204 TIGA FAKTOR DOMINAN PENYEBAB KEGAGALAN TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN (Three Dominant Factor that Affect the Failure of Toilet Training in Children Aged 4-6 Years) Wiwik Agustina 1 dan Rendi Feri Sapta 2 1 Program Studi Profesi Ners, STIKes Maharani Malang Email: ns_wi2k@yahoo.com 2 Program Studi S1 Keperawatan, STIKes Maharani Malang email: Rhendy_safta@yahoo.com Abstract: Toilet training in children is an attempt to train children to be able to control in conduct urinating or defecating. There are many factors that might could affect toilet training in children aged 4-6 years. This study aims to determine the main factors that affect the failure of toilet training in children aged 4-6 years. This research is a descriptive explorative study, with the population are all parents / trustee who have children aged 4-6 years and which stayed or recorded at RW(citizens association) 05 Pujiharjo Village Tirtoyudo Subdistrict Malang Regency a number of 55 respondents, data collection using interviews method. Result of the research showed that the biggest factor that affect the failure of toilet training was the mistake in teaching toilet training by 94,5%, inappropriate parenting by 91%, unprepared emotional chidren by 61,8%. The result might happen because the way or uncorrect method of toilet training, resulting in children less understand the importance of urinating and defecating in the bathroom, how to do it and do not follow the stages consistenly, so that the child fails in doing toilet training. The research suggestion for health care at Pujiharto Village to provide counseling to parents about toilet training. Key Words : The factors that affect the failure of toilet training, toilet training Abstrak: Toilet training merupakan cara untuk melatih anak agar mampu mengontrol buang air kecil dan buang air besar. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kegagalan toilet training pada anak usia 4-6 tahun. Tujuan penelitian ini untuk mencari tahu faktor-faktor utama yang menyebabkan kegagalan toilet training pada anak usia 4-6 tahun. Desain penelitian yang digunakan deskriptif eksploratif, dengan populasi seluruh orang tua/pengasuh anak yang memiliki anak usia 4-6 tahun yang tinggal di RW 05 Desa Pujiharjo Kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang sebanyak 55 responden, data dikumpulkan menggunakan metode wawancara. Hasil penelitian menunjukkan faktor terbesar yang menyebabkan kegagalan toilet training adalah cara mengajarkan toilet training 94,5%, kesiapan emosional 91%, dan pola asuh orang tua 61,8%. Hal ini terjadi karena cara mengajarkan toilet training yang kurang tepat, yang mengakibatkan anak kurang memahami pentingnya air kecil dan buang air besar di toilet, bagaimana cara melakan yang benar dan tidak mengajarkan secara terus menerus, jadi anak gagal dalam melakukan toilet training. Saran dari penelitian ini agar pemberi pelayanan kesehatan di Pujiharjo memberikan konseling kepada orang tua tentang toilet training. Kata Kunci: faktor penyebab kegagalan toilet training, toilet training ACER Typewritten text Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, No. 2, Agustus 2015 DOI: 10.26699/jnk.v2i2.ART.p188-192 IT Typewritten text © 2015 Jurnal Ners dan Kebidanan IT Typewritten text This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/) https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/ 205 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.204-208 Toilet training merupakan salah satu tugas perkembangan anak pada usia toddler. Anak usia toddler harus mampu mengenali rasa untuk mengeluarkan dan menahan eliminasi serta mampu mengkomunikasikan sensasi BAK dan BAB kepada orangtua (Alexandra, 2008; Klijn, 2006). Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil atau buang air besar. Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian pada anak (Keen, 2007; Wald, 2009). Menurut Hidayat (2005) Toilet training dapat berlangsung pada fase umur 18 bulan – 3 tahun. Toilet training membutuhkan persiapan fisik, psikologis maupun intelektual seorang anak, sehingga anak dapat mengontrol buang air besar dan buang air kecil secara mandiri. Dampak paling umum pada kegagalan toilet training adalah apabila orang tua memberi perlakuan atau aturan yang lebih ketat kepada anaknya, maka hasil tersebut dapat mengganggu kepribadian anak sehingga anak akan atau cenderung bersifat retentive yaitu anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat terjadi karena orang tua akan sering memarahi anak saat BAB/BAK atau melarang anak BAB/BAK saat berpergian. Sebaliknya, apabila orang tua santai dalam menerapkan toilet training, anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif yaitu anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan suka seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari- hari (Hidayat, 2005). Blum dkk (2003), menyatakan bahwa toilet training yang diajarkan pada sekelompok anak usia kurang dari 24bulan, 68% dapat menyelesaikan sebelum usia 3 tahun. Pada kelompok lain yang berusia >24 bulan, hanya 54% yang mampu menyelesaikannya sebelum 3 tahun. Sebuah studi di Belgia juga menghasilkan pendapat bahwa pelaksanaan toilet training yang lebih dini akan mempercepat tercapainya kemampuan kontrol kemih. Menurut Warner and Paula (2007) bahwa 90% anak usia antara 24-30 bulan telah berhasil belajar menggunakan toilet dengan usia rata-rata antara 27-28 bulan, sedangkan 80% anak tidak mengompol dimalam hari antara usia 30-42 bulan dengan rata-rata usia 33 bulan. Menurut penelitian American Psychiatric Association, dilaporkan bahwa 10 -20% anak usia 5 tahun, 5% anak usia 10 tahun, hampir 2% anak usia 12-14 tahun, dan 1% anak usia 18 tahun masih mengompol, dan jumlah anak laki-laki yang mengompol diketahui lebih banyak dibanding anak perempuan (Medicastore, 2008 dalam Ekanurul, 2012). Studi terbaru merekomendasikan para orang tua untuk mulai mengenalkan toilet training saat anak berusia 27-32 bulan. Anak yang baru mulai belajar menggunakan toilet di atas usia 3 tahun cenderung lebih sering mengompol hingga usia sekolah. (Kompas. 2010).). Toilet training dilakukan pada anak ketika masuk fase kemandirian, pelatihan BAB biasanya mulai umur dua sampai tiga tahun, dan pelatihan BAK ketika anak pada umur tiga sampai empat tahun. Usia satu sampai tiga tahun harus sudah dikenalkan ke toilet, apa itu BAK dan BAB. Jika sudah lewat dari usia tiga tahun, apalagi ketika akan memasuki masa sekolah, namun belum diberi toilet training, itu akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Dari data yang didapat diketahui bahwa anak usia 4-6 tahun yang seharusnya dapat berhasil dalam melakukan toilet training masih ada anak yang mengalami kegagalan toilet training. Studi pendahuluan yang dilakukan di RW 05 Desa Pujiharjo Kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang dari 10 anak didapatkan 8 anak yang mengalami kegagalan toilet training, diantaranya masih mengompol dan buang air kecil di sembarang tempat. Berdasarkan uraian diatas perlu dicari faktor dominan penyebab kegagalan dalam toilet training pada anak usia 4-6 tahun di RW 05 Desa Pujiharjo Kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan desain deskriptif eksploratif. Penelitian dilakukan di RW 05 Desa Pujiharjo Kecamatan Tirtoyudo Kabupaten Malang dan Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 -bulan Mei 2015. Populasi semua orangtua/wali yang memiliki anak usia 4-6 tahun dan tinggal atau Agustina dan Feri Sapta, Faktor-faaktor dominan.............206 tercatat di RW 05 Desa Pujiharjo Kecamaan Tirtoyudo Kabupaten Malang sejumlah 55 responden, pengambilan data dengan menggunakan metode wawancara HASIL PENELITIAN HASIL 1. Kesiapan emosional anak Tabel 1 Kesiapan emosional anak Kesiapan emosional Frekuensi Persentase Siap 21 38% Belum siap 34 62% Berdasarkan tabel 1 sebagian besar yaitu sebesar 62% (34 Anak) secara emosional belum siap. 2. Pola asuh orang tua Tabel 2 Pola asuh orang tua Pola asuh orang tua Frekuensi Persentase Sesuai 5 9% Tidak sesuai 50 91% Berdasarkan tabel 2 sebagian besar yaitu hampir seluruhnya 91% (50 Anak) pola asuh orang tua tidak sesuai dengan kesiapan anak. 3. Cara mengajarkan toilet training Tabel 3 cara mengajarkan toilet training Cara mengajarkan toilet training Frekuensi Persentase Benar 3 5% Salah 52 95% Berdasarkan tabel 3 hampir setengahnya yaitu sebesar 95% (52 anak) cara mengajarkan toilet training salah. PEMBAHASAN Karakteristik Responden Berdasarkan kesiapan emosional anak Berdasarkan gambar 1.1 sebagian besar yaitu sebesar 61% (34 anak) secara emosional belum siap. Untuk suatu proses panjang dan tidak mudah seperti toilet training ini, sering kali dibutuhkan suatu bentuk reward atau reinforcement yang bisa menunjukkan kalau ada kemajuan yang dilakukan anak. Dengan sistem reward yang tepat anak juga bisa melihat sendiri kalau dirinya bisa melakukan kemajuan dan bisa mengerjakan apa yang sudah menjadi tuntutan untuknya, sehingga hal ini akan menambah rasa mandiri dan percaya dirinya. Orang tua bisa memilih metode peluk cinta dan pujian di depan anggota keluarga yang lain ketika dia berhasil melakukan sesuatu atau mungkin orang tua menggunakan system bintang yang ditempelkan di bagian keberhasilan anak. Anak apabila berhasil melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan menyalahkan apabila anak belum melakukan dengan baik (Sugiarti. 2008 dalam Kartini, 2013). Peneliti berasumsi bahwa anak akan merasa senang apabila mendapatkan reward atau hadiah dari orang tuanya, selain anak merasa senang saat mendapatkan reward atau hadiah, pemberian reward atau hadiah juga memberikan motivasi dan semangat yang tinggi kepada anak untuk melakukan yang lebih baik lagi sehingga anak tidak merasa terbebani dengan tugas yang harus ia capai diusianya yang masih kecil. Dalam mengaplikasikan toilet training kendala yang sering ditemui adalah orang tua kurang memberikan pujian dan reward atau hadiah kepada anaknya sehingga anak kurang bersemangat dan merasa terbebani dan anak kurang termotivasi untuk lebih baik lagi dalam melakukan toilet training. Akan tetapi jika terlalu sering memberikan reward atau hadiah kepada anak, agar anak tidak terbiasa untuk selalu meminta hadiah jika orang tua menyuruh anaknya melakukan sesuatu. Dan selalu tepatilah apabila orang tua menjajikan sesuatu kepada anaknya karena apabila orang tua tidak bisa menepati janjinya maka anak akan merasa kecewa dan tidak mau lagi melakukan perintah dari orang tua. Karakteristik Responden Berdasarkan pola asuh orang tua Berdasarkan tabel 2.1 sebagian besar yaitu hampir seluruhnya 91% (50 Anak) pola asuh orang tua tidak sesuai dengan kesiapan anak. Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan atau aturan yang lebih ketat bagi orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentive dimana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak saat buang air besar atau buang air kecil atau melarang anak saat berpergian. Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan suka seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat, 2005). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jayanti, D dan Pratiti (2009) yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang lebih erat antara pola asuh orang tua terhadap kemandirian toilet training. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ustari (2006) yang menyatakan 207 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 2, Agustus 2015, hlm.204-208 bahwa keberhasilan toilet training pada anak usia 4-6 tahun dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Peneliti berasumsi bahwa kegagalan toilet training pada anak dipengaruhi oleh pola asuh orangtua/wali, orangtua/wali memberikan aturan yang terlalu ketat misalnya orang tua menuntut anaknya untuk bisa melakukannya apabila anak tidak bisa melakukannya dengan baik orang tua memaksakan anaknya agar bisa melakukan pada saat itu juga dan orang tua sering memarahi anaknya sehingga membuat anak bersikap keras kepala dan suka seenaknya dalam melakukan kegiatan sehari-hari sehingga akan menyebabkan kegagalan toilet training. Selain itu pendidikan orang tua atau wali juga berpengaruh terhadap keberhasilan dan kegagalan toilet training toilet training, karena semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua maka akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya anak dalam melakukan toilet training, begitu juga sebaliknya apabila pendidikan orang tua rendah maka anak bisa dikatakan terlambat dalam melakukan toilet training. Peneliti berasumsi kasih sayang dan perhatian yang dimiliki ibu atau wali mempengaruhi kualitas dalam penerapan toilet training dimana ibu yang perhatian akan memantau perkembangan anak, maka berpengaruh lebih cepat dalam melatih anak melakukan toilet training. Dengan dukungan dan perhatian ibu atau wali maka anak akan lebih berani atau termotivasi untuk mencoba karena mendapatkan perhatian dan bimbingan. Karakteristik Responden Berdasarkan cara mengajarkan toilet training. Berdasarkan tabel 3.1 hampir setengahnya yaitu sebesar 95% (52 anak) cara mengajarkan toilet training salah. Toilet training pada anak memerlukan beberapa tahapan seperti membiasakan menggunakan toilet training pada anak untuk buang air, dengan membiasakan anak masuk kedalam WC anak akan lebih cepat beradaptasi. Anak juga perlu dilatih untuk duduk di toilet meskipun dengan pakaian lengkap dan jelaskan kepada anak kegunaan toilet. Melakukan secara rutin kepada anak ketika anak terlihat ingin buang air. Anak dibiarkan duduk di toilet pada waktu-waktu tertentu setiap hari, terutama 20 menit setelah bangun tidur dan selesai makan, ini bertujuan agar anak dibiasakan dengan jadwal buang airnya. Anak sesekali enuresis (mengompol) dalam masa toilet training itu merupakan hal yang normal. Anak apabila berhasil melakukan toilet training maka orang tua dapat memberikan pujian dan jangan menyalahkan apabila anak belum melakukan dengan baik (Sugiarti. 2008 dalam Kartini, 2013). Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kresida (2009) yang menyatakan bahwa semakin baik praktik ibu semakin baik juga kemampuan anak dalam toilet training. Peneliti berasumsi bahwa cara atau metode pengajaran toilet training yang kurang tepat membuat anak kurang mengerti dan memahami pentingnya buang air kecil dan buang air besar di kamar mandi, anak juga kurang memahami bagaimana cara melakukan toilet training dan tidak mengikuti tahapan secara konsisten, sehingga anak gagal dalam melakukan toilet training, ketrampilan dan kemampuan ibu dalam mengaplikasikan toilet training sangat diperlukan agar anak tidak gagal lagi dalam melakukan toilet training. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pada hasil analisis terhadap faktor-faktor penyebab kegagalan toilet training pada anak usia 4-6 tahun di RW 05 Desa Pujiharjo Kecamatan Tirtiyudo Kabupaten Malang, terdapat 3 faktor yang paling dominan yaitu cara mengajarkan toilet training, kesiapan emosional dan pola asuh orang tua Saran Agar pemberi pelayanan kesehatan di Pujiharjo memberikan konseling kepada orang tua tentang toilet training sehingga orang tua dapat mengajarkan toilet training dengan benar. DAFTAR RUJUKAN Alexandra, Vermandel. 2008. Toilet training of Healthy Young Toddlers: Randomized Trial Between a Daytime Wetting Alarm and Timed Potty Training. Journal of Develop- mental & Behavioral Pediatrics, 29(3): 191- 196. Blum, N. J.,dkk. 2003. Relationship Between Age at Initiation of Toilet training and duration of Training. A prospective study of Pedtries. Ekanuru.l (2012). Hubungan Pengetahuan, Sikap Dengan Praktek Ibu Dalam Toilet training Pada Balita Diperumahan Kini Jaya Kelurahan Kedungmundu Kecamatan Tembalang Semaran. Diunduh tanggal 03 oktober 2012 jam 12:48:30 pm Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika Jayanti, D & Pratiti, B. 2009. Perbedaan Pola Asuh Ibu terhadap Kemandirian Toilet training di desa (PAUD Aisyiyah Cabang Kasihan Bantul) dengan Kemandirian Toilet training di Kota (Playgroup Nur Aini) Yogyakart. Skripsi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Agustina dan Feri Sapta, Faktor-faaktor dominan.............208 Kartini, 2013 faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dlam mengaplikasikan kesiapan pada anak usia 2-4 tahun di desa miruk kecamatan krueng barona jaya kabupaten Aceh Besar.http://180.241.122.205/doc%20jurnal %20/%20 MAULI KARTINI%20%09.diakses pada tanggal 21 oktober 2013 jam 11:24:42 Keen, Deb. 2007. Toilet training for Children with Autism: The Effects of Video Modeling. Journal of Developmental and Physical Disabilities, 19(4): 291- 303. Klijn, Aart J. 2006. Home Uroflowmetry Biofeedback in Behavioral Training for Dysfunctional Voiding in School- AgeChildren:A Randomized Controlled Study. The Journal of Urology, 175(6): 2263–2268. Ustari. 2006. Efektifitas Pola Asuh Orang Tua terhadap Keberhasilan Toilet training pada Anak Usia Prasekolah (4-6 tahun) di TK Wahid Hasyim Malang. Skripsi Universitas Muhammadiyah Malang. Warner, P&Paula, K. 2007. Mengajari Anak Pergi ke Toilet. Jakarta : Arcan Wald, Ellen R. 2009. Bowel Habits and Toilet training in a Diverse Population of Children. Journal of Pediatric Gastroenterology & Nutrition, 48(3): 294– 298.