Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 117 Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi Metakognitif Siswa Sekolah Dasar Comparative Study of Generating Metacognitive Competence Strategy of Elementary School Students Yuliana Setyaningsih Fransisca Despa Listiani Kristophorus Divinanto Adi Yudono Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yuliapbsi@gmail.com Riwayat Artikel: Dikirim 6 Juni 2020; Diterima 17 Juni 2020; Diterbitkan 30 Juni 2020 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengomparasikan strategi guru dalam membangkitkan kemampuan metakognitif siswa di Sekolah Dasar. Sumber data substantif penelitian ini adalah teks-teks hasil transkripsi rekaman tuturan guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar dengan para siswa yang di dalamnya terdapat strategi-strategi membangkitkan kemampuan metakognitif siswa. Sumber data lokatif penelitian ini adalah Sekolah Dasar Kanisius Demangan Yogyakarta (Sekolah Dasar A) dan Sekolah Dasar Pius Bhakti Utama Kutoarjo (Sekolah Dasar B). Data penelitian ini berupa cuplikan-cuplikan tuturan hasil transkripsi rekaman guru yang di dalamnya mengandung strategi-strategi pembangkitan metakognisi siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak, baik simak libat cakap maupun simak bebas libat cakap. Adapun Teknik yang digunakan adalah teknik catat dan teknik teknik rekam. Selanjutnya, metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis isi. Hasil penelitian disajikan dengan metode penyajian informal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pembangkitan kompetensi metakognitif yang dilakukan guru di Sekolah A dan Sekolah B mencakup strategi-strategi berikut: (1) affirm critical thinkers’ self- worth, (2) listen attentively to critical thinkers, (3) show that you support critical thinkers’ effort, (4) reflect and mirror critical thinkers’ ideas and actions, (5) motivate people to think critically, (6) regularly evaluate progress, (7) help critical thinkers create networks, (8) be critical teachers. Adapun strategi make people aware of how they learn critical thinking hanya digunakan di salah satu sekolah saja. Realisasi strategi pembangkitan kompetensi metakognitif siswa di kedua sekolah bervariasi sesuai dengan http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 yuliapbsi@gmail.com Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 118 pengalaman guru dalam mengajar, latar belakang kemampuan siswa, perspektif guru dalam pembelajaran, dll. Kata Kunci: studi komparasi; strategi pembangkitan metakognitif; siswa sekolah dasar ABSTRACT This study aims to compare teachers' strategy in generating students’ metacognitive abilities in elementary schools. The substantive data source of this research is the texts produced by transcription of teacher's speech records in carrying out the teaching-learning process with students in which there are strategies for generating students' metacognitive abilities. The locative data sources of this research are Demangan Baru Kanisius Elementary School Yogyakarta (Elementary School A) and Pius Bhakti Utama Elementary School Kutoarjo (Elementary School B). The data of this study were the form of speech footage from the transcription of teacher records containing strategies for generating students' metacognition. The data collection method used was the method of listening, both referring to both involved and able to see and be involved freely. The technique used was the note taking technique and record technique. Furthermore, the data analysis method used was the content analysis method. The results of the study were presented by the informal presentation method. The results indicated that the metacognitive competence generation strategies undertaken by teachers in School A and School B include the following strategies: (1) affirm critical thinkers' self-worth, (2) listen attentively to critical thinkers, (3) show that you support critical thinkers 'efforts, (4) reflect and mirror critical thinkers' ideas and actions, (5) motivate people to think critically, (6) regularly evaluate progress, (7) help critical thinkers create networks, (8) be critical teachers . The strategy of making people aware of how they learn critical thinking is only implemented in one school. The realization of students’ metacognitive competence strategies in the two schools varies according to the experience of the teacher in teaching, the background of students' abilities, and the perspective of the teachers in learning, etc. Keywords: comparative study; metacognitive generation strategies; elementary school students PENDAHULUAN Kemampuan metakognisi sebagai salah stau kompetensi penting dari struktur berpikir harus dikuasai siswa dalam belajar. Kemampuan ini memiliki peran yang besar bagi keberhasilan siswa dalam proses belajar. Beberapa hasil penelitian telah membuktikan kontribusi kemampuan metakognitif dalam mencapai hasil belajar yang lebih efektif. Kajian tentang metakognitif, baik yang berkaitan dengan keterampilan membaca maupun menulis ternyata sudah banyak membuktikan hal itu dari waktu ke waktu (El-Hindi, 1997; O. Alsheikh & Mokhtari, 2011; Henter & Indreica, 2014). Kajian tentang http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 119 metakognisi dan peranannya dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dalam membaca dan menulis telah dilakukan dan memberikan hasil yang signifikan. Kajian-kajian tersebut tidak lepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan metakognitif tidak terlepas dari kemampuan berpikir kritis, keduanya memiliki keterkaitan yang tidak terpisahkan. Keluhan tentang kemampuan berpikir siswa yang masih belum optimal bukan persoalan baru yang muncul saat ini. Persoalan rendahnya kemampuan berpikir siswa sudah lama dikeluhkan oleh para praktisi dan para ahli pendidikan. Persoalan ini harus dicari jalan keluarnya. Penelitian- penelitian yang mengkaji tentang kemampuan berpikir lebih melihat pada sisi siswa sebagai subjek penelitiannya. Kiranya penelitian perlu beralih pada guru sebagai subjek penelitian mengingat peran guru yang sangat penting dalam pendampingan proses pembelajaran. Kinerja guru sebagai motivator, fasilitator, inspirator, perlu dioptimalkan agar peran tersebut sungguh- sungguh berkontribusi pada keberhasilan siswa. Salah satu alternatif yang diduga mampu mengatasi persoalan tersebut adalah melalui penelitian tentang upaya-upaya yang perlu dilakukan guru agar siswa mampu mengelola strategi belajarnya dengan suatu kesadaran. Belajar bukan sesuatu yang berlangsung secara mekanis, melainkan suatu kegiatan sadar, teratur, dan sistematis sehingga siswa dapat menguasai kompetensi- kompetensi yang ditetapkan secara efektif. Kesadaran inilah yang penting dibangkitkan oleh guru agar siswa terlatih untuk membangun metakognisinya. Penelitian ini penting dilakukan karena menyentuh tataran kemampuan berpikir tingkat tinggi yang harus dilatihkan kepada siswa. Penelitian-penelitian di Indonesia terkait kemampuan berpikir tingkat tinggi sudah banyak dilakukan. Namun, yang menyentuh tentang metakognisi masih perlu dikembangkan lagi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk mengatasi persoalan rendahnya kemampuan berpikir siswa melalui strategi yang harus dilakukan guru dalam membangkitkan metakognisi siswa. Melalui strategi-strategi yang baik diharapkan persoalan rendahnya kemampuan berpikir siswa dapat diatasi. Dengan mendasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengomparasikan strategi guru dalam membangkitkan kemampuan metakognitif siswa sekolah dasar kelas rendah. Penelitian tentang kemampuan metakognisi siswa sekolah dasar perlu dilakukan sejak dini. Beberapa kajian telah dilakukan dan sebagian besar lebih fokus pada strategi metakognisi siswa. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Rukminingrum, dkk. menekankan pada kajian tentang pengetahuan metakognitif belajar siswa kelas V yang dikaitkan dengan tiga aspek yaitu aspek pengetahuan strategi, pengetahuan tugas, dan pengetahuan diri (Rukminingrum, Hanurawan, & Mudiono, 2017). Penelitian sejenis juga dilakukan dengan menekankan pada strategi metakognitif keterampilan berbicara bahasa Inggris (Hamsia, 2018). Penelitian tersebut bertujuan untuk http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 120 mengetahui proses pelaksanaan strategi metakognitif dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Inggris berdasarkan O'Malley dan Chamot sebagai landasan teorinya. Hasil penelitian Hamsia menyimpulkan bahwa strategi yang dipakai mampu menumbuhkan kesadaran dan kemandirian siswa dalam keterampilan berbicara sehingga siswa mencapai target pembelajaran dengan sukses dalam tugas berbicara. Kajian penelitian di atas sangat relevan dengan penelitian ini bahwa kemandirian siswa merupakan salah satu aspek yang penting dalam mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis. Penelitian yang terkait dengan strategi guru dalam mengupayakan terbangunnya metakognisi siswa dalam belajar juga telah dilakukan. Strategi pembelajaran metakognisi yang dilakukan guru sangat penting untuk membantu siswa dalam menyadari proses berpikirnya. Ada beberapa strategi pembelajaran metakognitif yang dapat diterapkan, di antaranya strategi PQ4R, KWL, IDEAL, dan Self-Questioning. Strategi PQ4R (Preview, Question, Read, Reflect, Recite, and Review) merupakan salah satu strategi pembelajaran metakognisi yang dapat digunakan untuk mengingat hal-hal yang dibaca siswa (Mahyaeny, 2018). Penelitian yang dilakukan tim peneliti berbeda dengan penelitian- penelitian tersebut. Meskipun penelitian bertema metakognitif siswa sekolah dasar sudah banyak dilakukan, tim peneliti melakukan penelitian dengan menghadirkan dimensi kebaruan yaitu tentang strategi-strategi guru dalam meningkatkan kemampuan metakognitif siswa sekolah dasar. Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan ini sangat penting untuk dilakukan dan terjamin dimensi urgensi dan kebaruannya. Adapun terkait dengan gambaran dinamika strategi-strategi guru dalam membangkitkan metakognisi siswa di kedua sekolah dasar yang menjadi subjek penelitian ini, tim peneliti telah mendapatkan informasi dalam batas tertentu dari perbincangan dengan guru, pengelola, dan telah melaksanakan observasi secara terbatas. Gambaran itu penting untuk dijadikan batu pijakan dalam upaya meningkatkan kemampuan metakognisi siswa sekolah dasar melalui pelaksanaan penelitian ini. Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori metakognisi. Metakognisi dipahami sebagai “thinking about thinking”. Maksudnya adalah berpikir tentang berpikir itu sendiri. Dalam konteks pembelajaran di sekolah dasar metakognisi tersebut diwujudkan dalam kegiatan melatih siswa untuk berani merespons pertanyaan guru, merespons teman sejawat dalam diskusi, dan berani menyampaikan pendapat yang sesuai dengan tingkatan usia mereka. Istilah metakognisi (metacognition) diperkenalkan pertama kali oleh John Flavell tahun 1976. Dalam pandangan Flavell metakognisi dibedakan menjadi dua, yakni pengetahuan metakognisi dan pengalaman metakognisi (metacognitive experiences) (Flavell, 1979). Pengetahuan metakognisi dimaknai sebagai pengetahuan seseorang tentang apa yang dia pikirkan (thinking about thinking). Pengetahuan metakognisi dibedakan menjadi tiga, yakni http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 121 pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan kondisional. Pengalaman metakognisi disebut juga regulasi metakognisi. Pengalaman metakognisi mencakup aktivitas-aktivitas berikut: pengecekan, perencanaan, pemantauan, pengujian, perbaikan, dan penilaian. Pengalaman metakognisi merupakan inti dari inteligensi (core of intelligence) (Ajisuksmo & Vermunt, 1999). Pengalaman metakognisi disebut sebagai inti dari inteligensi karena di dalam pengalaman tersebut diciptakanlah inteligensi seseorang secara baik. Penciptaan itu dilakukan dengan menjalankan aktivitas-aktivitas pengecekan, perencanaan, pemantauan, pengujian, perbaikan, dan penilaian sehingga terbangun sistem berpikir yang utuh pada diri seseorang. Dalam konteks pembelajaran di sekolah dasar, kebiasaan guru melatih siswa untuk melakukan aktivitas-aktivitas di atas merupakan contoh konkret untuk membentuk pengalaman metakognisi siswa. Kegiatan dan latihan itu perlu dilakukan secara terus-menerus kepada para siswa sejak usia dini (Changwong, Sukkamart, & Sisan, 2018). Brookfield memaparkan strategi-strategi efektif yang dapat diterapkan untuk membentuk kemampuan kritis siswa. Strategi tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) affirm critical thinkers’ self-worth, (2) listen attentively to critical thinkers, (3) show that you support critical thinkers’ effort, (4) reflect and mirror critical thinkers’ ideas and actions, (5) motivate people to think critically, (6) regularly evaluate progress, (7) help critical thinkers create networks, (8) be critical teachers, (9) make people aware of how they learn critical thinking (McKenzie & Brookfield, 1989). Kesembilan strategi pembentukan kemampuan metakognisi siswa dari Brookfield inilah yang dijadikan alat analisis dalam penelitian ini. Upaya-upaya pembentukan kemampuan metakognisi siswa di kedua sekolah yang dilakukan oleh guru kelas akan dicermati efektivitasnya dengan menggunakan rumusan-rumusan strategi di atas. Akan tetapi beberapa strategi perlu disesuaikan karena kondisi di kedua sekolah tersebut tentu saja tidak persis sama dengan yang dirumuskan Brookfield di atas. METODE Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan mengomparasikan strategi guru dalam membangkitkan kemampuan metakognitif siswa sekolah dasar kelas rendah dalam perspektif Brookfield. Sumber data penelitian ini adalah tuturan-tuturan guru dan siswa selama proses pembelajaran di kelas rendah, yakni kelas III sekolah dasar. Adapun sumber data lokasional penelitian ini ditentukan SD Kanisius Demangan Baru Yogyakarta dan SD Pius Bakti Utama Kutoarjo. Data penelitian ini berupa cuplikan tuturan-tuturan guru kepada siswa yang mengandung strategi guru untuk membangkitkan kemampuan metakognitif siswa. Data dikumpulkan dengan menerapkan metode simak dengan teknik catat dan teknik rekam (Sudaryanto, 2016). Setelah data terkumpul dengan baik, http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 122 dilakukan klasifikasi dan tipifikasi data. Selanjutnya, data yang telah diklasifikasi dan ditipe-tipekan tersebut dianalisis dengan metode analisis isi atau content analysis (Krippendorff, 2010). Hasil penelitian disajikan dengan metode penyajian informal. Adapun desain metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain analisis isi untuk estimasi. Desain analisis isi untuk estimasi dipilih karena peneliti ingin memeriksa kesesuaian strategi guru untuk membangkitkan kemampuan metakognitif siswa dengan parameter Brookfield. Desain ini memanfaatkan semua pengetahuan yang dimiliki peneliti dalam menganalisis data berdasarkan strategi yang digunakan guru. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang telah dilakukan pada dua sekolah dasar yang menjadi sumber data lokasional penelitian ini, telah ditemukan sembilan strategi yang diterapkan guru dalam upaya membangkitkan kemampuan siswa dalam bermetakognisi. Kemampuan bermetakognisi sangat penting ditumbuhkembangkan pada diri siswa agar mereka memiliki memampuan berpikir kritis sesuai dengan tatarannya. Kesadaran kemampuan berpikir kritis demikian ini penting ditumbuhkembangkan pada diri setiap siswa agar ke depan mereka dapat berkembang optimal sebagai para pelaku zaman. Abad XXI menuntut para siswa bukan saja memahami dan menguasai substansi materi pembelajaran, melainkan mereka juga dituntut dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan berpikir kritisnya untuk menjadi pribadi- pribadi yang kreatif dan inovatif. Kemampuan berkomunikasi dan berteknologi informasi yang baik di era revolusi industri 4.0 juga tidak dapat dilepaskan dari kemampuan bermetakognisi. Dari penelitian yang telah dilakukan, ditemukan sembilan strategi kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan guru dalam mengajar para siswa di kedua sekolah yang dijadikan tempat penelitian ini. Kesembilan strategi tersebut secara berturut-turut disampaikan sebagai berikut: (1) Affirm critical thinkers’ self-worth, (2) Listen attentively to critical thinkers, (3) Show that you support critical thinkers’ effort, (4) Reflect and mirror critical thinkers’ ideas and actions, (5) Motivate people to think critically, (6) Regularly evaluate progress, (7) Help critical thinkers create networks, (8) Be critical teachers, (9) Make people aware of how they learn critical thinking. Realisasi strategi pembangkitan metakognisi yang dilakukan oleh guru di sekolah yang satu tentu saja berbeda dengan sekolah yang lainnya. Banyak faktor yang dapat menjadi penentu realisasi sttategi pembangkitan kemampuan metakognisi, di antaranya adalah pengalaman guru dalam mengajar, perspektif guru dalam mengajar, kemampuan guru dalam menyikapi perkembangan pembelajaran, kemampuan dasar siswa, pengalaman belajar siswa, kondisi dan kultur sekolah. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 123 Pada bagian ini, setiap strategi pembangkitan kemampuan bermetakognisi siswa oleh guru di kedua sekolah ini dibicarakan satu demi satu secara terperinci. Justifikasi penerapan setiap strategi pembangkitan metakognisi dicermati sehingga tampak apakah setiap strategi yang diterapkan guru tersebut benar-benar tepat dan dapat membangkitkan kemampuan berpikir kritis siswa. Berikut interpretasi strategi dan realisasi strategi pembangkitan metakognisi tersebut satu demi satu. 1. Affirm Critical Thinkers’ Self-Worth Keyakinan pribadi siswa bahwa dirinya adalah para pemikir kritis sangat penting dikembangkan oleh guru dalam proses pembelajaran. Siswa sekolah dasar pada umumnya belum mengerti dan belum tumbuh keyakinannya bahwa mereka adalah para calon intelektual yang notabene adalah para pemikir kritis. Oleh karena tugas, guru dalam pembelajaran adalah menumbuhkembangkan keyakinan ini lewat kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya. Dalam data KSPKM1, di sekolah dasar A strategi guru dalam meyakinkan para siswa sebagai pemikir kritis itu dilakukan dengan memotivasi sekelompok siswa yang cenderung tertinggal untuk kembali berusaha berpikir dan menemukan jawaban. Motivasi yang disampaikan guru tersebut penting untuk menumbuhkan keyakinan bahwa untuk menjadi pemikir kritis siswa perlu berusaha secara tangguh, tidak boleh mudah menyerah, dan seterusnya. Keyakinan dan kepercayaan diri bahwa siswa mampu berpikir kritis perlu dibangun (Changwong et al., 2018). Adapun di sekolah B, upaya mengembangkan keyakinan siswa bahwa mereka adalah para pemikir kritis disampaikan dengan cara memberi apresiasi baik secara individual maupun kelompok tentang keterlibatan siswa dalam menjawab pertanyaan, diskusi, dan membagikan pengalaman. Tuturan guru di sekolah B selengkapnya dapat dilihat pada Data KSPKM1. Hal penting yang perlu dicatat dari strategi guru di kedua sekolah tersebut adalah bahwa pembangkitan keyakinan kemampuan bermetakognisi tersebut ditempuh dengan cara yang tidak sama. Guru di sekolah A meminta siswa untuk mencoba, tidak menyerah, dan terus mengerjakan sesuatu, sedangkan di sekolah B pembangkitan kemampuan kritis itu dilakukan dengan memberi apresiasi kepada siswa yang berhasil menjawab pertanyaan, berhasil dalam berdiskusi, dan berhasil dalam membagikan pengalamannya seperti tampak pada tabel berikut. Tabel 1: Realisasi Strategi Affirm Critical Thinkers’ Self-Worth Kode Data Affirm Critical Thinkers’ Self-Worth Sekolah Dasar A Sekolah Dasar B KSPKM1 Guru: Guru : “Kemarin sore, Bu Kris naik motor dari sekolah. Mau http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 124 “Kok semua diam? Lha, ayo… kelompok dua boleh melanjutkan diskusi… Ayo, satu kata lagi…” pulang ke rumah. Sampai alun- alun hujan deras sekali. Bu Kris meneduh di dekat Indomaret. Ada anak SMA Pius yang menyapa Bu Kris dan melihat Bu Kris basah karena tidak memakai mantol. Ketika sudah reda, Bu Kris kembali melanjutkan perjalanan. Sampai di Kali Jali, hujan deras lagi. Hujan terus menerus sampai rumah. Kira-kira menurut kalian, apa yang terjadi setelahnya?” Siswa : “Kedinginan”, Guru : “Bagus”, (sembari mengacungkan ibu jari kepada siswa) Siswa : “Sakit masuk angin” Guru : “Waduh, betul sekali. Bisa sakit masuk angin.” (sembari mengacungkan ibu jari kepada siswa) Siswa : “Basah kuyup.” Guru : “Pinter, jelas sekali, basah kuyup.” (sembari mengacungkan ibu jari kepada siswa) Siswa : “Pusing.” Guru : “Nah tepat sekali ini. Pusing. Kepalanya basah. Tos dulu, kita. Sering sekali Bu Kris pusing kalau habis kehujanan dan kepalanya basah kuyup.” (mengajak siswa untuk tos) Realisasi upaya guru membangkitkan keyakinan pribadi siswa bahwa dirinya adalah para pemikir kritis sebagaimana yang tampak pada Tabel 1 sangat berbeda. Perbedaan realisasi strategi pembangkitan kemampuan metakognisi tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor, misalnya saja pengalaman mengajar guru, keadaan siswa di kelas, dan juga latar belakang asal sekolah. 2. Listen Attentively To Critical Thinkers Mendengarkan adalah pekerjaan yang sangat tidak mudah untuk dilakukan. Bukan saja para siswa yang sulit untuk mendengarkan guru, melainkan juga para guru sangat sulit untuk benar-benar mendengarkan siswa. Apa yang seharusnya didengarkan oleh para guru dalam proses pembelajaran dapat bermacam-macam wujudnya, misalnya saja keluhan-keluhan siswa, http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 125 kesulitan-kesulitan siswa, persoalan-persoalan akademik dan non-akademik siswa dan seterusnya. Dalam kaitan dengan pembangkitan kemampuan metakognisi siswa, kemampuan dan kesediaan guru mendengarkan siswa sangatlah penting. Sesungguhnya, hanya guru yang benar-benar memahami persoalan para siswanya yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam hal ini, kemampuan guru mendengarkan secara atentif dan memberikan respons yang tepat sangat mendukung terbangunnya metakognitif siswa (Helyer, 2015). Kemampuan guru mendengarkan secara atentif pada abad XXI merupakan salah satu kriteria yang harus dipenuhi sebagai guru yang profesional (Nessipbayeva, 2019). Data KSPKM2 pada Tabel 2 berikut dapat dicermati lebih lanjut bagaimana perbedaan guru di sekolah dasar A dan di sekolah dasar B mendengarkan secara cermat persoalan siswa yang didampinginya. Di sekolah dasar B, upaya mendengarkan siswa secara atentif itu diwujudkan dalam bentuk memberikan kesempatan kepada siswa yang belum menguasai materi pembelajaran, untuk senantiasa mencoba dengan memberikan pertanyaan atau soal latihan. Adapun di sekolah dasar A, upaya tersebut ditempuh dengan cara sang guru tidak memberikan jawaban secara langsung secara cuma-cuma, tetapi guru memberikan masukan untuk membaca buku LKS terlebih dahulu agar siswa lebih bisa berpikir dan menemukan sendiri jawabannya. Strategi pengembangan metakognisi yang sama, ternyata dapat ditempuh dengan cara yang tidak sama. Kedua-duanya tentu saja baik karena para guru itulah yang benar-benar mengerti dan memahami keadaan siswanya. Tabel 2: Realisasi Strategi Listen Attentively to Critical Thinkers Kode Data Listen Attentively to Critical Thinkers Sekolah Dasar A Sekolah Dasar B KSPKM2 Siswa: “Bu Novi…” Guru: “Iya…” Siswa: “Matahari bias nggak? Sumber energi matahari? Guru: “Kan di LKS halaman 99 itu ada, to… Coba dibaca bukunya itu, lho…” Siswa : “Bu Kris, aku belum bisa menghitung itu. (itu yang dimaksud oleh peserta didik adalah materi operasi penjumlahan pecahan). Guru :“Oh ya, Bu Kris ulangi lagi ya. Timothy perhatikan di papan tulis. Bu Kris kasih contoh lagi. Setelah ini Timothy coba ya di papan tulis. Perhatikan contoh Bu Kris di papan tulis.”, http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 126 3. Show That You Support Critical Thinkers’ Effort Dukungan dari guru dalam upaya membangun kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilakukan sepanjang waktu. Dukungan dari para guru tersebut biasanya justru dirasakan sebagai kekuatan khusus oleh para siswa, yang kadangkala lebih dari dukungan yang diberikan oleh orang lain, bahkan kadangkala dukungan dari keluarganya sekalipun tidak dapat mengalahkan dukungan dari sang guru. Mengingat perannya yang sangat besar dalam membentuk kemampuan berpikir kritis siswa, guru harus senantiasa berupaya melakukan tindakan yang mengarah pada dukungan-dukungan itu, bukan tindakan dan sikap yang justru melemahkannya. Upaya guru untuk membangun kepercayaan diri dalam diri siswa bahwa siswa mampu melakukan tindakan-tindakan sebagai pemikir kritis sangat penting (Changwong et al., 2018). Ken Changwong menegaskan bahwa “…students need to be able to creatively think and problem solve. Solving any problem creatively, offering unique insights for potential solutions, demands the ability to be able to think critically; it also requires that students have confidence in their ability to do so”. Dalam Data KSPKM3 pada Tabel 3 di bawah ini, strategi yang dilakukan oleh guru di sekolah dasar A adalah mengingatkan kaidah penulisan yang baik dan benar secara lisan, dan dengan pembawaan diri yang menarik melalui sebuah permainan mencongak kecil. Cara tersebut menarik perhatian siswa dan menciptakan pemahaman materi belajar di luar kesadaran siswa. Adapun di sekolah dasar B, upaya itu dilakukan oleh guru dengan mendorong siswa melakukan kegiatan-kegiatan positif yang berkaitan dengan contoh konkret pemanfaatan sumber daya dan energi. Hal itu dilakukan oleh guru dalam rangka mendukung siswa untuk mencari pengalaman, mengembangkan keterampilan, dan mengasah kepedulian siswa. Kedua realisasi strategi yang digunakan oleh guru dari sekolah dasar yang berbeda tersebut diharapkan dapat mendukung usaha para siswa sebagai para calon pemikir kritis, sehingga ke depan mereka dapat menjadi intelektual yang benar-benar tangguh dalam berpikir kritis dan inovatif. Peran guru sangat penting untuk mewujudkan bahwa “Having in mind that students spend a lot of time in school, teachers are called to help family to develop our students’ critical thinking skills during their regular teaching practices” (Uribe-Enciso, Uribe Enciso, & Vargas Daza, 2017). Tabel 3: Realisasi Strategi Show That You Support Critical Thinkers’ Effort Kode Data Show that you support critical thinkers’ effort Sekolah Dasar A Sekolah Dasar B KSPKM3 Guru: “Untuk itu tahun kemarin ketika masih kemarau, ada salah satu daerah di Gunung Kidul minta bantuan kita yang ada di Jogja ini Guru : “Sekarang ceritakan pengalaman kalian yang berkaitan dengan dampak perubahan alam yang kalian alami. Contoh, ketika hujan http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 127 yang masih berkelimpahan air, meminta bantuan untuk apa? Siswa: “Menyumbang…” Guru: “Untuk menyum-bangkan air... Pada waktu itu kita menyumbangkan dua tangki, satu tangki yang besar dan satu tangki yang kecil. Nah, itu berasal dari mana? Ya, dari sumbangan kalian itu. Nah, kemarin yang berangkat ikut ke sana siapa saja? Kakak kelas 5 dan kakak kelas 6. Nah, besok kalau kalian sudah kelas 4, 5, atau 6 pasti dilibatkan ketika kita mengadakan kegiatan sosial, misalnya tadi saat menyumbang air, berkunjung ke panti asuhan. Misalnya seperti itu… badai, genting rumahku bocor. Tulis yang baik. Paham?”. Guru : “Jangan lupa awal kalimat menggunakan huruf?” Siswa : “Kapital.” Guru : “Dan di akhir kalimat diakhiri dengan tanda?” Siswa : “Titik.” Guru : “Kalau kalimat tanya diakhiri dengan tanda?” Siswa : “Tanda tanya.” 4. Reflect And Mirror Critical Thinkers’ Ideas And Actions Merefleksikan apa yang dialami dan terjadi pada diri siswa sebagai para pemikir kritis, dengan apa yang juga dialami dan terjadi dalam diri para guru sendiri merupakan tindakan yang sangat bijaksana. Dengan cara itu, para siswa akan terbangun keyakinannya, bahwa yang dilakukannya benar karena di masa lampau juga pernah terjadi dan dilakukan oleh para gurunya. Demikian pula juga tindakan yang dilakukan siswa itu kebetulan sekali salah sehingga tindakan itu tidak cukup mendukung upayanya dalam membangun kemampuan berpikir kritis, para siswa tidak akan merasa jatuh terpuruk karena ternyata gurunya juga pernah mengalami hal serupa dalam pengalaman masa lalunya. Jadi, merefleksikan gagasan dan tindakan yang dimiliki oleh para siswa sebagai para pemikir kritis dengan gagasan dan tindakan sang guru, sangatlah baik untuk dilaksanakan di dalam pembelajaran. Dalam Data KSPKM4 pada Tabel 4 berikut, upaya itu telah dilakukan oleh para guru di sekolah dasar yang tidak sama. Realisasi strateginya dalam pembelajaran juga tidak persis sama, akan tetapi kedua- duanya berupaya untuk melakukan hal tersebut untuk mendukung pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam sekolah dasar A, upaya itu dilakukan dengan menceritakan pengalamannya semasa kecil yang sesuai dengan substansi materi pembelajaran. Cerita masa lalu guru dituturkan sebagai ilustrasi siswa dalam memahami pembelajaran. Akan tetapi di sekolah dasar B, guru menceritakan pengalamannya tentang sumber daya air yang ada http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 128 dalam lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Hal tersebut memacu siswa untuk berpikir secara kritis mengenai perbedaan sumber daya air yang tersedia di daerah yang dekat dengan sungai dan jauh dengan sungai. Tabel 4: Realisasi Strategi Reflect and Mirror Critical Thinkers’ Ideas and Actions Kode Data Reflect and mirror critical thinkers’ ideas and actions Sekolah Dasar A Sekolah Dasar B KSPKM4 Guru: “Tidak semua daerah itu dapat mendapatkan air, ya… Kalau di daerahnya Bu Novi, dekat sungai Progo enak mendapatkan air, karena apa? Di dekat sungai Progo itu dibentuk sumur. Kalau dekat sungai kira-kira sumber mata airnya banyak atau sedikit ya kalau di dekat sungai?” Siswa: “Banyak…” Guru: “Banyak… Nah, dibentuk sumur kemudian sumur-sumur itu disambungkan ke pipa-pipa, kemudian dialirkan ke rumah- rumah warga. Jadi, meskipun kemarau tetap ada air.” Guru : “Dulu ketika Bu Kris kecil, Bu Kris sering bermain di tembak-tembakan di kebun jagung. Bu Kris lari-lari. Nah, tapi kalau hujan, Bu Kris nggak boleh keluar rumah dan diingatkan kalau kehujanan di luar, jangan pernah pergi tengah lapangan. Bu Kris diminta untuk segera mencari tempat yang teduh sama orang tua Bu Kris.” Siswa : “Kata mamahku juga kalau lagi main terus hujan disuruh neduh dulu. Apalagi kalau ada petir. Biasanya papahku langsung nyusul ke lapangan bola” Guru : “Nah tuh, sampai disusul ke lapangan. Bu Kris dulu dilarang, kalian juga dilarang. Berarti kan berbahaya ya, bermain ketika hujan petir? Sesuai kan dengan yang di buku cetak. Ketika hujan petir dan kita masih di luar, langsung harus berteduh.” 5. Motivate People To Think Critically Memotivasi orang untuk dapat berpikir kritis memang tidak selalu mudah. Akan tetapi para guru memiliki kewajiban untuk selalu menumbuhkan motivasi itu agar ke depan para siswa yang diampunya menjadi intelektual-intelektual sejati. Keberhasilan para siswa sebagian terbesar tercapai karena keberhasilan guru dalam memotivasi mereka. Oleh karena itu, bahasa, sikap, tindakan, dan perilaku guru terhadap siswa harus senantiasa diupayakan agar selalu baik. Sebab hanya jika semuanya itu http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 129 dilakukan secara baik oleh sang guru, maka siswa akan merasa terdukung dan termotivasi. Realisasi strategi tersebut ternyata berbeda antara sekolah dasar A dan sekolah dasar B. Di sekolah dasar A, upaya tersebut dilakukan dengan menyampaikan substansi pembelajaran, dengan menjadikan pertanyaan- pertanyaan siswa sebagai contoh kontekstual substansi pembelajaran tematik. Selain menjadikan pertanyaan siswa sebagai ilustrasi contoh, guru menjadikan rasa ingin tahu siswa menjadi pertanyaan untuk dijawab dan dipecahkan bersama-sama. Adapun di sekolah dasar B, hal tersebut dilakukan dengan cara sang guru berusaha memotivasi siswa untuk menggunakan pemikirannya sendiri dan menjawab dengan bahasanya sendiri, alih-alih melihat bacaan di buku teks untuk menjawab pertanyaan. Perbedaan realisasi strategi dalam memotivasi siswa untuk berpikir kritis seperti ditunjukkan di depan tidak perlu dimasalahkan. Hal yang paling penting adalah bahwa guru memiliki kesadaran untuk selalu berusaha memotivasi siswa agar terus-menerus berusaha mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Pengembangan kemampuan berpikir kritis harus inheren dalam pendidikan agar dapat memenuhi tuntutan masyarakat sebagai stakeholders (Uribe-Enciso et al., 2017). Data pada KSPKM5 pada Tabel 5 berikut dapat dicermati lebih lanjut berkaitan dengan realisasi strategi ini. Tabel 5: Realisasi Strategi Motivate People to Think Critically Kode Data Motivate People to Think Critically Sekolah Dasar A Sekolah Dasar B KSPKM5 Guru: “Siklus air itu seperti apa? Ela bisa menjelaskan?” Ayo siapa yang ingat? Jangan lihat buku, dengan kata-katamu sendiri.” Siswa : “Bu Kris, kemarin rumah saya sama sekali tidak hujan. Padahal di sekolah hujan deras sekali. Hujannya pilih-pilih ya, Bu?” Guru : “Bagus pertanyaannya. Hujannya pilih-pilih ya, Bu? Bukan pilih-pilih. Nah dengarkan, hujan terjadi karena ada awan hujan yang membawa air menjatuhkan airnya ke bumi. Anggap tangannya Bu Kris ini awan hujan yang penuh air. (guru mengepalkan tangan di depan dada). Sedangkan awan bisa terbawa angin kesana kemari. (guru menggerak-gerakkan tangan yang mengepal) Ketika air di dalam awan sudah penuh, dimanapun awan itu berada ya langsung tumpah semua airnya ke bawah. (tangan yang mengepal http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 130 terbuka sehingga jari-jari tangan sebagai pemeragaan hujan). Guru : “Kalau kemarin awannya ada di atas di alun-alun, ya hujannya di alun-alun. Sekolah kita tidak akan hujan deras. Nah, berarti artinya apa kalau begitu? Hujan kemarin siang, artinya awan hujannya di mana?”. Siswa : “Awannya ada di atas sekolah kita, Bu.” Guru : “Betul sekali. Awan hujannya ada di sekolah kita, terus karena airnya di awan sudah penuh, nahh tumpah deh airnya. Jadilah hujan.” 6. Regularly Evaluate Progress Kemajuan belajar siswa harus senantiasa dievaluasi dalam proses pembelajaran. Pembentukan kemampuan bermetakognisi ternyata juga mengedepankan evaluasi kemajuan belajar yang dilakukan secara reguler. Dengan evaluasi, masukan dan feedback dapat diberikan. Hanya dengan masukan dan feedback yang disampaikan secara reguler itulah proses pembelajaran sesungguhnya akan dapat berjalan dengan baik. Pembentukan kemampuan berpikir kritis juga dengan sendirinya akan dapat berjalan dengan baik. Peran guru sangat penting dalam menciptakan berbagai macam aktivitas yang dapat menumbuhkan kemampuan metakognitif siswa melalui umpan balik dan refleksi (Helyer, 2015). Jadi semakin jelas, betapa penting evaluasi kemajuan belajar itu dilakukan. Demikian pula, dirasakan semakin penting bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa itu juga dievaluasi sepanjang masa. Dari penelitian yang telah dilakukan, realisasi strategi si sekolah A berbeda dengan realisasi strategi di sekolah B. Di sekolah dasar A, strategi tersebut dilakukan dengan mengonfirmasi pemahaman dan perkembangan belajar siswa. Guru menyelenggarakan evaluasi belajar dengan memberikan tugas-tugas yang dikerjakan oleh siswa secara mandiri. Adapun di sekolah dasar B, strategi tersebut direalisasikan dengan cara mengevaluasi dan mengecek pemahaman siswa tentang konsep fotosintesis yang sudah pernah dipelajari. Realisasi cara yang berbeda biasanya akan menghasilkan sesuatu yang berbeda pula. Akan tetapi yang penting untuk disadari adalah bahwa guru harus senantiasa berupaya membangun kemampuan berpikir kritis siswa http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 131 dengan cara memberikan evaluasi reguler yang tepat. Data pada KSPKM6 pada Tabel 6 dapat dicermati lebih lanjut untuk memahami realisasi strategi ini. Tabel 6: Realisasi Strategi Regularly Evaluate Progress Kode Data Regularly Evaluate Progress Sekolah Dasar A Sekolah Dasar B KSPKM6 Guru: “Oke, kelompok 3.” Siswa: “Kata penting : energi cahaya. Kalimat: Energi cahaya dapat diubah menjadi oksigen.” Guru: “Energi cahaya dapat diubah menjadi oksigen. Gimana menurut pendapat kalian? Ada yang mau berpendapat? Siswa: “Ada kalimat aneh,…” Guru: “Kenapa aneh, Tasya?” Siswa: “Ada di buku kalimatnya.” Guru: “Apakah cahaya itu bisa berubah menjadi oksigen? Cahaya itu membantu tumbuhan berfotosintesis sehingga hasil fotosintesisnya adalah?” Siswa: “Sari makanan dan oksigen” Guru : “Anak-anak, perhatikan Bu Kris. Sekarang, tulis di buku tulis masing-masing, 1 kalimat yang mengandung kata-kata ‘hujan’, ‘badai’, ‘angin’, ‘kemarau’, gunung meletus ‘cuaca’, dan ‘cerah.”. Guru : “Nah, ini Mas Aris, diperhatikan nulis huruf N kok seperti ini?”, “Yang rapi ya besok lagi nulisnya.”, “ Lho, kok tidak ada tanda titiknya? Diberi tanda titik, cah ganteng.”, “Yang dengan kata gunung meletus masih bisa lebih baik lagi kalimatnya. Ini masih ada yang kurang. Coba diteliti lagi Fernando. Oke? Nanti kalau sudah, bawa ke Bu Kris.” 7. Help Critical Thinkers Create Networks Membangun jaringan menjadi kata kunci dalam pendidikan di era revolusi industri 4.0 sekarang ini. Dengan membangun jaringan yang luas, prestasi hidup seseorang juga akan menjadi semakin baik. Akan tetapi, membangun jaringan untuk perkembangan kemampuan berpikir kritis siswa tidaklah mudah. Komunitas virtual memang mudah diciptakan, tetapi komunitas virtual yang benar-benar positif terhadap pembentukan kemampuan berpikir kritis terbukti tidak mudah dilakukan. Dalam tataran pembelajaran di sekolah dasar, kemampuan membangun jaringan ini sudah harus mulai dibangun dan diciptakan di antara para siswa. Jadingan virtual http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 132 yang sehat semestinya diinisiasi oleh sang guru, dan kontrol terhadap kualitas jaringan itu tidak boleh lepas dari pencermatan sang guru. Ini semua merupakan bentuk tanggung jawab guru bahwa proses belajar yang dilakukannya memberikan peluang kepada siswa agar mereka memiliki kemampuan berpikir kreatif dan berpikir kritis (Changwong et al., 2018). Dari penelitian yang telah dilakukan, upaya membantu para siswa di sekolah dasar A untuk membangun jaringan itu dilakukan dengan cara mengoordinasi siswa untuk bekerja dalam kelompok atau bekerja sama. Kerja sama antara siswa dilakukan dalam konteks menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah bersama berkaitan dengan pembelajaran tematik. Adapun di sekolah dasar B, upaya tersebut dilakukan dengan menerapkan praktik baik saat bekerja dalam kelompok dengan mengajak siswa untuk merefleksikan proses kerja kelompok yang pernah mereka lalui. Data KSPKM7 pada Tabel 7 di bawah ini dapat dicermati lebih lanjut untuk memahami realisasi strategi ini. Tabel 7: Realisasi Strategi Help Critical Thinkers Create Networks Kode Data Help Critical Thinkers Create Networks Sekolah Dasar A Sekolah Dasar B KSPKM7 Guru: “Kemarin waktu berkelompok, Bu Novi lihat ada yang bekerja sendiri, ada yang ketinggalan, ada yang ngamber dan berantem, ada yang tinggal lihat jawaban temannya, ada yang nyalin. Apakah seperti itu?” Siswa: “Tidak…” Guru: “Sebaiknya kita bagaimana? Siswa: “Bekerja sama…” Guru: “Bekerja bersama-sama, saling menghargai teman yang berbeda pendapatnya, begitu kan? Kemarin berlum berhasil ya…” Guru : “Silahkan disuksi bersama teman satu kelompok. Tulis macam-macam bentuk- bentuk perubahan alam dan dampaknya, yang pernah terjadi di Kutoarjo atau Purworejo. Tulis setidaknya lima perubahan alam dan dampak-dampaknya. Contoh, ini contoh. Nanti tidak boleh dipakai. Hujan deras dan angin menyebabkan mati listrik karena banyak pohon tumbang. Nah, seperi itu. Dikerjakan secara kelompok. Setiap kelompok nanti maju ke depan dan menyebutkan apa yang sudah ditulis.” 8. Be Critical Teachers Guru haruslah selaku kritis terhadap sikap, perilaku, dan tindakannya sendiri. Demikian pula, guru juga harus selalu kritis terhadap apa pun yang dilakukan oleh para siswanya. Teladan untuk menjadi sosok yang kritis http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 133 demikian ini penting untuk para siswa karena ke depan mereka juga harus menjadi pribadi-pribadi yang kritis di dalam kehidupannya. Dengan demikian, melatih siswa untuk selalu menjadi sosok yang krittis harus senantiasa dilakukan oleh sang guru melalui kegiatan pembelajaran yang dilakukannya. Guru harus kreatif dan kritis, serta reflektif agar dapat melatih para siswa agar mereka juga memiliki kemampuan berpikir kreatif dan berpikir kritis (Changwong et al., 2018; Helyer, 2015; Humphreys & Brookfield, 1989). Dalam data KSPKM8 pada Tabel 8 di bawah ini, realisasi strategi menjadikan sosok guru yang kritis tersebut dilakukan secara berbeda di dua sekolah dasar yang berbeda tersebut. Di sekolah dasar A, realisasi strategi tersebut berupa kegiatan menilai situasi belajar mengondisikan kelas. Guru dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif agar siswa senantiasa konsentrasi dalam pembelajaran. Guru memiliki upaya-upaya untuk mempertahankan situasi belajar kondusif bagi setiap siswa. Adapun di sekolah dasar B, strategi itu direalisasikan dalam bentuk penggunaan fenomena faktual dari daerah yang mengalami kekeringan untuk memberikan pemahaman kepada siswa tentang tingkat ketersediaan sumber daya air yang berbeda-beda di Indonesia. Realisasi stategi untuk menjadikan sang guru menjadi sosok yang kritis berbeda di sekolah yang satu dan sekolah yang lainnya dalam penelitian ini. Tentu saja, banyak faktor yang menjadi penentu dari realisasi strategi demikian ini. Tabel 8: Realisasi Strategi Be Critical Teachers Kode Data Be Critical Teachers Sekolah Dasar A Sekolah Dasar B KSPKM8 Guru: “Nah, tidak semua daerah di Indonesia bisa mendapatkan air bersih dengan mudah. Air tanah sulit diperoleh di daerah Gunung Kidul terutama saat musim kemarau. Guru : “Ingat, ingat, jangan malu bertanya. Siapa yang belum bisa angkat tangan. Siapa yang belum bisa angkat tangan. Siapa yang belum bisa janganlah malu-malu, Siapa yang belum bisa angkat tangan.” 9. Make People Aware Of How They Learn Critical Thinking Membangun kesadaran kritis bahwa siswa belajar berpikir kritis harus dilakukan sepanjang masa oleh sang guru melalui pembelajaran yang dilakukan. Kesadaran kritis demikian ini penting untuk terus ditanamkan kepada para siswa karena akan menjamin kelestarian dari kesadaran itu sendiri. Sebagai ilustrasi, kesantunan berbahasa di kalangan remaja itu mudah sekali luntur akhir-akhir ini, berbeda dengan para orang tua yang dapat senantiasa menjaga kesantunan berbahasa itu. Sebabnya tentu saja, karena kesantunan berbahasa itu tidak tertanam pada diri kaum remaja. Kesadaran itu tentu berbeda dengan para orang tua yang sejak sangat lama memang http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 134 belajar kesantunan berbahasa lewat kehidupan sosial dan kultural yang dijalaninya, Nah, membangun kesadaran kritis siswa tentang berpikir kritis juga harus dilakukan dengan cara serupa. Di pundak para gurulah upaya membangun kesadaran kritis tersebut harus dilakukan karena hal ini akan menjamin keberhasilan siswa pada masa yang akan datang (Helyer, 2015; Nessipbayeva, 2019). Dalam penelitian yang telah dilakukan, upaya menjadikan sadar akan kemampuan berpikir kritis yang dipelajari sepanjang waktu tersebut hanya muncul di sekolah dasar B, sedangkan di sekolah dasar A tidaklah muncul. Hal ini mengindikasikan, bahwa sesungguhnya para guru masih harus terus berusaha untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya dan mengembangkan upaya menanamkan kesadaran kritis tersebut kepada para siswa. Data KSPKM8 pada Tabel 9 menunjukkan hal ini. Tabel 9: Realisasi Strategi Make People Aware of How They Learn Critical Thinking Kode Data Make People Aware of How They Learn Critical Thinking Sekolah Dasar A Sekolah Dasar B KSPKM9 Tidak Muncul Guru : “Sebelum istirahat, Bu Kris mau memberi tepuk tangan dulu untuk kelas tiga. Kalian pintar- pintar. Sudah ikut belajar bersama Bu Kris. Disuruh mengerjakan juga nurut. Disuruh cerita tentang pengalaman juga mau bercerita. Hari ini kita bersama belajar banyak hal dari cerita yang ada. Ternyata cerita pengalaman kita bisa buat belajar tematik ya. Seperti contoh tadi petir, hujan kemarin sore, banjir di Purworejo kemarin juga. Wah banyak sekali. Dari kejadian di sekitar kita, ternyata banyak sekali contoh perubahan alamnya. Nah kalau kita lagi belajar, boleh cerita yang penting ceritanya nyambung dengan pelajaran. Boleh ngobrol tapi ngobrol tentang pelajaran, kayak Yayan tadi, Nara juga..” http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 135 KESIMPULAN Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat sembilan strategi yang digunakan guru untuk membangkitkan metakognitif siswa dalam perspektif Brookfield. Realisasi strategi yang digunakan guru dari kedua sekolah berbeda walaupun menggunakan strategi yang sama. Dalam rangka menumbuhkan strategi metakognitif untuk mempersiapkan masa depan siswa dalam menghadapi era industri 4.0, yakni agar para siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif dan berpikir kritis, strategi guru masih perlu dioptimalkan. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal jangkauan subjek yang diteliti dan instrumen penelitian yang digunakan. Oleh karena itu, penelitian tentang strategi metakognitif dengan jangkauan subjek penelitian yang lebih luas dan variasi instrumen penelitian akan sangat bermanfaat untuk mempersiapkan generasi yang kreatif dan kritis seiring tuntutan zaman. UCAPAN TERIMA KASIH Para penulis mengucapkan terima kasih kepada LPPM Universutas Sanata Dharma atas dana hibah penelitian internal yang disampaikan. Di samping itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada mitra bestari atas masukan dan saran penyempurnaan artikel ini. DAFTAR PUSTAKA Ajisuksmo, C. R. P., & Vermunt, J. D. (1999). Learning styles and self‐ regulation of learning at university: An Indonesian study. Asia Pacific Journal of Education. https://doi.org/10.1080/0218879990190205 Changwong, K., Sukkamart, A., & Sisan, B. (2018). Critical thinking skill development: Analysis of a new learning management model for Thai high schools. Journal of International Studies. https://doi.org/10.14254/2071-8330.2018/11-2/3 El-Hindi, A. (1997). Connecting reading and writing: College learners’ metacognitive awareness. Journal of Developmental Education. Flavell, J. H. (1979). Metacognition and cognitive monitoring: A new area of cognitive-developmental inquiry. American Psychologist. https://doi.org/10.1037/0003-066X.34.10.906 Hamsia, W. (2018). Developing students’ speaking ability through story completion. Jo-ELT (Journal of English Language Teaching) Fakultas Pendidikan Bahasa & Seni Prodi Pendidikan Bahasa Inggris IKIP. https://doi.org/10.33394/jo-elt.v5i1.2298 Helyer, R. (2015). Learning through reflection: the critical role of reflection in work-based learning (WBL). Journal of Work-Applied Management. https://doi.org/10.1108/jwam-10-2015-003 Henter, R., & Indreica, E. S. (2014). Reflective journal writing as a http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140 Lensa: Kajian Kebahasaan, Kesusastraan, dan Budaya p-ISSN: 2086-6100 Vol. 10 No. 1, Januari-Juni 2020, Hal. 117-136 http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa e-ISSN: 2503-328X Studi Komparasi Strategi Pembangkitan Kompetensi ... Yuliana Setyaningsih, Fransisca Despa Listiani, Kristophorus Divinanto Adi Yudono DOI: https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.117-136 136 metacognitive tool. International Conference of Scientfic Paper. https://doi.org/10.1016/j.jcps.2014.06.001 Humphreys, W. L., & Brookfield, S. D. (1989). Developing critical Thinkers: Challenging adults to explore alternative ways of thinking and acting. Teaching Sociology. https://doi.org/10.2307/1317962 Krippendorff, K. (2010). Content Analysis: An Introduction to Its Methodology (2nd ed.). Organizational Research Methods. Mahyaeny, M. (2018). Penerapan strategi PQ4R untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA kelas VII-1 SMPN 4 Mataram. Jurnal Pijar Mipa. https://doi.org/10.29303/jpm.v13i1.516 McKenzie, L., & Brookfield, S. D. (1989). Developing critical thinkers. The Journal of Higher Education. https://doi.org/10.2307/1982259 Nessipbayeva, O. (2019). The competencies of the modern teacher. International Perspectives on Education. O. Alsheikh, N., & Mokhtari, K. (2011). An examination of the metacognitive reading strategies used by native speakers of Arabic when reading in English and Arabic. English Language Teaching. https://doi.org/10.5539/elt.v4n2p151 Rukminingrum, D. V., Hanurawan, F., & Mudiono, A. (2017). Pengetahuan metakognitif belajar siswa kelas V SD. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan. Sudaryanto. (2016). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (1st ed.). Yogyakarta: Sanata Dharma University Press. Uribe-Enciso, O., Uribe Enciso, D., & Vargas Daza, M. (2017). Critical thinking and its importance in education. Rastros Rostros. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/lensa https://doi.org/10.26714/lensa.10.1.2020.121-140