E:\Tita\D\Tita\April 15\Jurnal 43Hikmawati, Hubungan Perilaku Ibu dalam Penggunaan Botol Susu ... 43 HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PENGGUNAAN BOTOL SUSU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA (The Relationship Between Mother Behavior Using Milk Bottle with Gastroenteritis Infant) Rifiana Hikmawati, Metti Verawati Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo email: metti_verawati@yahoo.com Abstract: Introduction The wrong way to use a bottle of milk can cause bacteria to grow. Of the growth of bacteria in a bottle can interfere with the baby’s digestive system, it can even cause diarrhea in infants or toddlers. The aim of this study were: to analyze the relationship maternal behavior in the use of bottles of milk with diarrhea. Methods, research design used in the study is correlational and cross sectional approach. To determine the relationship of maternal behavior in using milk bottle with inci- dence of diarrhea in infants with a nominal scale can be searched by using the Chi-Square Test Statis- tics. Results, Results of chi square analysis obtained x2 x2 count of 4.6 and Table 3.84. So count e” x2 of x2 tables acceptable means Ha Ho is rejected, it shows no association between maternal behavior in the use of the bottle with the incidence of diarrhea in infants. Discussion, hoped for the nursing profession not only serve the clinical aspects (curative and rehabilitation), but needs to be developed for promo- tive and preventive efforts in an attempt to prevent the occurrence of diarrhea Keywords: behavior, use milk bottle, diarrhea, toddler Abstrak: Kesalahan dalam cara penggunaan botol susu dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan bakteri dalam botol berkorelasi dengan sistem pencernaan bayi dan dapat menyebabkan diare pada bayi atau toddler. Tujuan daripenelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan perilaku ibu dalam penggunaan botol susu dengan kejadian diare. Metode dalam penelitian ini adalah cross sectional. Analisa data menggunakan Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku ibu dalam penggunaan botol susu dengan kejadian diare pada bayi. Diharapkan keperawatan profesional tidak hanya memperhatikan aspek kuratif dan rehabilitatif, tetapi perlu dikembangkan upaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya diare. Kata Kunci: perilaku, botol susu, diare, toddler Menyusui bayi dapat mempererat hubungan batin antara ibu dan bayi.Namun ada beberapa kondisi yang menyebabkan ibu tidak dapat menyusui, seperti ibu harus kembali kerja setelah masa cuti melahirkan habis, ibu menderita suatu penyakit sehingga tidak dapat menyusui atau hal-hal yang lainya. Dengan kondisi di atas, pemberian ASI dapat dialihkan melalui botol susu. Cara-cara pemberian baik ASI maupun susu formula melalui botol harus memperhatikan berbagai hal seperti cara penyajian, seperti botol susu, cara mencuci botol, cara sterilisasi (Sutomo, 2010). Cara yang salah dalam mengguna- kan botol susu dapat menyebabkan bakteri berkem- bang. Dari berkembangnya bakteri dalam botol bisa mengganggu sistem pencernaan bayi, bahkan dapat menimbulkan diare pada bayi atau balita. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara ber- kembang. Besar masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, No. 1, April 2015 DOI: 10.26699/jnk.v2i1.ART.p043-049 IT Typewritten text © 2015 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 44 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hlm. 43–49 sebagian besar anak-anak umur dibawah lima tahun. Di Indonesia dilaporkan secara keseluruhan pada tahun 2006 diperkirakan angka kesakitan diare meningkat sebesar 423 per 1000 penduduk pada semua usia dengan jumlah kasus 1098 penderita dan jumlah kematian 277 balita. Pada tahun 2008, di Indonesia diare pada balita berkisar 40 juta per tahun dan kematian 200.000–400.000 balita (Soebagyo, 2008). Dari Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan bahwa diare telah menyebabkan kematian 25,5% anak usia satu tahun hingga empat tahun. Bahkan pada tahun 2008 diare merupakan penyumbang kematian terbesar pada bayi di Indonesia, sebesar 31,4% total kematian bayi. Berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medic RSUD Dr.Hardjono Ponorogo tercatat 514 balita menjalani rawatinap di ruang delima, jumlah pasien diare 1 tahun kurang lebih 284 pasien. Pe- nyakit diare masuk dalam urutan 4 besar dari laporan 10 besar diagnosa penyakit setiap bulan. Kejadian diare pada balita di Ponorogo secara proposional lebih banyak dibandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur yaitu 55% (Dinkes Ponorogo, 2010). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 responden ibu balita yang menga- lami diare didapatkan 2 ibu sekitar 20% berperilaku baik dan 3 ibu sekitar 30% berperilaku buruk sedang- kan yang tidak mengalami diare didapatkan 1 ibu sekitar 10% berperilaku baik dan 4 ibu sekitar 40% berperilaku buruk menggunakan botol susu. Penya- kit diare dengan tingkat dehidrasi yang tinggi dan dengan angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi atau balita. Diare mempunyai banyak resiko salah satunya adalah dehidrasi, oleh karena itu faktor resiko harus dicegah. Sebaiknya ibu haru melakukan perilaku yang benar dalam penggunaan botol susu seperti cara penggunaan botol susu yang benar, cara men- cuci botol susu yang benar seperti dalam memilih sabun yang aman bagi bayi, menggunakan sikat khusus dalam membersihkan botol susu dan cara mensterilkan botol susu yang benar seperti merebus botol sampai 7 menit, serta menyimpan botol susu dalam wadah tertutup dan rapat sehingga kita bisa mencegah bakteri dan virus tidak berkembang biak. Dan angka kejadian diare pada bayi tidak terus me- ningkat. Berdasarkan masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”hubungan peri- laku ibu dalam penggunaan botol susu dengan keja- dian diare pada balita di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Harjono Ponorogo”. Tujuan penelitian ini adalah: menganalisis hubungan perilaku ibu dalam penggunaan botol susu dengan kejadian diare METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan dalam pene- litian adalah korelasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hu- bungan antara perilaku ibu dalam penggunaan botol susu dengan kejadian diare. Pada penelitian ini variabel independennya adalah perilaku ibu dalam penggunaan botol susu. Pada penelitian ini variabel dependennya adalah kejadian diare pada balita. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita di ruang delima dengan rata-rata perbulan 43 responden. Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebagian ibu yang mempu- nyai balita yang dirawat di ruang delima sejumlah 39. Penelitian ini dilaksanakan pada 6 Juli–3 Agustus 2012. Untuk mengetahui hubungan perilaku ibu dalam mepenggunaan botol susudengan kejadian diare pada balita dengan skala nominal dapat dicari dengan menggunakan Tes Statistik Chi-Square. Menurut Arikunto (2002:259–262). Chi – Square adalah   fh fhfo X 2 2  Keterangan: x2 : Harga Chi-Square atau Chi–Square signifi- kansi perbedaan frekuensi yang diobservasi. fo : Frekuensi yang diperoleh berdasarkan data fh : Frekuensi yang diharapkan Kaidah keputusan tentang keputusan Hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak dengan mem- bandingkan harga X2hitung dengan harga tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan kriteria sebagai berikut: Ho : di terima bila X2hitung41 2 5 Jumlah 39 100 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Ruang Delima RSUD Dr Harjono Ponorogo No Pendidikan F % 1 SD 15 38 2 SLTP 8 21 3 SLTA 12 31 4 Perguruan Tinggi 4 10 Jumlah 39 100 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Ruang Delima RSUD Dr Harjono Ponorogo No Pekerjaan F % 1. 2. 3. Ib u Rumah T angga Wiraswasta/swasta PNS 18 13 8 46 33 21 Jumlah 39 100 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Bayi atau Balita di Ruang Delima RSUD Dr Harjono Ponorogo No Usia bayi/balita F % 1. 0-6 bln 19 49 2 7 -12 bln 7 18 3 13-20 bln 13 33 Jumlah 39 100 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi yang diperoleh Ibu tentang Perilaku Penggunaan Botol Susu di Ruang Delima RSUD Dr Harjono Ponorogo N o S u m be r I nf o rm a s i F % 1 . 2 . 3 . T elev is i /R ad io B u k u T e n ag a K e se h at a n 1 5 1 0 1 4 3 8 3 6 2 6 J um la h 3 9 1 0 0 Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perilaku ibu dalam Penggunaan Botol Susu di Ruang Delima RSUD Dr Harjono Ponorogo No P erilaku Ibu F % 1. Baik 20 51 2. Buruk 19 49 Jumlah 39 100 Tabel 7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Diare dalam Penggunaan Botol Susu di Ruang Delima RSUD Dr Harjono Ponorogo No Kejad ian diare F % 1. Diare 24 62 2. Tidak diare 15 38 Jumlah 39 100 Tabel 8. Distribusi Frekuensi Perilaku Ibu dalam Penggunaan Botol Susu Dengan Kejadian Diare di Ruang Delima RSUD Dr. Harjono Ponorogo Perilaku Diare Jml % Ya % Tidak % Baik 9 23 11 28 20 41 Buruk 15 39 4 10 19 49 Jumlah 24 62 15 38 39 100 46 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hlm. 43–49 menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan dari tidak dapat menjadi dapat. Dengan demikian semakin seseorang yang mempunyai pen- didikan maka semakin luas wawasannya, sehingga perilaku dalam penggunaan botol susu akan semakin baik. Didapatkan data 11 responden (28%) berusia 31–41 tahun mempunyai perilaku baik. Pada usia ini menurut teori (Hurlock, 1999) responden masuk dalam kategori dewasa dan di mana sekitar awal atau pertengahan umur tiga puluhan, kebanyakan orang muda telah mampu memecahkan masalah- masalah mereka dengan cukup baik sehingga men- jadi stabil dan tenang secara emosional. Sesuai teori (Hurlock, 2000) bahwa semakin cukup umur tingkat tumbuh dan kekuatan seseorang yang lebih dewasa akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja juga akan lebih dipercaya karena kematangan jiwanya. Karena di usia tersebut seseorang akan semakin matang dalam berfikir dan bertindak yang akan ber- pengaruh dalam perilaku seseorang terutama dalam hal berperilaku baik dalam menjaga kesehatan keluarganya. Dengan demikian, dengan bertambah- nya usia, semakin banyak pengalaman hidup yang dimiliki sehingga perilaku ibu dalam penggunaan botol susu semakin baik. Faktor yang ikut berpengaruh adalah pendidikan terakhir responden, di mana 7 responden (18%) ber- pendidikan SD dengan semua responden memiliki perilaku yang baik tentang penggunan botol susu, 12 responden (31%) tamat SMA dengan 5 respon- den yang memiliki perilaku yang baik. Menurut teori (Notoatmodjo, 2003) bahwa terbentuknya perilaku dimulai dari faktor domain kognitif yaitu semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin baik pula pengetahuannya. Dan sebaliknya orang yang mem- punyai pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap dan pengetahuan seseorang. Sehingga dengan pendidikan yang tinggi, dan penge- tahuan ibu yang banyak dalam penggunaan botol susu akan berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam kehidupan sehari-hari. Pekerjaan adalah salah satu faktor yang mem- pengaruhi perilaku yang baik, dari hasil penelitian didapatkan 5 responden (13%) bekerja sebagai PNS dengan perilaku baik, 8 responden (21%) sebagai wiraswasta atau swasta yang perilakunya baik. Se- suai dengan teori Sunaryo (2004), lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar indi- vidu dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku individu. Dengan lingkungan yang menunjang dimana ibu bekerja sebagai pegawai swasta dan PNS akan lebih mudah dan lebih banyak mendapat- kan informasi yang didapat lebih terseleksi karena lingkungan dihuni oleh mayoritas orang yang mem- punyai pendidikan lebih baik. Sehingga perilaku ibu yang bekerja sebagai PNS atau swata akan lebih baik atau akan terarah keperilaku positif dalam penggunaan botol susu. Selain faktor di atas, perilaku baik juga di penga- ruhi oleh faktor informasi yang di dapat. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 20 responden telah mendapatkan sumber informasi dalam penggunaan botol susu yang baik. Menurut Notoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa semakin banyak panca indra yang digunakan manusia untuk menerima semakin banyak dan semakin jelas informasi yang diperoleh dan dari informasi tersebut seseorang dapat membentuk perilaku. Informasi yang positif seperti cara penggunaan botol susu yang baik akan membentuk perilaku seseorang kearah yang lebih baik pula. Dari 39 responden didapatkan 19 responden berperilaku buruk pada ibu dibuktikan dengan ada- nya pernyataan bahwa responden sering member- sihkan botol susu tidak menyikat seluruh bagian botol, menaruh botol disembarang tempat, tidak memanaskan susu yang disimpan dalam kulkas. Hal ini dapat dipengaruhi oleh usia, pendidikan, pekerjaan dan informasi yang diperoleh responden. Berdasar- kan hasil penelitian didapatkan bahwa, sebagian kecil 11 responden (28%) berusia 20–30 tahun mempu- nyai perilaku buruk. Menurut Hurlock (1998) dikutip oleh Nursalam (2008) mengatakan bahwa di usia dewasa awal emosi seseorang cenderung labil sehingga belum mampu memproses secara baik pengalaman yang didapat. Seseorang yang telah dewasa berarti telah matang dalam berfikir dan bertindak, dapat mempertimbangkan baik buruknya sesua tu ha l sehingga mempenga r uhi da la m menentukan perilaku. Sehingga seseorang pada usia ini dalam penggunaan botol susu cenderung berpe- rilaku buruk, dikarenakan pada usia ini seseorang belum berpikir secara matang, pengalaman yang kurang sehingga perilaku penggunaan botol susu masih buruk. Selain faktor diatas, perilaku buruk juga dipe- ngaruhi oleh pendidikan. Berdasarkan hasil peneli- tian didapatkan 8 responden (21%) berpendidikan SD dan 2 responden (5%) berpendidikan SLTP mempunyai perilaku buruk dalam penggunaan botol susu. Menurut Notoatmodjo (2007), bahwa pendidikan 47Hikmawati, Hubungan Perilaku Ibu dalam Penggunaan Botol Susu ... mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam penen- tuan perilaku yang utuh, pendidikan, keyakinan, pola pikir dan pengetahuan memegang peranan penting. Semakin rendah pendidikan seseorang, semakin sedikit pengetahuan yang didapat sehingga sulit untuk mengubah pola pikir dan perilaku seseorang. Dengan demikian banyaknya ibu yang berpendidikan rendah menyebabkan ibu memiliki informasi yang sedikit dan bisa berdampak pada perilakunya yang buruk atau negative dalam penggunaan botol susu. Pekerjaan adalah salah satu faktor dari perilaku buruk. Berdasarkan hasil dari penelitian didapatkan bahwa hampir setengahnya (31%) atau 12 respon- den bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga mempunyai perilaku buruk. Menurut Sarlito WS (1983) yang dikutip oleh Sunaryo (2004) ciri-ciri perilaku manu- sia salah satunya adalah kepekaan sosial. Kepekaan sosial disini artinya kemampuan manusia untuk dapat menyesuaikan perilakunya sesuai pandangan dan harapan orang lain. Ibu yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga lebih banyak waktunya digunakan di rumah dan sebagian untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar di mana terdapat sebagian ibu kurang baik dalam penggunaan botol susu. Sehingga ibu menjadi terpengaruh dan mengadopsi perilaku tersebut karena mereka menganggap perilaku terse- but tidak buruk yang kemudian lambat laun perilaku itu menjadi hal yang biasa. Disini bisa di asumsikan bahwa ibu akan cenderung berperilaku sama dengan orang lain di karenakan terpengaruh dengan kebiasa- an yang ada di sekitarnya. Sehingga ibu cenderung berperilaku sesuai kebiasaan sehari-hari tanpa mem- perhatikan bagaimana berperilaku yang baik dalam penggunaan botol susu. Selain faktor di atas, perilaku buruk juga dipe- ngaruhi oleh faktor informasi yang di dapat. Berda- sarkan hasil penelitian didapatkan bahwa hampir setengahnya yaitu 9 responden (23%) mendapatkan sumber informasi dari media elektronik di antaranya televisi dan radio. Sesuai dengan teori Azwar (2008) yang menyebutkan bentuk sikap merupakan pernya- taan yang mendasari emosi yang berfungsi dalam penyaluran prestasi atau pengalihan mekanisme pembentukan ego. Jadi meskipun mereka menya- dari mempunyai perilaku yang negatif dan sudah mendapat informasi, tetapi karena di pengaruhi oleh emosional yang mungkin tidak tepat, maka terben- tuklah perilaku yang negatif pula dan akan kesulitan dalam menginterpretasikan dalam kehidupan sehari- hari. Kejadian Diare Berdasarkan penelitian dari tabel 6 sebanyak 15 balita (38%) tidak mengalami diare dan sebagian besar 24 balita (62%) mengalami diare. Hasil penelitin di dapatkan 24 atau (62%) balita diare. Penyebab balita mengalami diare ada bebe- rapa faktor yaitu yang pertama faktor infeksi seperti infeksi enternal atau infeksi saluran pencernaan ma- kanan yang menyebabkan utama diare pada anak yaitu infeksi bakteri: vibrio, E coli, salmonella, shigella campylobacter, yersinia, aeromonasdsb. Infeksi virus (Virus echo, eoxsackie, pollomyelitis) adenovirus, asto virus dan lain-lainya. Infeksi parasit: cacing (Ascaris, trchuris, oxyuris, strongx- loides); protozoa (entamoebahistolytica, giardia lambila, trichomonashominis) jamur (candida albicons). Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan seperti: otitis media akut (OMA), ton- sillitis/tonsila faringitis, bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Faktor yang kedua yaitu faktor mal absorbsi seperti mal absorbsi karbohidrat: disakarida (inteleransi laktosa, maltose dan sukrosa); monosa- karida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galatosa). Mal absorbsi lemak, mal absorbsi protein. Faktor yang ke tiga yaitu faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. Dan faktor yang ke empat yaitu faktor psikologis: rasa takut dan cemas (Ngastiyah, 2000). Jadi diare tidak dikarena- kan oleh penggunaan botol susu saja melainkan ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam kejadian diare pada balita. Sedangkan di dapatkan dari 39 responden yang tidak mengalami diare 15 atau (38%) responden. Sedangkan balita yang tidak mengalami diare pada saat penelitian adalah balita dengan penyakit panas, anoreksia, habis jatuh dari tempat tidur dll. Berdasarkan dari hasil penelitian pada table 8 menunjukkan bahwa dari 39 responden di dapatkan bahwa 15 responden ibu balitanya (39%) memiliki perilaku buruk dengan balitanya mengalami diare, 4 ibu balitanya (10%) memiliki perilaku buruk dengan balitanya tidak mengalami diare, 9 ibu balita (23%) memiliki perilaku baik dengan balitanya mengalami diare, 11 responden ibu balita (28%) me- miliki perilaki baik dengan balitanya tidak mengalami diare. Dari tabel 8 didapatkan 9 ibu balita (23%) me- miliki perilaku baik dengan balitanya mengalami diare. Menurut Ngastiyah (2000) mengemukakan 48 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 1, April 2015, hlm. 43–49 bahwa faktor penyebab diare antara lain infeksi seperti infeksi bakteri, infeksi virus, infeksi parasit, infeksi parenteral atau infeksi diluar alat pencernaan. Selain itu faktor mal absorbsi seperti mal absorbsi karbohidrat, lemak dan protein. Faktor lainya yaitu faktor makanan seperti makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. Serta faktor psikologis seperti rasa takut dan cemas. Jadi selain di penga- ruhi oleh perilaku ibu dalam penggunaan botol susu, kejadian diare juga dipengaruhi oleh faktor mal absorbsi, makanan, infeksi yang menyebabkan terja- dinya diare pada balita. Dari tabel 8 didapatkan 4 ibu balita (10%) me- miliki perilaku buruk dengan balitanya tidak menga- lami diare. Menurut Hidayat (2006), pada usia balita, organ tubuh dan sistem kekebalan tubuh pada balita belum berkembang sempurna, tidak heran jika balita sering menderita suatu penyakit terutama penyakit infeksi pada saluran pencernaan. Daya tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat ren- tan terhadap penyebaran virus. Jadi balita satu dengan balita yang lainnya mempunyai sistem kekebalan tubuh yang berbeda. Dari tabel 8 menunjukkan bahwa dari 39 res- ponden di dapatkan bahwa 15 responden ibu balita (39%) memiliki perilaku buruk dengan balitanya me- ngalami diare, 11 ibu balita (28%) memiliki perilaku baik dengan balitanya tidak diare. Menurut Budi Sutomo (2010) mengatakan penyebab diare salah satu faktor lainya yaitu penggunaan botol susu ku- rang baik diantaranya dari segi higienenya. Botol susu yang kurang bersih dapat menjadi tempat bak- teri berkembang. Semisal bakteri E.coli yang dapat menjadi penyebab terjadinya diare pada balita. Peri- laku ibu juga dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare seperti ibu yang kurang mem- perhatikan kebersihan botol anaknya, diantaranya kebiasaan ibu yang terkadang tidak baik dalam membersihkana atau mencucinya, merebus atau menyeterilkan, menyimpannya, sehingga binatang, kuman, bakteri, virus dapat masuk sehingga menye- babkan botolnya terkontaminasi dan kotor. Sedang- kan ibu yang baik dalam memperhatikan dalam kebersihan botol susunya ibu dapat mencegah terja- dinya penyebaran penyakit melalui makanan atau minuman sebagai salah satunya adalah penyakit diare. Sehingga apabila perilaku ibu dalam penggu- naan botol susu baik maka dapat mencegah terjadi- nya diare pada balita. Oleh sebab itu, pemeliharaan botol susunya harus dalam keadaan bersih dan sehat. Hasil dari analisa chi square didapat x2 hitung sebesar 4,6 dan x2 tabel sebesar 3,84. Jadi x2 hitung  dari x2 tabel yang berarti Ha diterima Ho ditolak, ini menunjukkan ada hubungan antara Perilaku Ibu dalam Penggunaan Botol dengan Kejadian Diare Pada Balita. Sedangkan untuk KK: 0,32 yang ber- arti tingkat keeratan rendah. SIMPULAN dan SARAN Simpulan Ada hubungan perilaku ibu dalam penggunaan botol susu dengan kejadian diare. Diberitahukan dari hasil analisachi square didapat x2hitung sebesar 4,6 dan x2tabel sebesar 3,84. Jadi x2hitung  dari x2tabel yang berarti Ha diterima Ho ditolak, ini menunjuk- kan ada Hubungan Antara Perilaku Ibu dalam Penggunaan Botol dengan Kejadian Diare pada Ba- lita. Sedangkan untuk keeratan hubungan didapatkan 0,32 yang berarti tingkat keeratan rendah. Saran Diharapkan untuk mampu berperilaku baik dengan cara menggunakan botol susu yang benar dalam kehidupan sehari-hari seperti menyikat botol susu menggunakan sikat khusus, membilas botol dengan air mengalir, menyeterilkan botol dengan merebus selama 7 menit, menyimpan botol di tempat yang bersih dan tertutup dalam rangka mencegah terjadinya diare pada balita. Diharapkan bagi profesi keperawatan tidak hanya melayani dalam aspek klinis (kuratif dan rehabilitas) tetapi perlu dikem- bangkan bagi upaya promotif dan preventif dalam upaya mencegah terjadinya diare dengan cara mem- perkenalkan bagaimana cara pemakaian botol susu yang baik seperti menyikat botol susu menggunakan sikat khusus, membilas botol dengan air mengalir, menyeterilkan botol dengan merebus selama 7 menit, menyimpan botol di tempat yang bersih dan tertutup. DAFTAR RUJUKAN Azwar. 2008. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi ke-2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Budi, S., dan Dwi, Y.A. 2010. Makanan Sehat Pendamping Asi. Jakarta: Demedia Pustaka. Dinkes Ponorogo. 2011. Buku Profil Kesehatan Kabupaten Ponorogo Tahun 2010. Hidayat, A.A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba. 49Hikmawati, Hubungan Perilaku Ibu dalam Penggunaan Botol Susu ... Hurlock, Elizabeth, B. 1999. Psikologi Perkembangan, edisi 5. Jakarta: Erlangga. Ngastiyah. 2000. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC. Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.