Lentera Hukum, Volume 3 Issue 2 (2016), pp.146-159 ISSN 2355-4673 (Print) 2621-3710 (Online) https://doi.org/10.19184/ ejlh.v3i2.12545 Published by the University of Jember, Indonesia Available online 21 July 2016 Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang Sandy Cahyono University of Jember, Indonesia kiosandy21@gmail.com ABSTRACT A person's citizenship is a very important thing, In the relationship of the state and the individual shows how important a person's citizenship is, whether a person includes a citizen ora foreigner is of great consequence in this public life. Citizenship is the membership of a country in a simple way as the country is a particular association or organization. A person can lose citizenship or without citizenship (patricide). The type of study used in this study is a normative law study that is a process for establishing a rule of law. The conclusion of the study is that when a person reclaims citizenship that a person will be entitled to the right of citizenship as regulated of law in a Number 12 of 2006 on Citizenship of the Republic of Indonesia KEYWORDS: Citizenship, Citizen Rights, Apatride. Copyright © 2016 by Author(s) This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. All writings published in this journal are personal views of the authors and do not represent the views of this journal and the author's affiliated institutions. Submitted: May 05, 2016 Revised: June 08, 2016 Accepted: July 10, 2016 HOW TO CITE: Cahyono, Sandy. “Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang “(2016) 3:2 Lentera Hukum 146-159 mailto:kiosandy21@gmail.com 147 | Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang I. PENDAHULUAN Negara merupakan suatu organisasi kekuasaan terbesar yang harus memiliki unsur- unsur seperti adanya wilayah, pemerintah yang berdaulat, serta adanya rakyat yang hidup teratur dan membentuk suatu bangsa. Rakyat suatu negara meliputi semua orang yang bertempat tinggal di dalam wilayah kekuasaan negara dan tunduk pada kekuasaan negara itu, sedangkan Penduduk ialah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan negara yang bersangkutan diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) dalam wilayah negara itu. Bukan penduduk ialah mereka yang berada di wilayah suatu negara untuk sementara waktu dan yang tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah negara itu. Penduduk dapat dibagi menjadi 2 yaitu penduduk warga negara dan bukan warga negara. Penduduk warga negara dengan singkat disebut warga negara dan penduduk bukan warga negara yang disebut orang asing. Di Indonesia kewarganegaraan itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.1 Kewarganegaraan seseorang merupakan suatu hal yang sangatlah penting.Dalam kearganegaraan ini memegang peranan dalam bidang hukum publik. Dalam hubungan antara negara dan perseoranganlah memperlihatkan betapa pentingnya status kewarganegaraan seseorang. Penentuan kewarganegaraan dibagi menjadi 2 yaitu ius soli dan ius sanguinis. Ius soli merupakan kewarganegaraan yang diperoleh seseorang berdasarkan tempat kelahiran sedangkan ius sanguinis merupakan kewarganegaraan yang diperoleh berdasarkan keturunan. Adanya suatu kewarganegaraan merupakan hal yang sangatlah penting karena adanya perlindungan hukum oleh negara terhadap warga negaranya baik yang berada di dalam maupun di luar negeri. Dengan perkembangan yang ada, membuat warga negara Indonesia dan warga negara lain untuk keluar masuk Indonesia dengan berbagai kepentingannya. Hal ini mengakibatkan terjadinya perkawinan antar warga negara, bekerja, menjalani pendidikan, dan tinggal diluar negeri, hal tersebut dapat mengakibatkan seseorang memiliki kewarganegaraan lain untuk memenuhi kepentingannya dimana mereka tinggal, sehingga memiliki kewarganegaraan ganda. hal ini pastinya akan mejadi suatu permasalahan apabila hukum yang dianut setiap negara bertentangan. Sedangkan Indonesia sendiri tidak menganut asas kewarganegaraan ganda, akan tetapi masih ada juga, warga negara yang terjerat kasus yang menyangkut kewarganegaraan ganda, status kewarganegaraan seseorang dapat dicabut ketika seseorang telah mengucap sumpah setia ke negara lain dan mendapakan status warga negara dari negara lain. Tetapi dengan alasan dan pertimbangan tertentu seseorang dapat mendapatkan status kewarganegaraannya kembali. 1 C.S.T Kansil, 1996, Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika, Hlm. 9. 148 | LENTERA HUKUM II.HAK-HAK YANG DIPEROLEH SESEORANG SETELAH MENDAPATKAN STATUS KEWARGANEGARAAN KEMBALI Status Kewarganegaraan bagi seseorang dalam hal ini masyarakat yang secara umum disebut sebagai warga negara merupakan suatu hal yang sangatlah penting. Terkait dalam ini status kewarganegaraan ini memegang peranan penting dalam bidang hukum publik, status kewarganegaraan bagi seseorang merupakan suatu identitas bagi orang tersebut guna mendapatkan status sebagai warga negara dalam suatu negara, sehingga dengan adanya status kewarganegaraan yang melekat pada diri seseorang tersebut maka sudah barang tentua dia berhak atas pengakuan dari negara serta berhak untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warga Negara. Mengenai dalam hal ini terkait dalam hubungan antara negara dan perseoranganlah memperlihatkan betapa pentingnya status kewarganegaraan seseorang, sehingga status kewarganegaraan menjadi hal yang bersifat mutlak bagi setiap warga negara. Apakah seseorang termasuk warga negara atau warga asing besar konsekuensinya dalam kehidupan publik ini. Terkait dalam hal ini sebagai contoh konkrit betapa pentingnya status kewarganegaraan bagi seseorang adalah untuk mendaftar sekolah, baik itu pendidikan formal maupun non formal, serta untuk melamar pekerjaan. Terkait dalam hal ini bagi setiap warga negara status kewarganegaraan merupakan keanggotaan suatu negara, secara sederhana dapat diumpamakan negara merupakan suatu perkumpulan atau organisasi tertentu. Suatu organisasi tentunya memerlukan orang-orang yang dapat dipandang merupakan inti dari suatu organisasi tersebut. Setiap organisasi harus mempunyai anggota. Demikianlah sebuah negara perlu juga memiliki anggota. Anggota dari negara dapat disebut dengan warga negara.2 Terkait dalam hal ini Negara Indonesia telah mengatur bahwa status kewarganegaraan merupakan hak dasar setiap orang. Hal ini sesuai dengan amanat yang terdapat didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut UUD 1945. Pada dasarnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjadi sumber hukum tertinggi dalam tatanan hirarki Peraturan Perundang-Undangan yang ada di Indonesia, terkait dalam hal ini pula Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, merupakan suatu hukum dasar tertulis (Basic Law) kontitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. Terkait dalam hal hak warga negara mengenai status kewarganegaan yang harus dimiliki setiap warga negara dalam suatu negara diatur didalam ketentuan Pasal 28 D ayat (4) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan Pasal tersebut mengatur bahwa status kewarganegaraan adalah hak dasar bagi seseorang Terkait dalam hal ini maka dapat dilihat bahwa status kewarganegaraan merupakan hak dasar dalam artikan status kewarganegaraan haruslah ada dan melekat pada setiap warga negara. Mengenai dalam hal ini status kewarganegaraan menimbulkan hak dan kewajiban bagi pemiliknya. Seorang warga negara mempunyai hubungan timbal balik antara negara dan 2 Sudargo Gautama, Warga Negara dan Orang Asing, Bandung: Alumni Bandung, 1975, hlm. 3. 149 | Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang warga negaranya. Negara wajib menjamin kepemilikan hak seorang warga negaranya yang mencakup hak sipil, hak politik, hak ekonomi, sosial, dan budaya. Sedangkan kewajiban sebagai seorang pemegang status kewarganegaraan Indonesia telah ditetapkan di dalam UUD 1945. Terkait dalam hal ini sebelum membahas tentang hak-hak seseorang ketika memperoleh status kewargenegaraan kembali, alangkah lebih baik jika kita lihat dahulu apa yang dimaksud kewarganegaraan itu sendiri, Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, pengertian kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara. Mengenai dalam hal ini maka dapat dilihat bahwa kewarganegaraan merupakan segala hal yang berhubungan dengan warga negara, sehingga dengan adanya status kewarganegaraan yang ada dan melekat pada diri seseorang maka orang dengan status kewarganegaraan mempunyai hubungan hukum dengan negara, sebab ketika seseorang tersebut mempunyai status kewarganegaraan maka sudah barang tentu mempunyai hak dan kewajiban pada negara, begitupun negara juga berhak menjamin seseorang tersebut. Terkait dalam hal ini status kewarganegaraan merupakan hak konstitusional yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D Ayat (3) yang menyatakan bahwa: “setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Terkait dalam hal ini pengaturan mengenai status kewarganegaraan diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pada dasarnya Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia ini dibentuk setelah amandemen pertama UUD 1945. Perubahan konstitusi tersebut mencantumkan HAM dalam konstitusi negara Indonesia. Berdasarkan Ketentuan yang ada dalam Pasal 26 Ayat (1) yang menyatakan bahwa: “ setiap orang berhak memiliki, memperoleh, mengganti atau mempertahankan status kewarganegaraannya. Terkait dalam hal ini maka pada dasarnya seseorang berhak untuk memiliki, kata “memiliki” dapat diartikan bahwa seseorang dalam kedudukannya sebagai warga negara harus mempunyai status kewarganegaraan yang melekat pada diri seseorang tersebut, dengan adanya status kewarganegaraan ini maka hal tersebut menjadi suatu identitas dan bukti yang sah bahwa seseorang tersebut merupakan warga negara suatu negara. Hilangnya status kewarganegaraan seseorang mengakibatkan putusnya hubungan seorang warga negara dengan negaranya. Ada beberapa penyebab seseorang kehilangan kewarganegaraa, antara lain: Renunciation, yaitu tindakan sukarela untuk meninggalkan salah satu dari dua atau lebih status kewarganegaraan yang dimiliki dari dua negara atau lebih. Termination, yaitu penghentian status kewarganegaraan sebagai tindakan hukum karena yang bersangkutan telah memiliki kewarganegaraan dari negara lain. Deprivation, yaitu pencabutan atau penghentian secara paksa atau pemecatan status kewarganegaraan berdasarkan perintah pejabat yang berwenang karena terbutki adanya kesalahan atau pelanggaran dalam memperoleh status kewarganegaraan. 3 Sedangkan 3 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006, hlm. 112. 150 | LENTERA HUKUM kewarganegaraan ganda memberikan 2 (dua) kewarganegaraan bagi seorang warga negara. Namun dalam perkembangan kewarganegaraan ganda (bipatride) ini mengalami pelunakan dengan alasan memberikan perlindungan terhadap orang tersebut yang berkaitan dengan hak asasinya. Perlunakan ini dapat diberikan terhadap anak-anak yang belum dewasa karena membutuhkan perlindungan yang lebih dari suatu Negara. Hal ini berkaitan dengan status anak tersebut terkait dengan orang tuanya yang terikat didalam suatu keluarga yang merupakan suatu kesatuan, sehingga tercapainya kesatuan hukum dalam keluarga termasuk juga status hukum anak tersebut. Keadaan berkewarganegaraan ganda sering pula terjadi akibat dari perkawinan campuran antar bangsa yang otomatis menganut hukum perkawinan dan kewarganegaraan yang berbeda.4 Pada dasarnya, Indonesia tidak menganut asas ini. Akan tetapi, Indonesia menerapkan asas kewarganegaraan ganda berbatas. Maksud dari kewarganegaraan ganda berbatas adalah bahwa anak yang lahir dari perkawinan antara dua kewarganegaraan bisa memiliki dua kewarganegaraan dengan batas 18 tahun dan paling lambat 3 tahun setelah menginjak 18 tahun untuk memilih salah satu dari dua kewarganegaraan yang ia miliki sebelumnya.5 Hak dan kewajiban warga negara muncul sebagai akibat adanya hubungan warga negara dengan Negara. Hubungan antara warga negara dan negara dapat dilihat dari perspektif hukum, politik, kesusilaan dan kebudayaan. Dari perspektif hukum didasarkan konsepsi bahwa warga negara adalah seluruh individu yang memiliki ikatan hukum dengan suatu negara. Hubungan yang bersifat hukum dapat dibedakan menjadi (a) hubungan hukum yang sedarat dan tidak sedarat, dan (b) hubungan timbal balik dan timbang timpang.6 Bentuk dan sifat hubungan-hubungan warga negara dan Negara Indonesia selanjutnya termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum negara. Undang-Undang Dasar 1945 selain sebagai dasar hukum negara memuat pula nilai-nilai luhur bangsa, cita-cita bernegara termasuk pula bagaimana pandangan negara terhadap warga negara/rakyat. Hal itu dapat kita ketahui dari kandungan makna dalam bagian pembukaan dalam Undang-Undang Dasar 1945. 7 Terkait dalam hal ini berdasarkan uraian yang telah penulis jabarkan dalam pem bahasan diatas bahwasannya ketika seseorang telah memperoleh status kewarganegaraanya kembali maka, bagi seseorang tersebut berhak atas hak-hak sebagai berikut: 1. Berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak; 2. Berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup; 3. Berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah; 4 Zulfa Djoko Basuki, Perkawinan Campuran Serta Permasalahan Hukumnya di Indonesia Dewasa ini, Jakarta, 2004, hlm. 547. 5Ibid. 6 Winarno, Loc.Cit 7 Winarno, 2009, Kewarganegaraan Indonesia dari Sosiologis menuju Yuridis. Alfabeta, Bandung, hlm. 87. 151 | Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang 4. Berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat 5. Berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangakan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan Negara; 6. Berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihdapan hukum; 7. Berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja; 8. Berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan; 9. Berhak atas status kewarganegaraan; 10. Berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkan, serta berhak kembali; 11. Berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya; 12. Berhak atas berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat; 13. Berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia; 14. Berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi; 15. Berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperloleh suaka politik dari negara lain; 16. Berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; 17. Berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan; 18. Berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat; 19. Berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun; 20. Berhak untuk hidup, untuk tidak disiksa, kemerdekaan pikiran dan hati nurani, beragama, diperbudak, untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun; 21. Berhak dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif; 22. Berhak atas Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban; 23. Berhak mendapat pendidikan; 152 | LENTERA HUKUM 24. Berhak dan wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; 25. Berhak atas sistem jaminan social bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan; 26. Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayananan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Terkait dalam hal ini pada dasarnya negara memberikan hak kepada seluruh warga negara dalam segala aspek bidang, ketika seseorang mendapatkan kembali status kewarganegaraannya maka sudah barang tentu hak-hak sebagai warga negara akan melekat dan mengikuti. Hak-hak warga negara yang diberikan oleh negara semata-mata untuk kepentingan dan juga kesejahteraan warga negara, hal ini sejalan dengan tujuan bangsa Indonesia yang tertuang didalam Pembukaan (Preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa pemerintah negara indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945, merupakan suatu hukum dasar tertulis (Basic Law) kontitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. III. SYARAT DAN TATA CARA MENDAPATKAN KEMBALI KEWARGANEGARAAN YANG HILANG Status kewarganegaraan adalah Hak Asasi Manusia bagi setiap warga negaranya, terkait dalam hal ini bahwa negara dalam hal ini menjamin bahwa setiap warga negaranya harus mempunyai status kewarganegaraan, artinya bahwa tidak boleh ada seorangpun yang tidak memiliki status kewarganegaraan (stateless) maka, bentuk antisipasi Negara terhadap kemungkinan ini adalah segala perangkat hukum dan administratif yang menjadi solusi bagi warga Negara ketika warga Negara tersebut dihadapkan pada persoalan yang khusus. Terkait dalam hal pengaturan tentang status kewarganegaraan yang masuk dalam Hak Asasi Manusia diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang tertuang didalam ketentuan Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J, ketentuan pasal ini lebih menekankan pada hak individu setiap warga negaranya seperti bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya dan setiap orang untuk melangsungkan perkawinan yang sah dan juga segala hal yang masuk dalam hak individu baik itu hak secara lahir maupun secara batin sebagai warga negara. Merujuk pada pengertian Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 angka1 memberikan rumusan tentang pengertian Hak Asasi Manusia sebagai Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah- Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, 153 | Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Mengenai dalam hal ini ada 3 (tiga) point utama mengenai konsep kewarganegaraan yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yaitu: 1. Warga Negara; 2. Kewarganegaraan; 3. Pewarganegaraan; Penduduk (ingezetenen) atau rakyat merupakan salah satu unsur untuk memenuhi kriteria dari sebuah negara, Penduduk atau Penghuni suatu wilayah negara merupakan semua orang yang pada suatu waktu mendiami wilayah negara8. Penduduk yang mendiami suatu negara ditinjau dari segi hukum terdiri dari warga negara (staatsburgers), dan orang asing. Menurut Soepomo9 Penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal tetap dalam suatu negara Sah artinya, tidak bertentangan dengan ketentuan ketentuan mengenai masuk dan mengadakan tempat tinggal tetap dalam negara yang bersangkutan. Selain penduduk dalam satu wilayah negara ada orang lain yang bukan penduduk (niet-ingezetenen), misalnya seorang wisatawan yang berkunjung dalam suatu negara, dan orang asing yang bekerja di dalam wilayah negara tersebut. Banyaknya jumlah penduduk Indonesia berpengaruh terhadap banyaknya jumlah pemegang status kewarganegaraan Indonesia. Seorang warga Negara mempunyai kedudukan yang khusus. Kewarganegaraan membawa implikasi pada kepemilikan hak dan kewajiban. Negara wajib menjamin kepemilikan hak seorang warga negaranya yang mencakup hak sipil, hak politik, hak asasi ekonomi, sosial dan budaya. Sedangkan kewajiban sebagai seorang pemegang status kewarganegaraan Indonesia sebagai juga telah ditetapkan didalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), sehingga pemerintahan negara indonesia dapat berjalan sesuai dengan cita-cita kemerdekaannya Berdasarkan Ketentuan Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa: ” Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”. Terkait dalam hal ini dan berdasarkan ketentuan Pasal 26 Ayat (3) setelah perubahan yang kedua yang berbunyi: “ Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang undang ”, Maka dibuatlah Peraturan Perundang-Undangan mengenai kewarganegaraan Republik Indonesia. Pada dasarnya ketentuan pasal ini telah jelas bahwa ketika seseorang mempunyai status kewarganegaraan dalam suatu negara dan mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) sebagai identitas yang berlaku dan sah yang ada di Indonesia, sehingga bukti bahwa seseorang tersebut merupakan warga negara Indonesia adalah dapat dilihat dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP), hal ini 8 Soepomo dalam hartono hadisoeprapto,Pengantar Tata Hukum Indonesia,Yogyakarta,Liberty Cetakan III hlm. 49 9Ibid. 154 | LENTERA HUKUM sejalan dengan ketentuan yang ada didalam Pasal 1 angka 14, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Secara yuridis, orang yang ingin menjadi warga negara suatu negara harus melakukan tindakan-tindakan hukum agar mereka bisa diterima sebagai warga Negara. Tindakan yuridis yang dimaksud berupa pemenuhan yang dipersyaratkan oleh ketentuan perundang-undangan. Dalam pola ‘naturalisasi’ misalnya, orang-orang bangsa lain yang ingin menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang tentang kewarganegaraan Indonesia. Terkait dalam hal ini meskipun status kewarganegaraan yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan sebagai Hak Asasi Manusia yang bersifat dasar yang tidak dapat dikurangi maupun di intervensi oleh siapapun akan tetapi mengenai dalam hal status kewarganegaraan yang ada dan melekat pada diri seseorang dapat pula hilang, ada beberapa alasan mengapa status kewarganegaraan yang ada dan melekat pada diri seseorang tersebut dapat hilang, kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia diatur didalam Ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia diatur didalam Ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, yang terdiri atas: 1. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia bagi seorang ayah tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin; 2. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia bagi seorang ibu tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin; 3. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia karena memperoleh kewarganegaraan lain bagi seorang ibu yang putus perkawinanny, tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin; 4. Dalam hal status kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anka tersebut harus menyatakan memilihsalah satu kewarganegaraannya. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia diatur didalam Ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, yang terdiri atas: 1. Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan tersebut; 2. Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut 155 | Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang hukum negara asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut; 3. Atau jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda; 4. Surat pernyataan dapat diajukan oleh perempuan setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung. Terkait dalam hal ini maka pada dasarnya seseorang pun sebenarnya dapat kehilangan status kewarganegaraanya yaitu karena memang orang tersebut dengan sukarela meninggalkan status kewarganegaraan yang ada dan melekat pada dirinya karena memang seseorang tersebut mempunyai kewarganegaraan ganda ataupun karena seseorang tersebut memang ingin untuk melepaskan status kewarganegaraan yang seseorang tersebut miliki, tidak hanya itu seseorang juga dapat kehilangan status kewarganegaraannya apabila memang seseorang tersebut telah secara sukarela menerima status kewarganegaraan dari negara lain, sehingga seseorang tersebut dapat kehilangan status kewarganegaraannya, serta dapat pula dalam prosedur untuk mendapatkan suatu status kewarganegaraan diperoleh dengan cara yang tidak sesuai dengan prosedur atau terdapat pelanggaran dalam seseorang tersebut mengurus status kewarganegaraan. Mengenai dalam hal ini ketika seseorang telah kehilangan status kewarganegaraannya apakah seseorang tersebut dapat mendapatkan kembali status kewarganegaraan yang hilang tersebut. Jika merujuk berdasarkan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa: “ seseorang yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kembali kewarganegarannya melalui prosedur pewarganegaraan.” Terkait dalam hal ini merujuk pada ketentuan pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa: “ Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan. Berdasarkan ketentuan Pasal 28D Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa: “ setiap orang berhak atas status Kewarganegaraan “. Berdasarkan ketentuan Pasal 28E Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa: “ setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.” Terkait dalam hal ini syarat bagi seseorang untuk dapat mendapatkan kembali status kewarganegaraannya, jika merujuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia, pada Pasal 43 sampai dengan Pasal 47, adalah sebagai berikut: 156 | LENTERA HUKUM 1. mengajukan permohonan kepada Presiden melalui Menteri; 2. Tata cara pengajuan permohonan dilakukan sesuai dengan ketentuan pewarganegaraan; 3. mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Pejabat atau PerwakilanRepublik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon; 4. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermeterai cukup; 5. Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon memeriksa kelengkapan permohonan waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima; 6. Dalam hal permohonan belum lengkap, Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia mengembalikan permohonan kepada pemohon dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima untuk dilengkapi; 7. Dalam hal permohonan telah lengkap, Pejabat atauPerwakilan Republik Indonesia menyampaikan permohonan kepada Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap; 8. Menteri memeriksa kelengkapan permohonan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterimadari Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon; 9. Dalam hal permohonan belum lengkap, Menteri mengembalikan permohonan kepada Pejabatatau Perwakilan Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitungsejak tanggal permohonan diterima untuk dilengkapi; 10. Dalam hal permohonan telah lengkap, Menteri menetapkan keputusan memperoleh kembaliKewarganegaraan Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejaktanggal permohonan diterima; 11. Keputusan Menteri disampaikan kepadaPejabat atau Perwakilan Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal ditetapkan dan salinannya disampaikan kepada Presiden dan Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia; 12. Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemohon dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal Keputusan Menteri diterima. Terkait dalam hal ini pada dasarnya ketika seseorang kehilangan status kewarganegaraannya dapat mendapatkan kembali status kewarganegaraan Indonesia dengan cara mengajukan permohonan secara Pewarganegaraan dengan mentaati segala prosedur, tata cara serta syarat yang dimaksud dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Penentuan kewarganegaraan dibagi menjadi 2 yaitu ius soli dan ius sanguinis. Ius soli merupakan kewarganegaraan yang diperoleh seseorang berdasarkan tempat kelahiran sedangkan ius sanguinis merupakan kewarganegaraan yang diperoleh berdasarkan keturunan. Adanya suatu kewarganegaraan merupakan hal yang sangatlah penting karena adanya perlindungan hukum oleh negara terhadap warga negaranya baik yang berada di dalam maupun di luar negeri. 157 | Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang IV. PENUTUP Berdasarkan Ketentuan Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada dasarnya negara memberikan hak kepada seluruh warga negara dalam segala aspek bidang yaitu: pekerjaan yang layak, hak untuk hidup, berkeluarga, pemenuhan kebutuhan dasarnya, memajukan dirinya, perlakuan yang sama dihadapan hukum, bekerja, kesempatan yang sama dalam pemerintahan, status kewarganegaraan, beragama, mengeluarkan pendapat, berkomunikasi dan memperoleh informasi, perlindungan kehormatan, martabat, dan harta benda, bebas dari penyiksaan, hidup sejahtera lahir dan batin, berhak memperoleh pelayanan kesehatan, jaminan sosial, mempunyai hak milik pribadi, tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, perlakuan yang bersifat diskriminatif, Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional Berhak mendapat pendidikan, berhak atas sistem jaminan sosial. Selanjutnya, Terkait dalam hal ini pada dasarnya ketika seseorang kehilangan status kewarganegaraannya dapat mendapatkan kembali status kewarganegaraan Indonesia dengan cara mengajukan permohonan secara Pewarganegaraan dengan mentaati segala prosedur, tata cara serta syarat yang dimaksud dalam Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Terkait dalam hal ini syarat bagi seseorang untuk dapat mendapatkan kembali status kewarganegaraannya, jika merujuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia, pada Pasal 43 sampai dengan Pasal 47. Saran yang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam skripsi ini adalah Secara umum Pemahaman orang-orang Indonesia tentang Undang-Undang khususnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, masih sangat minim dan kemungkinan saja orang dengan status Indonesia melakukan perbuatan yang dapat menghilangkan haknya sebagai warga negara Indonesia. Untuk itu sosialisasi akan Undang-Undang khususnya undang-Undang kewarganegaraan harus lebih ditingkatkan. Mengingat status kewarganegaraan merupakan suatu hal yang bersifat mendasar bagi seorang warga negara. Bagi Para pihak yang berkaitan dengan pelaksana atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap hak asasi seseorang yang tercantum dalam konstitusi, yakni Pasal 28 D ayat (4) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa status kewarganegaraan adalah hak setiap orang, maka pemulihan kembali status kewarganegaraan Indonesia atas seseorang harus segera mungkin dilakukan. Perolehan kembali status Kewarganegaraan Indonesia berguna untuk sebuah pengkuan bahwa seseorang dinyatakan sebagai Warga Negara Indonesia yang dikuatkan dengan sebuah dokumen tertulis. 158 | LENTERA HUKUM DAFTAR PUSTAKA Aristoteles dalam Sri Soemantri Martosoewignjo, 1976. Sistem-Sistem Pemerintahan Negara- Negara ASEAN, Bandung: Tarsito. Bayu Surianingrat, 1992. Pemerintahan Administrasi Desa dan Kelurahan. Jakarta: Rineka Cipta. Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi, 2015. Penelitian Hukum (Legal Research). Jakarta: Sinar Grafika. Dr. Robert H. Lauer, 2011. Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori Aplikasi serta Pemecahannya, Jakarata: Kencana Prenada Media Group. H.A.W Widjaja, 1993. Pemerintah Desa serta Administrasi Desa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. ____________, 2013. Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Indroharto, 2004. Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Irving M. Zeilin, 1998. Memahami Kembali Sosiologi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Jazim Hamidi,. 1999. Penerapan Asas – Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak ( AAUPL ) di Lingkungan Peradilan Administrasi Negara. Bandung: Citra Aditya Bakti. John M. Echols dan Hasan Shadily, 1977. Kamus Indonesia inggris. Jakarta: Gramedia. Laica Marzuki, 1996. Peraturan Kebijaksanaan ( Beleidsregel ) Hakikat Beserta Fungsinya Selaku Hukum Pemerintahan, Makalah pada penataan nasional hukum acara dan hukum administrai negara1996. Ujung Pandang: Fakultas Hukum Universitas Hasanudin. Logemann, Tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif. 1975. Jakarta: Ikhtiar Baru-Van Hoeve. Moh. Fadli, Jazim Hamidi, dan Mustafa Lutfi, 2011. Pembentukan Peraturan Desa Partisipatif. Malang: Universitas Brawijaya Press (UB Press). Muchsan, 1981. Beberapa Catatan Penting Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi Negara di Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Nana Saputra, 1988. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali. Ndraha Taliziduhu, 1985. Pembangunan Desa dan Administrasi Pemerintahan Desa, Jakarta: Yayasan Karya Dharma. Olden Bidara, 1994 Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam teori dan Praktek Pemerintahan, dalam Paulus Effendie Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), Bandung: Citra Aditya Bakti. Peter Mahmud Marzuki, 2008. Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Kencana Prenada Group. Philipus M. Hadjon, 2015. Peraturan Tata Usaha Negara dalam konteks Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan”, Jurnal Hukum No 1 Maret. 159 | Perolehan Kembali Status Kewarganegaraan Yang Hilang P.j Zoetmulder dan S.O Robson, 2006. Kamus Jawa Kuno Indonesia, Jakarta: PT. Gramedi Pustaka Utama. Poerwasunata W.J.S, 2003. Kamus bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Prajudi Atmosudirjo, 1994. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia. _________________, 1988. Hukum Administasi Negara, Cetakan 9. Jakarta: Ghalia Indonesia. Ridwan, 2014. Diskresi dan Tanggung Jawab Pemerintah. Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Press. ______, 2007. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Schute Nordholt dan Gerry Van Klinken, 2007. Politkik Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Siti Soetami, 2000. Hukum Administrasi Negara. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Sajogyo dan Pujiwati Saajogyo, 1982. Sosiologi Pedesaan: Jilid1, Yogyakarta: Gadjah Mada Press. Soehino, 2000. Asas – Asas Hukum Tata Usaha Negara. Yogyakarta: Liberty. Soerjono Soekanto, 1990. Sosiologi Suatu Pengantar, edisi 12, Jakarta: Rajawali Press, sebagaimana dikutip oleh I Gede Agus Wibawa, 2011. Pengaruh Status Kelurahan Menjad Desa dalam Prepsektif Pemerintahan Daerah (Studi Perubahan Status Pemerintahan di kabupaten Tabanan, Bali), Program Pascasarjana FIA Universitas Brawijaya. Soetardjo Kartohadikoesoemo, 1984. Desa, Jakarta: Balai Pustaka. Utrecht E. 1998. Penghantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Surabaya: Pustaka Tinta Mas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494 ). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495 ). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. ( Lembaran Negara Indonesia Tahun 2014 Nomor 244 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587 ). Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601 ).