P-ISSN 2527-5615 E-ISSN 2527-5607 KALAMATIKA Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3, No. 1, April 2018, hal. 1-16 1 PENERAPAN PEMBELAJARAN KUANTUM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN REPRESENTASI MULTIPEL MATEMATIS SISWA Sarah Inayah Universitas Suryakancana inayahsarah@gmail.com ABSTRAK Kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis sangatlah penting untuk dikembangkan. Akan tetapi, pada kenyataannya kedua kemampuan tersebut belum dikembangkan dengan maksimal. Model pembelajaran kuantum menempatkan siswa pada keadaan yang nyaman dan menyenangkan sehingga siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran dan diharapkan siswa mendapat keleluasaan untuk menghadirkan representasinya sendiri serta mudah dalam memecahkan masalah. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran Kuantum dan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, serta untuk mengetahui hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis. Jenis penelitian merupakan kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non ekuivalen. Populasi penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VII SMP Islam At-Taqwa Cilaku Cianjur dengan dua kelas diantaranya sebagai sampel penelitian. Data penelitian diperoleh melalui pemberian tes kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis. Analisis data kuantitatif menggunakan uji Mann Whitney dan uji Correlation Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) model pembelajaran Kuantum dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis, (b) terdapat hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis. Kata Kunci: pemecahan masalah, representasi multipel matematis, pembelajaran kuantum ABSTRACT Mathematical problem solving and multiple representations are essential skills that have to be developed. In fact, those abilities have not been optimally developed. Quantum learning model puts students on comfortable and pleasant condition so that students can play an active role in the learning process and student expected to get the flexibility to bring their own representation and easy to solve the problem. The objectives of this study were to determine the improvement on students’ mathematical problem solving and multiple representations who obtained quantum learning model and students who received conventional learning, and to determine the relationship between the mathematical problem solving and multiple representations. This research is a quasi-experimental with non-equivalent control group design. The populations of this study are all students of class VII At-Taqwa Islamic Cilaku Cianjur with two classes of them as samples. The research data obtained through problem-solving ability and multiple mathematical representations test. Quantitative data analysis using Mann Whitney test and Spearman correlation test. The results showed that: (a) Quantum learning model can improve the Inayah 2 mathematical problem solving and multiple representations ability, and (b) there is a relationship between the mathematical problem solving and multiple representations ability. Keywords: problem solving, mathematical multiple representations, quantum learning Format Sitasi: Inayah, S. (2018). Penerapan Pembelajaran Kuantum untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Representasi Multipel Matematis Siswa. KALAMATIKA Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1), 1-16. Penyerahan Naskah: 26 Desember 2017 || Revisi: 29 Maret 2018 || Diterima: 31 Maret 2018 PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Ada berbagai kemampuan yang bisa dikembangkan melalui matematika. Menurut Suryadi (2012) kemampuan tersebut dapat berkontribusi pada tiga dimensi kebutuhan anak yakni untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, digunakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat, atau untuk menunjang kebutuhan yang berkaitan dengan pekerjaan. Pada buku standar kompetensi, tujuan pembelajaran matematika dipaparkan sebagai berikut: (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi; (2) mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba, (3) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah; dan (4) mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Demikian pula halnya tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000, yang menetapkan enam kemampuan penting yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika, yaitu (1) pemahaman konsep, (2) pemecahan masalah, (3) penalaran dan pembuktian, (4) komunikasi, (5) koneksi, (6) representasi. Berdasarkan kompetensi-kompetensi pembelajaran matematika yang harus dicapai siswa baik yang tertuang dalam buku standar kompetensi maupun NCTM, nampak bahwa kemampuan pemecahan masalah dan representasi matematis merupakan aspek 3 KALAMATIKA, Volume 3, No. 1, April 2018, hal. 1-16 penting dalam pembelajaran matematika. Hanya saja istilah representasi dalam buku standar kompetensi disebutkan dalam kalimat “mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan”. Pentingnya pemecahan masalah matematis ditegaskan dalam NCTM (2000) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika, sehingga hal tersebut tidak boleh dilepaskan dari pembelajaran matematika. NCTM juga mencantumkan kemampuan representasi matematis penting untuk dimiliki oleh siswa. Representasi adalah sentral dalam pembelajaran matematika. Siswa dapat mengembangkan dan mendalami pemahamannya dalam konsep dan hubungan matematika sebagaimana mereka membuat, membandingkan dan menggunakan berbagai representasi. Bentuk representasi seperti objek fisik, gambar, diagram, grafik dan simbol dapat membantu siswa mengkomunikasikan pemikirannya (NCTM, 2000). Pentingnya kemampuan pemecahan masalah dan representasi matematis ini juga ditunjukkan oleh PISA (Program for International Student Assesment). Hal ini ditunjukkan melalui kemampuan matematis yang digunakan sebagai penilaian proses matematika dalam PISA adalah komunikasi, matematisasi, representasi, penalaran dan argumen, merumuskan strategi memecahkan masalah, menggunakan bahasa simbolik, formal dan teknik serta operasi, dan menggunakan alat–alat matematis. Oleh karena itu kemampuan seseorang dalam memecahan masalah matematis perlu terus dilatih sehingga orang tersebut mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya. Hasil survey PISA pada tahun 2015 (OECD,2016), Indonesia menempati ranking 63 dari 72 negara peserta dengan skor rata–rata 386 untuk matematika dengan rata–rata skor internasional adalah 490. Faktor yang menjadi penyebab dari rendahnya prestasi siswa Indonesia dalam PISA yaitu lemahnya kemampuan pemecahan masalah non - routine atau level tinggi. Soal yang diujikan dalam PISA terdiri dari 6 level (level 1 terendah sampai level 6 tertinggi). Sedangkan siswa di Indonesia hanya terbiasa dengan dengan soal–soal rutin pada level 1 dan 2. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa Indonesia rendah. Peringkat dalam PISA ini memang tidak dapat dijadikan alat ukur mutlak bagi keberhasilan pembelajaran di Indonesia. Keberadaan posisi yang kurang memuaskan tersebut Inayah 4 bisa saja dijadikan sebagai evaluasi untuk memotivasi guru dan semua pihak dalam dunia pendidikan sehingga siswa dapat lebih meningkatkan kemampuan matematisnya. Kemampuan pemecahan masalah matematis sangat erat hubungannya dengan kemampuan representasi matematis. Konstruksi representasi matematis yang tepat akan memudahkan siswa dalam melakukan pemecahan masalah. Suatu masalah yang rumit akan menjadi lebih sederhana jika menggunakan representasi yang sesuai dengan permasalahan tersebut. Sebaliknya, konstruksi representasi matematis yang keliru akan membuat masalah menjadi sukar untuk dipecahkan. Representasi yang dimunculkan oleh siswa merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide-ide matematis yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk mencari suatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya (NCTM, 2000). Cai, Lane & Jacabsin (Fadillah, 2010) memandang representasi sebagai alat yang digunakan seseorang untuk mengkomunikasikan jawaban atau gagasan matematis yang bersangkutan. Terdapat beberapa alasan perlunya kemampuan representasi, seperti yang diungkapkan oleh Jones (2000) yaitu: merupakan kemampuan dasar untuk membangun suatu konsep dan berfikir matematis, juga untuk memiliki kemampuan pemahaman konsep yang baik dan fleksibel yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah. Artinya suatu masalah yang dianggap rumit dan kompleks bisa menjadi lebih sederhana jika orang tersebut memilih strategi dan pemanfaatan representasi matematis yang digunakan sesuai dengan permasalahan tersebut. Sebaliknya, permasalahan menjadi sulit dipecahkan apabila representasinya keliru. Kemampuan representasi matematis dapat membantu siswa dalam membangun konsep, memahami konsep dan menyatakan ide-ide matematis serta memudahkan siswa dalam mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Meskipun representasi penting untuk dicapai dalam pembelajaran matematika, akan tetapi pelaksaannya belum tertangani dengan baik. Studi pendahuluan pada penelitian Hutagaol (2007) menyatakan kurang berkembangnya daya representasi siswa khususnya siswa SMP karena siswa tidak pernah diberi kesempatan untuk melakukan representasinya sendiri, tetapi harus mengikuti apa yang sudah dicontohkan oleh guru yang menyebabkan siswa tidak mampu merepresentasikan gagasan matematis dengan baik. Sejalan dengan pernyataan sebelumnya, Amri (2009) menyatakan bahwa guru dalam pembelajaran matematika yang berhubungan dengan representasi masih menggunakan cara konvensional, sehingga siswa cenderung meniru 5 KALAMATIKA, Volume 3, No. 1, April 2018, hal. 1-16 langkah guru, siswa tidak pernah diberikan kesempatan untuk menghadirkan kemampuan representasi matematisnya yang dapat meningkatkan kemampuan matematisnya. Terdapat beberapa penggolongan mengenai representasi. Akan tetapi pada dasarnya representasi dapat digolongkan menjadi: (1) representasi visual (gambar, diagram grafik, atau tabel); (2) representasi simbolik (pernyataan matematis/ notasi matematis, numerik/simbol aljabar); dan (3) representasi verbal (teks tertulis/kata-kata). Penggunaan semua jenis representasi tersebut dapat dibuat secara lengkap dan terpadu dalam pengujian suatu masalah yang sama atau dengan kata lain representasi matematis dapat dibuat secara beragam (multipel representasi). Penggunaan multipel representasi akan memperkaya pengalaman belajar siswa. McCoy (Kartini, 2009) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika di kelas, representasi tidak harus terikat pada perubahan satu bentuk ke bentuk lainnya dalam satu cara, tetapi bisa dua cara atau bahkan dalam multi cara. Misalnya disajikan representasi berupa grafik, guru dapat meminta siswa membuat representasi lainnya seperti menyajikannya dalam tabel, persamaan/model matematika atau menuliskannya dengan kata-kata. Jadi dalam pembelajaran matematika tidaklah selalu harus guru memberikan suatu masalah verbal atau suatu situasi masalah yang kemudian guru meminta siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan berbagai representasi, namun dengan multipel representasi, guru dapat meminta siswa melakukan hal sebaliknya. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis sangatlah penting untuk dikembangkan. Akan tetapi, pada kenyataannya kedua kemampuan tersebut belum dikembangkan dengan maksimal. Diperlukan strategi pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga mampu memotivasi belajar siswa, agar pembelajaran lebih bermakna, siswa lebih aktif dan mampu mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Salah satu alternatif model pembelajaran matematika yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuaan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis adalah model pembelajaran kuantum. Model pembelajaran kuantum menempatkan siswa pada keadaan yang nyaman dan menyenangkan. Dalam keadaan yang nyaman dan menyenangkan siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran. Dengan suasana nyaman dan menyenangkan serta keterlibatan siswa secara aktif, diharapkan siswa mendapat keleluasaan untuk menghadirkan representasinya Inayah 6 sendiri. Setelah siswa dapat merepresentasikan pemahamannya guru memfasilitasi agar representasinya tepat karena representasi yang tepat membuat masalah yang dihadapi siswa menjadi sederhana dan mudah untuk dipecahkan. Penelitian ini mengkaji kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran kuantum. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kuantum lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan representasi multipel matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kuantum lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 3. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan representasi multipel matematis? METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kuasi-eksperimen. Sampel yang digunakan terdiri dari dua kelompok yang memiliki kemampuan yang sama dengan model pembelajaran yang berbeda. Pada Kelompok pertama (kelompok eksperimen) mendapatkan pembelajaran dengan model kuantum, kelompok kedua (kelompok kontrol) diterapkan pembelajaran konvensional. Desain rencana penelitian untuk eksperimen ini adalah Nonequivalent Control Group Design, yang diilustrasikan sebagai berikut: Kelas Eksperimen : O X O ..................................... Kelas Kontrol : O O (Sugiyono, 2012) Keterangan: O: Pretes dan postes (tes kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis) X: Perlakuan dengan model pembelajaran kuantum ...: Subjek tidak dikelompokkan secara acak. Waktu Penelitian 7 KALAMATIKA, Volume 3, No. 1, April 2018, hal. 1-16 Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan yaitu selama bulan Maret- April 2016. Populasi dan Sampel Penelitian ini dilakukan di SMP Islam At-Taqwa Cilaku Cianjur. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Islam At-Taqwa Cilaku Cianjur pada tahun ajaran 2015/2016 yang terdiri dari tiga kelas berjumlah 101 siswa. Peneliti memilih kelas VII A sebagai kelas eksperimen berjumlah 36 siswa dan kelas VII B sebagai kelas kontrol berjumlah 35 siswa. Instrumen Penelitian Instrumen berbentuk tes terdiri dari pretes kemampuan pemecahan masalah matematis dan representasi multipel matematis siswa serta postes kemampuan pemecahan masalah matematis dan representasi multipel matematis siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Data kuantitatif diperoleh melalui pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis. Pretes kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis diadakan sebelum pembelajaran diberikan, dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal kelas konvensional dan kelas kuantum. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis siswa dilihat dari skor gain ternormalisasi (N-gain) antara kedua kelas. Hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis siswa dilihat dari skor postes kedua kelas. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2010 untuk menghitung data dan membuat diagram dan menggunakan Software SPSS 18 dalam pengujian hipotesis penelitian. Data tersebut diperoleh dari sampel yang terdiri dari 71 siswa, sebanyak 36 siswa kelas kuantum yang memperoleh model pembelajaran Kuantum dan 35 siswa kelas konvensional yang memperoleh pembelajaran konvensional. Berikut disajikan statistik deskriptif skor pretes, postes dan N-gain untuk kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis dalam tabel 1. Inayah 8 Tabel 1. Statistik Deskriptif Skor Pretes dan Postes Kemampuan Pemecahan Masalah (PM) dan Representasi Multipel (RM) Matematis. Hasil Kuantum Konvensional SMI 𝑁 𝑥𝑚𝑖𝑛 𝑥𝑚𝑎𝑘𝑠 𝒙 (%) 𝑠 𝑁 𝑥𝑚𝑖𝑛 𝑥𝑚𝑎𝑘𝑠 𝒙 (%) 𝑠 PM Pretes 36 1 6 2,94 (11,32) 1,47 35 1 6 3,14 (12,09) 1,35 26 Postes 36 10 22 14,97 (57,59) 3,13 35 7 20 10,60 (40,77) 3,26 RM Pretes 36 1 10 4,31 (23,92) 2,24 35 1 11 3,97 (22,06) 2,89 18 Postes 36 9 17 12,25 (68,06) 1,70 35 7 15 10,40 (57,78) 2,59 Apabila dicermati, pada kemampuan pemecahan masalah dengan membandingkan hasil pretes dan postes diperoleh pada kedua kelas diperoleh bahwa nilai rata-rata meningkat dari pretes ke postes, tetapi nilai standar deviasinya juga meningkat. Hal ini bisa disebabkan karena pada soal pemecahan masalah dirasakan oleh seluruh siswa membutuhkan materi yang dianggap baru. Pada kemampuan representasi multipel dengan membandingkan hasil pretes dan postes diperoleh pada kedua kelas diperoleh bahwa nilai rata-rata meningkat dari pretes ke postes dan standar deviasinya menurun. Artinya, setelah mendapat pembelajaran siswa dapat meningkatkan kemampuan representasi multipel matematis. Analisis Skor N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Analisis skor N-gain kemampuan pemecahan masalah matematis menggunakan data gain ternormalisasi, data gain ternormalisasi juga menunjukkan klasifikasi peningkatan skor siswa yang dibandingkan dengan selisih tes awal dari skor maksimal idealnya. Rata-rata N- gain menggambarkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model kuantum maupun yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Analisis data untuk menguji perbedaan rata-rata N-gain dengan menggunakan statistik nonparametrik Mann Whitney-U dengan bantuan program software SPSS 18. Adapun perumusan hipotesis statistiknya yang diuji adalah: H0 ∶ 𝜇1 = 𝜇2 : Rata-rata gain ternormalisasi kelas kuantum sama dengan rata-rata gain 9 KALAMATIKA, Volume 3, No. 1, April 2018, hal. 1-16 ternormalisasi kelas konvensional. H1: 𝜇1 > 𝜇2 : Rata-rata gain ternormalisasi kelas kuantum lebih baik daripada rata-rata gain ternormalisasi kelas konvensional. Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05, maka kriteria pengambilan keputusannya adalah: jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak. Adapun rangkuman hasil uji perbedaan rata-rata skor N-gain dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2. Uji Perbedaan Rata-rata Skor N-gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Statistik Nilai Keterangan Mann-Whitney U Z Asymp. Sig. (2-tailed) 127,500 -5,788 0,000 H0 ditolak Berdasarkan tabel 2, diperoleh nilai sig. (1-tailed) = 1 2 sig. (2-tailed) yaitu 0,000 < α = 0,05, maka H0 ditolak. Artinya rata-rata skor N-gain kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas kuantum lebih baik daripada siswa kelas konvensional. Dengan demikian terbukti bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kuantum lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Analisis Skor N-gain Kemampuan Representasi Multipel Matematis Analisis skor N-gain kemampuan representasi multipel matematis menggunakan data gain ternormalisasi. Rata-rata N-gain menggambarkan peningkatan kemampuan representasi multipel matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model kuantum maupun yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Analisis data selanjutnya adalah uji perbedaan rata-rata N-gain menggunakan statistik nonparametric Mann Whitney-U dengan bantuan program software SPSS 18. Adapun perumusan hipotesis statistiknya yang diuji adalah: H0 ∶ 𝜇1 = 𝜇2 : Rata-rata gain ternormalisasi kelas kuantum sama dengan rata-rata gain ternormalisasi kelas konvensional. H1: 𝜇1 > 𝜇2 : Rata-rata gain ternormalisasi kelas kuantum lebih baik daripada rata-rata gain ternormalisasi kelas konvensional. Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05, maka kriteria pengambilan keputusannya adalah: jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak. Inayah 10 Adapun rangkuman hasil uji perbedaan rata-rata skor postes dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Uji Perbedaan Rata-rata Skor N-gain Kemampuan Representasi Multipel Matematis. Statistik Nilai Keterangan Mann-Whitney U Z Asymp. Sig. (2-tailed) 299,000 -3,811 0,000 H0 ditolak Berdasarkan tabel 3, diperoleh nilai sig. (1-tailed) = 1 2 sig. (2-tailed) yaitu 0,000 < α = 0,05, maka H0 ditolak. Artinya rata-rata skor N-gain kemampuan representasi multipel matematis siswa kelas kuantum lebih baik daripada siswa kelas konvensional. Dengan demikian terbukti bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa peningkatan kemampuan representasi multipel matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kuantum lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Analisis Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah dengan Representasi Multipel Matematis Berdasarkan Data Postes Analisis hubungan antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan representasi multipel matematis menggunakan data postes dari kedua kelas. Rata-rata postes menggambarkan ketercapaian kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran baik yang mendaprtkan pembelajaran model kuantum maupun yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Untuk melakukan pengujian terhadap ada atau tidak adanya hubungan antar kedua kemampuan digunakan uji korelasi dengan menggunakan statistik nonparametrik Spearman’s rho dengan bantuan program software SPSS 18. Adapun perumusan hipotesis statistiknya yang diuji adalah: H0: 𝜌 = 0; Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan representasi multipel matematis H1: 𝜌 ≠ 0; Terdapat korelasi yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan representasi multipel matematis 11 KALAMATIKA, Volume 3, No. 1, April 2018, hal. 1-16 Dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05, maka kriteria pengambilan keputusannya adalah: jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak. Adapun rangkuman hasil uji perbedaan rata-rata skor postes dapat dilihat pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Uji Korelasi Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah dengan Representasi Multipel Matematis PMM RMM Keterangan Spearman’s rho PMM Correlation Coeficient Sig. (2-tailed) 1,000 . 0,809 0,000 H0 ditolak RMM Correlation Coeficient Sig. (2-tailed) 0,809 0,000 1,000 . Berdasarkan tabel 4, diperoleh nilai sig. (2-tailed) yaitu 0,000 < α = 0,05, maka H0 ditolak. Artinya terdapat korelasi yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan representasi multipel matematis. Nilai koefisien korelasi yang positif menunjukkan jenis hubungan yang searah. Artinya siswa yang memiliki kemampuan pemecahan masalah tinggi juga memiliki kemampuan representasi multipel matematis yang tinggi. Demikian juga sebaliknya, siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang rendah juga memiliki kemampuan representasi multipel matematis yang rendah. Dengan demikian terbukti bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang berarti antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan representasi multipel matematis. Selain itu, dari output Uji Spearman’s rho diperoleh juga hasil korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis adalah 0,809. Berdasarkan klasifikasi koofisien korelasi yang diungkapkan Suherman (2003) yaitu untuk r = 0,809 dimana 0,70≤r<0,90 berada tingkat hubungannya tergolong tinggi (baik). Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran model kuantum secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan yang mendapat pembelajaran konvensional. Selain itu juga ditemukan mutu peningkatan kemampuan representasi multipel matematis siswa yang memperoleh pembelajaran model kuantum secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan yang mendapat pembelajaran konvensional. Inayah 12 Selain itu fakta juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan representasi multipel matematis. Dalam penelitian ini diperoleh dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dengan representasi multipel matematis. Selain itu nilai korelasi antar keduanya termasuk kategori tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Montague (2007) bahwa pemecahan masalah yang sukses tidak mungkin tanpa representasi masalah yang sesuai. Siswa yang mempunyai kesulitan dalam mempresentasikan masalah matematis akan memiliki kesulitan dalam melakukan pemecahan masalah. Representasi yang tepat akan memudahkan siswa dalam melakukan pemecahan masalah, begitu juga sebaliknya representasi yang keliru akan membuat masalah menjadi sulit dipecahkan. Selain itu, hasil penelitian Fadillah (2010) menunjukkan bahwa terdapat asosiasi antara kemampuan representasi multipel dan pemecahan masalah matematis. Hasil yang paling menonjol adalah sebanyak 96% siswa yang kemampuan representasi multipel matematisnya rendah, kemampuan pemecahan masalah matematisnya juga rendah. Jones (2000) berpendapat bahwa kemampuan representasi merupakan kemampuan dasar untuk membangun suatu konsep dan berfikir matematis, juga untuk memiliki kemampuan pemahaman konsep yang baik dan fleksibel yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah. Artinya pemahaman bisa diperoleh setelah seseorang memiliki kemampuan representasi dan pemahaman tersebut dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Terkait dengan pendapat tersebut Maizon (2010) melalui penelitiannya telah menemukan bahwa model pembelajaran kuantum dapat meningkatkan pemahaman matematis siswa. Hasil temuan tersebut bisa mendasari temuan terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa karena merupakan kemampuan dasar untuk memiliki pemahaman konsep. Selain itu juga hasil temuan Maizon tersebut juga mendasari temuan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan menggunakan model pembelajaran kuantum. Karena kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran model kuantum dapat meningkatkan kemampuan representasi multipel matematis siswa. karena dalam pembelajaran kuantum terdapat satu tahap yang dinamakan alami. yang dimaksud dengan alami adalah pemberian pengalaman (berupa permainan, atau aktivitas lainnya) yang dapat dipahami oleh setiap siswa sebelum materi diajarkan. Pengalaman membuat guru dapat mengajar dengan memanfaatkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa. 13 KALAMATIKA, Volume 3, No. 1, April 2018, hal. 1-16 Pengalaman dapat membantu mengatasi kesulitan siswa dalam menangkap definisi/teorema yang bersifat abstrak, bahkan lebih jauh dapat mendorong siswa untuk menyusun sendiri pengetahuan berdasarkan apa yang telah dialami. Dengan pernah mengalami sendiri maka siswa tidak akan bergantung pada representasi yang diberikan guru. Siswa dapat menumbuhkan representasinya sendiri mengenai masalah matematika. Adapun peran guru hanya mengarahkan agar representasinya tidak keliru. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Bobby DePorter mengenai model pembelajaran kuantum. Menurut DePorter (2010) proses belajar yang paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk yang mereka pelajari. Hal ini akan memungkinkan kebermaknaan dalam belajar, karena informasi yang diterima berasosiasi dengan struktur kognitif yang telah dibentuk dari pengalaman. Akan tetapi hasil pencapaian kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis ini belum optimal. Hal ini terlihat dari masih kecilnya nilai rata-rata kemampuan akhir yang dapat dicapai siswa yakni 57,59 untuk kemampuan pemecahan masalah dan 68,06 untuk kemampuan representasi multipel matematis. Masih kecilnya nilai rata-rata kemampuan akhir yang dapat dicapai siswa pada kedua kemampuan matematis ini dimungkinkan karena siswa tidak terbiasa dengan pembelajaran kuantum ini. Selain itu waktu yang dimiliki relatif singkat. Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan matematis tingkat tinggi dan soal-soal pemecahan masalah matematis juga tidak biasa diberikan kepada siswa KESIMPULAN Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kuantum lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajarn konvensional. Mutu peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis berada pada kategori sedang untuk kelas yang memperoleh model pembelajaran kuantum dan pembelajaran konvensional. Selain itu peningkatan kemampuan representasi multipel matematis siswa yang memperoleh model pembelajaran kuantum juga lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajarn konvensional. Mutu peningkatan kemampuan representasi multipel matematis berada pada kategori sedang untuk kelas yang memperoleh model pembelajaran kuantum dan pembelajaran konvensional. Adapun hubungan antara kedua kemampuan tersebut ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan representasi multipel matematis. Inayah 14 REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa rekomendasi diantaranya sebagai berikut: 1. Model pembelajaran kuantum dapat digunakan ketika ingin meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan representasi multipel matematis siswa. 2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan mengkaji lebih dalam mengenai tiap tahapan dalam model pembelajaran kuantum. Dengan analisis yang lebih mendalam akan terlihat kontribusi dari masing-masing tahapan dalam pengembangan kemampuan matematis maupun unsur afektif dalam pembelajaran matematika. 3. Penelitian ini juga dapat dilanjutkan dengan penelitian eksperimen murni. 4. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan meneliti pengaruh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kuantum terhadap kemampuan matematis lainnya. Selain itu penelitian juga dapat dilanjutkan pada jenjang pendidikan dan materi matematika yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Amri. (2009). Peningkatan Kemampuan Representasi Matematik Siswa SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Induktif-Deduktif. Unpublished Thesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. DePorter, B. Reardon, M. & Nouri, S. (2010). Quantum Teaching. Bandung: Kaifa DePorter, B. & Hemacki, M. (2010). Quantum Learning. Bandung: Kaifa Fadillah, S.A. (2010). Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis, Pemecahan Masalah Matematis, dan Self Esteem Siswa SMP Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended. Unpublished Dissertation. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Hutagaol, K. (2007). Pembelajaran Matematika Kontekstual Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Unpublished Thesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia 15 KALAMATIKA, Volume 3, No. 1, April 2018, hal. 1-16 Jones, A.D. (2000). The Fifth Process Standard: An Argument to Include Representation in Standar 2000. (Online), (http://www.math.umd.edu/~dac/650/jonespaper.html). Kartini. (2009). Peranan Representasi dalam Pembelajaran Matematika. (Online), (http:/eprints.uny.ac.id/7036/1/P22-Kartini-pdf). Maizon, H. (2010). Pembelajaran Quantum Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematika dan Motivasi Siswa. Unpublished Thesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Motague, M (2007). Math Problem Solving for Middle School Students with Disabilities. (Online), (http://165.139.150.129/intervention/Math_Problem_Solving_for_Middle_School_Stu dents_with_Disabilities.pdf) National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2016). PISA 2015 Result. OECD Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta Suryadi, D. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Bandung : Rizqi press. Wardhani, S & Rumiati. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: p4tkmatematika. http://www.math.umd.edu/~dac/650/jonespaper.html Inayah 16