kesehatan. Beberapa program yang ter- bukti berhasil meningkatkan persepsi kerentanan terhadap infeksi dengue seperti yang disebutkan oleh Hanklang et al. (2018) yaitu penyuluhan kesehatan, kampanye, kontes rumah percontohan, dan edukasi secara berkelompok. Selain persepsi ancaman yang merupakan faktor individu, dalam penelitian ini dikaji pula penga- ruh kontekstual modal sosial. Secara umum digam- barkan bahwa modal sosial menimbulkan efek Perilaku Pencegahan Demam Dengue Koefesien regresi (b) CI 95% p Lower Upper Fixed Effect Ancaman 1.56 0.77 2.34 < 0.001 Konstanta 2.04 -2.81 -1.27 < 0.001 Random Effect Modal Sosial Konstanta 0.40 0.04 4.07 n observasi = 200 n kelompok Modal Sosial = 8 Log likelihood = -100.55 LR test vs. Regresi logistik, p= 0.316 ICC = 10.91% Tabel 2 Hasil analisis multilevel 387Ayuningtyas, Agtikasari, Damayanti, Modal Sosial dan Persepsi Ancaman Sebagai ... positif terhadap kesehatan (Murayama et al., 2012). Masyarakat dengan tingkat modal sosial yang lebih tinggi/ lebih kuat (terutama dalam partisipasi sosial dan jaringan) cenderung berperilaku sehat dan juga merasa lebih sehat baik secara fisik maupun psikis (Nieminen et al., 2013). Sering kali ditemukan intervensi promosi kese- hatan yang kurang efektif hanya karena mentarget- kan individu sebagai sasaran. Hal ini mungkin terjadi karena keberhasilan sebuah program kesehatan sesungguhnya tidak hanya bergantung pada kesem- purnaan program itu sendiri maupun partisipasi dari individu, melainkan juga bergantung pada modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat dimana program tersebut diimplementasikan (Murayama et al., 2012). Intervensi masalah kesehatan harus secara langsung dilakukan dengan memperkuat modal sosial untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilannya (Olives et al., 2018). Besaran nilai ICC variabel modal sosial yang melebihi standar ukuran (rule of tumb) analisis multilevel dalam penelitian ini, digunakan sebagai indikator bahwa modal sosial masyarakat pada masing-masing kecamatan memiliki pengaruh kon- tekstual terhadap variasi perilaku pencegahan infeksi dengue. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dinyata- kan pula bahwa variabel modal sosial perlu untuk dipertimbangkan dalam upaya pencegahan infeksi dengue. Hal ini sejalan dengan penelitian Kasjono et al. (2016) terkait promosi kesehatan yang berda- sar pada modal sosial untuk memberantas sarang nyamuk dengue. Dinyatakan dalam penelitian terse- but bahwa modal sosial secara signifikan memenga- ruhi partisipasi masyarakat dalam upaya pemberan- tasan sarang nyamuk. Penelitian lain yang juga membuktikan adanya pengaruh modal sosial terhadap perilaku masyarakat dalam mencegah infeksi dengue, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Asri et al. (2017). Dijelaskan dalam penelitian tersebut, bahwa modal sosial sebagai atribut masyarakat menjadi pemicu tindakan masal. Pembentukan kelompok sosial, kolaborasi lintas sektoral, gotong royong dalam pembersihan, dan kerja bakti yang dilakukan oleh masyarakat merupakan bentuk nyata dari modal sosial dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dengue. Selain itu dukungan yang baik dan kuat dari pemang- ku kepentingan juga memiliki implikasi positif dan signifikan terhadap perilaku masyarakat itu sendiri. KESIMPULAN Perilaku pencegahan infeksi dengue meningkat dengan adanya persepsi ancaman yang kuat. Se- mentara itu, modal sosial masyarakat pada tingkat kecamatan memberikan efek kontekstual yang mengakibatkan adanya variasi dalam perilaku pence- gahan terhadap infeksi dengue. efek kontekstual yang ditemukan dalam penelitian ini tidak terlalu besar, yang mungkin disebabkan cakupan kelompok sosial yang terlalu luas. SARAN Persepsi ancaman dan modal sosial yang secara bermakna memengaruhi perilaku pencegahan infeksi dengue, menjadi temuan penting yang dapat diguna- kan sebagai bahan rujukan bagi masyarakat dan pemangku kepentingan. Diharapkan upaya pening- katan pengetahuan terkait infeksi dengue, seperti; penyuluhan kesehatan, edukasi berkelanjutan untuk kelompok risiko tinggi terjangkit infeksi dengue, dan pembinaan daerah untuk rumah sehat bebas dengue terus dilakukan sehingga dapat memperkuat persep- si ancaman yang pada akhirnya meningkatkan niat dan perilaku individu dan/ atau masyarakat untuk mencegah infeksi dengue. Upaya peningkatan pe- ngetahuan tersebut, diharapkan juga disertai dengan penguatan dalam pemberdayaan masyarakat yang akan menumbuhkan ikatan dalam masyarakat itu sendiri. Ikatan yang kuat dalam masyarakat inilah yang kemudian akan menumbuhkan modal sosial yang kuat. DAFTAR PUSTAKA Arellano, C., Castro, L., Díaz-caravantes, R. E., Ernst, K. C., & Shoaf, K. (2015). Knowledge and beliefs about dengue transmission and their relationship with prevention practices in Hermosillo, Sonora. Frontiers in Public Health, 3, 1–8. https://doi.org/ 10.3389/fpubh.2015.00142 Asri, Nuntaboot, K., & Festi Wiliyanarti, P. (2017). Community social capital on fighting dengue fever in suburban Surabaya, Indonesia: A qualitative study. International Journal of Nursing Sciences, 4(4), 374–377. h t tps: // doi .or g/ 10. 1016/ j.ijnss.2017.10.003 Brady, O. J., Messina, J. P., Scott, T. W., & Hay, S. I. (2014). Mapping the Epidemiology of Dengue. In D. J. Gubler, E. E. Ooi, S. Vasudevan, & J. Farrar (Eds.), Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever (2nd ed., pp. 30–50). Oxfordshire: CAB International. 388 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 6, Nomor 3, Desember 2019, hlm. 382–389 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2018). Buku Saku Kesehatan Tahun 2017. Semarang. Retrieved from h tt p:/ / di n kes­jat engpr ov. go. i d/ v2018/ dokumen/bukusaku_2017/mobile/index.html#p=1 Gubler, D. J. (1998). Dengue and dengue hemorrhagic fever. Clinical Microbiology Reviews, 11(3), 480– 496. https://doi.org/­10.1016/S0140­6736(97)12483­ 7 Guzman, M. G., & Harris, E. (2015). Dengue. Lancet, 385(9966), 453–465. https://­doi.org/10.1016/S0140­ 6736(14)60572-9 Hanklang, S., Ratanasiripong, P., & Sivasan, S. (2018). Effectiveness of the intervention program for dengue hemorrhagic fever prevention among rural communities in Thailand: A quasi-experimental study. Journal of Health Research, 32(5), 352–363. https://doi.org/10.1108/JHR-08-2018-042 Kasjono, H. S., Subiyanto, S., Kartono, D. T., & Lestari, E. (2016). Social capital based health promotion for eliminating dengue mosquito breeding places in Bantul District Yogyakarta. In International Conference on Health and Wll-Being (ICHWB) (pp. 187–197). Murayama, H., Fujiwara, Y., & Kawachi, I. (2012). Social Capital and Health: A Review of Prospective Multilevel Studies. Journal of Epidemiology, 22(3), 179–187. https://doi.org/10.2188/jea.je20110128 Murti, B. (2018). Teori promosi dan perilaku kesehatan. Karanganyar: Bintang Fajar Offset. Nieminen, T., Prättälä, R., Martelin, T., Härkänen, T., Hyyppä, M. T., Alanen, E., & Koskinen, S. (2013). Social capital, health behaviours and health: a population-based associational study. BMC Public Health, 13(1), 613. https://doi.org/10.1186/1471- 2458-13-613 Siddiqui, T. R., Ghazal, S., Bibi, S., Ahmed, W., & Sajjad, S. F. (2016). Use of the Health Belief Model for the assessment of public knowledge and household preventive practices in Karachi, Pakistan, a dengue- endemic city. PLoS Neglected Tropical Diseases, 10(11), 1–15. https://doi.org/­10.1371/journal. pntd.0005129 Villalonga-Olives, E., Wind, T. R., & Kawachi, I. (2018). Social capital interventions in public health: A systematic review. Social Science & Medicine, 212(May), 203–218. https://doi.org/10.1016/ j.socscimed.2018.07.022 WHO/TDR. (2009). Dengue: guidelines for diagnosis, treatment, prevention, and control (New Editio). Special Programme for Research and Training in Tropi cal Di se ases. Gen eva: Wor ld Heal t h Organization. https:­//doi.org/WHO/HTM/NTD/ DEN/2009.1 Wong, L. P., Mahavera, S., Shakir, M., Atefi, N., & Abubakar, S. (2015). Factors affecting dengue prevention practices: Nationwide survey of the malaysian public. PLoS ONE, 10(4), 1–16. https:// doi.org/10.1371/­journal.pone.0122890 World Health Organization. (2011). Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. WHO Regional Publication SEARO. Geneva. https://doi.­org/ 10.1017/CBO9781107415324.004