116 GAYA BERPACARAN REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS KOTA BLITAR (DATING STYLE IN ADOLESCENT AT SENIOR HIGH SCHOOL OF BLITAR) Triana Setijaningsih Prodi D3 Keperawatan Blitar Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Malang e-mail: jurnal@poltekkes-malang.ac.id Abstract: Dating is the period between the approaches of the two opposite sex individuals, characterized by mutual personal recognition both strengths and weaknesses of each individual. The purpose of the research is to describe the style of adolescence dating in Senior High School Blitar. The method in this research uses descriptive design. The population in this research is the students of Catholic Senior High School Blitar, academic year 2013/2014 aged 17-19 years, a great samples taken is as much as 74 students using systematic random sampling technique. Data collecting is done proving questionnaires. Times data retrieval is performed on 11 to 31 March 2014. Data categorized using the formula according Sutomo by the cut of point, and explained with statistic techniques mode. The result of this research showed the most demanding style adolescence is intimate as 88%. The amount of any teen dating stle is at most two kinds of style as much as 42%. So that adolescence have a relationship that is based on the style of sincerity, warmth, intimacy between opposite sex to maintain a longstanding love affair. Need to do further research on the factors that influence the style of adolescence in dating. Keywords: The concept of dating, adolescence Abstrak: Pacaran merupakan masa pendekatan antar individu dari kedua lawan jenis, ditandai dengan saling pengenalan pribadi baik kekurangan dan kelebihan dari masing-masing individu. Tujuan penelitian menggambarkan gaya berpacaran remaja di Sekolah Menengah Atas Katolik Diponegoro Blitar. Metode penelitian menggunakan rancangan deskriptif. Populasi siswa Sekolah Menengah Atas Katolik Diponegoro Blitar tahun ajaran 2013/2014 berusia 17-19 tahun, besar sampel diambil 74 siswa, menggunakan teknik Systematic Random Sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Waktu pengambilan data dilakukan tanggal 15 Maret 2014. Pengkategorian data khusus menggunakan rumus menurut Sutomo, dikategorikan dengan cut of point, dan dijelaskan dengan teknik statistika modus. Hasil penelitian menunjukkan gaya paling banyak diminati remaja gaya intimate sebanyak 88%. Jumlah gaya berpacaran setiap remaja paling banyak adalah dua macam gaya sebanyak 42%. Sehingga remaja memiliki gaya berpacaran yang didasari ketulusan, kehangatan, keakraban antar lawan jenis untuk mempertahankan hubungan cinta yang berlangsung lama. Perlu dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi gaya remaja dalam berpacaran. Kata kunci: Konsep berpacaran, remaja Rasa kasih sayang pada usia remaja merupakan kebutuhan mendasar bagi kesehatan jiwa dan mental remaja. Secara fisiologis remaja telah mencapai kematangan organ-organ reproduksi, Kematangan organ reproduksi tersebut mendorong individu untuk melakukan hubungan sosial. Remaja berupaya mengembangkan diri, mulai memperhati kan lawan jenis bahkan sebagian telah berpacaran. Masa pacaran sebagai pendekatan antar individu dari kedua lawan jenis untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang lain. Ada aturan yang dilarang saat berpacaran, salah satunya melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menjerumuskan kepada perzinahan, misalnya: berpelukan, berdua an di tempat sepi, ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, No. 2, Agustus 2015 DOI: 10.26699/jnk.v2i2.ART.p115-119 IT Typewritten text © 2015 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 117 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.116-121 berciuman, memegang alat kelamin, berhubungan seksual (Santrock, 2003). Akhir-akhir ini kebebasan seksual sudah tidak mempedulikan kaidah-kaidah masalah seksualitas dikalangan remaja. Pengalaman berpacaran remaja di Indonesia cenderung semakin berani dan terbuka. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Remaja (SDKI-R) tahun 2012: remaja laki-laki dan perempuan usia 15-24 tahun pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah sebanyak 9%, pendapat mengenai hubungan seksual sebelum menikah sebanyak 1% perempuan dan 7% laki-laki boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Fenomena tersebut semakin marak terjadi di Jawa Timur, berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012. Perilaku seks pranikah pada remaja yang meningkat memungkinkan kehamilan yang tidak diinginkan juga terjadi, sehingga akan berisiko untuk aborsi dan terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) dan sangat berkaitan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dan penyalahgunaan Narkoba Psikotik dan Zat Aditif (NAPZA). Ditinjau dari cara penularan pada kasus AIDS dari data laporan Surveilans nampak bahwa, faktor risiko yang tertinggi adalah hetero seksual 4.912 kasus (71,19%), didominasi oleh kelompok umur seksual aktif pada usia 15-24 tahun (11,48%). Disusul penggunaan narkoba suntik disebut Intravena Drug User (IDU) 20,28% dan homoseksual 4,14% yang selama ini mendominasi. Data dari Poli Peduli Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) Puskesmas Sananwetan Kota Blitar, jumlah siswi tingkat pelajar yang mengalami kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) pada tahun 2012 sebanyak 3 orang, tahun 2013 mengalami penurunan sebanyak 1 orang, namun sepanjang bulan Pebruari 2014 sudah sebanyak 4 orang. Angka kejadian tersebut hanya diketahui jika memeriksakan di Poli PKRR saja dan kemungkinan masih ada kejadian yang tidak diperiksakan di Poli karena alasan tertentu. Hasil studi pendahuluan dengan melakukan wawan cara kepada 6 siswa yang rata-rata usianya 17 tahun mengenai berpacaran, ternyata lima siswa telah memiliki pacar dan satu siswa mengaku tidak memiliki pacar karena sudah putus. Ketika berpacaran di luar lingkungan sekolah mereka beranggap an bahwa berpelukan, bergandengan tangan, berciuman dengan lawan jenis hal yang wajar dilakukan. Hal ini tidak lepas dari gaya berpacaran remaja, karena setiap remaja menunjukkan gaya yang berbeda dalam berinteraksi antar lawan jenis. Seperti yang dikembangkan oleh Jacob Orlofsky (1976) ada lima gaya berpacaran: intim (intimate style) yang mengarah pada gaya berpacaran yang sifatnya menjaga hubungan keakraban, praintim (preintimate style) menunjukkan hubungan yang menawarkan cinta tanpa kewajiban apapun, terstereotipe (stereotyped style) mengarah pada hubungan yang dibentuk karena daya tarik fisiknya saja, gaya intim semu (pseudointimate style) gaya yang mengarah pada perbuatan seks bebas, terisolasi (isolated style) individu tidak dapat menjalin hubungan sosial dengan orang lain (Santrock, 2003). Pergaulan bebas yang tak terkendali secara normatif dan etika moral antar remaja yang berlainan jenis, akan berakibat adanya hubungan seks bebas yang menimbulkan bermacam penyakit kelamin. Secara umum bahwa perempuan lebih berorientasi kuat kepada perhatian dalam suatu hubungan dengan lawan jenis, sementara laki-laki lebih tertarik dengan masalah seksual (Santrock, 1998 dalam Dariyo, 2004). Berdasarkan data tersebut penulis ingin mendalami keadaan gaya berpacaran pada remaja yang terjadi di Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) Diponegoro Blitar. Berdasarkan latarbelakang diatan diatas peneliti tertarik meneliti “Bagaimanakah gaya berpacaran remaja di Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) Diponegoro Blitar?”. Tujuan penelitian menggambarkan gaya berpacaran remaja di Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) Diponegoro Blitar. BAHAN DAN METODE Peneliti menggunanakan desain penelitian deskriptif, merupakan metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif Populasi dalam penelitian yang diambil adalah siswa Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) Diponegoro tahun ajaran 2013/2014, yang berusia 17-19 tahun dalam tahap ini remaja sudah dapat mewujudkan perasaan cinta dengan lawan jenis atau telah memiliki pacar, besar populasi sebanyak 297 siswa. Sampel nya adalah siswa dari Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) Diponegoro yang berusia 17-19 tahun pada tahun ajaran 2013/2014, jumlah sampel sebanyak 74 siswa dengan tehnik sampling Systematic Random Sampling Setijaningsih, Gaya Pacaran Remaja 118 Tenpat penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) Diponegoro Kota Blitar, yang terletak di Jl. Diponegoro no. 28 Blitar. Pengambilan data dilakukan tanggal 15 Maret 2014 pada jam pelajaran Bimbingan Konseling, menggunakan instrumen kuesioner . Variabel penelitiannya adalah gaya berpacaran remaja. HASIL PENELITIAN 1. Data Umum a) Jenis kelamin remaja Gambar 1 Diagram lingkaran karakteristik remaja berdasarkan jenis kelamin di SMA Katolik Diponegoro Blitar, Maret 2014 (n=74). b) Jumlah pacar remaja Gambar 2 Diagram lingkaran karakteristik remaja berdasarkan jumlah pacar sekarang di SMA Katolik Diponegoro Blitar, Maret 2014 (n=74). c) Karakteristik remaja berdasarkan usia Gambar 3 Diagram lingkaran karakteristik remaja berdasarkan usia di SMA Katolik Diponegoro Blitar, Maret 2014 (n=7 d) Remaja yang memberitahukan sudah memiliki pacar Gambar 4 Diagram lingkaran karakteristik remaja berdasarkan remaja yang membe ritahukan sudah memiliki pacar di SMA Katolik Diponego ro Blitar, Maret 2014 (n=74). e) Alasan berpacaran remaja Tabel 1 Karakteristik remaja berdasarkan alasan berpacaran di SMA Katolik Diponegoro Blitar, Maret 2014 (n=74). Pilihan Alasan berpacaran Frekuensi Prosentase (%) a Perlu menjalin keakraban dengan lawan jenis 46 62 b Untuk memilih calon pasangan hidup 13 18 c Bereksperimen untuk melakukan hubungan intim dengan pacar 2 3 d Tidak ingin dianggap jomblo 3 4 e Pilihan a dan b 7 10 f Pilihan a dan c 1 1 g Pilihan b dan d 1 1 h Pilihan a, b dan d 1 1 Jumlah 74 100 Tabel 2 Karakteristik remaja berdasarkan manfaat berpacaran di SMA Katolik Diponegoro Blitar, Maret 2014 (n=74). Pilihan Manfaat berpacaran Frekuensi Prosentase (%) a Sebagai motivasi untuk meningka tkan prestasi 44 60 b Pacaran dapat menimbulkan dorongan seksual 2 3 c Sebagai bentuk hiburan 13 19 d Sebagai proses belajar mengenal norma-norma 4 5 e Pilihan a dan c 5 6 f Pilihan a dan d 4 5 g Pilihan c dan d 1 1 30% 70% Laki-laki Perempuan 93% 7% 1 orang > 1 orang 85% 14% 1% 17 tahun 18 tahun 19 tahun 62% 38% Ya Tidak 119 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.116-121 h Pilihan a, c dan d 1 1 Jumlah 74 100 2. Data khusus Tabel 3 Gaya berpacaran di SMA Katolik Diponegoro Blitar, Maret 2014 (n=74). No. Gaya Berpacaran Jumlah Prosent ase 1 Intim 88 % 2 Pra Intim 41 % 3 Terstereotipe 30 % 4 Intim semu 22 % 5 Terisolir 5 % c) Jumlah gaya berpacaran setiap remaja Gambar 5 Diagram batang karakteristik yang menggambarkan jumlah gaya berpacaran yang dimiliki setiap remaja di SMA Katolik Diponegoro Blitar, Maret 2014 (n=74). PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, data dari masing-masing gaya berpacaran remaja di Sekolah Menengah Atas Katolik Diponegoro Blitar didapatkan sebanyak 26% (19 remaja) mengarah pada gaya intimate. Karakteristik dari gaya ini lebih mendorong individu membentuk hubungan adanya ketulusan, kehangatan, dan keakraban antara satu sama lain, sifatnya terbuka terhadap keberadaan orang lain, dan dapat menerima segala kekurangan pada diri masing- masing lawan jenis pasangan. Jenis gaya berpacaran yang dilakukan remaja ini berkaitan karena kebetulan memiliki pacar dalam satu lingkungan sekolah, namun masing-masing dari remaja tersebut tetap harus menjalin hubungan baik dengan teman lawan jenis yang lainnya agar hubungan sosial tetap berjalan dengan baik. Menurut Paul & White dalam Santrock, (2003) tujuan yang diinginkan oleh remaja adalah mengembangkan identitas diri yang matang dan memiliki hubungan yang positif dan dekat dengan orang lain. Tahapan ini sesuai dengan tahap perkembangan Erikson keenam yang dialami individu selama masa dewasa awal. Pada saat ini individu menghadapi tugas perkembangan untuk membentuk hubungan intim dengan orang lain. Erikson menggambarkan intimasi bila seorang remaja membentuk persahabatan yang sehat dan hubungan dekat maka keintiman dengan individu lain akan tercapai, bila tidak maka terjadi isolasi (Erikson dalam Santrock, 2003). Pada fase ini remaja dapat mencari dan menjalin keakraban dengan teman sebaya baik sesama maupun berlawanan jenis dan lebih selektif, karena pada usia sekolah remaja mengharapkan bahwa memiliki pacar juga dapat menjadi penyemangat tersendiri dalam kegiatan belajar di sekolah. Hal ini berdasarkan hasil pilihan dari pernyataan remaja sebanyak 62% (46 remaja) memilih bahwa remaja perlu menjalin keakraban dengan lawan jenis, tentunya untuk menghindari agar remaja tidak terisolasi dari dunia sosial, dan sebanyak 60% (44 remaja) memilih bahwa berpacaran sebagai motivasi untuk meningkatkan prestasi. Sedangkan pada tahap perkembangan psikososial menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) 2001, dalam Tarwoto, dkk, 2010. Salah satu tahap perkembangannya yaitu” lebih mampu membuat hubungan dengan lawan jenis yang lebih stabil”, sehingga dampak terhadap remaja mempunyai pasangan yang lebih serius dan banyak menghabiskan waktunya dengan mereka atau dengan lawan jenisnya. Sehingga remaja yang memiliki gaya berpacaran intimate memiliki kebutuhan untuk membentuk hubungan yang baik antar individu baik sama atau lain jenis, tetapi tidak menutup kemungkinan jika satu remaja ini memiliki gaya berpacaran selain gaya intimate. Secara keseluruhan paling banyak remaja memiliki dua macam gaya berpacaran sebanyak 42% (31 remaja). Dua macam gaya berpacaran tersebut masih terdiri dari beberapa gaya diantaranya, intimate dengan praintim sebanyak 18% (13 remaja), intimate dengan terisolasi sebanyak 1% (1 remaja), intimate dengan terstereotipe sebanyak 15% (11 remaja), intimate 32 % 42 % 18 % 4 % 4 % 0 5 10 15 20 25 30 35 Satu gaya Dua gaya Tiga gaya Empat gaya Tanpa gaya F r e k u e n si Jumlah gaya berpacaran Setijaningsih, Gaya Pacaran Remaja 120 dengan intim semu sebanyak 7% (5 remaja), dan terakhir praintim dan terisolasi sebanyak 1% (1 remaja). Diantara kelima gaya tersebut nilai yang paling banyak adalah gaya intimate dan praintim sebanyak 18% (13 remaja). Berdasarkan hasil penelitiaan, individu dengan gaya intim dan praintim lebih sensitif terhadap kebutuhan pasangannya dan lebih terbuka dalam persahabatan dibandingkan individu-individu yang memiliki ketiga gaya keintiman lainnya (Orlofsky, Marcia, & Lesser, 1973 dalam Santrock, 2003). Gaya praintim yang dipilih remaja karena baik laki-laki dan perempuan cenderung tidak memiliki hasrat untuk melakukan hubungan seksual dan tidak ada ikatan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Berdasarkan hasil tabulasi pada masing-masing gaya remaja yang termasuk dalam gaya ini sebanyak 40,5% (30 remaja). Remaja beranggapan bahwa sebagian besar setuju jika berhubungan seksual dilakukan setelah menikah. Namun mereka mau untuk berkorban tanpa meminta imbalan dari pacarnya. Menurut Dariyo (2003) masing-masing individu bertekad untuk mempertahankan hubungan, tetapi keduanya tidak ada kemauan untuk melakukan hubungan seksual ataupun menjalin hubungan yang mesra. Jenis cinta ini ditemukan pada mereka yang melakukan hubungan cinta tetapi dibatasi oleh wilayah yang berbeda dari tempat tinggalnya. Sehingga remaja yang memiliki gaya berpacaran praintim cenderung pada remaja yang menyukai pacaran jarak jauh (berbeda wilayah) dengan pacarnya, hal ini tidak berisiko untuk melakukan hubungan seksual diluar nikah. Gaya berikutnya selain gaya intimate dengan praintim yang diminati remaja adalah intimate dengan terstereotipe, dalam tabulasi masing-masing gaya sebanyak 29,7% (22 remaja) memilih gaya ini. Jika dilihat dari karakteristik gaya terstereotipe ini, bahwa remaja memilih pacar juga dilihat karena menarik secara fisik, dan hasil dari pilihan mereka mengungkapkan bahwa remaja bangga dengan penampilan tubuhnya yang dianggap menarik. Dalam lingkungan sekolah daya tarik berasal dari fisik ternyata sangat diperlukan remaja dalam menarik minat lawan jenis khususnya remaja putri, terlihat dari cara menggunakan make up yang lebih tebal, cara berpakaian seragam sekolah yang ketat dianggap lebih nyaman, dan remaja yang memiliki daya tarik secara fisik ini cenderung lebih dikenal oleh teman-teman yang lain. Menurut Friedman, H & Schustack (2008) orang yang menarik secara fisik biasanya cenderung lebih gembira, walaupun akan lebih menderita ketika kecantikannya terkikis oleh bertambahnya usia, remaja juga sangat memperhatikan dari daya tarik fisik pasangannya untuk dijadikan seorang pacar. Namun ada salah satu gaya berpacaran remaja yang perlu menjadi perhatian, karena gaya ini berisiko remaja melakukan hubungan seksual di luar nikah yaitu gaya intim semu, berdasarkan data pada masing- masing gaya berpacaran remaja gaya ini diminati sebanyak 22% (16 remaja), diantara pernyataan gaya tersebut perlu dikritisi bahwa remaja memilih melihat film porno dapat meningkatkan gairah seksual dengan pacar, remaja bebas menunjukkan cinta kepada pacar meskipun di depan umum, dan tidak harus menikah setelah melakukan hubungan seksual. Menurut (Orlofsky, Marcia, & Lesser, 1973 dalam Santrock, 2003), individu mempertahankan suatu ikatan seksual dalam jangka waktu yang lama dengan sedikit atau tanpa kedekatan sama sekali. Terjadinya hubungan dua individu berlainan jenis kelamin didasari unsur nafsu biologis (passion) semata. Dalam hubungan tersebut, tidak ada unsur keakraban (intimasi) ataupun komitmen untuk mempertahankan hubungannya. Setelah kebutuhan biologis (seksual)-nya terpenuhi, mereka tidak ada lagi hubungan pribadi. Remaja yang berisiko ini dikhawatirkan bahwa mereka memiliki waktu sedikit untuk melakukan kegiatan yang positif dan banyak memiliki waktu luang, sehingga mereka lebih menyukai untuk melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat, misalnya melihat gambar atau film porno untuk sekedar menghabiskan waktu. Maka sangat perlu untuk mengoptimalkan waktu belajar remaja baik di sekolah maupun di rumah untuk mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah. Faktor lain yang mempengaruhi gaya berpacaran remaja adalah orang tua remaja sendiri mengetahui atau tidak bahwa anaknya telah memiliki pacar atau belum. Dari hasil yang didapatkan bahwa 62% (46 remaja) masih mau memberitahukan kepada orang tuanya bahwa telah memiliki pacar. Efek terhadap orang tua adalah cenderung cemas terhadap hubungan yang terlalu serius dan terlalu dini. Mereka takut sekolah akan terabaikan. Dalam hal ini orang tua harus menjelaskan kepada anak kegiatan apa saja yang disetujui dalam berpacaran. Misalnya: kegiatan keagamaan, olahraga, pesta yang wajar tidak melibatkan minum-minuman keras, 121 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.116-121 narkoba, pencabulan, dan kegiatan-kegiatan lainnya tetap dalam batas sewajarnya. Peneliti berpendapat bahwa dengan orang tua juga turut berperan aktif dalam memantau anaknya yang saat ini dalam tahap remaja agar tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan. Pacaran lazimnya orang melakukan hubungan antarindividu yang berlainan jenis (laki-laki dan perempuan) dan tidak memiliki pertalian darah karena jalinan asmara, keduanya berbeda latar belakangnya, baik sosial, ekonomi, maupun budaya. Manakala hubungan antara individu (orang yang berpacaran) dan kelompok (keluarga dan komunitasnya). Sehingga dalam pacaran terjadi dua pilihan alternatif, yakni ketika komunikasi dan adaptasi terdapat kesesuaian dan kesepahaman, pacaran antara keduanya akan terus berlanjut. Sebaliknya, ketika jalinan komunikasi dan adaptasi tersebut terjadi perbedaan (secara prinsip, misalnya agama), bisa jadi proses pacaran pun akan terhenti. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Didapatkan data dari kelima macam gaya berpacaran yang ada, gaya paling banyak diminati remaja di Sekolah Menengah Atas Katolik Diponegoro Blitar adalah intimate sebanyak 88%. Namun banyak remaja yang memiliki lebih dari satu macam gaya, jumlah gaya berpacaran paling banyak dimiliki adalah dua macam dengan prosentase sebanyak 42%, terdiri dari intimate dengan praintim sebanyak 18%, satu macam gaya sebanyak 32%, tiga gaya sebanyak 18%, ada 4% remaja yang memiliki empat macam gaya, hal ini menunjukkan bahwa remaja tersebut cenderung tidak berisiko pada perilaku seks bebas, namun ada 22% remaja yang mengarah pada gaya intim semu gaya ini berisiko remaja melakukan hubungan seksual di luar nikah bila remaja tersebut tidak memiliki kontrol diri. Saran Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk prosse pembelajaran mengenai tahap perkembangan remaja dan gaya berpacaran remaja yang saat ini lagi trend pada siswa usia remaja. Menganjurkan setiap siswa wajib mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang sudah ada di sekolah untuk memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan yang bermanfaat sehingga terhindar dari kejadian kehamilan yang tidak diinginkan. DAFTAR RUJUKAN Badan Penelitian dan Pengembangan Kese hatan Kementrian Kesehatan RI.2010.Riset Kesehatan Dasar. 178-262. Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Beren cana Nasional, Kementrian Kesehatan. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, 1- 16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pelaksanaan Kegiatan KIE . Kesehatan Reproduksi, 1-22. Djiwandono, S. E. 2008. Pendidikan Seks Untuk Keluarga. Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang. Elfindri, D.2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Baduose Media. Friedman, H. S., & Schustack, M. W. 2008. Kepribadian. Jakarta: Erlangga. Himawan, Anang Harris. 2007. Bukan Salah Tuhan Mengazab. Solo. PT Tiga Serangkai. Kusmiran, E.2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika. Santrock, John W.2003. Adolescence. Perkembangan Remaja. Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga Tarwoto, d. 2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika. Wahyuni, D., & Rahmadewi.2011. Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 THN). Policy Brief , 1-4. Wasis. 2008. Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Keperawatan. Jakarta: EGC. Widyastuti, D. 2009. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitrimaya.