Lentera Hukum, Volume 2 Issue 1 (2015), pp. 1-11 ISSN 2355-4673 (Print) 2621-3710 (Online) https://doi.org/10.19184/ ejlh.v2i1.16193 Published by the University of Jember, Indonesia Available online 21 July 2015 Rekonstruksi Pendistribusian Produk UMKM Guna Percepatan Daya Saing Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN Alifatul Fikriyah University of Jember, Indonesia alifatulfikriyah@gmail.com Dimas Bagus Santoso University of Jember, Indonesia dimasbagussantoso@gmail.com Jamilatus Sholihah University of Jember, Indonesia jamilatussholihah@gmail.com ABSTRACT Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) are a form of business consisting of micro, small and medium enterprises. The state is to increase national economic development by optimizing the existence of MSMEs as local businesses. UMKM can become the main guard in facing global competition, especially in the competition of the ASEAN Economic Community (AEC). The implementation of the AEC which opens trade flows freely as possible can provide opportunities for MSMEs to distribute their products freely, but the distribution conditions of MSME products are currently constrained by traditional and hereditary work patterns because MSMEs only focus on making products without mapping market strategies. The current distribution is still experiencing several problems, mainly related to weaknesses in obtaining market opportunities and expanding market share and the limitations of cooperative business networks between small entrepreneurs. Therefore, it is necessary to reconstruct the distribution of UMKM products to build MSMEs into the independent, quality, and highly competitive business actors. The reconstruction was realized based on the theory of legal systems according to L. Friedman, namely legal substance, legal structure, and legal culture. Legal substance is manifested by the revision of regulations to accommodate the distribution reconstruction. The legal structure is embodied by the formation of the Coordination Agency for the Distribution of Business Products, and a legal culture which is manifested by the formation of a new culture in the process of distributing UMKM products. KEYWORDS: MSMEs, Economic Competitiveness, ASEAN Economic Community Copyright © 2015 by Author(s) This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. All writings published in this journal are personal views of the authors and do not represent the views of this journal and the author's affiliated institutions. Submitted: December 05, 2015 Revised: January 20, 2015 Accepted: February 07, 2015 HOW TO CITE: Fikriyah, Alifatul, Dimas Bagus Santoso, Jamilatus Sholiha. “Rekonstruksi Pendistribusian Produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Guna Percepatan Daya Saing Ekonomi dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN ” (2015) 2:2 Lentera Hukum 1-11 mailto:dimasbagussantoso@gmail.com 2 | Rekonstruksi Pendistribusian Produk UMKM Guna Percepatan Daya Saing Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN I. PENDAHULUAN Negara wajib menjamin kesejahteraan warga negaranya sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang diwujudkan melalui pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan ekonomi nasional dilakukan berdasarkan asas kekeluargaan sesuai dengan amanah Pasal 33 Ayat (1) UUD NRI 1945.1 Negara mengimplementasikan asas kekeluargaan melalui optimalisasi keberadaan pelaku usaha dengan berbagai upaya pembaharuan sistem dan penjaringan relasi usaha baik nasional maupun transnasional. Relasi usaha tersebut melibatkan pelaku usaha kecil dan pelaku usaha besar yang memiliki peran krusial dalam menjaga stabilitas serta meningkatkan ekonomi nasional. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan bentuk usaha yang terdiri dari pelaku usaha mikro, pelaku usaha kecil, dan pelaku usaha menengah. UMKM keberadaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (selanjutnya disebut UU UMKM). UMKM memiliki peran penting dalam membangun perekonomian nasional. Oleh karena itu, UMKM menjadi salah satu prioritas dalam agenda pembangunan nasional. Hal ini dibuktikan dengan realita bertahannya sektor UMKM saat terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 dibandingkan dengan sektor besar yang justru tidak mampu bertahan dengan adanya krisis tersebut. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistika, sampai dengan tahun 2015 jumlah usaha berskala UMKM sebanyak 3.668.873, sedangkan usaha besar sampai tahun 2014 sebanyak 24.529. Hal ini menunjukkan bahwa usaha berskala UMKM telah mencapai 99.99331% dari total keseluruhan pelaku usaha dalam negeri.2 Negara wajib menjamin kesejahteraan warga negaranya sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang diwujudkan melalui pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan ekonomi nasional dilakukan berdasarkan asas kekeluargaan sesuai dengan amanah Pasal 33 Ayat (1) UUD NRI 1945.3 Negara mengimplementasikan asas kekeluargaan melalui optimalisasi keberadaan pelaku usaha dengan berbagai upaya pembaharuan sistem dan penjaringan relasi usaha baik nasional maupun transnasional. Relasi usaha tersebut melibatkan pelaku usaha kecil dan pelaku usaha besar yang memiliki peran krusial dalam menjaga stabilitas serta meningkatkan ekonomi nasional. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan bentuk usaha yang terdiri dari pelaku usaha mikro, pelaku usaha kecil, dan pelaku usaha menengah. UMKM keberadaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (selanjutnya disebut UU UMKM). UMKM memiliki peran 1 Pasal 33 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. 2 Badan Pusat Statistika, 2017. Jumlah Perusahaan Industri UMKM dan Jumlah Industri Pengolahan Besar. Jakarta: Badan Pusat Statistika. 3 Pasal 33 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. 3 | LENTERA HUKUM penting dalam membangun perekonomian nasional. Oleh karena itu, UMKM menjadi salah satu prioritas dalam agenda pembangunan nasional. Hal ini dibuktikan dengan realita bertahannya sektor UMKM saat terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 dibandingkan dengan sektor besar yang justru tidak mampu bertahan dengan adanya krisis tersebut. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistika, sampai dengan tahun 2015 jumlah usaha berskala UMKM sebanyak 3.668.873, sedangkan usaha besar sampai tahun 2014 sebanyak 24.529. Hal ini menunjukkan bahwa usaha berskala UMKM telah mencapai 99.99331% dari total keseluruhan pelaku usaha dalam negeri.4 Kualitas UMKM dalam bersaing dengan pelaku usaha yang lain dipengaruhi potensi internal maupun eksternal. Potensi internal UMKM yang sangat berpengaruh salah satunya ialah produk-produk UMKM sebagian besar memiliki kaitan yang kuat dengan sumber daya dan budaya lokal serta pengetahuan, keterampilan tangan, dan pola kerja yang diwariskan secara turun temurun, sehingga tidak bergantung pada bahan baku dari luar.5 Namun disisi lain, berdasarkan pola kerja yang tradisional dan turun menurun, menjadikan UMKM sampai saat ini masih mengalami kesulitan dalam pendistribusian produk-produk yang dihasilkan. Hal ini dibuktikan dengan data daya beli terhadap produk UMKM yang rendah, yakni 513.309.953 juta pertahun 2014, apabila dibandingkan dengan angka daya beli PDB yang mencapai 8.566.271.220 juta. Angka tersebut menunjukkan bahwa daya beli produk UMKM hanya 6% dari keseluruhan produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha.6 Sedangkan untuk potensi eksternal yang sangat berpengaruh terhadap persaingan usaha ialah terkait dengan legalitas keberadaan UMKM dan kebijakan pemerintah. Legalitas keberadaan UMKM dalam UU UMKM, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (selanjutnya disebut PP UMKM), dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Distribusi Barang (selanjutnya disebut Permendag KUDB) yang hanya mengatur kebijakan tanpa campur tangan langsung dari pemerintah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, perlu adanya pembaharuan legalitas UMKM dan inovasi kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas UMKM, baik sumber daya manusia maupun kelembagaannya.7 Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka dapat ditarik permasalahan terkait mekanisme pendistribusian produk UMKM yang selama ini berjalan. Permasalahan dalam pendistribusian produk UMKM ini perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam untuk menemukan inovasi dalam rangka optimalisasi distribusi produk UMKM. Terkait 4 Badan Pusat Statistika, 2017. Jumlah Perusahaan Industri UMKM dan Jumlah Industri Pengolahan Besar. Jakarta: Badan Pusat Statistika. 5 Ibid. hal. 6. 6 Badan Pusat Statistika, 2017. Nilai Output Industri UMKM dan PDB Triwulan atas dasar harga konstan 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistika. 7 Kebijakan tanpa campur tangan langsung dari pemerintah yang dimaksud ialah pemerintah hanya mengeluarkan aturan atau legislasi berupa undang-undang maupun peraturan pelaksananya, akan tetapi pemerintah tidak memberikan pengarahan secara langsung terhadap UMKM. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 4 | Rekonstruksi Pendistribusian Produk UMKM Guna Percepatan Daya Saing Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan hai itu, penulis akan mengkaji lebih mendalam tentang hal tersebut melalui Makalah yang berjudul Rekonstruksi Pendistribusian Produk Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah untuk Memperkuat Persaingan Ekonomi dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dijabarkan rumusan masalah sebagai berikut yaitu bagaimana mengenai kondisi pendistribusian UMKM di Indonesia dalam rangka menghadapi MEA saat ini? Dan Bagaimana upaya dalam mengoptimalkan UMKM terhadap pembangunan perekonomian di Indonesia?. II. KONDISI PENDISTRIBUSIAN UMKM DI INDONESIA DALAM RANGKA MENGHADAPI MEA A. Peluang UMKM dalam menghadapi Persaingan Bebas MEA MEA merupakan salah satu implementasi dari tiga pilar impian masyarakat ASEAN yang dicetuskan dalam kesepakatan Bali Concord II pada tahun 2003 silam. ASEAN berharap dapat membentuk pasar tunggal dan basis produksi yang menjadikan pergerakan barang, jasa, investasi, dan buruh terampil di ASEAN yang dapat diliberalisasi sepenuhnya, sementara hambatan aliran modal dapat dikurangi. Gagasan MEA yang pada awalnya disepakati untuk berlaku mulai tahun 2020, akan tetapi pada konvensi Philipina pada 13 Januari 2007 anggota ASEAN sepakat untuk mempercepat pelaksanaan MEA. Berdasarkan kesepakatan tersebut MEA berlaku lima tahun lebih cepat dari ketentuan semula, sehingga MEA mulai berlaku pada akhir tahun 2015. Keberlakuan MEA yang dipercepat memberikan dorongan bagi negara Indonesia untuk mempercepat kesiapan dalam menghadapi pasar bebas, mengingat kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA masih berada pada urutan ke lima.8 MEA yang telah berlaku mulai tanggal 1 Januari 2016 mengakibatkan tingkat interdependensi setiap negara semakin besar. Peran pelaku usaha dalam perdagangan bebas MEA menentukan stabilitas ekonomi nasional, salah satunya ialah UMKM yang berpotensi menguatkan perekonomian dan daya saing Indonesia dalam MEA. UMKM yang merupakan produsen lokal justru dapat membuka lapangan kerja dengan angka yang cukup tinggi. Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh UMKM pada tahun 2015 mencapai angka 2.271.387 pekerja.9 Apabila melihat fakta angka pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada tahun 2015 mencapai 79.425 orang, maka pekerja yang mengalami PHK hanya berkisar 3.5% apabila dibandingkan dengan pekerja yang mampu diserap oleh UMKM. Angka tersebut relatif lebih kecil dari pada tenaga kerja dalam UMKM. Namun, apabila angka 3.5% tersebut dibiarkan tidak bekerja, maka akan meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia. Dengan demikian UMKM berperan penting dalam menyerap 3.5% pekerja yang mengalami PHK supaya dapat 8 Pernyataan bahwa kesiapan Indonesia dalam menghadapi MEA masih berada pada urutan ke lima disampaikan oleh Khairul Anwar, Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktifitas (Binalattas) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dalam Haluannews, 2016. Strategi Kemnaker Jawab Kekhawatiran Rakyat Indonesia Soal Pemberlakuan MEA. Haluannws.com, [online] Available at: [accesed 15 May 2017] 9 Badan Pusat Statistika, 2017. Jumlah Tenaga Kerja UMKM. Jakarta: Badan Pusat Statistika. 5 | LENTERA HUKUM bekerja dan produktif kembali. Hal ini juga berlaku pada angka pengangguran di Indonesia yang pada tahun 2015 telah mencapai angka 7.560.822 orang.10 Optimalisasi UMKM perlu dilakukan, selain untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan ekonomi nasional juga untuk menekan angka pengangguran yang justru semakin bertambah setiap tahunnnya. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia dalam laporan kinerjanya tahun 2015, menerangkan bahwa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka optimalisasi yang berkaitan dengan perbaikan kondisi UMKM, salah satunya ialah peningkatan kapasitas untuk membangun kemitraan dan bergabung dalam jaringan produksi dan pemasaran global. Hal ini sekaligus sebagai upaya perbaikan kebijakan dan peraturan yang responsif terhadap kinerja dan daya saing UMKM.11 UMKM dengan persentase yang besar berpotensi untuk menjadi garda utama nasional dalam menghadapi persaingan global, khususnya dalam persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pengembangan UMKM merupakan salah satu langkah yang sangat strategis dalam penguatan ekonomi dan daya saing Indonesia dalam MEA, mengingat UMKM berkontribusi 58,1% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), 97,2% terhadap penciptaan kesempatan kerja, dan 14,1% terhadap penerimaan ekspor Indonesia.12 Berdasarkan data tersebut, UMKM mampu menjadi salah satu sektor yang masuk ke dalam daftar utama untuk menjadi pelaku utama MEA. B. Distribusi Produk Umkm Saat Ini UMKM telah memberikan nafas bagi perekonomian nasional. Hal ini terbukti pada saat indonesia dilanda krisis moneter, UMKM mampu bertahan dengan stabil. Namun, UMKM yang berpotensi sebagai salah satu penguat pembangunan ekonomi nasional saat ini masih memiliki kelemahan, sehingga menjadi penghambat perkembangan UMKM. Menurut Mudrajad Kuncoro, seorang tim ahli ekonomi Kadin (Kamar Dagang Indonesia) menyatakan bahwa terdapat masalah krusial yang dialami oleh UMKM, di antaranya ialah13: 1. Kelemahan perolehan peluang pasar dan perluasan pangsa pasar; dan 2. Keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil. Kendala UMKM dalam pendistribusian produknya menjadi salah satu masalah utama yang perlu segera diatasi, hal ini dapat dilihat dari data mengenai daya beli produk UMKM yang masih relatif rendah.14 UMKM belum mampu menguasai peluang pasar, karena UMKM sering kali lebih berfokus pada pembuatan produk tanpa pemetaan 10 Badan Pusat Statistika, 2017. Pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Jakarta: Badan Pusat Statistika. 11 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, 2016. Laporan kinerja Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Koperasi dan UKM. 12 Sandy, K., 2016. Hadapi MEA, OJK Susun Master Plan untuk UMKM. SindoNews.Com, [online] Available at: [accesed 12 may 2017]. 13 Nur Khoiriyah. Peluang UMKM dalam Perekonomian Masyarakat Ekonomi ASEAN. 2015. 14 Daya beli terhadap produk UMKM yang rendah, yakni 513.309.953 juta pertahun 2014, apabila dibandingkan dengan angka daya beli PDB yang mencapai 8.566.271.220 juta. 6 | Rekonstruksi Pendistribusian Produk UMKM Guna Percepatan Daya Saing Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN strategi pasar, sehingga UMKM mengalami kesulitan dalam proses pendistribusian produknya. Kendala utama UMKM dalam memperoleh peluang pasar ialah berkaitan dengan keterbatasan informasi mengenai perubahan dan peluang pasar yang ada, dana untuk membiayai pemasaran atau promosi, pengetahuan mengenai bisnis dan strategi distribusi (khususnya tingkat regional dan internasional), dan komunikasi yang sangat rendah, serta akses dan fasilitas untuk berkomunikasi sangat terbatas. Keterbatasan dalam mengahadapi proses pendistribusian diatas merupakan masalah krusial yang harus segera diatasi. Keterbatasan informasi pasar sebagai salah satu kendala utama yang dihadapi oleh UMKM dikarenakan tidak adanya relasi yang kuat untuk berbagi informasi antar UMKM. Sementara, informasi sangat penting untuk mengetahui perubahan iklim dan peluang pasar untuk mempermudah proses pendistribusian. UMKM juga mengalami kesulitan dalam hal pendanaan proses promosi, sehingga keberadaan dan produk UMKM di dalam masyarakat relatif kurang familiar. Pengetahuan UMKM terkait bisnis dan strategi yang dimiliki pun masih konvensional, sehingga komunikasi yang terjalin antara UMKM dengan UMKM maupun UMKM dengan pelaku usaha besar tidak berjalan efektif. Proses pendistribusian produk UMKM selain menghadapi masalah dalam memperoleh peluang pasar dan perluasan pangsa pasar juga mengalami tantangan dalam keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil. PP UMKM yang berlaku saat ini hanya mengatur mengenai kerjasama antara UMKM dengan usaha besar, sedangkan untuk kerjasama antar UMKM tidak diatur. Selain itu, PP UMKM hanya memberikan instruksi kepada UMKM maupun pelaku usaha besar dalam pengembangan UMKM tanpa adanya campur tangan secara langsung oleh pemerintah atau pemerintah dalam hal ini hanya bersifat mengatur. Hal ini berdampak pada kurang berkembangnya kemampuan UMKM dalam menghadapi pasar, sehingga mengakibatkan UMKM bergantung terhadap pelaku usaha besar yang berkenan menerima pemasokan produk dari UMKM. Realita tersebut mengakibatkan keuntungan UMKM relatif lebih kecil dibandingkan dengan pelaku usaha besar yang mampu mendistribusikan produk dengan harga lebih tinggi.15 Oleh karena itu, perlu adanya inovasi dalam mekanisme pendistribusian produk UMKM supaya UMKM dapat mandiri dan memiliki daya saing yang berkualitas dalam menghadapi MEA. III. UPAYA OPTIMALISASI UMKM TERHADAP PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN DI INDONESIA A. Rekonstruksi Distribusi Inovasi dalam proses distribusi produk UMKM salah satunya dapat dilakukan dengan rekonstruksi mekanisme distribusi produk UMKM. Proses distribusi yang selama ini bersifat konvensional dan memberikan keuntungan minimum terhadap UMKM, perlu adanya pembaharuan supaya UMKM dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Diperlukan adanya suatu badan atau lembaga atau bagian yang 15 Lihat Pasal 8 PP Nomor 17 Tahun 2013 (PP UMKM) 7 | LENTERA HUKUM bertugas untuk mengoordinasi proses pendistribusian produk UMKM baik kepada masyarakat maupun kepada sesama pelaku usaha. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan kemandirian UMKM dalam bersaing dengan pelaku usaha besar baik dalam skala nasional maupun skala internasional (MEA). B. Gagasan Umum Badan Koordinasi Pendistribusian Produk Usaha (BKPPU) merupakan suatu badan koordinasi yang berada di bawah naungan Kementerian Koperasi dan UKM. Kedudukan hukum BKPPU ialah terletak di wilayah kabupaten/kota, provinsi, dan pusat. Adapun struktur organisasi BKPPU ialah terdiri dari BKPPU pusat yang berada di bawah Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM, BKPPU Provinsi yang berada di dalam Bidang Usaha Kecil Menengah Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi, dan BKPPU Kabupaten/Kota yang berada di dalam Bidang Usaha Kecil Menengah Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten/Kota. *Gambar : Bagan Struktur Organisasi BKPPU UMKM sebagai produsen lokal menghasilkan produk-produk yang memiliki karakteristik daerah lokal, Sehingga perlu adanya koordinator dalam proses pendistribusiannya. Selain itu, UMKM juga perlu adanya upaya pengangkatan kearifan lokal melalui indikasi geografis. Hal ini bertujuan agar dapat mengangkat eksistensi keberagaman kearifan lokal yang ada di Indonesia dan produk-produk yang dihasilkan oleh UMKM mudah dikenal oleh konsumen baik nasional, regional maupun internasional khususnya dalam MEA. Dengan demikian BKPPU ini nantinya akan memiliki 2 (dua) fungsi utama. 8 | Rekonstruksi Pendistribusian Produk UMKM Guna Percepatan Daya Saing Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN C. Mengkoordinasi Pendistribusian Produk UMKM: Dalam rangka mengkoordiasi para pelaku UMKM, BKPPU melakukan upaya yang terdiri dari: 1. Membuka relasi BKPPU dapat menanggulangi masalah yang dihadapi oleh UMKM mengenai kesulitan dalam mencari mitra dan jaringan usaha untuk memasarkan produknya. BKPPU akan mengkoordinasikan UMKM yang berada di bawah naungannya kemudian menghubungkannya dengan BKPPU setingkat di daerah lain. Misalkan, BKPPU Kabupaten Jombang dapat mengkoordinasi pendistribusian produk UMKM yang ada di Jombang untuk dapat didistribusikan ke BKPPU Kabupaten Lamongan dan sebaliknya. BKPPU Provinsi Jawa Timur dapat mengkoordinasi pendistribusian produk UMKM yang ada di Provinsi Jawa Timur untuk dapat didistribusikan ke BKPPU Provinsi Kalimantan Timur dan sebaliknya. Hal ini akan membangun relasi antar BKPPU setingkat supaya produk UMKM dapat didistribusikan secara merata di wilayah nasional. Sedangkan BKPPU pusat sebagai koordinator yang menghubungkan UMKM Indonesia dengan pelaku usaha negara ASEAN yang lain melalui dinas perindustrian yang dimiliki oleh negara-negara ASEAN selain Indonesia. Hal ini akan mempermudah pelaku UMKM lokal untuk mendapatkan informasi, sehingga dengan begitu relasi yang dimiliki UMKM akan semakin luas serta memudahkan UMKM dalam mendistribusikan barangnya. 2. Meningkatkan kualitas barang BKPPU selain membuka jalan pendistribusian juga wajib melakukan pelatihan terhadap UMKM supaya produk-produk yang dihasilkan oleh UMKM memiliki standar nasional maupun internasional, sehingga layak untuk diperjual-belikan khususnya dalam perdagangan bebas MEA. Selain pelatihan, BKPPU juga wajib melakukan pengawasan terhadap produktifitas dan aktifitas dagang yang dilakukan oleh UMKM. UMKM harus melaporkan setiap kegiatan produksi dan distribusi kepada BKPPU di tingkat wilayahnya untuk sebagai bahan evaluasi dan upaya perbaikan mekanisme. 3. Memberikan kepastian dalam memproduksi barang BKPPU dapat memberikan informasi kepada UMKM terkait banyaknya produk yang dibutuhkan oleh pasar, sehingga UMKM bisa memperkirakan hasil produksi supaya tidak mengalami penumpukan produk gagal pasar yang dapat mengakibatkan kerugian bagi UMKM. D. Pemberian Label Indikasi Geografis Indikasi Geografi adalah suatu indikasi atau identitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah, atau wilayah tertentu yang menunjukkan adanya kualitas, reputasi dan karakteristik termasuk faktor alam dan faktor manusia yang dijadikan atribut dari barang tersebut.16 UMKM sebagai pelaku usaha tidak hanya berperan 16 Hariyani, Iswi, 2010. Prosedur Mengurus HAKI yang Benar. Yogyakarta: Pustaka Yustisia 9 | LENTERA HUKUM sebagai produsen, tetapi juga berperan dalam mengangkat karakteristik khusus suatu daerah supaya dapat dikenal lebih luas, baik nasional maupun internasional. Mengingat potensi indikasi geografis di Indonesia sangatlah banyak, namun indikasi geografis yang terdaftar di dalam Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual baru 52 indikasi geografis yang terdaftar.17 Pemberian label Indikasi Geografis oleh BKPPU dilakukan dengan mendata produk UMKM yang ada diwilayah hukumnya. Proses pendataan tersebut dilakukan sebelum proses pendistribusian dilakukan. Terkait, perlu adanya pendaftaran indikasi geografis untuk melindungi produk UMKM dari kemungkinan pemalsuan produk, memberi jaminan kualitas produk yang berlabel indikasi geografis sebagai produk asli, serta mengangkat reputasi suatu kawasan produk indikasi geografis sehingga dapat dikembangkan menjadi kawasan agrowisata.18 Tugas Pokok dan Fungsi BKPPU BKPPU dalam rangka untuk mempermudah proses pendistribusian produk yang dihasilkan oleh UMKM guna mengoptimalkan fungsinya harus memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang jelas, di antaranya ialah: a. Memberikan pelatihan khusus terhadap UMKM supaya dapat mengembangkan potensinya dalam bersaing dengan pelaku usaha dalam MEA. UMKM yang telah memperoleh pelatihan dari BKPPU akan menerima sertifikasi sebagai tanda kelulusan standar kemampuan sumber daya manusia maupun kelayakan inovasi produk, sehingga UMKM memiliki kualitas yang mampu bersaing dengan pelaku usaha dalam negeri maupun luar negeri. b. Melakukan pemberdayaan terhadap para pelaku UMKM, sehingga produk yang dihasilkan mampu berkembang dan mampu memenuhi kebutuhan pasar; c. Mengendalikan penumpukan produk UMKM, sehingga dapat memperkecil kerugian yang akan dialami oleh pelaku UMKM; d. BKPPU wajib melakukan pengawasan terhadap UMKM melalui pemantauan langsung dan laporan pertanggungjawaban UMKM kepada BKPPU di wilayahnya; e. Pemberian label Indikasi Geografis yang di koordinasi oleh BKPPU untuk didaftarkan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. f. Berkoordinasi dengan BKPPU lain untuk membangun relasi pendistribusian produk, proses pengiriman produk, dan mendata penerima produk dari UMKM yang di koordinasi oleh BKPPU di wilayah lain. E. Tahapan dalam Pendaftaran Label Indikasi Geografi BKPPU selain mempunyai fungsi utama sebagai pengkoordinasi pendistribusian produk UMKM juga mempunyai fungsi utama untuk memberikan label Indikasi Geografis. Pemberian label Indikasi Geografis oleh BKPPU dilakukan sebelum proses 17 Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2017. Indikasi Geografis Terdaftar. Jakarta: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia. 18 Fitri, Irsa., 2016. Menperin Dukung Perlindungan Produk Indikasi Geografis Hasil Industri. AgroFarm, [online] Available at: [accesed 15 may 2017]. 10 | Rekonstruksi Pendistribusian Produk UMKM Guna Percepatan Daya Saing Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN pendistribusian yang selanjutnya dilakukan pendaftaran kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Adapun tahapan-tahapan dalam pendaftaran Indikasi Geografis dapat dilakukan sebagai sebagai berikut: 1. BKPPU Kab/kota berinisiatif melakukan sensus untuk menemukan potensi indikasi geografis yang dimiliki oleh UMKM di wilayahnya maupun UMKM dapat berinisiatif mendaftarkan indikasi geografisnya kepada BKPPU; 2. BKPPU menganalisis standar dan menguji kelayakan potensi indikasi geografis yang telah terdaftar sesuai persyaratan yang telah ditetapkan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dan didasarkan pada kondisi geografis yang terdapat pada wilayah tersebut; 3. Indikasi yang telah memenuhi standar dan uji kelayakan oleh BKPPU didaftarkan secara kolektif kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, sedangkan Indikasi Geografis yang tidak memenuhi standar dikembalikan kepada UMKM untuk diperbaiki berdasarkan pengarahan yang diberikan oleh BKPPU. F. Konsep BKPPU menurut teori Legal System UMKM yang memiliki potensi untuk menjadi penguat ekonomi nasional perlu adanya pembaharuan terkait pendistribusian produk yang dihasilkan. Berdasarkan teori legal system menurut L. Friedman yang perlu diperbaiki ialah terkait dengan: Legal subtance, yakni perlu adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Distribusi Barang sebagai upaya untuk mengakomodir keberadaan BKPPU; Legal structure, yakni perlu adanya sosialisasi BKPPU kepada masyarakat supaya BKPPU dapat berfungsi maksimal sebagai badan koordiansi pendistribusian produk UMKM. Selain itu, perlu adanya optimalisasi UMKM melalui pemberdayaan yang dilakukan oleh BKPPU; dan Legal culture, yakni dengan adanya BKPPU akan menciptakan budaya baru dalam proses pendistribusian produk UMKM dengan membangun relasi antar UMKM maupun UMKM dengan pelaku usaha negara ASEAN yang lain melalui BKPPU. IV.PENUTUP Perkembangan UMKM pada saat ini masih memiliki berbagai kelemahan. Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan perluasan pangsa pasar. Kedua, Keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil. UMKM belum mampu menguasai peluang pasar. Hal ini disebabkan karena UMKM sering kali lebih berfokus pada pembuatan produk tanpa pemetaan strategi pasar, sehingga UMKM mengalami kesulitan dalam proses pendistribusian produknya. Dalam rangka mengatasi kelemahan UMKM penulis menggagas sebuah konsep suatu badan koordinasi yang diberi nama BKPPU. BKPPU memiliki fungsi utama dalam Mengkoordinasi pendistribusian produk UMKM dan Pemberian label indikasi geografis yang dapat meningkatkan reputasi kearifan industri lokal serta mempermudah para pelaku usaha UMKM dalam 11 | LENTERA HUKUM pendistribusian produk UMKM guna memperkuat persaingan ekonomi menghadapi tantangan Pasar MEA. DAFTAR PUSTAKA Hariyani, Iswi, 2010. Prosedur Mengurus HAKI yang Benar. Yogyakarta: Pustaka Yustisia Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2016. Indikasi Geografis Terdaftar. Jakarta: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, 2016. Laporan kinerja Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Koperasi dan UKM. Nur Khoiriyah. Peluang UMKM dalam Perekonomian Masyarakat Ekonomi ASEAN. 2015. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Distribusi Barang Badan Pusat Statistika, 2017. Jakarta: BPS. [online] Available at: Sandy, K., 2016. Hadapi MEA, OJK Susun Master Plan untuk UMKM. SindoNews.Com, [online] Available at: https://www.bps.go.id/ https://www.ekbis.sindonews.com/read/1107160/33/hadapi-mea-ojk.susun-master-plan-untuk-umkm-1462788052 https://www.ekbis.sindonews.com/read/1107160/33/hadapi-mea-ojk.susun-master-plan-untuk-umkm-1462788052