Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 16 

 

 

 
 

STIMULASI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MELALUI 

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PADA PENDIDIKAN 

JASMANI 

 
Mesa Rahmi Stephani 

STKIP Pasundan Cimahi 

email : mesarahmistephani@gmail.com 
 

Abstrak 
Artikel ini disajikan melalui kajian literatur yang berusaha 

memaparkan bagaimana proses kemampuan berpikir kritis dapat 

distimulasi melalui pembelajaran berbasis masalah pada 

pembelajaran penjas. Penulis mencoba memaparkan proses 

stimulasi berpikir kritis dari berbagai perspektif, diantaranya 

perspektif neurologi, sosiokultural, dan keadaan awal siswa serta 

berbagai hasil penelitian terkait berpikir kritis pada konteks 

pendidikan jasmani. Para guru penjas dapat mengimprovisasi 

kemampuan berpikir kritis melalui pembelajaran penjas berbasis 

masalah, dengan memperhatikan faktor-faktor pendukung 

lainnya seperti keadaan awal peserta didik meliputi IQ, gaya 

belajar, dsb. Serta aspek sosiokultural tempat peserta didik 

berinteraksi perlu menjadi pertimbangan dan perhatian, agar 

pembelajaran dapat berkualitas dan berdampak terhadap 

perkembangan peserta didik secara holistik. 
Kata Kunci : Berpikir kritis, pendidikan jasmani 

 

 

 

PENDAHULUAN 

Pesatnya kemajuan teknologi memberikan banyak kemudahan bagi 
berbagai sendi kehidupan. Berbagai macam informasi sangat mudah masuk 

dan diakses oleh orang diberbagai belahan dunia termasuk Indonesia. 

Masyarakat harus mampu memilah dan mengkritisi berbagai macam berita 

yang jika tidak cermat dalam memilah informasi akan memberikan dampak 

negatif bagi pembaca khususnya. Perkembangan zaman dan tuntutan 

persaingan yang demikian pesat harus segera ditindaklanjuti oleh 

pemerintah. Untuk mempersiapkan Sumber Daya 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas
mailto:mesarahmistephani@gmail.com


Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 17 

 

 

 

Manusia (SDM) yang berdaya saing tinggi dan berkarakter, pendidikan 

merupakan jawaban untuk menjawab tantang itu. 

Kurikulum merupakan arah pelaksanaan pendidikan di sekolah, dan 
merupakan upaya pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 

Perubahan kurikulum tentunya memiliki arti bahwa tuntutan dan kebutuhan 

kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) selalu berubah sesuai dengan 

perubahan dan tantangan zaman. Perubahan kurikulum  2013 yang 

menekankan perubahan pada aspek proses pembelajaran yang saintifik 

tentunya memberikan tantangan tersendiri bagi mata pelajaran Pendidikan 

Jasmani (Penjas). Proses pembelajaran saintifik erat kaitannya dengan mata 

pelajaran Pengetahuan Alam. Namun, proses berpikir saintifik diperlukan 

dalam segi kehidupan, termasuk kehidupan sosial, sehingga proses 

pembelajaran saintifik tidak terpaku pada pembelajaran di kelas ataupun 

laboratorium. Mata pelajaran penjas yang memiliki ciri khas pada aktivitas 

gerak dan dilaksanakan di luar ruang kelas, tentu memiliki tantangan 

tersendiri dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis saintifik 

melalui aktivitas gerak. 

Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kompetensi yang 

dituju melalui kurikulum 2013 ini, khususnya pada tingkat SMP dan SMA. 

Tentu kompetensi ini sangatlah penting dimiliki oleh lulusan, karena 

merupakan dasar untuk mengidentifikasi masalah serta mampu 

menyelesaikan masalah sehingga dapat menggapai kesuksesan dalam 

bidangnya masing-masing. 

 

PEMBAHASAN 

Konsep Kemampuan Berpikir Kritis 

Kemampuan berpikir kritis sangatlah penting bagi setiap individu, 

sehingga di dalam proses pendidikan harus memberikan pengalaman belajar 

yang bermakna bagi peserta didik, salah satunya berpikir kritis. Ennis (1985, 

hlm 45) mengemukakan bahwa “Critical thinking is reflective and 

reasonable thinking that is focused on deciding what to believe or do”. 

Manusia telah dikaruniakan akal fikir untuk digunakan dalam menghadapi 

berbagai permasalahan dalam hidup‟. Maka, manusia wajib berpikir dalam 

menghadapi berbagai persoalan. Kuswana (2011, hlm. 3) menjelaskan 

proses berpikir yaitu: 

 

Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara 

alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks ruang, waktu, dan 

media yang digunakan, serta menghasilkan suatu perubahan terhadap 

objek yang memengaruhinya. Proses berpikir merupakan peristiwa 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas


Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 18 

 

 

 

mencampur, mencocokkan, menggabungkan, menukar, dan 

mengurutkan konsep-konsep, persepsi-persepsi, dan pengalaman 

sebelumnya. 

 

Secara sederhana Ennis (1985, hlm. 45) mengemukakan bahwa 
“Critical thinking is reflective and reasonable thinking that is focused on 

deciding what to believe or do”. Berpikir kritis sangatlah penting dimiliki 

oleh setiap siswa, agar siswa senantiasa mampu menyelesaikan 

permasalahan dengan efektif dan efisien. Menurut Gallahue (1996, hlm. 

73) “Critical thinking, therefore is a form of cognitive accountability based 

on concept information, in which the learner notes relationships  and makes 

conscious decisions based on established criteria”. Proses berpikir kritis 

dapat dilhat pada gambar 1 berikut ini: 
 
 

 

 

Gambar 1 

The Process of Deciding What to Believe or Do 

(Sumber: Ennis, Robert H. (1985) A Logical Basis for Measuring Critical 

Thinking Skills. 

Copyrigth © 1985 by Association For Supervision and Curriculum 

Development) 

 
Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa berpikir kritis terjadi dalam 

sebuah proses pemecahan masalah. Tishman dan Perkins (1995; dalam 

Problem Solving 

De- 

duc- 

tion 

In- 

duc- 

tion 

Value 

Judging 

Basis information: 

From Others 

From Observation 
Acceptable conclusions (Previously drawn) 

Inference 

Interaction with other people 

Clarify 
Critical Thinking 

Dispositions 

Decision About Belief or Action 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas


Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 19 

 

 

 

Walkuski, 2013, hlm. 84) mendefinisikan berpikir kritis dalam pendidikan 

jasmani dalam pengertian lebih luas. Tishman dan Perkins menganggap 

berpikir kritis sebagai suatu proses yang mencakup semua tingkat 

kemampuan dan pengalaman sehari-hari siswa. Mereka memandang konsep 

berpikir kritis termasuk ke dalam berpikir kreatif di mana seorang individu 

berjalan melalui proses berpikir dari berbagai kemungkinan sebagai solusi 

terhadap sebuah masalah. McBride (1992; dalam Walkuski, 2013, hlm. 83) 

menyatakan bahwa : 

 
Proposed an initial model of critical thinking in physical education. In 

this model, critical thinking in physical education can be visualized as 

loosely configures four-step process: cognitive organizing, cognitive 

action, cognitive outcomes, and psychomotor outcomes. 

 

Pada pembelajaran kognitif siswa perlu diberikan kesempatan dalam 

kegiatan inkuiri atau pengamatan. McBride dkk. (1990, hlm 198) 

menjelaskan bahwa : 

 

However, in order to involve critical thinking, students first must be 

given opportunity to inquire. Only during inquiry dan critical thinking 

skills be activated through such cognitive functions as comparing, 

contrasting, categorizing, hypothesizing, synthesizing, extrapolating, 

and problem solving. 

 
Pembelajaran penjas yang mempunyai peran khusus dalam 

penyampaian nilai-nilai pendidikan melalui gerak, dapat pula memberikan 

kontribusi terhadap kemampuan berpikir siswa . Walkuski (2013, hlm 87) 

menjelaskan bahwa : 

 

Critical thinking does have a place in the psychomotor-domain. 

Physical education and sport environments can provide a supportive 

environtment for individual to learn how to think critically…Students 

can be challenged to produce unique solutions to  movements problems, 

create new versions of game, and think through issues related to fitness 

and health. 

 
Kemudian menurut Cottrell (2005, hlm. 2) berpikir kritis adalah 

sebuah proses kompleks pertimbangan yang melibatkan berbagai 

keterampilan dan sikap. Hal itu meliputi: mengidentifikasi posisi, argumen, 

dan kesimpulan orang lain; Mengevaluasi bukti untuk sudut 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas


Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 20 

 

 

 

pandang alternatif; menimbang argument yang bertentangan dan bukti yang 

cukup; mampu membaca apa yang tersirat, melihat di balik permukaan, dan 

mengidentifikasi asumsi yang salah atau tidak adil; mengenal teknik yang 

digunakan untuk membuat posisi tertentu lebih menarik daripada yang lain, 

seperti logika salah dan perangkat persuasif; mencerminkan isu-isu dengan 

cara struktur, membawa logika dan wawasan harus menanggung; menarik 

kesimpulan tentang apakah argumen yang valid dan dapat dibenarkan, 

berdasarkan bukti yang baik dan asumsi yang masuk akal; menyajikan sudut 

pandang secara terstruktur, jelas, cara yang memberikan alasan untuk 

meyakinkan orang lain. 

 

Konsep Belajar Kognitif pada Pembelajaran Gerak 

Pada pembelajaran gerak terjadi proses kogntif yang mana hasil dari 

proses kognitif akan tercermin pada gerak. Proses kognitif akan  terjadi 

manakala siswa dihadapkan pada suatu permasalahan. Konsep belajar 

kognitif berbeda dengan konsep belajar akademik, karena seringkali 

kognitif dihubungkan dengan akademik. Gallahue (1996, hlm. 

73) menegaskan bahwa: 

 

Cognitive concept learning is not to be confused with academic concept 

learning. Academic concept learning deals specifically with the 

traditional subject matter areas of math, language arts, science, and the 

like. Cognitive concept learning is much more inclusive term that 

includes academic learning as only one of its several components. 

 

Pada pembelajaran gerak terdapat situasi yang menstimulasi proses 

pembelajaran pada aspek kognitif siswa. Salah satu contohnya yaitu pada 

saat pembelajaran passing bola basket, siswa mengamati temannya yang 

sedang melakukan gerakan chest pass. Siswa mengamati gerakan tersebut 

mulai dari kepala hingga kaki. Siswa memperhatikan bagaimana gerakan 

chest pass tersebut dilakukan agar bola dapat di passing ke temannya 

dengan baik. Pada proses mengamati inilah kognisi diaktifkan, untuk 

kemudian menghasilkan gerakan chest pass. Kemudian guru memberikan 

sebuah permasalahan gerak yaitu bagaimana cara melakukan passing 

kepada teman yang sedang dijaga oleh lawan. Pada tahap ini terjadi proses 

pemecahan masalah melalui berpikir kritis. Gallahue (1996, hlm. 73) 

mengemukakan bahwa “Cognitive concept learning provides children with 

the tools for critical thinking. It uses movement activities to aid retention, 

recall, decision making, and application”. 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas


Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 21 

 

 

 
 

Proses pembelajaran gerak pada pembelajaran passing terjadi 

sebuah pembelajaran kognitif manakala siswa dihadapkan pada proses 

pemecahan masalah untuk membuat keputusan serta dihadapkan pada 

beberapa alternatif jawaban yang ada. Pada proses inilah siswa berada pada 

tingkat pemikiran yang lebih tinggi, karena siswa mempertimbangkan 

beberapa konsekuensi dari setiap pilihan jawaban. Siswa dihadapkan pada 

situasi pengambilan keputusan yang kemungkinan kesalahannya paling 

sedikit. Mengenai hal ini dapat dikaitkan dengan teori belajar kognitif yang 

diungkapkan oleh Gallahue (1996, hlm. 74) yaitu “Cognitive learning 

theory views learning as a process that involves experimentation, 

exploration, and individual decision making; it is a process that necessitates 

the reconstruction of incorrect events into a new, correct, whole”. 

 

Pertimbangan Olahraga Bola basket sebagai Media Pembelajaran 

Kognitif dalam Menstimulasi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa 

Tingkat SMP. 

Bola basket merupakan olahraga yang dimainkan secara 

berkelompok dengan jumlah pemain lima orang setiap kelompoknya. Bola 

basket merupakan olahraga yang populer dikalangan remaja. Sesuai dengan 

perkembangan siswa SMP yang rata-rata berusia lebih dari 12 tahun. Pada 

usia ini, para ahli mengkategorikan ke dalam masa remaja awal. Pada masa 

ini, perkembangan kognitif remaja berada pada tahap formal operasional. 

Menurut Piaget (Desmita : 2005, hlm. 195) „Pemikiran masa remaja tahap 

pemikiran operasional formal (formal operational thought), yakni suatu 

tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12 

tahun dan terus berlanjut sampai masa tenang atau dewasa‟. Pada masa 

remaja ini pula aspek sosial sangat berpengaruh terhadap perilaku dirinya. 

Desmita (2005, hlm. 219) menjelaskan bahwa “Perkembangan kehidupan 

sosial remaja ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya 

dalam kehidupan mereka. Sebagian waktunya dihabiskan untuk 

berhubungan atau bergaul dengan teman- teman sebaya mereka”. Peran 

teman sebaya sangatlah penting bagi anak yang berada pada tahap ini. 

Hartup (1982; dalam Desmita, 2005, hlm. 220) mencatat bahwa pengaruh 

teman sebaya memberikan fungsi-fungsi sosial dan psikologis yang penting 

bagi remaja. Bahkan studi lain ditemukan bahwa hubungan teman sebaya 

yang harmonis selama masa remaja, dihubungkan dengan kesehatan mental 

yang positif pada usia setengah baya (Hightower, 1990; dalam Desmita, 

2005, hlm. 220). 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas


Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 22 

 

 

 
 

Perspektif perkembangan remaja dari aspek psikologi maupun sosial 

merupakan salah satu pertimbangan pemilihan olahraga yang akan 

digunakan dalam proses pembelajaran penjas. Pertimbangan lainnya 

berdasarkan karakteristik permainan beregu, yang menyediakan situasi 

bermain yang kompleks dan menuntut pengambilan keputusan secara cepat 

dan tepat. McBride dkk. (1990, hlm. 63) menegaskan bahwa “When 

learners are placed in game situations that occur in open environment, that 

is, when conditions are constantly changing, players are required to 

generated cognitive strategies quickly. Racquetball, basketball, and soccer 

represent but a few ample of this phenomenon”. 

 
Azizmalayeri (2012, hlm. 44) mengungkapkan bahwa “Critical 

thinking is complex time-consuming process, requiring preparation for 

high-level functions”. Oleh karena itu, peneliti merekomendasikan pada 

penelitian selanjutnya untuk melibatkan sampel yang banyak, serta waktu 

penelitian lebih lama karena kemampuan berpikir krtis merupakan aspek 

psikologis, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk 

mengalami peningkatan. Berikut beberapa pertimbangan pemberian 

stimulasi kemampuan berpikir kritis ditinjau dari neurologi, keadaan awal, 

dan sosiokultural. 

 

Tinjauan Neurologi. 

Otak terdiri dari ratusan milyar sel syaraf. Sel-sel syaraf ini disebut 

neuron yang berukuran sangat kecil dan saling terhubung satu sama lain. 

Keberfungsian neuron ini akan terlihat saat neuron menerima informasi dari 

bagian tubuh yang lain kemudian informasi tersebut disintesiskan oleh 

neuron lainnya untuk dikirimkan kembali kepada bagian tubuh lainnya 

mengenai respon yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada. Proses 

berpikir yang kompleks dan sadar terutama terjadi di korteks (cortex), yang 

terletak di bagian atas dan sisi otak. Wujudnya menyerupai rambut palsu 

yang tebal dan bergelombang. Bagian korteks yang terletak dekat dahi, yang 

disebut korteks prefrontalis (prefontal cortex), berperan penting dalam 

berbagai aktivitas dasar manusia, seperti proses mempertahankan atensi, 

penalaran, perencanaan, pengambilan keputusan, pengkoordinasian 

aktivitas-aktivitas yang rumit, dan pencegahan pikiran-pikiran perilaku 

yang tidak produktif. Bagian korteks yang lain juga tak kalah pentingnya 

karena terlibat dalam menafsirkan informasi visual dan auditoris, 

mengidentifikasi karakteristik-karakteristik spasial dari objek-objek dan 

peristiwa-peristiwa, dan menyimpan pengetahuan umum mengenai dunia. 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas


Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 23 

 

 

 

Terdapat empat poin penting mengenai peran otak dalam pembelajaran dan 

perkembangan kognitif, Ormrod (2001, hlm. 37) menjelaskannya sebagai 

berikut : 

 

Sebagian besar pembelajaran kemungkinan melibatkan perubahan- 
perubahan di neuron dan sinapsis; Perubahan-perubahan perkembangan 

yang terjadi di otak memungkinkan terjadinya proses berpikir yang 

semakin kompleks dan efisien; Banyak bagian otak bekerja sama secara 

harmonis untuk memudahkan terjadinya proses berpikir dan berperilaku 

yang rumit; Otak tetap mampu beradaptasi seumur hidup manusia. 

 

Banyak peneliti meyakini bahwa landasan fisiologis pembelajaran 

(dan perkembangan kognitif) terletak pada perubahan-perubahan yang 

terjadi dalam hubungan-hubungan di antara neuron-neuron. Secara spesifik, 

pembelajaran seringkali melibatkan penguatan sinapsis yang ada atau 

pembentukan sinaps yang baru (Ormrod, 2001, hlm. 37). Pemberian 

masalah gerak pada penjas merupakan salah satu bentuk stimulasi untuk 

pembelajaran kognitif. Ormrod (2000, hlm. 37) mengemukakan bahwa 

“Pembentukan neuron baru tampaknya distimulasi oleh pengalaman- 

pengalaman belajar yang baru, sekalipun perannya dalam proses 

pembelajaran masih belum diketahui”. 

 

Keadaan Awal Siswa 

Terdapat beberapa aspek yang kemudian berpengaruh terhadap 

pencapaian tujuan belajar salah satunya keadaan awal siswa. 

 

Keadaan awal dapat dipandang sebagai kumpulan sejumlah hal yang, 

pada dasarnya, dapat berpengaruh terhadap proses belajar-mengajar 

apapun, tetapi belum tentu semuanya jadi berdampak pada belajar- 

mengajar tertentu (keadaan awal potensial). Keadaan awal itu dapat juga 

dipandang sebagai komposisi sejumlah kenyataan yang terdapat pada 

awal proses belajar-mengajar tertentu dan nyata-nyata berpengaruh, 

selama guru dan siswa berinteraksi untuk mencapai tujuan instruksional 

khusus tertentu (keadaan awal aktual). Winkel (1999, hlm. 134) 

 

“Intelegensi (intelligence) yaitu kemampuan menerapkan 

pengetahuan dan pengalaman sebelumnya secara fleksibel untuk 

menghadapi tugas-tugas baru yang menantang” (Ormrod, 2001, hlm. 210). 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas


Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 24 

 

 

 

Sternberg (dalam Ormrod, 2001, hlm. 214) membuat tiga distingsi- 

makanya disebut triarthic. Pertama bahwa orang dapat lebih atau kurang 

intelegen dalam tiga bidang yang berbeda (Sternberg, 1998, 2004; Sternberg 

dkk, 2000). Intelegensi analitis (analyctical intelligence) melibatkan 

kemampuan memahami, menganalisis, membedakan, dan mengevaluasi 

jenis-jenis informasi dan persoalan-persoalan yang biasanya ditemukan 

dalam lingkungan akademik dan tes-tes intelegensi. Inteligensi kreatif 

(creative intelligence) melibatkan imajinasi, penemuan, dan sintesa 

gagasan-gagasan dalam konteks situasi-situasi baru. Inteligensi praktis 

(practical intelligence) melibatkan kemampuan menetapkan pengetahuan 

dan keterampilan secara efektif untuk mengelola dan merespons persoalan 

hidup dan situasi sosial sehari-hari. Kemampuan berpikir kritis siswa yang 

terdapat pada penelitian ini dapat dipengaruhi pula oleh modalitas awal 

siswa berupa intelegensi. Pada penelitian ini, intelegensi siswa tidak diukur 

dan dijadikan sebagai faktor yang memang mempengaruhi skor kemampuan 

berpikir kritis siswa. Sehingga perlu penelitian lebih lanjut yang 

menyertakan variabel moderator dalam meneliti hasil belajar siswa terutama 

pada aspek kognitif melalui pembelajaran penjas. 

 
Perspektif Sosiokultural 

Lingkungan tempat tinggal dan tempat berinteraksi pun ikut pula 

berkontribusi terhadap perkembangan kognitif peserta didik. Kuhn dan Park 

(2005; Ormrod, 2001, hlm. 413) mengungkapkan bahwa 

 

Nilai dan ekspektasi budaya juga kelihatannya memengaruhi kemauan 

dan kemampuan siswa untuk terlibat dalam pemikiran kritis. Selain 

itu, penekanan kultural pada harmoni kelompok bisa membuat anak-

anak enggan memperbincangkan perbedaan sudut pandang yang 

sering diperlukan dalam pemikiran kritis. 

 

Piaget (Ormrod, 2001, hlm. 42) berpandangan bahwa interaksi sosial 

juga sama pentingnya bagi perkembangan kognitif.  Melalui interaksi 

dengan orang lain yang menyenangkan (seperti percakapan) maupun yang 

tidak menyenangkan (seperti pertengkaran) anak-anak yang masih belia 

secara bertahap menyadari bahwa individu-individu yang berbeda akan 

memandang hal-hal secara berbeda dan pandangan- pandangan mereka 

tentang dunia belum tentu akurat atau logis. Proses- proses mental yang 

kompleks bermula sebagai aktivitas-aktivitas sosial; seiring perkembangan, 

anak-anak secara berangsur-angsur menginternalisasikan proses-proses 

yang mereka gunakan dalam konteks- 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas


Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 25 

 

 

 

konteks sosial dan mulai menggunakannya secara independen (Vygotsky 

dalam Ormrod, 2001, hlm. 57). Teori Vygotsky meyakini bahwa orang- 

orang dewasa di masyarakat mendorong perkembangan kognitif anak secara 

sengaja dan sistematis. Orang dewasa secara berkesinambungan melibatkan 

anak-anak dalam aktivitas-aktivitas tersebut dengan sukses. Vygotsky 

menekankan pentingnya masyarakat dan budaya mendorong pertumbuhan 

kognitif sehingga teorinya terkadang disebut sebagai perspektif 

sosiokultural (Ormrod, 2008, hlm. 55). 

 
Pada proses pembelajaran pendidikan jasmani, siswa akan sangat 

dipengaruhi oleh situasi sosial yang dinamis, sehingga peran sosial terhadap 

pembelajaran sangatlah mempengaruhi perilaku individu untuk menerima 

materi pembelajaran. Pada masa remaja ini pula aspek sosial sangat 

berpengaruh terhadap perilaku dirinya. Desmita (2005, hlm. 219) 

menjelaskan bahwa “Perkembangan kehidupan sosial remaja ditandai 

dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan 

mereka. Sebagian waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul 

dengan teman-teman sebaya mereka”. Peran teman sebaya sangatlah 

penting bagi anak yang berada pada tahap ini. Hartup (1982; dalam Desmita 

(2005, hlm. 220) mencatat bahwa pengaruh teman sebaya memberikan 

fungsi-fungsi sosial dan psikologis yang penting bagi remaja. Bahkan studi 

lain ditemukan bahwa hubungan teman sebaya yang harmonis selama masa 

remaja, dihubungkan dengan kesehatan mental yang positif pada usia 

setengah baya (Hightower, 1990; dalam Desmita, 2005, hlm. 220). 

 
Peran guru pun sangat diperlukan dalam memfasilitasi pengalaman 

belajar yang menyenangkan dan mampu menstimulasi kemampuan berpikir 

kritis. Colln-Appling dan Giuliano (2017) mengemukakan bahwa “Early in 

the educational journey, educators would benefit from designing and 

implementing simulation exercises that encourage students use of attributes 

related to the development of critical thinking skills”. Penelitian Gholami 

dkk (2016) menunjukkan bahwa terdapat peningkatan skor berpikir kritis 

terutama pada tahap evaluasi dan deduksi, juga pada skor kesadaran 

metacognisi siswa keperawatan setelah mengalami pembelajaran berbasis 

masalah. 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas


Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 26 

 

 

 

KESIMPULAN 

Berdasarkan hasil kajian teoritis dan berbagai hasil penelitian, dapat 

disimpulkan bahwa pembelajaran penjas dapat menstimulasi kemampuan 

berpikir kritis melalui proses pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran 

penjas sendiri tentu belum cukup, karena proses kemampuan berpikir kritis 

memerlukan proses yang panjang dan relatif lama  serta perlu dukungan dari 

semua pihak. Maka, perlu ada kesinambungan antara mata pelajaran penjas 

dengan mata pelajaran lain yang juga saling mendukung dalam memberikan 

pembelajaran berbasis masalah dalam mencapai tujuan pendidikan nasional 

sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas


Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga Volume 2 Nomor 1. april 2017 

JPJO  http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas 

Page 27 

 

 

 

REFERENSI 

 

Azizmalayeri dkk. (2012). The Impact of Guided Inquiry Methods of 

Teaching on The Critical Thinking of High School Students. Journal 

of Education and Practice: Vol 3. No. 10. 

Colln-Appling dan Giuliano. (2017). A Concept Analysis of Critical 

Thinking: A guide for Nurse Educators. Nurse Education Today : 49 , 

106–109. Online : www.elsevier .com 

Cottrell, S. (2005). Critical Thinking Skills. New York: Palgrave Macmillan 

Ltd. 

Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja 
Rosdakarya. 

Ennis, R H. (1985). A Logical Basis for Measuring Critical Thinking Skills. 

Educational Leadership (44-48.) 

Gallahue, D L. (1996). Developmental Physical Education for Today’s 

Children. USA: Times Miror Higher Education Group, Inc. 

Gholami et al. (2016). Comparing The Effects of Problem-Based learning 

and The Traditional Lecture Method on Critical Thinking Skills and 

Metacognitive Awareness in Nursing Students in a Critical Care 

Nursing Course. Nurse Education Today: 45 16–21. Online : 

www.elsevier .com 

McBride, dkk. (1990). Teaching Critical Thinking Skills in the Psycomotor 

Domain. The Clearing House :Vol. 63 (197-201). 

Ormrod, J E. (2008). Psikologi Pendidikan (Edisi Keenam-Jilid 1). 
Bandung: Erlangga. 

Walkuski, J J. (2013). Critical Thinking in Physical Education. Teaching 

and Learning, 18 (1), 83-92. 

Winkel, W S. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Grasindo. 

Yildirim, Ahmet. (2003). Analysis of Academic Learning Time in Physical 

Education Classes of Prospective and Inservice Teachers. Thesis 

Master: tersedia http://etd.lib.metu.edu.tr/upload/1067594/ index.pdf 

http://ejournal.upi.edu/index.php/penjas
http://etd.lib.metu.edu.tr/upload/1067594/