189 STUDI FENOMENOLOGI : PENGALAMAN KELUARGA TERHADAP PEMASUNGAN DAN LEPAS PASUNG PADA ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI GANGGUAN JIWA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANTUR KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR (Phenomenological Study : Family Experience On And Off Deprivation Stocks On The Mental Disorders Family Experience In The Health Center Area Bantur District Malang East Java) Dwi Yogyo Suswinarto 1 .,Sri Andarini 2 , Retno Lestari 2 1 Mahasiswa Program Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya 2 Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Abstract: The Confinenment action to the mental disordes suffer is the action done by the society to limited the suffer‟s mobilitas or activities its done based on the hopeless of the family which the medical effort can not made the suffer better than before. The economic burden is not small, additional with stigma from the society and the less optimal of mental health services base on family. Society and medical”s crew.The result of this researchplore the family experience towar the confinement and re confinement of the disorder‟s family members in job area of Bantur Community health service of Malang Regency, East Java Province.The research methodology of this thesis use qualitative research (purposive sampling)about 6 sample. The process of data taking used the deep interview with semi structure helping by interview guide and fieldmemorize, its found 7 theme; 1) The cause of mental disorder, 2) The attitude change, 3) The Family‟s comment on this situation, 4) The society stigma, 5) Confinement re confinement, 6) The confinement release, 7) The suffer family and society recovery.According the family conclusion the cause of disorder mental are pfisic condition and social pressure , and the moment of confinement –free-reconfinement happened of the society coment toward the situation stigma of the society and unoptimally the medical service. The free of confinement happened because of the family readiness,society and medical service and government involment. The rehabilition of the suffer after free from the confinement need the support from the family, society, community health service and related government. Keywords : Family experience, confinement, reconfinement, mental disorder Abstrak: Tindakan pasung pada penderita gangguan jiwa merupakan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat untuk membatasi aktivitas atau mobilitas penderita, Tindakan pasung dilakukan karena keputus asaan keluarga,dimana upaya pengobatan tidak kunjung memperbaiki kodisi penderita. beban ekonomi yang tidak sedikit, ditambah adanya stigma dari masyarakat serta belum optimalnya pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat. Upaya pembebasan pasung merupakan tantangan tersendiri bagi keluarga, masyarakat dan petugas kesehatan..Tujuan penelitian untuk mengeksplorasi pengalaman keluarga terhadap pasung dan pelepasan pasung pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. di wilayah kerja Puskesmas Bantur Kabupaten Malang Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretif. Partisipan yang diambil sesuai dengan maksud penelitian (Purposif sampling) sebanyak 6 orang, proses pengambilan data menggunakan wawancara mendalam dengan bantuan panduan wawancara semi terstruktur dan menggunakan catatan lapangan.Hasil penelitian ditemukan 7 tema (1) Penyebab gangguan jiwa (2) Perubahan perilaku (3) tanggapan keluarga atas situasi (4) Stigma masyarakat (5) Pasung dan re-pasung (6) Pelepasan pasung (7) Pemulihan penderita, keluarga dan masyarakat. ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, No. 2, Agustus 2015 DOI: 10.26699/jnk.v2i2.ART.p176-187 IT Typewritten text © 2015 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 190 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.189-203 Kesimpulan Menurut Keluarga bahwa Penyebab dari gangguan jiwa adalah kondisi fisik dan tekanan sosial, Kejadian dipasung-lepas-di pasung kembali terjadi oleh karena tanggapan keluarga terhadap situasi, stigma masyarakat dan pelayanan kesehatan yang belum optimal. Pelepasan pasung terjadi karena ada kesiapan keluarga, masyarakat dan pelayanan kesehatan serta keterlibatan aparat. Pemulihan penderita setelah bebas pasung perlu dukungan keluarga, masyarakat, Puskesmas dan dinas terkait. Kata kunci : Pengalaman Keluarga, Pasung, Pelepasan Pasung, Gangguan jiwa Angka gangguan jiwa semakin hari semakin meningkat, Prevalensi di dunia mencapai 516 juta jiwa (WHO,2015), 1/3 penduduk Asia Tenggara pernah mengalami neuro psikiatri (Yosef & Titin, 2014). Berdasarkan Riskesdas 2013. 0,17% penduduk mengalami gangguan jiwa berat, 0,6% gangguan mental emosional. Di Propinsi Jawa Timur gangguan jiwa berat 22% dan gangguan mental emosional 6.5% dari jumlah penduduk. Gangguan jiwa disebabkan oleh banyak factor diantaranya factor biologis, sosial, psikologis, genetic fisik dan kimiawi (Yosef & Titin, 2014) gangguan jiwa dapat berupa depresi, afektif bipolar, demensia, cacat inteletual, gangguan perkembangan dan Skizofrenia (WHO, 2015), sedangkan gejala yang dimunculkan diantaranya kondisi kognisi, perhatian, ingatan, asosiasi, pertimbangan, pikiran, kesadaran, kemauan, afek emosi serta kondisi psikomotor yang terganggu. (Kaplan Sadock,2010). Orang dengan masalah Kejiwaan (ODMK) dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah masalah jiwa menurut UU No. 18 Tahun 2014. Keluarga merupakan sumber dukungan dan factor kunci bagi kesembuhan penderita gangguan jiwa (Vedebeck,2008), Menurut Keliat & Akemat (2006) menyatakan bahwa 25-50% penderita mengalami kekambuhan tanpa terapi keluarga, sedangkan penderita dengan terapi keluarga angka kekambuhan 5-10%. oleh karena itu peran fungsi serta tugas keluarga sangat mempengaruhi kondisi penderita gangguan jiwa (Wuryaningsih, dkk, 2013). Rendahnya pengetahuan keluarga mengakibatkan 46% penderita gangguan jiwa dibawa ke paranormal atau orang pintar (Keliat, dkk, 2012), setelah kronis (± 8,5 tahun) baru dibawa ke pelayanan kesehatan, Adanya stigma dimasyarakat, yang menimbulkan beban tersendiri bagi keluarga dan penderita (Subandi, 2012). Upaya pengobatan yang tidak kunjung sembuh, dan butuh waktu yang lama ditambah dengan pelayanan kesehatan jiwa yang jauh menambah beban pembiayaan bagi keluarga. Hal ini mendorong keluarga melakukan penanganan menurut caranya sendiri yaitu dengan melakukan tindakan pemasungan. Istilah pasung sebenarnya sama dengan Restraint atau seklusi namun pembatasan aktivitas dengan istilah restrain atau seklusi dilakukan oleh tenaga professional sedangkan pasung adalah tindakan restrain atau seklusi yang dilakukan oleh masyarakat (Eka Malfasari dkk,2014). Menurut Minas & Diatri (2008) menyatakan bahwa Pasung (Confinenment) merupakan tindakan pembatasan aktivitas penderita gangguan jiwa dengan menggunakan balok kayu/rantai. Berbagai bentuk pengekangan fisik ditengah-tengah masyarakat bukan hanya terjadi di Indonesia, Di Negara Nigeria (BBC News, 1998), India (BBC News 2001), Di Negara Pakistan (Sa’ad at.al, 2001) Di Cina (Guan L, 2015), ditemukan juga di Afrika Barat (Wolfgang B, ). Bentuk pasung yang pernah ditemukan Puteh, dkk, (2011) Pemasangan rantai pada ekstrimitas dan diikat di tempat tidur, pada pohon atau dibawah rumah panggung, atau dibuatkan gubuk tersendiri jauh dari pemukiman. Terjadinya pemasungan disebabkan Pengetahuan yang rendah, akses pelayanan kesehatan yang jauh, Faktor ekonomi, stigma dan budaya (Bappeda Jatim, 2014). Dampak negative pasung diantanya kerusakan fisik, tekanan emosi dan isolasi sosial. Pelaksanaan program Comunty Mental Health Nursing (CMHN) di Puskesmas Bantur telah berhasil membebaskan 8 orang dari 9 orang penderita gangguan jiwa yang dipasung. Suswinarto, Andriani dan Lestari, Studi Fenomenologi..... 191 Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman keluarga terhadap pasung dan pelepasan pasung pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Puskesmas Bantur Kabupaten Malang. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain penelitian Kualitatif dengan pendekatan fenomenologi interpretive, suatu pengalaman terhadap obyek berdasarkan isi dan makna (Imalia, 2005, Stanford, 2013). Sampel (partisipan) diambil dengan tehnik purposive sampling, jumlah partisipan dalam penelitian ini 6 orang, data didapat dengan melakukan wawancara mendalam dengan partisipan dengan bantuan panduan wawancara semi terstruktur selama 60-90 menit, dilakukan perekaman dengan Digital Voice Recorder (DVR) serta bantuan Field note untuk mencatat reaksi-reaksi yang ditampilkan oleh partisipan yang tidak bisa terekam. Penelitian dilakukan di Wilayah kerja Puskesmas Bantur kabupaten malang, Propinsi Jawa Timur. Data yang sudah diperoleh dilakukan transkrip dan dianalisis menggunakan metode Collaizzi. Uji etik proposal penelitian dilakukan oleh Komisi etik penelitian Universitas Brawijaya Malang. HASIL PENELITIAN Setelah melakukan analisa data ditemukan 7 tema yaitu: 1) Penyebab gangguan jiwa 2) Perubahan prilaku 3) tanggapan keluarga atas situasi 4) Stigma masyarakat 5) Pasung dan re-pasung 6) Pelepasan pasung 7) Pemulihan penderita, keluarga dan masyarakat Tema 1. Penyebab gangguan jiwa Penyebab gangguan jiwa dalam penelitian ini yaitu mengarah pada hal-hal yang menyebabkan anggota keluarga mengalami gangguan jiwa diantaranya adalah kelainan fisik dan tekanan sosial a. Kelainan fisik, merupakan kelainan yang dimaknai keluarga sebagai kondisi fisik sebagai penyebab adanya gangguan jiwa, Kelainan fisik diantaranya , bawaan lahir yang di cirikan sebagai sejak kecil tak bisa bicara, dari lahir ada gangguan dan pendiam “…Lha itu sejak kecil ada gangguan memang tidak bisa bicara bawaan dari lahir “ (P5) “…Itu sejak kecil sakit….jarang-jarang bicara…..dipendam dihati…terus diam „(P3) Kelaianan syaraf dimakna keluarga sebagai kurang cerdas dan kejang-kejang yang diungkapkan partisipan sebagai berikut : “..Ya…. memang dari kecil kalau kerja bisa tapi lamban,.. kurang cerdas begitu…..(P3) Kalau kambuh itu…kejang- kejang...terus ( Lekne kumat niku bogo-bogo…terus..) (P4) b. Tekanan sosial dimaknai keluarga sebagai kondisi yang menyebabkan penderita mengalami gangguan jiwa. yang dibangun dari sub-sub tema bertengkar dengan saudara. Ketidak cocokan digambarkan dengan salah paham dengan saudara dan bertengakar dengan tetangga “… Dulu pernah salah paham dengan adiknya…….(P1) “…. Dulu pernah bertengkar dengan namanya P. W gara-gara pucuk jagungnya di patah-patahkan..” ((P6) Kejadian trauma yang menyebabkan penderita mengalami gangguan jiwa, diungkapkan dengan diganggu orang dan adanya peristiwa yang menyakitkan “.. Waktu di Sumatera rumahnya mengalami kebakaran….terus anaknya lelaki saudaranya itu nakal suka mengganggu …begitu (P4) Tema 2. Perubahan prilaku Perubahan perilaku yang digambarkan oleh keluarga dikarenakan Perubahan proses pikir dan perilaku menyimpang. a. Perubahan Proses Pikir, Perubahan proses pikir digambarkan oleh keluarga ditandai dengan adanya Pikiran berubah, yang diungkapkan sebagai tidak berfikir normal, Tidak bisa tidur dan bingung „ …Orang itu kalau pikirannya tidak normal…harusnya (Tiyang niku lek owah pikirane…kudune…)(P1) “…. Tidak tidur-tidur…dia itu pokoknya tidak mau tidur….”(P1) “….. Dia itu bingung terus… Bogo-bogo (kejang-kejang) (P3) Perubahan proses pikir juga ditandai oleh adanya bicara kacau. Kondisi ini dibangun 192 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.189-203 dari kategorI bicara tidak nyambung, bicara nglantur, berteriak-teriak yang diungkapkan partisipan sebagai berikut : “….. Tidak nyambung..disuruh sholat koq Jawabnya ..”mak ! jagung kalau ditanam jarang-jarang besar-besar buahnya mak..!” (P1) “……Dia itu semua dibicarakan orang banjarejo…..sampai ibu mega yang tidak kenal dibicarakan…” (P2) “ Kalau itu sering berteriak-teriak, walaupun saya tidak tahu artinya…sering begitu itu…”(P5) b. Perilaku menyimpang ditandai denga perilaku kekerasan dan emosi labil, Perilaku kekerasan digambarkan oleh keluarga sebagai Keluyuran, merusak barang dan menyakiti orang “… Lha bepergian tanpa arah…kemana-mana… sampai di kebun-kebun sana, tidak tahu pulang…..ya, terus, saya dicari… (P3) “…. Kalau ada truk padahal di tanjakan itu distop kalau tidak mau berhenti dilempar dengan batu…. “, … Kalu marah melempari rumah.., itu dinding bambu itu di patah-patahkan tanah di gali-gali… sampai pernah tempat tidur itu dipatah-patahkan (P5) “…. Pernah bapaknya itu .. digigit tangannya sampai keluar darahnya.. (5) Selain perilaku kekerasan, perilaku menyimpan ditandai dengan adanya emosi labil yang dimaknai keluarga sebagai mudah marah, memendam perasaan tidak bisa diarahkan : “…. Mudah marah….. apa-apa sedikit itu kalau tidak cocok marah….” (P1) “….kalau ada orang membicarakan dia itu menerima, tapi tidak bisa mengutarakan memendam dalam hatinya,…..”(P3) “ …Kalau marah-marah itu tidak bisa diarahkan dan Kalau dengan saya…. Saya ajak sholat tidak mau……”(P1) Tema 3 : Tanggapan keluarga atas situasi Tanggapan keluarga atas situasi yang dimaksudkan adalah tanggapan keluarga dalam melihat kondisi penderita dan upaya yang telah dilakukan keluarga, tanggapan keluarga ini selanjutnya akan mendasari keluarga dalam melakukan tindakan Tema tanggapan keluarga atas situasi ini dibangun oleh sub tema Perasaan keluarga dan alasan ekonomi. a. Perasaan Keluarga Sub tema perasaan keluarga didukung oleh Kecemasan , Kecemasan dimaknai keluarga sebagai kuatir, bingung, repot dan pasrah, seperti yang di ungkapkan partisipan sebagai berikut : “.. ya.. saya menerima saja keadaannya memang sudah begitu…..tapi kalau mengamuk terus ngrusak…. Perasaan dengan tetangga , ya… yang normal memahami, (P3) “.. Saya kuatir jatuh……kalau saya ajak ke pasar, terus kambuh, saya nanti malu…… (P4) “… Ya sabar… mau bagaimana, sebenarnya ya.. anak saya… ya koq diberi yang seperti itu,…saya sebenarnya tidak mau diberi anak seperti tu…… biar saya rawat, saya beri makan 3 kali sehari walaupun kalau tidak diberi tak minta.. kan bisa meninggal pak….”( (P5) Data selanjutya yang mendukung perasaan keluarga adalah putus asa. Putus asa dimaknai keluarga sebagai segala usaha mencari pengobatan kemana-mana yang tidak berhasil menyembuhkan penderita sehingga menimbulkan rasa putus asa : “… Saya berusaha cari pengobatan kemana saja agar sembuh…. Dari sumber manjing, Malang, blitar, bayuwangi…(ke orang pintar) dan kemana-mana, pokoknya tetap saya tidak berhenti dimana saja….Pernah saya bawa ke RSJ lawang, tapi koq tidak ada hasilnya….. (P2) b. Alasan ekonomi, ini berkaitan dengan upaya yang telah dijalan, bagaimana keluarga sudah berusaha dengan berbagai upaya dengan pembiayaan yang tidak sedikit sehingga harta mereka habis hal ini digambarkan partisipan dengan ungkapan menjual apa saja yang dimiliki dan uangkapan tidak kerja Suswinarto, Andriani dan Lestari, Studi Fenomenologi..... 193 “…. Kalau tidak kerja ya bagaimana pak…..kalau harus nunggu dia terus kan tidak punya uang pak…saya itu kerjanya hanya buruh (P1) “ ..sampai saya jualkan sawah,….. berternak sapi dijual…… dijualkan apa saja, sudah habis, untuk mengobatkan (P6) Harta benda yang habis menjadikan penderita tidak minum obat yang seharusnya dia minum atau mengalami putus obat, putus obat ini dikarenakan ketidak mampuan membeli obat dan tidak mempunyai biaya untuk control. “ …lha… sudah habis duwite tidak bisa beli obat…. Terus mau control jauh…… kan butuh biaya… ya sudah tidak minum obat…. (P6) Tema 4 : Stigma masyarakan Tema ini menggambarkan apa yang dipahami masyarakat tentang gangguan jiwa dari perspektif keluarga. Menurut ungkapan keluarga stigma ditandai dengan adanya kepercayaan bahwa gangguan jiwa adalah gangguan roh halus, pasung sebagai syarat dan hari kelahiran tertentu menyebabkan seseorang mendapatkan jatah gangguan hal ini terungkap seperti yang ditutrkan dibawah ini : “… Itu yang terakhir rohnya hasan dari arab ikut sama dia…… kan lahirnya senin kliwon..lha kalau senin kliwon itu ada bagiannya….itu katanya (P2) Stigma masyarakat yang meningkatkan eban bagi keluarga dan penderita adalah adanya kebiasaan yang tidak mendukung seperti disampaikan oleh partisipan yang dimaknai sebagai diolok-olok dan upaya mengucilkan penderita “ … Kalau yang tidak tahu…. Orang lemah malah diolok-olok…. (P3) “… Tetangga-tetangga memberi tahu disuruh ngikat…. P5). Tema 5 : Proses Pasung dan re-pasung Pada tema ini digambarkan proses pemasungan dan pelepasan dan pemsungan kembali yang dilakukan oleh keluarga kembali, adapun sub tema yang mendukung tema ini yaitu : a. Pelayanan kesehatan jiwa yang belum optimal, yang dibangun dari Program tak dijalankan, program yang tidak dijalankan ini di ungkapkan sebagai pada saat memerlukan obat, obatnya ttidak ada, program yang dianggap tidak pentingdan data yang tidak lengkap “…. Saya Ke Puskesmas sudah tiga kali , saya mengambil obat tidak dapat (P2) “…. Ya.. Program dipuskesmas itu program kesehtan jiwa tidak penting..mas…. dananya juga ndak ada…. (Petkes) Kondisi program yang tidak dijalankan diperparah dengan ungkapan bahwa petugas tidak aktif karena tidak memahamiprogram, belum ada peltihan, sehingga tidak ada petugas yang peduli : “…. Program ya…ada…tapi kita tidak paham….mau apa……Pada waktu itu sekitar sebelum tahun 2010 ya ndak ngerti…. Belum pernah ada pelatihan… Lha kan sudah seperti itu….. sopo sing gelem peduli (siapa yang mau peduli)…. Biar yang penanggung jawab program yo ra…mlaku….(Tidak jalan)…(Petkes) b. Situasi pemasungan, merupakan gambaran bagaimana kedaan-keadaan yang berhubungan dengan pasung itu sendiri dibangun oleh sub-sub tema ; Pelaku pasung. Model pasung dan penempatan pasung kategori yang menggambarkan ketiga sub tema adalah ; Pelaku pasung keluarga sendiri, dibantu tetangga bahkan ada yang dibantu aparat desa, sedangkan model pasung yang diterapkan didalam rumah dengan cara kedua kaki ditempatkan diatara 2 batang pohon yang dibelah dan diberi lobang “dibelok” , dirantai pada tangan atau kakinya, diikatkan di tempat tidur, campuran antara belok dan rantai dan ada yang dikurung dalam ruangan yang terkunci. Seperti diungkapkan salah satu partisipan “ .. masalah pemasungan itu ya karena kebijaksanaan saya sendiri….. kan saya tidak enak sama tetangga…..saya taruh dikebun…….saya belok kakinya dengan pohon kayu randu…. saya buatkan 194 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.189-203 pondok…terus ya pernah saya rantai (P2) Dari pernyataan partisipan tersebut selain model pasung juga menyatakan tempat dimana penderita ditempatkan saat dipasung, selain jauh dari rumah juga ada yang di tempat kan didalam rumah diantaranya di ruangan dekat dapur, dirantai ditiang, disebelah kandang, atau di sekitar rumah, di samping rumah dibuat buatkan atap atau tenda c. Dampak pemasungan menimbulkan ; Kerusakan fisik diantaranya; tangan bengkak, merah lecet, luka, ada bekas luka di kedua betis , kaki tidak bisa dibuat jalan, kaku mengecil “ berjalan ngesot…. Kakinya kaku “ (P2,P6 Selain menimbulkan kerusakan fisik juga terjadi adanya perubahan emosi dan terjadi isolasi sosial d. Pelepasan pasung sementara terjadi karena akan dilakukan perawatan diri atau kebersihan diri juga dilihat oleh keluarga bila kondisinya bisa diarahkan, bisa diajak komunikasi dan perilakunya tidak menyimpang; tidak melakukan perilaku kekerasan atau merusak barang-barang “… saya rantai itu sudah 12 tahun…. Lha itu sudah sembuh..bisa diajak berbicara… minta dilepas..ya saya janji.. tidak keluyuran… “ iya jawabnya…terus mau mandi. Saya lepas 6 bulan kalau tidak salah….(P3) e. Pemasungan kembali diakibatkan oleh karena putus obat, penderita tidakminum obat secara teratur, obatnya habis dan tidak melakukan control kembali. Penyebab keluarga memasung kembali adalah adanya perilaku yang menyimpang, diantaranya bicara kacau, perilaku tidak terkendali serta membahayakan lingkunga .keluarga memberikan istilah “Kumat lagi” :..Pernah sebelum bulan puasa itu dilepas satu bulan ya bagus..tidak kemana-mana…tapi kumat lagi …”(P5) “….Kalau kambuh..itu kalau tidak minum obat… terus bingung… kejang- kejang … saya kuatir jatuh ya saya rantai….”(P4) Tema 6 : Pelepasan pasung Pelepasan pasung terjadi oleh karena adanya a. Program lepas pasung, program ini Di Puskesmas bantur adanya ditandai dengan tersedianya sarana pelayanan kesehatan diantaranya abat kesehatan jiwa yang tersedia, poliklinik kesehatan jiwa telah beroperasi, didukung pula oleh adanya data yang lengkapa serta kegiatan sosialisasi. Progam dapat terlaksana oleh karena tenaga kesehatan aktif melaksanakan kegiatan oleh karena telah dilakukan pelatihan petugas CMHN (Cominty Mental Health Nursing) dan pelaksanaan kunjungan rumah oleh petugas. „… Bapak itu (P.S)… sering kerumah… melihat kondisi istri saya…. Kadang obatnya dibawakan kadang dikirim lewat Petugas yang…. Tempat berobat yang didesa (Poskesdes) itu…..(P4) b. Kesiapan keluarga mendukung adanya program lepas pasung oleh karena pengetahuan keluarga karena telah dijelaskan sehingga pemahaman keluarga tentang bebas pasung terbentuk,sehingga pada perjalanan selanjutnya keluarga mempunyai keputusan pelepasan pasung kondisi keputusan pasung didukung oleh kondisi penderita yakni penyimpangan perilaku telah menurun dan bisa diarahkan setelah mendapatkan penngobatan dari Puskesmas “…Ya, obatnya itu saya ambil di Puskesmas… sebelum dilepas disuntik dulu, terus itu saya lepas dengan pak S., terus Tn S.(kakaknya) diajak berbicara dengan P.S..(P4) c. Dukungan masyarakat, dipengaruhi oleh karena pengetahuan masyarakat yang cukup oleh karena adanya sosialisasi kepada masyarakat sekitarnya. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah peran serta masyarakat dari unsure intansi terkait serta keterlibatan intansi terkait atau lintas sektoral Suswinarto, Andriani dan Lestari, Studi Fenomenologi..... 195 “…. Waktu lepas itu ya datang banyak…ya pak polisi, koramilnya….pak kepala desa, kamituwo….sudah pokoknya banyak…disini… ya P. S juga….”(P1) Tema 7 : Pemulihan penderita, keluarga dan masyarakat Kelanjutan setelah pelepasan dari pasung perlu adanya pemulihan penderita, keluarga dan masyarakat pemulihan ketiganya diperlukan peran Keluarga, Pelayanan kesehatan dan peran masyamak : a. Peran Keluarga didahului oleh perasaan keluarga yang secara langsung bersinggungan dengan penderita, adanya perasaan sabara,pasrah, memahami dan keperluan penderita dipenuhi “…. Seharusnya yang sehat menyadari, tidak membentak, harus dihalus…. Disabari saja…… dipenuhi kebutuhannya…tidak sampai meminta….. (P3) Penerimaan , pemahaman keluarga dilanjutkan oelh keluarga dengan memberikan aktivitas sehari-hari dan aktivitas mandiri, diantarnaya penderita sudah biasa memasak, menyapu, mencari rumput untuk kambing,membersihkan halaman dan perawatan diri aktivitas kemandirian yang dapat merangsang klien mandiri bahkan menghasilkan uang. dengan memberi aktivitas membuat sapu, membuat kerajinan dan diajari mencuci baju sendiri serta aktivitas sosialisasi dilakukan oleh keluarga “…… Kegiatanya ya masak, nanti bangun tidur mandi, setelah mandi menyapu, mencuci piring, cuci baju terus istirahat…… masalah ke tetangga jika tidak saya ajak ya belum….. kalau itu dengan tetangga sudah nyambung….. siapa itu sah…. Dia tahu…., dia juga buat sapu….. itu buat… kerajinan……‟ saya tidak ikhlas itu kalau dipasung lagi …Pokoknya usaha apa saja saya lakukan… supaya sehat waras…” (P2) b. Peran Pelayanan kesehatan dalam pemulihan penderita keluarga dan masyarakat dengan melakukan upaya meningkatakan pengetahuan masayarakat dengan melakukan kegiatan penyuluhan dan konsultasi. Selain itu keteraturan minum obat juga sangat penting, untuk mencegah terjadinya putus obat Di Puskesmas Bantur persediaan obat gratis, pada kondisi tertentu dimana keluarga mengalami kendala transporatsi dan biaya diantarkan oleh petugas kesehatan dengan mendistribusikan obat ke Pustu atau Poskesdes, sehingga konsumsi obat teratur mencegah terjadinya kekambuhan. Selain itu untuk melatih kemandirian penderita dilakukan terapi aktivitaskelompok dan latihan ketrampilan. “…. Tidak pernah…… ya itu obatnya diantarkan P.S……”(Mboten nate….nggih niku obate diteraken P.Bagio) (P6) c. Peran Masyarakat , peran masyarakat dalam memulihkan kondisi penderita, keluarga dan masyarakat sendiri ditunjukkan dengan adanya dukungan dari tentangga, bentuk dukungan tersebut diantaranya , kepedulian tetangga, adanya anggota masyarakat yang menjadi kader kesehatan jiwa masyarakt yang sekaligus ditunjuk menjadi PMO (pengawas minum obat) bila dibutuhkan diluar anggota keluarga.Peran masyarakat yang tidak kalah pentingnya adalah adanya dukungan kedinasan dalam proses pemulihan diperlukan keterlibatan dinas terkait disemua lini khususnya dinas terkait dan keterlibatan aparat dimana penderita gangguan jiwa berdomisili serta melibatkan peserta didik dalam rangka pemulihan kondisi penderita. “….Tetangga ya sudah memahami….. kalau lewat mau ke kebun begitu ya menyapa…. Ayo sam tidak ke kebun….?” (P3) “……sekarang sudah …kecamatan… kepolisian… koramilnya… kepala desanya…petugas pustunya…..pokoknya saya berdayakan semua termasuk teman- teman mahasiswa dari UB dan perguruan 196 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.189-203 tinggi yang lain yang sedang praktik disini…….(Pet.Kes) PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan mengungkapkan pengalaman keluarga terhadap pasung dan pelepasan pasung pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Bantur Pengalaman keluarga diawali dengan adanya pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dengan mengungkapkan penyebab dari gangguan jiwa yaitu adanya kelainan fisik yang dimaknaikeluarga sebagai bawaan dari lahir dan kelainan syaraf. Hal ini seperti apa yang disampaikan oleh Yosef & Titin (2014) dan Kaplan Sadock (2010) yang menyatakan bahwa kelaianan bawaan dapat menimbulkan gangguan beradaptasi demikian juga adanya gangguan syaraf dimasa lalu dapat meninggalkan gejala sisa sehingga mempengaruhi kapasitas seseorang untuk berdapatasi sehingga mengakibatkan seseorang rentan mengalami gangguan jiwa. Penyebab gangguan jiwa selanjutnya adalah tekanan sosial yang digambarkan oleh keluarga adanya ketidak cocokan dan kejadian trauma dimasa lalu. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Stuart Laraia (2005) yang menyebutkan bahwa semua kejadian, hal atau peristiwa biologis,psikologis dan atau sosial , yang terjadi sepanjang hidup manusia meningkatkan resiko terjadinya gangguan jiwa, didukung oleh Yosef & Titin (2014) yang menyebutkan bahwa penyebab gangguan jiwa dalah Faktor somatic (organobiologik), Psikologik (psikoedukatif) dan dan factor sosio budaya (sosio cultural). Perubahan prilaku, merupakan kumpulan perilaku yang tidaksebagaimana mestinyaatau tidak sesuai kewajaran yang berlaku dalam lingkungan keluarga atau masyarakat. Keluarga memahami bahwa perubhan prilaku ini dikatakan sebagai tanda atau gejala dimana anggota keluarga mengalami gangguan jiwa. Perubahan prilaku ditandai dengan perilaku yang menyimpang diantaranya adalah keluyuran, merusak barang, menyakiti orang, mudah marah dan memendam perasaan. Kaplan Sadock (2010) mengidentifikasi tanda dan gejala adaya gangguan kesadaran, gangguan efek,emosi gangguan motorik gangguan berfikir gangguan daya ingat serta gangguan tilikan dan pertimbangan, didukung oleh pendapat Videbeck (2008) yang menyatakan bahwa sehat jiwa ditampakkan dengan hubungan interpersonal yang memuaskan dan koping yang efektif serta konsepdiri yang positif dan adanya kestabilan emosional. Tanggapan keluarga atas situasi, dalam menghadapi situasi dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa diliputi perasaan kecemasan dan putus asa. Upaya yang dilakukan oleh keluarga baik ke orang pintar/dukun atau ke fasilitas kesehatan dengan biaya yang tidak sedikit serta tidak adanya kesembuhan yang didapat menimbulkan perasaan cemas dan kehabisan biaya. Ida Tiur M & W. dauly menyatakan bahwa ada hubungan antara tingkat kecemasan dan pengetahuan dalam menghadapi pasien gangguan jiwa, selanjutnya Subandi (2012) menyatakan keluarga kaget bingung dan terror , Seloiwe ES (2006) keluarga mengalami kurangnya sumber daya keuangan dan medis tingkat keluarga danmasyarakat, Keliat B.A (2013) Keluarga membawa ke pengobatan alternative (paranormal/dukun) setelah kronis baru dibawa ke fasilitas kesehatan.dalam penanganan pasien gangguan jiwa. Stigma Masyarakat adanya kepercayaan dan kebiasaan yang salah mengakibatkan beban penderita dan keluarga semakin berat, pernyataan “gangguan roh halus, owah pikir, Gendeng, lemah mental ,bingung, diolok- olok, dikuncilkan ini merupakan bagian dari stigma hal ini sesuai dengan penelitian Tyas (2008), Pramudji D. dkk (2013), serta Collucci E (2013) yang menyebutkan bahwa gangguan jiwa terjadi akibat sebab supranatural, akibat keturunan, kurang kompeten, harus dirawat di RSJ serta tidak bisa sembuh. Subandi (2012) adanya labeling “ Edan, sinting, Gendeng, Kenter,miring, setrip, ora genep, ora normal, syaraf, Vita S (2014) sebutan Hilang akal, tidak waras. Stigma menjadikan keluarga malu, yang pada akhirnya dilakukan pasung. Proses pasung dan re pasung, terjadinya digambarkan pasung oleh karena pelayanan kesehatan yang belum optimal, hal ini dibenarkan oleh petugas kesehatan yang ada. Daulima (2014) bahwa kegagalan tindakan pre pasung merupakan alasan Suswinarto, Andriani dan Lestari, Studi Fenomenologi..... 197 keluarga melakukan pasung, Minas & Diatri (2008), Guan Lily at.al (2015) Keterbatasan sumber daya kesehatan mengakibatkan penderita gangguan jiwa dipasung.Sedangkan Pelaksanaan pasung digambarkan oleh keluarga dilakukan sendiri, dibantu tetangga bahkan ada yang karena desakan dari lingkungan sekitar. penelitian Tyas (2008), Subandi (2012) Kemenkes (2014) menyatakan bahwa stigma memicu tindakan pemasungan Model pasung dibelok, dirantai, dikurung,dibiarkan dikebun, diikat dengan rantai di tiang atau tempat tidur atau di samping rumah dekat kandang, sedangkan dampak dari pemasungan adalah kelainan fisik, psikologis dan adanya isolasi sosial.apa yang telah dilakukan oleh keluarga sesuai dengan pendapat Puteh dkk.(2011) dibuatkan gubuk tersendiri, ditengah sawah, penderita dibelok dan dirantai (noh) diikat dibawah kolong rumah, BBC News (2011) Di India dimasukkan gubuk kecil tersenidri diikat dengan tali atau rantai, atau dirantai dibawah pohon, Guan Lily et al (2015) beberapa dimasukkan ke kandang besi. Sedangkan kelainan sebagai dampak pasung APNA (2014) bersifat fisik, psikologis maupun sosial,T meehan , et al (2000), Cano et al (2011) akibat pasung timbul perasaan negatifdan tidak berdaya. Alifiati & Titis (2011) secara sosial penderita mengalalami isolasi sosial. Pelepasan pasung sementara dilakukan oleh keluarga karena penderita dapat diarahkan dan dapat berkomunikasi dan tidak melakukan tindakan kekerasan. Sedangkan pemasungan kembali bisa terjadi karena kekambuhan yang ditandai dengan perubahan perilaku. Terutama perilaku kekerasan. Pelepasan pasung tanpa dilakukan pasung kembali. Program Indonesia bebas pasung 2014 dan tersedianya sarana dan prasarana serta tenaga yang telah dilatih CMHN, memotivasi petugas kesehatan untuk melakukan upaya pembebasan pasung. Upaya pembebasan pasung dimulai dengan mempersiapkan keluarga dengan memberikan sosialisasi agar keluarga bekerjasama untuk melepaskan pasung dan bersedia merawat, pasien post pasung. Sosialisasi dilakukan juga kepada masayarakat sekitarnya petugas kesehatan dibantu oleh kader kesehatan jiwa masyarakat. Pemulihan kondisi penderita dilakukan medikasi dengan terapi injeksi 1 bulan 1 kali dan pemberian obat oral sampai kondisi klien tenang dan kondusif. Setelah penderita kondusif, keluarga menerima pelepasan pasung selanjutnya melibatkan masyarakat dan intansi terkait dalam rangka menghilangkan dan menekan adanya stigma pada keluarga dan penderita. ( Dinkes Prop. Jatim, 2014) Pelepasan penderita dari pemasungan bukanlah langkah terakhir untuk mengembalikan keadaan penderita namun perlu dilanjutkan dengan upaya pemulihan penderita, keluarga dan masyarakat. Peran keluarga sangat sentral dalam proses pemulihan penderita. Keluarga diaharapkan membantu penderita untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan melakukan aktivitas mandiri yang berangsur angsur penderita dapat produktif. Keberlangsungan minum obat diperlukan pengawas minum obat (PMO) baik dari keluarga sendiri maupun oleh kader kesehatan jiwa. Pemulihan penderita juga harus didukung oleh masyatrakat dan petugas kesehatan. Pemulihan keluarga memerlukan peran pendampingan dari masyarakat terutama kader kesehatan jiwa dan tokoh- tokoh masyarakat, serta bimbingan dari tenaga kesehatan. Upaya pemulihan keluarga termasuk juga pemulihan masyarakat dimana keluarga dan masyarakat diharapkan memiliki pengetahuan yang baik tentang gangguan jiwa. Proses selanjutnya keluarga dan masyarakat memiliki kemampuan melakukan perawatan terhadap penderita dan stigma yang berkembang didalam masyarakat tentang keluarga dan penderita gangguan jiwa dapat diminimalisir. Sesuai dengan amanat(UU No 18 tahun 2014, Pasal 84) disana dinyatakan bahwa masyarakat dapat berperan dalam upaya kesehatan jiwa. Jika semua pihak mempunyai pengetahuan yang benar dan kesadaran yang tinggi, Pemasungan tidak akan terjadi lagi. Oleh karena Keluarga dan masyarakat menyadari dan memahami bahwa pemasungan, penelantaran dan kekerasan atau tindakan lainnya yang melanggar hak azasi ODMK atau ODGJ dipidana sesuai dengan ketentuan perudang-undangan yang berlaku (UU.No 18, Th. 2014, Pasal 84). 198 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.189-203 Pemasungan dan pelepasan pasung terjadi diawali dengan adanya penyebab gangguan jiwa yang terjadi oleh karena hubungan keluarga, masyarakat dengan penderita atau kondisi dalam diri penderita sendiri, penyebab ini akan menimbulkan perubahan perilaku penderita kondisi ini akan direspon oleh keluarga dan masyarakt dengan melakukan tindakan sesuai dengan apa yang mereka anggap benar, sehingga terjadi tindakan pasung dan re-pasung oleh keluarga dan masyarakat. Kesadaran, pengetahuan dan pemahaman yang baik akan memotivasi pelepasan pasung. Setelah pelepasan pasung perlu tindakan pemulihan baik penderita , keluarga maupun masyarakat sendiri. (Digambarkan bagan dibawah ini) Keterkaitan antar tema Implikasi Keperawatan Implikasi praktik dalam penelitian ini dapat menjadi dasar bagi perawat untuk memperdalam konsep-konsep tentang gangguan jiwa, kejadian pemasungan serta prosedur operasional pencegahan pemasungan dan pelepasan pasung. Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengembangkan Community Mental Health Nursing (CMHN). Implikasi teori pada penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memperdalam khasanah keilmuan sehubungan dengan temuan-temuan dari pengalaman keluarga terkait dengan kejadian pemasungan dan pelepasan pasung pada pasien gangguan jiwa di Indonesia pada umumnya, dan khususnya di kabupaten Malang dan Propinsi Jawa Timur. Bagi institusi pendidikan keperawatan diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan kurikulum Mata ajar keperawatan jiwa pada mahasiswa DIII, S1 dan S2. Untuk penelitian selanjutnya penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya tentang upaya Tanggapan Kelurarga atas situasi Penyebab gangguan jiwa Pelepasan Pasung Pemulihan Penderita, Keluarga & Masyarakat Perubahan Prilaku Pasung dan re - pasung Stigma Masyarakat Suswinarto, Andriani dan Lestari, Studi Fenomenologi..... 199 pemulihan penderita gangguan jiwa yang telah dibebaskan dari pemasungan. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memusatkan pada pengalaman kejadian pemasungan dan lepas pasung pada penderita gangguan jiwa, didalamnya terkait pemulihan penderita, keluarga dan masyarakat. Peneliti tidak menggali lebih dalam terkait dengan hal ini, sehingga keterbatasan dalam penelitian ini tidak ditemukan jawaban tentang metode-metode pemulihan, efektifitas metode yng digunakan, kebutuhan waktu kegiatan pemulihan dengan metode yng digunakan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pemulihan yang diinginkan. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Pengalaman keluarga terhadap pemasungan dan pelepasan pasung pada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Dapat disimpulkan Keluarga memahami bahwa penyebab gangguan jiwa adalah kondisi fisik dan tekanan sosial. sedangkan gejala- gejala yang ditampakkan oleh penderita gangguan jiwa diantaranya; Perubahan proses pikir dan perilaku yang menyimpang. Pengalaman keluarga terhadap tindakan pasung meliputi perasaan keluarga terhadap perubahan prilaku penderita, alasan ekonomi, Pelayanan kesehatan yang belum optimal, Situasi pemasungan, adanya dampak pemasungan, adanya fenomena pasung-lepas- pasung kembali Pengalaman keluarga terhadap pelepasan pasung digambarkan dengan adanya pelayanan kesehatan jiwa yang optimal, kesiapan keluarga serta kesiapan masyarakat Pengalaman keluarga tentang peran keluarga dan masyarakat setelah penderita dibebaskan dari pasung adalah upaya pemulihan aktivitas sehari-hari, aktivitas kemandirian serta sosialisasi, semunya didukung oleh pelayanan kesehatan dan intansi terkait didalamnya termasuk aparat dimana keluarga dengan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa berdomisili. Saran Bagi keluarga dan masyarakat untuk terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Bagi Puskesmas secara umum untuk meningkatkan upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitative. Secara khusus melakukan pendekatan persuasive pada keluarga yang masih melakukan pasung sampai saat ini. Bagi.jajaran Dinas Kesehatan uapaya yang dilakukan di Puskesmas Bantur dapat diterapkan di tempat lain. Bagi Dinas terkait untuk berperan aktif dalam mendukung proses pemcegahan, pelepasan pasung dan proses rehabilitasi penderita gangguan jiwa. Bagi Institusi pendidikan untuk memasukkan program CMHN dalam kurukulum pendidikan. Bagi peneliti selanjutnya perlu diteliti metode rehabilitatif yang efektif bagi penderita post pasung atau penderita gangguan jiwa dalam perspektif budaya. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S, 2002. Prosedur Penelitian, suatu pendekatan praktek,Edisi V, Jakarta, Rhineka Cipta Alifiati Fitrikasari & Titis Hediati, 2011, penilaian Fungsi Pribadi dan Sosial sebelum dan Sesudah mendapat pengobatan pada penderita gangguan jiwa, Jurnal MMI Volume 45 Issue, 1 . APNA, 2014, Postion Statement on the Use seclusion and Restraint and te seclusion and restraint Standards of Practice, Http://www.apna.org/14a/pages/index.c fm? pageid=3728#sthash.wICf4 wEU.dpuf, diakses 23 April 2015 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2007, Riset kesehatan Dasar (Riskesdas 2007), Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2013, Riset kesehatan Dasar (Riskesdas 2013), Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2014 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kemendikbud (Pusat Bahasa) Jakarta ,Balai Pustaka Bapeda Jatim, 2014, Profile Propinsi Jawa timur, tidak dipublikasikan http://www.apna.org/14a/pages/index.cfm http://www.apna.org/14a/pages/index.cfm 200 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.189-203 BBC, News. 1998. 10 April, Shackled day and night in Nigeria, http://news bbc.co,uk/2/h/south_ Asia, diakses 27 Juni 2015 BBC, News. 2001, 7 Agustus l, Chaining ban qfter India asylum fire, http://news bbc.co,uk/2/h/south._ Asia/ 1477186.stm, diakses 27 Juni 2015 Cano N, Bover L, Ganier C, Michel A, Belzaux R, Chabanenes JM, Samuelin JC, Harle JR, 2011, Patiens‟ perception of seclusion in psychiatry : Ethical Perspectives, Abstract Journal, Enchephal, PMID:216000332 (PubMed-The index For Medline) 37. Suppl 1:S4-10. Corrigan P.W . (2004), How stigma interferses with mental health care, American Psychological Association. 59 (7) : 614-625. Diunduh 6 Agustus 2015 Colluci E. 2013, Breaking The Chains, Human Right Violents Againts People with Mental Illness, Thesis Faculty of Humanties, School of Social Science, Grenada Center for Visual Anthropology, University of Manchester. Dirbinkeswa, Dirjen Bina upaya kesehatan (2012) ´Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pedoman pelayanan kesehatan jiwa komunitas, Kemenkes RI Creswell,J.W. 2003. Qualitative inquiry and research design: choosing among 5 th Ed. Thounsands Oaks: Sage Publication, Inc Daulima, Novi H. C, 2014, Penerapan Model Upaya Preventif Tindakan Pasung di Indonesia, Direrectorate of research and public service Universitas Indonesia, Jakarta Dinas Kesehatan Lamongan , 2015, Pemasungan ODS adalah melanggar HAM,http://lamongankab.go. id/instansi/diskes/pemasungan-ods- adalah-pelanggaran-ham/,diakses 22 April2015. Diskes jatim, 2012, Profil Kesehatan, Dinas kesehatan, Provinsi Jawa Timur Dinas kesehatan Propinsi Jawa Timur (2014) Pedoman Pembebasan pasien pasung Eka Malfasari, Budi Anna Keliat, Novi Helena C.D, 2014, Analisis Legal aspek dan kebijakan restrains, seklusi dan pasung pada pasien gangguan jiwa, Tesis FIK UI, Tidak dipublikasikan. Friedman, M.M, 2010, Buku ajar keperawatan keluarga; riset,teori & praktik; alih , Ed 5, Jakarta EGC Ghada Abu Shoha, 2010, Employment of Colaizi‟s Strategy in Descriptive Phenomenology : A Reflection of A Resarcher, European Scientific Journal November edition vol. 8, No.27 ISSN: 1857 – 7881 (Print) e - ISSN 1857- 7431 Guan Lily, Jin liu, Xia Min Wu, Dafang Chen, Xun Wang, Ning Ma, Yan Wang, Byron Baik, Hong Ma, Xin Yu and Mary-JoBaik, 2015, Unlocking patiens with mental disorder who were in restraints at home: A National follow- up Study of China‟s new public mental health initiatives, PLoS, One Journal, 2015; 10 (4) : e0121425 Hawari D, 2003, Pendekatan holistic pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, Balai Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Holstein J.A, & Jaber F. Gubrium, 2019, Qualitatif Research : Fenomenologi, Etnometodologi dan Praktik Interpretif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Ian Neary, 2002, Humant Rights in Japan, South Korea, Taiwan. 11 News Fetter Lane, EC4P4EE, by Routledge, Simultan Published in the USA and Canada29 West 35th street, New York.. p.146-148 Ida Tiur M.S & Wardiyah Daulay (2008) Hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dirumah sakit jiwa Propinsi Sumatera Utara Medan,Laporan penelitian, Jurnal keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Vol.2 No.1, Mei 2006, diakses 25 Mei 2015 Imalia Dewi Asih, 2005, Fenomenologi Husserl : Sebuah Cara “ Kembali ke Fenomena, Jurnal Keperawatan Indonesia Vo. 9 no. 2 : 75-80 Kaakinen J. Rowe at. All 2010, Family Health Care Nursing,theory, Practice anda http://news/ http://news/ Suswinarto, Andriani dan Lestari, Studi Fenomenologi..... 201 Research 4 th Ed., F.A. Davis Company, Philadelphia Kaplan & Sadock, 2010. Sinopsi Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis, Bina Aksara, Jakarta Keliat, Budi .A, 2005, Pemberdayaan Klien dan keluarga dalam keperawatan dengan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor; Disertasi,Jakarta ,FKM UI Keliat, Budi .A & Akemat, 2006, Model Praktik keperawatan professional jiwa ,Jakarta, EGC Keliat, Budi A, Akemat, Susanti H, 2011, Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CHMN Basic, Jakarta , EGC Keliat, B.A, Riasmiani M, & Daulima N.H.C, 2012. The Effetivness of the implementation of Community Mental Health Nursing model Toward the life skill of Patiens with mental disorder and their family in Jakarta,Depok : Directorate of research and public service Universitas Indonesia, Keliat, B.A. 2013,Kontribusi Keperawatan Kesehatan Jiwa dalam Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Jiwa Di Indonesia, Pidato pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar TetapDalam Bidang Keperawatan, FIK. UI Keliat, .B.A, 2015, Keperawatan Kesehatan Jiwa masyarakat (Perkesmas Plus Jiwa), Makalah Seminar di Kabupaten Gresik,Tidak dipublikasikan Kemenkes, 2014, Stop Stigma dan Diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), dipublikasikan Jumat 10 Nopember 2014. http://www.depkes.go.id/article/view/ 201410270011, diakses 14 April 2015 Kembaren, 2013, Menghapus pasung bagi pasien gangguan jiwa http://www.lahargokembaren. com/2013/08/menghapus-pasung- bagi-pasien-gangguan.html, diakses 14 April 2015 Lit bangkes, 1995, Survey Kesehatan Rumah Tangga, (SKRT) Dep.Kes.RI, Jakarta Maleong. L, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Rosdakarya, Bandung Mauvundla T.R,att, all (2009), Care given experience in mentally illness : A Perspective from rural community in south Africa.International Journal of Mental health Nursing , 18 (5) 357- 367, diunduh 7 Aguatus 2015 Minas, H & Diatri, H ,2008, Pasung : Physical restraint and confinenment of the mental in the community, International Journal ofmental health system, 2 (8),1-6 diunduh 25 Mei 2015 Mohr, W. K. (2006). Psychiatric mental health nursing. (6 th ed.). Philadelphia: Lipincott Williams Wilkins. Muslim, 2007, Etika dan pendekatan penelitian dalam filsafat ilmu komunikasi (Sebuah tinjauan konseptual dan praktikal), Jurnal Komunikologi, Vol. 4. No. 2: 82-91, Miler, J & Elisabeth P, 2012 Reclaiming Lost Decades: The Role of State Behavioral Health Agencies in Accelerating the Integration of Behavioral Healthcare and Primary Care to Improve the Health of People with Serious Mental Illness FIRST REPORT in the Cornerstones for Behavioral Healthcare Resource Series National association of state mental health Program Directors (NASMHPD), alxandria, Virginia, diakses 25 Mei 2015 NMHCCF, 2012, Ending seclusion and Restraint in Australian Mental Nursalam, 2008, Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan, pedoman skripsi, tesis dan Instrumen penelitian keperawatan, Jakarta, Salemba Medika. PSEP, 2012. Modul 13d :Mental Health Care: Seclusion and Restraint: When All Else Fails,The Patient Safety Education Program- Canada Puteh, I Martoenis & Minas, 2011, Aceh Free Pasung : Releasing The Mentally ill from physical restraint, International Journal of Mental health system 2011,5, hal 10 http://www.depkes.go.id/article/view/201410270011 http://www.depkes.go.id/article/view/201410270011 202 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.189-203 Poter P.A, & Perry A.G,2005, Fundamental of Nursing ; Concepps, Process and Practice,(4 th .ed) Phliadelphia; Mosby Years Book-inc Polit, D.F & Beck C.T, 2004, Nursing Research : Principles and Methods 7 th Ed.Philadelphia, Lippincott & Wiklkins Poerwandari, E.K. 2005. Pendekatan Kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. (ed-3), Jakarta: Perfecta LPSPS. Fakultas Psikologi UI. Pramujiwati D, Budi Ana Keliat, Ice Yuli Wardani, 2013, Pemberdayaan keluarga dan kader kesehatan dalam penanganan pasien harga diri rendah kronik dengan pendekatan model Precede L Green di RW 06,07 dan 10 Tanah Baru Bogor Utara, Jurnal Keperawatan Vol 1, No 2: 170-177 Puskesmas Bantur, 2015, Laporan Bulanan Program Kesehatan Jiwa, Tidak dipublikasikan Sa”ad, B. Malik, Iram Z, Bokharey, 2001, Breaking the Chains, BJPsych. 25(7)273-275 Shives L.R, 2003, Basic concepts of psychiatric-mental health nursing. Third edition.JB Lippincott Company. Philadelphia Simanjuntak I.T.M & Wardiyah D, 2006, Hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Medan,Propinsi Sumatera utara, Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Vol 2 No. 1 Sobur, Alex, 2010, Psikologi Umum, Pustaka Setia, Jakarta Speziale H.J. S. & Carpenter D.R, 2007, Qualitatif Research in Nursing : Advancing The Humanistic Imperative Fifth edition , Wolters Kluwer Health | Lippincott Williams & Wilkins. Philadhelpia Stommel Manfred & Celia E. Willis, 2004, Clinical research, concepts and Principle for Advanced Practice Nursing, Philadhelpia Lippincott William & Wilkins. Subandi, 2012, Ngemong, Dimensi Keluarga Pasien Psikotik diJawa, Jurnal Psikologi, Universitas Gadjah Mada Volume 35, no. 1: 62-79 Subandi, 2012, Tt. Kaget, Bingung dan Teror : Dimensi Psikokultural dalam pengalaman psikotik, Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Volume, 34, no. 1 :40-54 Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D,Cetakan 14, Bandung Alfabeta. Sulistiawati , 2005, Konsep Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta, EGC. Stuart, G,W & Laraia (2005), Principle and practice of psychiatric nursing (8 th ed)Misouri:Mosby,Inc Stuart G.W (2009), Principle and practice of psychiatric nursing (9 th ed)Misouri:Mosby,Inc T. Meehan, Vermeer C, Windsor C, 2000, Patients‟ Perceptions of srclusion : a Qualitatif Investigation, Abstracts, Journal,J.Adv Nurs. 31(2) : 370-7 . www.ncbi.nim.nih.gov/pubmed/10672 095, diakses 14 Mei 2015 Tyas, Trihayuning, 2008, Pasung : Family experience of dealing with “the deviant” in Bireuen,Nanggroe Aceh Darussalam Indonesia, Thesis, AmsterdaamMaster‟s in Medical Anthropology Social and Behavioral Science University of Amsterdam. Townsend, C. M. (2008) Essentials of psychiatric mental health nursing,4 th ed.Philadelphia : F.A. Davis Company Undang-Undang RI, nomor 18 Tahun 2014, Tentang kesehatan Jiwa, Presiden Republik Indonesia, Jakarta Vardiansyah, Dani, 2008, Filsafat IlmuKomunikasi: Suatu pengantar, Jakarta, Indek. Weis. M.G, Jadhav, S.Raguman.R,Vounotsu,P.& Litlewood,R. (2001).Psychatric stigma across culture : Local validation in Bangalore and London. Anthropology and Medecine, Journal 8 (1),71-87. Wuryaningsih, Achir Yni S.H, Novy Helena C.D, Studi Fenomenologi : Pengalaman keluarga mencegah kekambuhan prilaku kekerasan pasien pasca hospitalisasi, Jurnal Keperawatan Jiwa, Vol. 1 No. 2, November 2013 : 178- 185, Diakses 15 April 2015 http://www.ncbi.nim.nih.gov/pubmed/10672095 http://www.ncbi.nim.nih.gov/pubmed/10672095 Suswinarto, Andriani dan Lestari, Studi Fenomenologi..... 203 Wulandari A, 2011, Persepsi Perawat terhadap pelibatan keluarga dalam perawatan anak di Rumah Sakit PMI Bogor, Tesis, FIK. UI, Tidak dipublikasikan WHO, 2010, International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10th Revision Volume 2 Instruction manual 2010 Edition, http://www.who.int/ classifications/ icd/ ICD10Volume2_en_2010.pdf, diakses 27 Juni 2015 Yosep I & Titin Sutini, 2014, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Refika Bandung Aditama. Videbeck, Sheila L, 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta, EGC. Viramita S dkk. (2014) Stigma sosial keluarga miskin dari pasien gangguan jiwa, Jurnal Ecopsy, Vol. 1, no. 3, Agustus 2014 di unduh 6 Agustus 2015 Zenobia C,Y. Cang, Yuen-Ling Fung and Wai Tong Chien, 2013, Brcketing in Phenomenologi : Only Undertaken the Data Collection and Analisis Proses ?,The Hongkong Polytecnic University, KKowloon, Hongkong, The Qualitative Report, Vol. 18 no. 59 ; 1-9 http : //www. Unite or sight. Org/mental.health/ module 1 , diakses 06 Agustus 2015 http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/1702 50/1/9789240694439_eng.pdf?ua=1&u a=1, WHO, Health Statitic, 2015, diakses 13 Mei 2015 http://www.wolfgang – bauer.info/page/reportagenik/ketermenc hen=e.hatml, Chain People, diakses 27 Juni 2015 …………….2013, Fenomenologi, Standford Encyclopedia Of Philosophy, http://plato/stanford.edu/ entreis/phenomenologi/, diakses tanggal 27 Juni 2015 http://www.who.int/ http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/170250/1/9789240694439_eng.pdf?ua=1&ua=1 http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/170250/1/9789240694439_eng.pdf?ua=1&ua=1 http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/170250/1/9789240694439_eng.pdf?ua=1&ua=1 http://plato/stanford.edu/