E:\Tita\D\Tita\Des 15\Jurnal bl


    255Nurbadriyah, Calgary Family Asessment Model (CFAM)  ...

255

CALGARY FAMILY ASESSMENT MODEL (CFAM) KELUARGA
TENTANG PENANGANAN PERTAMA FOOD BORNE DISEASE ANAK

(Calgary Family Assessment Model (CFAM) Family First Treatment
of Food Borne Disease to Children)

Wiwit Dwi Nurbadriyah
Stikes Kepanjen Pemkab Malang

email: wiwit.dn@gmail.com

Abstract: Food borne disease (FBD) is a disease through consumption of contaminated food. The
problem is that, school children are vulnerable to FBD because of household food contamination. This
indicates the family as a food handler hygiene mainly the mother who prepare the food needed to be
improved. Most common FBD is diarrhea, one of the danger is that the child’s body fluids are expelled
out through the stool this can cause dehydration or even death. Family plays very important role in the
handling of FBD first before being taken to the health service. This can be known through family studies
approach CFAM (Calgary Family assessment model). The design of this study was descriptive eksplorative
with a sample of 35 respondents; the 4th graders and their parents (17 persons) and 5th graders and their
parents (18) in Jatirejoyoso Kepanjen Elemetary School through purposive sampling technique. The
data taken were demographic and CFAM consists of the structural assessment components, develop-
ment as well as family function. The family in first handling of food borne disease largely was not routine
(71.4%). Ways of solving the problems mostly by the head of the family (74.3%). Responsible care for
sick children mostly (57.2%) by only one parent (father / mother). Follow up during sick mostly made
an effort (curative) as much as 85.7%. Family belief the majority (80%) considered that the first treat-
ment at home was not needed because it could be taken directly to the health service. Health workers
are expected to provide guidance for families through health volunteers on first handling practices of
FBD. While schools are expected to perform optimization of UKS (School Health Unit) program to
provide health education about the prevention and first treatment of FBD toward the school community.

Keywords: Family Asessment Calgary, first handling, foodborne disease

Abstrak: Food borne disease (FBD) adalah penyakit melalui konsumsi makanan terkontaminasi. Masalah
yang terjadi, FBD rentan menyerang anak sekolah karena kontaminasi makanan rumah tangga. Hal ini
mengindikasikan hygiene keluarga sebagai food handler utama (ibu) yang menyiapkan makanan masih
perlu peningkatan. FBD terbanyak adalah diare, salah satu bahayanya adalah cairan tubuh anak keluar
melalui tinja dan dapat menyebabkan dehidrasi bahkan kematian. Peran keluarga sangat penting dalam
penanganan pertama FBD sebelum dibawa ke pelayanan kesehatan. Hal ini bisa diketahui melalui pendekatan
pengkajian keluarga CFAM (Calgary Family Asessment Model). Rancangan penelitian deskriptif eksploratif
design dengan sampel 35 responden yaitu orangtua beserta siswa kelas 4 (17 orang) dan 5 (18 orang) di
SDN. Jatirejoyoso Kepanjen melalui teknik sampling purposive. Data yang diambil yaitu demografi dan
CFAM terdiri dari komponen pengkajian structural, perkembangan serta fungsional keluarga. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa keluarga dalam penanganan pertama FBD sebagian besar tidak rutin (71.4%). Cara
pemecahan masalah sebagian besar oleh kepala keluarga (74.3%). Penanggungjawab merawat anak sakit
sebagian besar (57.2%) oleh salah satu orangtua saja (ayah/ibu).Tindak lanjut saat sakit sebagian besar
melakukan upaya pengobatan (kuratif) sebanyak 85.7%. Keyakinan keluarga sebagian besar (80%)
menganggap bahwa penanganan pertama di rumah tidak diperlukan karena bisa langsung dibawa ke
pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan diharapkan melakukan pendampingan kepada keluarga melalui
kader kesehatan tentang praktek penanganan pertama FBD. Sedangkan sekolah diharapkan melakukan

ACER
Typewritten text
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, No. 3, Desember 2015
DOI: 10.26699/jnk.v2i3.ART.p255-262

IT
Typewritten text
© 2015 Jurnal Ners dan Kebidanan

IT
Typewritten text
This is an Open Access article under the CC BY-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/)

http://jnk.phb.ac.id/index.php/jnk/about/submissions#copyrightNotice


256 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 3, Desember 2015, hlm. 255–262

pengoptimalan program UKS untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan dan
penanganan pertama FBD kepada komunitas sekolah.

Kata Kunci: pengkajian keluarga Calgary, penanganan pertama, penyakit bawaan makanan

Food borne disease adalah penyakit bawaan
makanan yang disebabkan oleh agen penyakit yang
masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan
yang terkontaminasi. Serangan akut paling banyak
disebabkan oleh mikroba dan parasit (WHO, 2005).
Penyakit diare adalah contoh penyakit paling sering
ditularkan melalui makanan dan minuman. Masalah
yang terjadi saat ini adalah food borne disease
rentan menyerang anak sekolah. Salah satu penye-
bab karena kurang kebersihan diri dan sanitasi
lingkungan (Barakki, et al., 2005). Data BPOM RI
tahun 2001–2009 menunjukan penyebab terbanyak
food borne disease karena kontaminasi makanan
rumah tangga sebanyak 38,68% (InfoPOM, 2010).
Data tersebut mengindikasikan bahwa praktek hygiene
dan sanitasi oleh keluarga sebagai food handler
utama (ibu) yang menangani dan menyiapkan
makanan pada anak usia sekolah masih perlu
peningkatan (Widoyono, 2011; Suci, 2009).

Salah satu bahaya food borne disease pada
diare, anak banyak mengeluarkan tinja cair, bercam-
pur darah dan lendir kadang disertai muntah.
Sehingga menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar
melalui tinja dan dapat menyebabkan dehidrasi
bahkan kematian (Widoyono, 2011). Namun sampai
saat ini penanganan pertama food borne disease
melalui pendekatan pengkajian keluarga masih
belum jelas.

Di Indonesia food borne disease terbanyak
adalah diare, hingga saat ini diare masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Hasil Riskesdas
(2013) menunjukan prevalensi diare sekitar 7% dan
angka kejadian di Jawa Timur lebih tinggi dari rata-
rata nasional yaitu 7,4%. Kejadian diare anak usia
sekolah menempati urutan terbanyak setelah bayi
dan lansia yaitu sebesar 6,2%. Data Kemenkes RI
(2012) menunjukan angka kesakitan diare masih
tinggi, meskipun ada penurunan yaitu 423/1.000
penduduk pada tahun 2006 menurun menjadi 411/
1.000 penduduk pada tahun 2010. Angka CFR
(Case Fatality Rate) diare selama tahun 2011-2012
meningkat, yaitu 0,40% menjadi 1,45%.

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Malang
tahun 2014 kejadian diare usia 5–14 tahun sebanyak
21,8% dan yang mengalami dehidrasi sedang dan
berat sekitar 14%. Hal ini menunjukan bahwa food

borne disease rentan terjadi pada anak usia seko-
lah. Jika hal ini tidak dilakukan penanganan pertama
secara tepat, akan berdampak negatif bagi status
kesehatan anak usia sekolah. Anak akan sering ijin
sakit dan hal ini sangat berpengaruh dalam prestasi
belajar yang dicapai (Solikhah, 2012). Hasil studi
pendahuluan didapatkan angka kesakitan berdasar-
kan absensi semester ganjil (Juli–Desember 2014)
didapatkan: 0,2% pada anak kelas V. Sedangkan
wawancara pada 4 keluarga didapatkan 25% ibu
memberikan minum lebih banyak, 50% memberikan
obat diare yang dijual bebas, 25% memberikan terapi
tradisional berupa pijat dan jamu.

Penanganan pertama food borne disease
dalam sangat penting. Hal ini disebabkan keluarga
merupakan unit terkecil dalam pengambilan kepu-
tusan, termasuk pengambilan keputusan dalam
penanganan masalah kesehatan anak (Puspitasari,
2006). Anak berada di sekolah paling lama 8 jam/
hari, selebihnya akan kembali ke rumah atau keluarga.
Anak usia 10–12 tahun sudah dapat bertanggung-
jawab untuk memenuhi kebutuhan menjaga kese-
hatan diri nya tapi masih perlu peningkatan untuk
melakukanya, keterlibatan keluarga sangat diharap-
kan dalam hal ini (Wong, 2009).

Pada permasalahan anak sekolah dalam pena-
nganan pertama food borne disease perlu dilaku-
kan pengkajian menyeluruh pada sistem dan sub
sistem yang mempengaruhi anak termasuk unit
keluarga, pengkajian tidak hanya pada individu
namun lebih pada interaksi dalam keluarga. CFAM
(Calgary Family Asessment Model) dipilih sebagai
pendekatan dalam penelitian ini karena lebih rinci
dalam melakukan pengkajian keluarga dengan anak
sekolah. CFAM terdiri dari komponen struktural ten-
tang gambaran kondisi internal keluarga, komponen
developmental (perkembangan) tentang hubungan
eksternal keluarga seperti keterlibatan keluarga
besar da n system ya ng lebih luas (tetangga,
lingkungan, petugas kesehatan setempat), dan
komponen fungsional tentang kebiasaan sehari-hari
keluarga. CFAM tidak hanya pada individu namun
interaksi individu dalam keluarga, sehingga dapat
diambil kesimpulan dari informasi yang saling terkait
dan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam



    257Nurbadriyah, Calgary Family Asessment Model (CFAM)  ...

menentukan intervensi yang tepat bagi keluarga
(Wright dan Leahay, 2009).

BAHAN DAN METODE
Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah

sebagian orang tua yang memiliki anak usia sekolah
kelas IV dan V. Alasan dipilih kelas IV dan V karena
rentang usia sekolah 10–12 tahun: 1). Menurut teori
perkembangan moral Kohlberg (1968) anak sudah
masuk dalam tahap moral (konvensional) dimana
kesadaran diri anak sudah mulai tumbuh sehingga
kontrol perilaku sudah didapat dari dalam diri anak,
anak juga mulai peduli akan pemeliharaan dan peng-
harapan keluarga. 2). Berdasarkan teori perkem-
bangan kognitif sudah masuk tahap konkrit opera-
sional, anak usia sekolah sudah mampu memahami
masalah konkrit, dapat memahami alasan dan mulai
berpikir rasional. Dalam penelitian ini tidak dipilih
kelas VI karena anak sudah masuk ke tahap per-
kembangan formal operasional (sudah mampu
berpikir rasional lebih baik dibandingkan tahap
sebelumnya) serta kelas VI dalam persiapan ujian
sehingga dikhawatirkan mengurangi keleluasaan
peneliti dalam mencari waktu yang tepat untuk
proses penelitian. 3) Fase middle childhood, anak
usia sekolah 10–12 tahun sudah mampu membangun
perilaku yang sehat dan pencapaian kemandirian,
sehingga penanganan pertama food borne disease
bisa diukur.

Penentuan sampel berdasar kriteria inklusi:
keluarga inti, anak tinggal bersama orangtua, ke-
luarga yang dapat membaca menulis, bersedia ber-
partisipasi dalam penelitian, ibu sebagai food
handler utama, anak pernah menderita food borne
disease. Sedangkan kriteria eksklusi: Terdapat
keterbatasan baik fisik atau mental yang dapat
mengganggu penelitian (contoh: buta, gangguan
pendengaran (tuli), dan dimensia.

Dalam penelitian ini jumlah sampel adalah 35
orang mahasiswa dengan rincian sebagai berikut:
Jumlah siswa kelas IV sebanyak 17 orang dan kelas
V sebanyak 18 orang. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini secara Purposive Sampling,
yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria yang
ditentukan oleh peneliti.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah: 1) Kuisioner data demografi. Data demo-
grafi terdiri dari data orang tua (ayah dan ibu) dan
data anak, data orang tua meliputi: nama, jenis kela-
min, usia, pendidikan, pekerjaan. Data anak meliputi

nama anak, usia, 2) Kuisioner pengkajian keluarga
Calgary (CFAM).

Pengkajian struktural terdiri dari suku, tipe
keluarga, jumlah anggota keluarga, agama, pengha-
silan. Pengkajian perkembangan keluarga meliputi
tahap perkembangan keluarga, hubungan antar
anggota keluarga, hubungan keluarga dengan
system luar, lingkungan rumah yang berhubungan
dengan food borne disease. Pengkajian fungsional
meliputi Activity Daily Living (ADL) keluarga
dalam penanganan pertama food borne disease,
cara pemecahan masalah, penanggung jawab anak
sakit, keyakinan kondisi anak, pola komunikasi antar
anggota keluarga, pengambil keputusan dalam
keluarga

HASIL PENELITIAN
Data umum menunjukkan bahwa sebagian

besar usia 30–39 tahun, ayah sebanyak 15 orang
(42.9%) dan ibu sebanyak 24 orang (68.1%). Pendi-
dikan terakhir ayah dan ibu sebagian besar adalah
SMP sebanyak 19orang (54.3%) dan 17 orang
(48.7%). Pekerjaan sebagian besar adalah swasta
untuk ayah dan ibu sebanyak 25 orang (71.5%) dan
15 orang (42.9%). Sebagian besar responden per-
nah mendapat informasi (94.3%), sumber informasi
dari petugas kesehatan (saat berobat ke pelayanan
kesehatan) tentang pengangan penyakit food borne
disease (diare). Petugas kesehatan yang menjadi
sumber informasi tidak ada yang melakukan kun-
jungan rumah. Sumber informasi dari kegiatan lain
berupa PKK tentang informasi pembuatan larutan
gula garam jika terjadi diare.

Data umum anak menunjukkan bahwa seba-
gian besar anak usia sekolah yaitu usia 11–12 tahun
sebanyak 19 orang (54.3%). KlasV sebanyak 18
orang (51.4%) dengan jenis kelamin sebagian besar
adalah laki-laki sebanyak 21 orang (60%).

Pengkajian Keluarga Calgary Komponen
Struktural

Hasil menunjukkan hasil pengkajian komponen
struktural yang terdiri dari: jumlah anggota keluarga
inti, jenis kelamin, urutan posisi anak, batasan
keluarga, keluarga besar, sistem lebih luas, agama,
penghasilan. Jumlah anggota keluarga inti sebagian
besar  4 orang (ayah, ibu, anak) sebanyak 27 orang
(77.1%). Jenis kelamin: tidak ada perbedaan jenis
kelamin anak terhadap dalam priritas penanganan
pertama food borne disease, sebagian besar



258 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 3, Desember 2015, hlm. 255–262

berjenis kelamin laki-laki (60%). Urutan posisi anak
ke-1 atau ke-2 sebanyak 27 orang (77.1%).

Batasan keluarga dan keluarga besar berupa
ada atau tidaknya aturan dalam melakukan pena-
nganan pertama food borne disease, didapatkan
sebagian besar (71.4%) tidak ada aturan. Maksud-
nya adalah tidak ada prosedur penanganan pertama
yang harus dilakukan oleh keluarga di rumah jika
anak mengalami food borne disease. Dukungan
keluarga besar dalam bentuk mengingatkan, mem-
beri contoh langsung, menegur jika tidak melakukan
penanganan pertama. Dukungan keluarga besar dari
kakek, nenek, paman dan saudara yang lain. Sistem
lebih luas sebanyak 30 orang (85.7%) sudah ada
aturan penanganan pertama food borne disease
dari tokoh masyarakat tentang pelatihan pembuatan
larutan gula garam secara umum pada kegiatan
PKK RT/RW.

Pengkajian Keluarga Calgary Komponen
Perkembangan

Komponen perkembangan terdiri dari: hu-
bungan anggota keluarga (ayah-ibu, ayah-anak, ibu-
anak, anak dengan anak), hubungan keluarga dengan
lingkungan (sekolah, lingkungan kerja, tetangga,
keluarga besar). Responden merupakan keluarga
tahap perkembangan ke3 (keluarga dengan anak
muda), yaitu menerima anggota baru dalam sistem,
dimana didalamnya ada anak yang dalam masa
pertumbuhan dan perkembangan (anak sekolah).
Hubungan ayah-ibu, ibu-anak dan anak dengan anak
semuanya sangat erat (100%), ayah-anak sebagian
besar tidak erat (57.1%). Hubungan antar anggota
keluarga merupakan ikatan kasih sayang melalui
kebersamaan dalam keluarga. Indikator dilihat dari
kegiatan makan bersama, rekreasi bersama, momen
komunikasi yang terbuka. Hubungan ayah/ibu ke
anak ini merupakan kekuatan keluarga dalam mem-
berikan support (motivasi) antar anggota keluarga
dalam penanganan pertama food borne disease.

Hubungan keluarga dengan lingkungan meru-
pakan keterikatan keluarga dengan lingkungan luar
seperti sekolah, tempat kerja dan keluarga besar
didapatkan hubungan yang baik (100%), hubungan
keluarga dengan tetangga sebagian besar sangat
baik (85.7%). Ketersediaan sarana dalam pena-
nganan pertama food borne disease didapatkan
pelayanan kesehatan terdekat seperti Ponkesdes
(pondok kesehatan kerja) sebanyak 100%, fasilitas
penyuluhan kader tentang pembuatan oralit (51.4%)

dan penyuluhan tentang menilai dehidrasi/kekurangan
cairan dan penanganan pertama di rumah (88.5%).

Pengkajian Keluarga Calgary Komponen
Fungsional

Komponen fungsional merupakan pengkajian
fungsi keluarga yang merujuk pada akivitas kehi-
dupan sehari-hari, terdiri dari aktivitas rutin, peme-
cahan masalah, penanggungjawab dalam merawat
anak, tindak lanjut jika sakit, keyakinan/kepercayaan
keluarga. Activity Daily Living atau aktivitas rutin/
kebiasan dalam 1 bulan terakhir oleh keluarga dalam
penanganan pertama food borne disease sebagian
besar tidak dilakukan sebanyak 25 orang (71.4%).
Aktivitas penanganan pertama terdiri dari 3 kegiatan
yaitu: pencegahan dehidrasi (kurang cairan) dilaku-
kan dengan minum lebih banyak, penanganan dehi-
drasi dilakukan sebelum membawa ke pelayanan
kesehatan, dan penanganan dehidrasi dalam bentuk
pemberian makanan yang sesuai.

Cara pemecahan masalah merupakan kemam-
puan keluarga untuk memecahkan masalah sendiri
dengan efektif. Idealnya pemecahan masalah dila-
kukan melalui musyawarah oleh semua anggota
keluarga inti, bukan hanya oleh kepala keluarga.
Hasil pengkajian fungsional didapatkan ebagian be-
sar pemecahan masalah ditentukan oleh kepala
keluarga sebanyak 26 orang (74.3%). Penanggung-
jawab merawat anak sakit merupakan pembentukan
peran anggota keluarga. Tugas merawat anak meru-
pakan tanggungjawab orangtua dan bukan kewa-
jiban salah satu orangtua saja (ibu). Hasil pengkajian
pada sub komponen tugas merawat anak sebagian
besar oleh salah satu orangtua saja (ayah/ibu)
sebanyak 20 orang (57.2%).

Tindak lanjut terhadap penanganan food borne
disease merupaka n kegiatan ya ng dila kukan
keluarga melalui upaya pengobatan (kuratif) dan
penanganan pertama (preventif) agar tidak terjangkit
atau terkena kembali penyakit tersebut. Upaya yang
dilakukan sebaiknya berupa tindakan preventif
sebelum dibawa ke pelayanan kesehatan, namun
hasil pengkajian didapatkan data sebagian besar
melakukan upaya pengobatan (kuratif) dengan
langsung membawa anak berobat ke pelayanan jika
sakit tanpa dilakukan upaya penanganan pertama
di rumah sebanyak 85.7%. Keyakinan merupakan
sesuatu yang mendasari keluarga dalam melakukan
penanganan pertama penyakit. Sebagian besar
responden (80%) menganggap bahwa food borne



    259Nurbadriyah, Calgary Family Asessment Model (CFAM)  ...

disease bukan merupakan tidak berbahaya dan
tidak seberat penyakit lain seperti stroke atau kan-
ker, padahal bahaya food borne disease jika tidak
tertangani dengan baik bisa menyebabkan dehidrasi
dan kematian.

PEMBAHASAN
Calgary Family Asessment Model komponen
Struktural tentang penanganan pertama food
borne disease

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah peng-
kajian keluarga dengan melalui kunjungan rumah.
Menurut Mubarak (2007) dimensi sasaran kepada
individu, kelompok, dan masyarakat luas. Pengkajian
keluarga CFAM melalui kunjungan rumah termasuk
metode langsung ke individu, umumnya dengan ber-
hadapan langsung sehingga instrumen yang diberi-
kan peneliti bisa berfokus pada masing-masing
keluarga. Hal ini memungkinkan responden akan
lebih fokus mengisi instrumen yang diberikan dan
lebih leluasa bertanya jika ada hal yang belum dime-
ngerti. CFAM dilakukan sebanyak 1 sesi dengan
waktu 50 menit.

Hasil pengkajian CFAM berdasarkan data
umum keluarga didapatkan sebagian besar respon-
den sudah pernah mendapat informasi sebelumnya,
sumber informasi dari berbagai media, televisi,
petugas kesehatan, teman/kegiatan lain. Media me-
rupakan metode pendidikan massa untuk memberi-
kan pesan kepada masyarakat, bersifat umum dan
bertujuan menggugah kesadaran masyarakat. Hasil
yang dicapai dalam komunikasi massa adalah seke-
dar tahu (awareness), jika berulang bisa mencapai
minat (interest) dalam keadaan tertentu bisa men-
capai adopsi (Maulana, 2013; Sudiharto, 2012).

Usia juga mempengaruhi hasil pengkajian
struktural keluarga. Sebagian besar usia ayah dan
ibu adalah 30–39 tahun. Usia tersebut termasuk usia
dewasa dimana seseorang akan bertanggungjawab
menjalankan perannya. Kedewasaan merupakan
faktor internal individu yang mempengaruhi proses
belajar. Semakin dewasa seseorang pengalamanya
semakin banyak dan mempengaruhi pola pikirnya.
Selain faktor individu, ada faktor sosial seperti peker-
jaan. Sebagian besar responden bekerja swasta.
Peningkatan pengetahuan pada keluarga dapat dipe-
ngaruhi lingkungan sosial karena setiap anggota ke-
luarga selalu berinteraksi dengan oranglain sehingga
dimungkinkan mendapatkan pemahaman baru
(Taufik, 2007).

Pengkajian keluarga Calgary untuk intervensi
kognitif tujuanya adalah untuk memberikan infor-
masi, gagasan dan saran kepada keluarga sebagai
target asuhan keperawatan keluarga (Wright &
Leahay (2009). Pengetahuan dalam penanganan
pertama food borne disease ini didahului persepsi
positif keluarga tentang keyakinan/kepercayaan
bahwa pengkajian CFAM mempunyai manfaat
dalam peningkatan perilaku kesehatan keluarga. Hal
ini bisa dicapai melalui upaya BHSP (Bina Hubungan
Saling Percaya) pada tahap awal (engagement)
sehingga keluarga bisa mengisi data yang sebe-
narnya pada instrumen yang diberikan. Pengetahuan
tentang penanganan pertama food borne disease
akan membuat keluarga mengerti sehingga termoti-
vasi untuk berusaha melakukan penanganan perta-
ma tersebut. Perubahan dalam keluarga pada
domain kognitif menurut teori Calgary akan mem-
pengaruhi pada domain yang lainnya, yaitu psiko-
motor atau ketrampilan dalam penanganan pertama
food borne disease.

Komponen structural pada pengkajian keluarga
CFAM responden juga bisa dipengaruhi oleh kondisi
internal dan eksternal individu. Faktor eksternal
meliputi lingkungan keluarga (kondisi sosial ekonomi,
hubungan kurang harmonis), lingkungan sekitar
(pengaruh teman, organisasi), dan instrumental (kon-
disi tempat dan waktu). Sedangkan faktor internal
adalah psikologis dan fisiologis seperti tingkat perha-
tian, minat, daya konsentrasi, emosi dan kelelahan
(Maulana, 2013). Pada aplikasi pengisisan instrumen
CFAM terdapat beberapa hal yang dapat meng-
ganggu keluarga dalam mengisi instrumen pena-
nganan pertama food borne disease diantaranya
adalah anak yang masih kecil rewel dan keluarga
dalam kondisi lelah.

Pengkajian kebudayaan terdapat pada CFAM
(Calgary Family assessment Model) komponen
struktural yaitu batasan keluarga, keluarga besar
dan sistem yang lebih luas. Batasan berupa ada atau
tidaknya aturan dalam melakukan penanganan
pertama food borne disease, didapatkan sebagian
besar tidak ada aturan. Maksudnya adalah tidak ada
pemberian support/dukungan dalam melakukan
penanganan pertama food borne disease. Dukungan
kelua rga  besa r dala m bentuk menginga tka n,
memberi contoh langsung, menegur jika tidak mau
melakukan penanga na n pertama food borne
disease. Dukungan keluarga besar dari kakek,
nenek, paman dan saudara yang lain. Sedangkan
aturan dalam sistem yang lebih luas sudah ada,



260 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 3, Desember 2015, hlm. 255–262

namun hanya secara umum dilingkungan RT/RW
berupa penyuluhan dari kader PKK terkait pem-
buatan oralit. Aturan yang longgar inilah memung-
kinkan terbentuknya hasil CFAM yang tidak mendu-
kung, dalam penanganan pertama food borne
disease (Azwar, 2010).

Calgary Family Asessment Model komponen
Perkembangan tentang penanganan pertama
food borne disease

Wright &Leahay (2009) menyebutkan bahwa
tindakan penanganan pertama food borne disease
bisa diperantarai oleh pengetahuan. Selain itu juga
dipengaruhi lingkungan dan kebudayaan dimana
seseorang dibesarkan (Azwar, 2010). Pengkajian
Calgary (CFAM) pada komponen perkembangan
(developmental) menunjukkan tentang hubungan
responden dengan lingkungan dan hubungan antar
anggota keluarga. Hubungan antar anggota keluar-
ga merupakan ikatan kasih sayang melalui keber-
samaan dalam keluarga melalui kegiatan yang
dilakukan bersama dan komunikasi yang terbuka.
Interaksi ini merupakan kekuatan keluarga dalam
memberikan support (motivasi) antar anggota
keluarga dalam melakukan penanganan pertama
food borne disease. Sedangkan hubungan keluarga
dengan lingkungan luar seperti sekolah, tempat kerja
dan keluarga besar didapatkan hubungan yang baik,
hubungan keluarga dengan tetangga sebagian besar
sangat baik. Interaksi yang baik ini dimungkinkan
muncul hasil CFAM komponen yang mendukung
penanganan pertama food borne disease.

Calgary Family Asessment Model komponen
Fungsional tentang penanganan pertama food
borne disease

Per ila ku penanga n per ta ma  food borne
disease bisa dipengaruhi oleh pengetahuan dan
sikap. Hal ini disebut sebagai predisposing factor
(faktor pemudah) terjadinya perilaku. Pengetahuan
yang sudah baik akan memunculkan respon berupa
sikap positif. Sikap positif akan tercermin dalam
tindakan individu dalam menerapkan penanganan
pertama food borne disease. Hal ini berarti penge-
tahuan dan sikap merupakan dasar membentuk
perilaku, namun pengetahuan dan sikap yang baik
belum menjamin baik pula praktik yang dilaksanakan
keluarga. Sikap bisa menjadi tindakan nyata diperlu-
kan kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas dan
faktor dukungan keluarga (Azwar, 2010).

Fasilitas sarana dilingkungan hampir semua
sudah ada penyuluhan tentang pembuatan oralit dari
kader PKK, namun penyuluhan tentang penilaian
derajat dehidrasi masih belum ada. Hal inilah yang
dimungkinkan hasil pengkajian fungsional CFAM
tentang tindakan penanganan pertama food borne
disease sebagian besar kurang.

Hasil pengkajian Calgary pada komponen fung-
sional merupakan pengkajian fungsi keluarga yang
merujuk pada akivitas kehidupan sehari-hari terdiri
dari aktivitas rutin, pemecahan masalah, penang-
gungjawab dalam merawat anak, tindak lanjut jika
sakit, keyakinan/kepercayaan keluarga. Activity
Daily Living atau aktivitas rutin/kebiasan dalam
keluarga dalam penanganan pertama food borne
disease sebagian besar tidak dilakukan secara rutin
dalam 1 bulan terakhir. Aktivitas rutin terdiri dari 3
kegiatan yaitu pencegahan dehidrasi (kurang cairan)
dilakukan dengan minum lebih banyak, penilaian
dehidrasi dilakukan sebelum membawa ke pela-
yanan kesehatan dan penangana dehidrasi diper-
lukan dalam bentuk pemberian makanan yang
sesuai.

Cara pemecahan masalah merupakan kemam-
puan keluarga untuk memecahkan masalah sendiri
dengan efektif. Sebagian besar didapatkan pem-
buatan keputusan keluarga oleh kepala keluarga.
Idealnya pemecahan masalah dilakukan melalui
musyawarah oleh semua anggota keluarga inti,
bukan hanya oleh kepala keluarga (Wright &
Leahay, 2009). Penanggungjawab merawat anak
sakit merupakan pembentukan peran anggota ke-
luarga. Tugas merawat anak merupakan tanggung-
jawab orangtua dan bukan kewajiban salah satu
orangtua saja (ibu). Hasil pengkajian pada sub kom-
ponen tugas merawat anak sakit sebagian besar oleh
salah satu orangtua saja. Selain itu tahap perkem-
bangan keluarga dengan anak muda. Tugas perkem-
bangan keluarga adalah pengaturan jarak anak,
memandirikan anak, tugas finansial dan memantap-
kan hubungan dengan keluarga besar. Pada tahap
ini sistem lebih kompleks dibandingkan tahap sebe-
lumnya, sehingga orangtua biasanya mempunyai
area kekuasaan dan pembagian tugas sendiri. Ibu
bertugas mengurus anak dan rumah sedangkan
ayah bekerja.

Tindak lanjut terhadap penangan food borne
disease merupaka n kegiatan ya ng dila kukan
keluarga melalui upaya pengobatan (kuratif) dan
penanganan pertama sebelum dibawa ke pelayanan
kesehatan agar tidak jatuh ke kondidi yang lebih



    261Nurbadriyah, Calgary Family Asessment Model (CFAM)  ...

parah. Upaya yang dilakukan sebaiknya berupa
tindakan penanganan pertama di rumah lebih dulu
sebelum dibawa ke pelayanan kesehatan, namun
hasil pengkajian didapatkan data sebagian besar
melakukan upaya pengobatan (kuratif) dengan mem-
bawa anak berobat ke pelayanan kesehatan lang-
sung jika sakit. Upaya kuratif saja tidak dapat me-
ngurangi angka kesakitan secara significan. Upaya
penanganan pertama merupakan usaha agar tidak
jatuh ke tahap yang lebih buruk (Kholid, 2012).

Keyakinan merupakan sesuatu yang mendasari
keluarga dalam melakukan penanganan pertama
penyakit. Sebagian besar responden menganggap
bahwa penyakit bawaan makanan bukan merupa-
kan masalah besar, karena penyakit tersebut tidak
seberat penyakit lain seperti stroke atau kanker.
Keyakinan tersebut menyebabkan persepsi bahwa
dampak food borne disease tidak berbahaya
sehingga tidak perlu dilakukan upaya penanganan
pertama. Keyakinan merupakan hal yang mendasar
untuk merubah perilaku, karena perubahan yang
didasari kesadaran dari dalam individu akan lebih
bertahan lama daripada perubahan yang disebabkan
dari luar.

Penanganan pertama food borne disease
termasuk perilaku kesehatan. Salah satu faktor peri-
laku kesehatan sulit berubah adalah motivasi sese-
orang, bagaimana persepsinya terhadap ancaman
sebuah penyakit sehingga memunculkan nilai dari
perilaku penanganan pertama, dalam hal ini adalah
penanganan pertama food borne disease (Taufik,
2007). Selain itu juga bisa dipengaruhi faktor psi-
kologis dan fisiologis seperti tingkat perhatian, minat,
daya konsentrasi, emosi dan kelelahan (Maulana,
2013). Pada pengkajian CFAM terdapat beberapa
hal yang dapat mengganggu tingkat konsentrasi
keluarga dalam pengisian instrumen penanganan
pertama food borne disease diantaranya adalah
anak yang masih kecil rewel dan keluarga dalam
kondisi lelah. Kondisi ini sangat berpengaruh terha-
dap keberhasilan proses pengisian informasi oleh
responden, sehingga hasil penelitian kurang sesuai
dengan harapan yang diinginkan.

Hasil pengkajian CFAM masing-masing ke-
luarga harapanya bisa diteruskan dengan intervensi
CFIM (Calgary Family Intervention Model)
sehingga strategi intervensi yang berbeda sesuai hasil
pengkajian perlu disiapkan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

CFAM keluarga tentang penanganan pertama
food borne disease pada komponen struktural dipe-
ngaruhi oleh batasan keluarga, keluarga besar dan
sistem yang lebih luas.

CFAM keluarga tentang penanganan pertama
food borne disease pada komponen perkembangan
dipengaruhi oleh hubungan anggota keluarga,
hubungan dengan lingkungan, sarana di lingkungan.

CFAM keluarga tentang penanganan pertama
food borne disease pada komponen fungsional
merupakan komponen yang paling berpengaruh
karena merujuk pada akivitas kehidupan sehari-hari,
terdiri dari aktivitas rutin, pemecahan masalah,
penanggungjawab dalam merawat anak, tindak
lanjut saat sakit, keyakinan keluarga. Keluarga dalam
penanganan pertama food borne disease sebagian
besar tidak rutin (71.4%). Cara pemecahan masalah
sebagian besar oleh kepala keluarga (74.3%). Pe-
nanggungjawab merawat anak sakit sebagian besar
(57.2%) oleh salah satu orangtua saja (ayah/ibu).
Tindak lanjut saat sakit sebagian besar melakukan
upaya pengobatan (kuratif) sebanyak 85.7%. Keya-
kinan keluarga sebagian besar (80%) menganggap
bahwa penanganan pertama di rumah tidak diperlu-
kan karena bisa langsung dibawa ke pelayanan
kesehatan.

Saran
Keluarga dengan anak usia sekolah diharapkan

meningkatkan pemahaman tentang penanganan
pertama food borne disease dengan aktif bertanya
pada petugas atau kader kesehatan setempat, men-
cari informasi secara mandiri melalui televisi,
internet dan media lain.

Tenaga kesehatan melakukan pendampingan
kepada keluarga melalui kader kesehatan tentang
praktek penanganan pertama food borne disease.

Penelitian selanjutnya tentang pemberian inter-
vensi CFIM (Calgary Family Intervention
Model) diterapkan pada keluarga dalam pena-
nganan pertama food borne disease sesuai hasil
pengkajian masing-masing keluarga.

DAFTAR RUJUKAN
Azwar, S.2010. Sikap Manusia, Teori dan Pengukuran-

nya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



262 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 2, Nomor 3, Desember 2015, hlm. 255–262

Barakki, N., et al. 2005. Food Borne Disease. Haramaya
University, Usaid In Collaboration Wiyh The
Ethiopia Public Health Training Initiative, The
Carter Center, The Ethiopia Ministry Of Health
And Education. Module. Ethiopia.

BPOM. 2010. Info POM Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Republik Indonesia Volume XI, No
3.Mei-Juni 2010, ISSN 1829-9334.

Kholid, A. 2015. Promosi Kesehatan dengan Pendekatan
Teori Perilaku, Media dan Aplikasinya. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

Maulana, H. 2013. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.
Puspitasari, H. 2006. Pengaruh Sosial Ekonomi,

dukungan keluarga terhadap kenakalan remaja
di kota Bogor. Disertasi Institut Pertanian Bogor
(Karya tidak dipublikasikan)

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI: Jakarta.

Solikhah, H. 2013. Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat Tentang Food Borne Disease Pada Anak
Usia Sekolah di SDN Babat Jerawat I Kecamatan
Pakal Kota Surabaya.

Suci, E.S.T. 2009.Gambaran Perilaku Jajan Murid sekolah
dasar di Jakarta. Jurnal Psikobuana-jurnal ilmiah
psikologi, vol 1, no.1, 29-38. Universitas Katolik
Atma Jaya Jakarta, ISSN 2085-1242.

Taufik, M. 2007. Prinsip-Prinsip Promosi Kesehatan
dalam Bidang Keperawatan. Jakarta: Infomedika.

WHO. 2009. Diarrhoea :Why Children Are Still Dying
And What Can Be Done.Unicef.

WHO. 2005. Penyakit Bawaan Makanan; Fokus
Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC.

Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penu-
laran, Penanganan Pertama dan Pemberan-
tasannya. Edisi 2. Jakarta: Erlangga.

Wong, D.L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatric
Edisi 6. Jakarta: PT Indeks.

Wright, M., and Leahey, M. 2009. Nurses And Families
A Guide To Family Assessment And Intervention,
Second Edition, Ta. Davis Company, Philadelphia.