Lentera Hukum, Volume 2 Issue 1 (2015), pp. 57-68 ISSN 2355-4673 (Print) 2621-3710 (Online) https://doi.org/10.19184/ ejlh.v2i1.20183 Published by the University of Jember, Indonesia Available online 06 April 2015 Penjatuhan Talak Terhadap Istri dengan Alasan Tidak Mendapatkan Keturunan Ida Nurfitria University of Jember,Indonesia Ida94.fitri@gmail.com Dyah Ochtorina Susanti University of Jember, Indonesia dyahochtorina.fh@unej.ac.id Ikarini Dani Widiyanti University of Jember, Indonesia ikarini1973@gmail.com ABSTRACT The imposition of divorce is included in one of the marriage break-ups due to divorce, the divorce should only be made based on divorced reasons contained in the rule of positive law. In this study, the panel of judges gave the stipulation in accordance with the provisions of Law number 1 of 1974 on marriage and the Compilation of Islamic Law. This type of research uses the juridical normative (legal research) that examines legal issues associated with positive law rules, principles, and norms. The conclusion of this study indicates that the imposition of divorce against the wife with the alibi that the wife can not give ancestry can not be an excuse to do divorce. Because of this divorce is granted, based on the judge's reasons for the imposition of divorce due to continuous disputes and quarrels in accordance with the provisions in the Compilation of Islamic Law. Due to the imposition of divorce caused the breaking of marriage among the parties. KEYWORDS: Divorced, The Imposition, Verdict, Law Effect. Copyright © 2015 by Author(s) This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. All writings published in this journal are personal views of the authors and do not represent the views of this journal and the author's affiliated institutions. Submitted: December 05, 2014 Revised: January 20, 2015 Accepted: February 07, 2015 HOW TO CITE: Nurfitria, Ida., Dyah Ochtorina Susanti, Ikarinin Dani Widiyanti. “Penjatuhan Talak Terhadap Istri dengan Alasan Tidak Mendapatkan Keterununan” (2015) 2:1 Lentera Hukum 57-68 mailto:dyahochtorina.fh@unej.ac.id 58 | Penjatuhan Talak Terhadap Istri dengan Alasan Tidak Mendapatkan Keturunan I. PENDAHULUAN Filsuf Yunani yang terkemuka Aristoteles pernah berkata bahwa manusia itu adalah zoon politicon, yaitu selalu mencari manusia lainnya untuk hidup bersama dan kemudian berorganisasi.1 Manusia saling berinteraksi, dan saling berhubungan yaitu dalam suatu hubungan keluarga, sebab manusia berinteraksi, berhubungan dan berkembang petama kali dalam hubungan keluarga, karena keluarga merupakan suatu social organism yang berkewajiban memenuhi keperluan-keperluan tertentu dari masyarakat dan individu- individu, maka dengan sendirinya keluarga itu memiliki fungsi-fungsi sosial tertentu di dalam masyarakat.2 Keluarga sendiri dibentuk dari adanya hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang saling mencintai satu sama lain serta mempunyai keinginan untuk bersama membangun rumah tangga yang kekal abadi. Perasaan saling mencintai dan keinginan bersama untuk membangun rumah tangga yang kekal abadi tersebut diputuskan dengan suatu hubungan yang sakral, hubungan yang halal yaitu hubungan perkawinan. Menurut Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa: “sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berbeda yakni laki- laki dan perempuan yang memiliki daya tarik satu sama lain mempunyai keinginan untuk hidup bersama.”3 Perkawinan telah diatur dalam penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (yang selanjutnya disingkat dengan UUP). Pasal 1 UUP menjelaskan pengertian perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan batin merupakan hal penting dari perkawinan menunjukkan bahwa menurut undang-undang ini, tujuan perkawinan bukanlah semata-mata untuk memenuhi hawa nafsu. Perkawinan dipandang sebagai suatu usaha untuk mewujudkan kehidupan yang berbahagia yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.4 Kebahagian pada hubungan perkawinan ditentukan oleh masing-masing pasangan suami istri. Kebahagiaan itu akan terasa lengkap bila pasangan suami istri telah dikarunia seorang anak. Banyak dari pasangan suami istri yang langsung diberi keturunan, namun ada juga yang belum diberi keturunan. Pada fakta empiris di masyarakat masih banyak pasangan suami istri yang masih belum memiliki keturunan atau belum dikarunia seorang anak walaupun usia pernikahanya terbilang sudah cukup lama namun sampai sekarang masih belum memiliki keturunan. Hal ini menjadi salah satu pemicu terjadinya pertengkaran antara suami dan istri yang saling menyalahkan satu sama lain dan menyebabkan terjadinya perceraian. 1 Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan Dan Perceraian Di Malaysia Dan Indonesia, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1991).Hlm 1 2 Ibid 3 Ibid. Hlm 3 4 Lili Rasjidi, Op Cit. Hlm 5 59 | LENTERA HUKUM Seperti halnya pada kasus yang diajukan pada Pengadilan Agama Lahat dengan perkara nomor: 41/Pdt.G/2015/PA.Lt. Pada awalnya Pemohon dan Termohon adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama 14 tahun dan hidup bersama di rumah kedua orang tua Termohon. Rumah tangga Pemohon dan Termohon pada awalnya rukun dan harmonis, namun pada bulan Mei 2011 Rumah Tangga Pemohon dan Termohon mulai goyah disebabakan seringnya terjadi perselisihan dan pertengkaran. Perselisihan dan pertengkaran tersebut disebabkan karena Pemohon tidak terima kalau sampai dengan sekarang antara Pemohon dengan Termohon belum mempunyai keturunan/ belum dikarunia seorang anak, padahal antara Pemohon dengan Termohon sudah berobat baik secara medis atau secara tradisional namun usaha berobat tersebut tidak berhasil. Pada bulan September 2011 perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dengan Termohon mencapai puncak yang disebabkan Pemohon tidak terima kalau diantara Pemohon dan Termohon sampai dengan sekarang belum mendapat keturunan. Sejak saat itu Pemohon pergi meninggalkan rumah orang tua Termohon dan pulang ke rumah orang tua Pemohon selama kurang lebih 3 tahun 4 bulan. Selama kurang lebih 3 tahun 4 bulan antara Pemohon dan Termohon sudah tidak pernah lagi saling perduli dan selama pisah rumah antara Pemohon dan Termohon telah diupayakan rukun lagi oleh keluarga Pemohon dan Termohon sebanyak 3 kali namun usaha untuk Pemohon dan Termohon rukun lagi tidak berhasil. Pada akhirnya Pemohon berkesimpulan bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak bisa lagi dipertahankan dan Pemohon sudah tidak bersedia lagi beristrikan Termohon. Oleh karena itu Pemohon memilih perceraian sebagai jalan satu-satunya untuk mengakhiri rumah tangga Pemohon dengan Termohon. Terkait demikian permasalahan diatas, penulis akan mengkaji mengenai pertimbangan hakim dalam memutus perkara yang terdapat pada putusan Pengadilan Agama Lahat No: 41/Pdt.G/2015/PA.Lt dan akibat hukum putusan Pengadilan Agama Lahat No: 41/Pdt.G/2015/PA.L bagi termohon II. DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA LAHAT NO:41/PDT. G/2015/PA.LT Kasus yang terdapat pada Putusan Pengadilan Agama Lahat No41/Pdt.G/2015/PA.Lt tersebut menceritakan mengenai penjatuhan talak oleh suami terhadap istrinya dengan alasan tidak mendapat keturunan. Isu hukum yang terdapat pada putusan tersebut menguraikan pokok permasalahannya yang pada awalnya Pemohon dan Termohon adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama 14 tahun dan hidup bersama di rumah kedua orang tua Termohon. Rumah tangga Pemohon dan Termohon pada awalnya rukun dan harmonis, namun pada bulan Mei 2011 rumah tangga Pemohon dan Termohon mulai goyah disebabkan seringnya terjadi perselisihan dan pertengkaran. Perselisihan dan pertengkaran tersebut disebabkan karena Pemohon tidak terima kalau sampai dengan sekarang antara Pemohon dengan Termohon belum mempunyai keturunan/ belum dikaruniai seorang anak, padahal antara Pemohon dengan Termohon sudah berobat baik secara medis atau secara tradisional namun usaha berobat 60 | Penjatuhan Talak Terhadap Istri dengan Alasan Tidak Mendapatkan Keturunan tersebut tidak berhasil. Pada bulan September tahun 2011 perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dengan Termohon mencapai puncak yang disebabkan Pemohon tidak terima kalau diantara Pemohon dan Termohon sampai dengan sekarang belum mendapat keturunan. Sejak saat itu Pemohon pergi meninggalkan rumah orang tua Termohon dan pulang ke rumah orang tua Pemohon selama kurang lebih 3 tahun 4 bulan. Selama kurang lebih 3 tahun 4 bulan antara Pemohon dan Termohon sudah tidak lagi saling perduli dan selama pisah rumah antara Pemohon dan Termohon telah diupayakan rukun lagi oleh keluarga Pemohon dan Termohon sebanyak 3 kali namun usaha untuk Pemohon dan Termohon rukun lagi tidak berhasil. Pada akhirnya Pemohon berkesimpulan bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak bisa lagi dipertahankan dan Pemohon sudah tidak bersedia lagi beristrikan Termohon. Oleh karena itu Pemohon memilih perceraian sebagai jalan satu-satunya untuk mengakhiri rumah tangga Pemohon dengan Termohon. Berdasarkan uraikan kasus yang terdapat pada Putusan Pengadilan Agama Lahat tersebut diatas maka terlebih dulu memahami kasus tersebut yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori dan dasar hukum serta pengertian-pengertian mengenai perkawinan. Perkawinan tidak serta merta dilakukan dengan sesuka hati oleh seseorang, namun perkawinan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berkaitan dengan isu hukum yang terdapat pada Putusan Pengadilan Agama Lahat tersebut maka Majelis Hakim dalam memutus perkara percerain ini akan mempertimbangkan mengenai hukumnya yaitu yang terdapat pada fakta-fakta hukum yang ada dalam Peraturan Perundang-Undangan dan yang terdapat pada Al-Qur’an dan Hadist. Pertimbangan hukum yang terdapat pada putusan Pengadilan Agama Lahat merupakan bentuk alasan hakim dalam mengabulkan permohonan Pemohon untuk menjatuhkan Talak Satu Raj’i kepada Termohon, hal tersebut sesuai dengan fakta hukum yang terjadi serta bukti-bukti yang telah diperiksa oleh majelis hakim. Faktanya yang terjadi pada pertengahan tahun 2011 rumah tangga Pemohon dan Termohon mulai tidak ada keharmonisan lagi, serta keduanya sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena masalah belum mempunyai keturunan dan puncak perselishan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon terjadi pada saat keduanya pisah rumah yang kemudian Pemohon pergi meninggalkan rumah orang tua Termohon selama kurang lebih 3 tahun. Berdasarkan fakta hukum tersebut diatas dan pertimbangan- pertimbangan tersebut diatas maka majelis hakim mengabulkan permohonan Pemohon untuk mengizinkan mengucapkan ikrar talaknya terhadap Termohon. Pada pertimbangan hakim yang menyebutkan bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa dalil-dalil Pemohon telah terbukti dan dengan telah terbuktinya dalil-dalil Pemohon tersebut, maka majelis hakim menyimpulkan bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak ada keharmonisan, kedamaian dan ketentraman sehingga rumah tangga yang demikian sudah pecah dan retak dari sendi-sendinya karena antara keduanya sudah tidak lagi dapat menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing sebagai suami istri dan apabila rumah tangganya tetap di pertahankan tentu akan timbul modhorot yang 61 | LENTERA HUKUM berkepanjangan bagi keduanya dan untuk menghindari adanya modhorot yang berkepanjangan, maka akan lebih maslahat apabila rumah tangganya diakhiri dengan perceraian. Pada pertimbangan hakim tersebut berkesimpulan bahwa rumah Tangga Pemohon dan Termohon akan lebih maslahat diakhiri dengan perceraian, diakhiri dengan perceraian tersebut akan lebih baik bagi para pihak dan dengan begitu tidak akan menimbulkan kemadharatan karena sesuatu yang menimbulkan kemadharatan harus ditinggalkan. 5 Mengingat sucinya lembaga perkawinan yang telah disahkan oleh Agama dan peraturan Perundang-Undangan maka apabila dalam hubungan perkawinan yang di dalamnya sudah tidak ada keharmonisan, kedamaian dan ketrentraman lagi bagi pasangan suami istri, maka hubungan perkawinan yang seperti ini apabila di pertahankan secara terus menurus akan menyebabkan suatu hal yang tidak baik untuk itu perceraian merupakan cara terakhir yang dapat diambil oleh pasangan suami istri dalam menyelesaiakan masalah rumah tangganya dan oleh karena terdapat pengaturan yudisial yang dibuat oleh negara bisa memberikan dasar hukum sesuai dengan kaidah kemaslahatan umum (al-mashlahah).6 Berkaitan dengan pertimbangan hakim yang menyimpulkan bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon akan lebih maslahat diakhiri dengan perceraian, perceraian disini diartikan sebagai suami yang memohon untuk menjatuhkan talak terhadap istrinya. Penjatuhan talak ini telah dijelaskan oleh Sayyid Sabiq, yang mengatakan bahwa hanya talak yang beralasan kuat dan karena kemaslahatan yang lebih dominan yang dibolehkan oleh Syari’at Islam. Selain itu talak hukumnya haram, bahkan yang mubah saja sifatnya masih dibenci oleh Allah SWT. Talak merupakan bagian dari cara menyelesaikan masalah. Terkait itu talak mengandung beberapa hikmah, sebagaimana Ibnu Sina menegaskan bahwa pintu talak harus tetap terbuka, sebab jika ditutup, suami istri yang sudah tidak layak untuk melanjutkan rumah tangganya yang disebabkan oleh berbagai hal yang prinsipil, misalnya suaminya gila, kasar, dan murtad, maka akan lebih mendharatkan bagi rumah tangganya.7 Terkait itu talak hukumnya dapat menjadi wajib bagi rumah tangganya yang sudah tidak layak.8 Selanjutnya pada pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa sesuai dengan adanya perselisahan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon sebagaimana tersebut diatas dan puncaknya hidup berpisah lebih kurang 3 tahun, selama itu antara keduanya tidak ada upaya untuk rukun kembali bahkan pihak keluarga sudah berupaya untuk merukunkannya namun tidak berhasil, maka hal tersebut menurut pendapat Majelis Hakim bahwa perselisihan dan pertengkaran yang terjadi antara Pemohon dan Termohon berlanjut secara terus menurus. Pertimbangan hakim ini sesuai dengan alasan-alasan perceraian yang terdapat pada Pasal 116 yang termasuk pada huruf f yaitu antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada 5 Mustofa Hasan. Pengantar Hukum Keluarga. (Bandung: Pustaka Setia, 2011). Hlm 185 6 Ahmad Tholabi Kharlie, Op Cit. Hlm 232 7 Mustofa Hasan. Op Cit. Hlm 189 8 Ibid 62 | Penjatuhan Talak Terhadap Istri dengan Alasan Tidak Mendapatkan Keturunan harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Seperti pendapat yang dikekumakkan oleh R. Soetojo Prawiroharmidjojo dan Aziz Saefuddin bahwa perceraian selalu berdasar pada perselisihan dan pertengkaran antara suami dan istri yang terus menerus berkelanjutan hingga antara suami dan istri tidak dapat hidup rukun dan harmonis lagi. Terkait alasan Pemohon menjatuhkan Talak Satu Raj’i terhadap Termohon sudah cukup alasan untuk dikabulkaknya permohonan Pemohon oleh majelis hakim. Saat alasan terjadinya perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus disebabkan karena belum dikaruniai seorang anak dalam perkawinan tersebut, maka sebab belum diakaruniai anak ini tidak dapat dijadikan alasan dan dasar hukum untuk menjatuhkan talak terhadap istri. Terkait sebab tersebut tidak termasuk dalam alasan-alasan terjadinya perceraian sesuai dalam ketentuan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Penjatuhkan talak terhadap istri dengan alasan tidak mendapat keturunan sesuai dengan isu hukum yang terdapat pada Putusan Pengadilan Agama Lahat ini tidak dapat dijadikan dasar hukum dan juga tidak dapat dijadikan alasan untuk dapat suami atau Pemohon dalam hal ini untuk menjatuhkan Talak Satu Raj’i kepada istri atau Termohon. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat Pada Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan mengenai alasan-alasan perceraian, sedangkan alasan perceraian yang dikarenakan tidak mendapatkan keturunan tersebut tidak termasuk di dalam alasan-alasan perceraian yang terdapat pada Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Terkait demikian secara hukum alasan bercerai karena tidak mendapat keturunan tidak dibenarkan untuk dijadikan alasan bercerai. Pada putusan tersebut hakim lebih mengarah kepada alasan terjadinya perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus sesuai dengan dasar hukum yang terdapat pada Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam. III. AKIBAT HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA LAHAT NO 41/PDT.G/2015/PA.LT BAGI TERMOHON Pada Islam perceraian hanya boleh dilakukan karena terdapat unsur kemaslahatan bagi umum, maksudnya yaitu perceraian dalam Islam diperbolehkan apabila telah diupayakan untuk berdamai namun tidak berhasil dan tidak ada jalan lain untuk mengakhiri terjadinya perselishan dan pertengkaran diantara suami dan istri tersebut.9 Terkait itu dipilihnya perceraian sebagai jalan satu-satunya untuk mengakhiri perkawinan tersebut dan dengan begitu perceraian tersebut mengandung unsur kemaslahatan umum, maksudnya yaitu mengandung unsur lebih baik bagi pihak-pihak yang bersangkutan serta pihak-pihak lain yang merasakan akibat dari perselisihan dan pertengkaran diantara suami dan istri tersebut dan untuk lebih baik perkawinan tersebut diakhir dengan perceraian. Saat perkawinan tersebut tidak diakhiri dengan perceraian, maka dalam rumah tangga tersebut akan timbul modhorot atau sesuatu yang tidak baik 9 Ibid.Hlm 186 63 | LENTERA HUKUM Terkait demikian Islam memberikan kebebasan terhadap kedua belah pihak untuk mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang dalam batas-batas yang dapat dipertanggung jawabkan oleh kedua belah pihak untuk memutuskan pernikahan diantara keduanya. Saat keduanya atau salah satu pihak memutuskan untuk bercerai maka dapat berakibat buruk juga bagi kehidupan kedua pihak. Berkaitan dengan akibat dari perceraian, maka terlebih dulu perceraian harus telah diputus oleh hakim dan putusan perceraian atau putusan permohonan menjatukah talak harus telah diputus dengan putusan yang menyatakan bahwa perkawinan antara suami istri telah sah bercerai, dan apabila permohonan maka putusannya harus berbunyi permohonan pemohon telah diterimah dan mengizinkan bagi Pemohon untuk menjatuhkan talak terhadap istrinya. Putusan yang dijatuhkan menyatakan bahwa gugatan Penggugat diterima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk bercerai dan atau permohonan Pemohon diterima dan mengaulkan permohonan Pemohon, maka putusan yang dijatuhkan oleh hakim tersebut harus mempunyai akibat hukum bagi pihak lain. Apabila seorang hakim hendak menjatuhkan putusan, maka ia akan selalu berusaha agar putusannya nanti sebisa mungkin dapat diterima oleh masyarakat, dan setidak-tidaknya berusaha agar lingkungan orang yang akan dapat menerima putusannya itu seluas mungkin dan hakim akan merasa lega apabila ia dapat memuaskan semua pihak dengan keputusannya.10 Guna dapat memuaskan dan dirasa adil bagi pihak lain dengan putusannya atau agar putusannya dapat diterima oleh pihak lain, maka hakim harus meyakinkan pihak lain dengan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan bahwa putusannya itu sudah tepat dan benar. Guna mengetahui siapa saja yang termasuk dalam pihak lain tersebut, maka dalam hal ini ada beberapa pihak yang menjadi sasaran hakim yaitu diantaranya: 11 Para pihak, para pihak yang berperkara yang terutama mendapat perhatian dari hakim, karena hakim akan memeriksa, menyelesaikan dan memutus perkara tersebut. Hakim harus memberikan tanggapan terhadap tuntutan para pihak dan hakim akan berusaha agar putusannya tersebut tepat dan tuntas. Secara obyektif putusan yang tepat dan tuntas berarti akan dapat diterima bukan hanya oleh penggugat melainkan juga oleh tergugat. Masyarakat, hakim harus mempertanggung jawabkan putusannya itu kepada masyarakat dengan dilengkapi alasan-alasan di keluarkanya putusan tersebut. Hakim jga harus memperhatikan perkembangan di masyarakat, karena putusan yang nantinya akan diputus oleh hakim harus sesuai dengan perkembangan masyarakat. Pengadilan banding, pada umumnya hakim dari peradilan tingkat pertama akan kecewa apabila putusannya dibatalkan oleh pengadilan banding. Dan bila putusanya tersebut terbukti dibatalkan oleh pengadilan tingkat banding mungkin hakim akan merasa kurang cermat, dan kecil hati, namun itu merupakan sikap yang tidak perlu timbul kalau putusannya memang sudah di pertimbangkan secara matang-matang. Oleh karena itu wajarlah bagi hakim dari tingkat peradilan pertama selalu berusaha sekeras- 10 Sudikno Mertokusumo. Op Cit. Hlm 205 11 Ibid. Hlm 206 64 | Penjatuhan Talak Terhadap Istri dengan Alasan Tidak Mendapatkan Keturunan kerasnya agar putusanya tidak dibatalkan oleh pengadilan banding dan untuk memperkuat putusan hakim di tingkan peradilan pertama hakim selalu memberikan alasan-alasan yang cukup kuat, lengkap, dan ketat. Dan perlu di inget bahwasannya hakim akan selalu berusaha agar putsanya dapat diterima oleh pengadilan banding. Ilmu pengetahuan, setiap putusan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Bukan hanya itu saja putusan-putusan hakim yang menarik seringkali dimuat di majalah-majalah hukum atau di artikel-artikel hukum. Bahkan putusan- putusan itu sering didiskusikan oleh para sarjana hukum. Ilmu pengetahuan hukum selalu mengikuti peradilan untuk mengetahui bagaimana peraturan-peraturan hukum atau teori-teori hukum itu dilaksanakan dalam praktek peradilan. Jadi putusan-putusan pengadilan itu menjadi obyek ilmu pengetahuan hukum untuk dianalisa, disistematisir dan diberi komentar. Terkait itu hakim akan berusaha agar putusannya dapat diterima oleh ilmu pengetahuan hukum. Berdasarkan penjelasan mengenai siapa saja yang menerima putusan hakim tersebut diatas, serta pihak-pihak lain yang juga menjadi sasaran hakim untuk putusannya tersebut dapat diterima di masyarakat. Saat memutuskan perkara yang diperiksa oleh hakim, hakim lebih memperhatikan dan lebih menguatamakan bagi para pihak yang sedang berperkara. Hakim akan mempertimbangkan mengenai hukumnya dan pokok perkaranya untuk dapat diputus sesuai dengan fakta-fakta dalam persidangan dan juga hakim akan memperhatikan akibat hukum dari putusan tersebut terhadap para pihak yang berperkara. Terkait akibat hukum putusan yang dikeluarkan oleh hakim, maka yang merasakan akibat dari putusan hakim tersebut adalah para pihak. Saat pembahasan ini penulis lebih mengarah pada akibat hukum putusan Pengadilan Agama Lahat Nomer 41/Pdt.G/2015/PA.Lt yang berakibat kepada para pihak, status anak dan harta selama perkawinan. Sebelum sampai pada akibat hukum dari putusan Pengadilan Agama Lahat Nomer 41/Pdt.G/2015/PA.Lt tersebut, maka sebelumnya putusan Pengadilan Agama tersebut menyatakan: a. Menyatakan Termohon telah dipanggil secara resmi dan patut untuk menghadap di persidangan tidak hadir; b. Mengabulkan permohonan Pemohon dengan verstek; c. Memberikan izin kepada Pemohon (Zulfikri Bin Yurham) untuk menjatuhkan Talak Satu Raj’i terhadap Termohon (Dewi Ningsih Harti Binti Yunasra) di depan sidang Pengadilan Agama Lahat; d. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya pekara yang hingga kini dihitung sejumlah Rp 391.000,- (tiga ratus sembilan puluh satu ribu rupiah). Berdasarkan pernyataan putusan tersebut diatas maka terdapat beberapa akibat hukum yaitu: 1. Akibat Hukum Bagi Para Pihak Akibat hukum bagi para pihak yang telah dinyatakan oleh hakim untuk pemohon diberikan izin menjatuhkan talak terhadap termohon tersebut sangat berakibat pada 65 | LENTERA HUKUM hubungan perkawinan diantara keduanya, akibat hukum terkait perkawinannya yaitu bahwa perkawinan antara Pemohon dan Termohon secara hukum telah sah bercerai. Penjatuhan talak yang diberikan Pemohon kepada Termohon ini juga berakibat kepada status hukum para pihak, dengan dikeluarkannya putusan hakim tersebut kini Pemohon sudah tidak berstatus sebagai suami Termohon begitu juga sebaliknya Termohon sudah tidak berstatus sebagai istri Pemohon. Namun dalam penjatuhan talak ini Pemohon yang telah menjatuhkan Talak Satu Raj’i ini masih mempunyai kesempatan untuk kembali lagi dengan Termohon. Adapun dasar hukum yang terdapat pada Surat Al-Baqarah ayat 229: Artinya: “talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali.( setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik...”. Pada Pasal 118 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan pengertian mengenai Talak Raj’i yaitu adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk selama si istri dalam masa iddah. Terkait demikian suami yang telah menjatuhkan talak satu terhadap istrinya secara langsung dapat kembali kepada istrinya yang dalam masa iddah tanpa harus melakukan akad nikah yang baru.12 2. Akibat Hukum Terhadap Status Anak Berkaitan dengan status hukum bagi seorang anak yang kedua orang tuanya telah bercerai maka anak tersebut tetap berstatus sebagai anak dari kedua orang tuanya. Sebab dalam perceraian yang terjadi pada orang tua yang telah memiliki anak, maka anak yang dihasilkan dalam perkawinan tersebut tidak boleh merugikan si anak. Anak berhak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya walaupun kedua orangtuanya telah bercerai. Pada pasal 105 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan mengenai pemeliharaan anak dalam hal orang tuanya telah bercerai. Perceraian yang terjadi diantara suami istri yang telah menghasilakan seorang anak, maka anak tersebut tetap harus mendapat pemeliharaan kehidupannya, hal tersebut sesuai dengan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam mengenai pemeliharaan anak dalam hal terjadinya perceraian yaitu: Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya;Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. 3. Akibat Hukum Terhadap Harta Selama Perkawinanya Harta merupakan segala sesuatu yang dimiliki seseorang, yang berwujud nyata dan dapat dimanfaatkan, baik berupa benda maupun jasa.13 Pada Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomer 1 1974 Tahun Tentang Perkawinan menyebutkan harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 1 huruf f menyebutkan harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama 12 Mustofa Hasan.Op Cit.Hlm 193 13 Hilmy Bakar Almascaty. Panduan Jihat Untuk Aktivis Gerakan Islam, (.Jakarta: Gema Insani Press, 2001). Hlm 39 66 | Penjatuhan Talak Terhadap Istri dengan Alasan Tidak Mendapatkan Keturunan suami istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa pun. Terkait pengertian harta bersama yang merupakan harta yang diperoleh selama perkawinan tersebut berlangsung, maka apabila terjadi putusnya perkawinan karena perceraian antara suami istri tersebut, mengenai harta bersama yang diperoleh dari perkawinannya akan diatur menurut hukumnya masing-masing. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 37 Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi:“bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya masing-masing.” Berdasarkan pada Pasal 37 Undang-undang Nomer 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Jo Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan:“janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.” Saat suami istri telah diputus bercerai oleh pengadilan agama maka mengenai harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan tersebut harus dibagi masing-masing seperdua dari harta bersama tersebut sesuai dengan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam. Sehingga akibat hukum pada harta yang diperoleh selama perkawinan tersebut berakibat pada dibaginya harta bersama menjadi seperdua dari masing-masing harta bersama tersebut. Mengenai harta bersama tersebut dapat diistilahkan sebagai harta “gono gini”. Istilah “gono gini” merupakan sebuah istilah hukum yang sudah populer di masyarakat. Dalam kamus besar bahasa indonesia istilah yang digunakan adalah “gana gini”, yang secara hukum artinya, harta yang berhasil dikumpulkan selama berumah tangga sehingga menjadi hak berdua suami istri.14 IV. PENUTUP Pertimbangan hakim pada putusan Pengadilan Agama Lahat Nomer 41/Pdt.G/2015/PA.Lt, telah sesuai dengan dasar hukum yang terdapat pada peraturan Perundang-Undangan, Al-Qur’an dan Hadits. pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut berdasar pada: Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomer 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan serta telah memenuhi ketentuan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, Jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam. Penjatuhkan talak terhadap istri dengan alasan tidak mendapat keturunan sesuai dengan isu hukum yang terdapat pada Putusan Pengadilan Agama Lahat ini tidak dapat dijadikan dasar hukum dan juga tidak dapat dijadikan alasan untuk dapat suami atau Pemohon dalam hal ini untuk menjatuhkan Talak Satu Raj’i kepada istri atau Termohon. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang terdapat Pada Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan mengenai alasan-alasan perceraian, sedangkan alasan percraian yang dikarenakan tidak mendapatkan keturunan tersebut tidak termasuk di dalam alasan-alasan perceraian yang terdapat pada Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Terkait itu secara hukum alasan bercerai karena tidak mendapat keturunan tidak dibenarkan untuk dijadikan alasan bercerai. Pada putusan tersebut hakim lebih mengarah kepada alasan terjadinya perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus sesuai dengan dasar hukum yang terdapat pada Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam. Alasan 14 Happy Susanto. Pembagian Harta Gono Gini Saat Terjadi Perceraian, (Jakarta: Visi Media, 2008). Hlm 2 67 | LENTERA HUKUM terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut disebabkan karena belum mendapatkan keturunan sehingga rumah tangga Pemohon dan Termohon menjadi tidak harmonis karena seringnya terjadi pertengkaran dan perselisihan. Akibat hukum putusan Pengadilan Agama Lahat nomer 41/Pdt.G/2015/PA.Lt. berakibat pada: para pihak: yaitupara pihak telah dinyatakan oleh hakim untuk pemohon diberikan izin menjatuhkan talak terhadap termohon tersebut sangat berakibat pada hubungan perkawinan diantara keduanya, akibat hukum terkait perkawinannya yaitu bahwa perkawinan antara Pemohon dan Termohon secara hukum telah sah bercerai. Penjatuhan talak yang diberikan Temohon kepada Termohon ini juga berakibat kepada status hukum para pihak, dengan dikeluarkannya putusan hakim tersebut kini Pemohon sudah tidak berstatus sebagai suami Termohon begitu juga sebaliknya Termohon sudah tidak berstatus sebagai istri Pemohon, anak: yaitu anak yang kedua orang tuanya telah bercerai maka anak tersebut tetap berstatus sebagai anak dari kedua orang tuanya. Sebab dalam perceraian yang terjadi pada orang tua yang telah memiliki anak, maka anak yang dihasilkan dalam perkawinan tersebut tidak boleh merugikan si anak. Anak berhak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya walaupun kedua orangtuanya telah bercerai, harta perkawinan: yaitu pada harta yang diperoleh selama perkawinan tersebut berakibat pada dibaginya harta bersama menjadi seperdua dari masing-masing harta bersama tersebut. Sesuai dengan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam yaitu: janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.Mengenai harta bersama tersebut dapat diistilahkan sebagai harta “gono gini” Penulis memberikan saran kepada majelis hakim yang telah memutus perkara penjatuhan talak dalam Putusan Pengadilan Agama Lahat Nomer 41/Pdt.G/2015/PA.Lt tersebut seharusnya lebih memberikan dasar hukum yang terdapat pada Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, karena di dalam pertimbangan hakim pada putusan tersebut tidak memuat dan tidak menyebutkan mengenai alasan-alasan terjadinya perceraian yang terdapat pada Pasal 116 Huruf f Kompilasi Hukum Islam, dalam pertimbangan hakim diatas hanya menyebutkan telah ada cukup bukti namun tidak menyebutkan alasan-alasan yang terdapat pada Pasal 116. Untuk itu saya sebagai penulis meyarankan kepada majelis hakim untuk lebih mengarah kepada Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam sebagai bentuk alasan untuk memutus perkara tersebut dan sebaiknya hakim lebih banyak mempertimbangkan alasan terjadinya perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon tersebut, karena perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon tersebut disebabkan karena sesuatu yang bukan secara mutlak untuk terus menerus terjadi perselisihan. Serta kepada majelis hakim sebaiknya untuk lebih banyak memberikan dasar hukum mengenai cerai talak tersebut yang terdapat pada Al-Qur’an dan Hadist, sebab di dalam Al-Qur’an dan Hadist lebih banyak mengurakan mengenai cerai talak. Kepada pemerintah sebaiknya mengenai alasan- alasan percerain yang terdapat pada Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam tersebut lebih di perketat lagi, agar supaya alasan-alasan perceraian yang telah di sebutkan pada Pasal 116 Komplasi Hukum Islam tersebut tidak dengan mudah untuk dijadikan alasan seseorang 68 | Penjatuhan Talak Terhadap Istri dengan Alasan Tidak Mendapatkan Keturunan mengajukan perceraian di Pengadilan, seperti contoh pada kasus yang terdapat Pada Putusan Pengadilan Agama Lahat tersebut diatas bahwa perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan karena sesuatu yang bukan secara mutlak untuk terus menerus diperselisihan dan dipertengkaran sehingga alasan tersebut tidak harus di ajukan untuk perceraian. Dan dengan diperketatnya alasan-alasan perceraian maka akan lebih menekan angka perceraian yang terjadi di masyarakat. Sesuai dengan Hadist Riwayat Abu Dawud Dan Ibnu Majah, yang artinya “Dari Ibnu Umar.ia berkata bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, sesuatu yang halal yang amat dibenci oleh Allah ialah talak’.” DAFTAR PUSTAKA Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia (Jakarta ; Sinar Grafika, 2013) Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Jakarta : Cahaya Atma Pustaka) Hilmy Bakar Almascaty. Panduan Jihat Untuk Aktivis Gerakan Islam, (.Jakarta: Gema Insani Press, 2001). Happy Susanto. Pembagian Harta Gono Gini Saat Terjadi Perceraian, (Jakarta: Visi Media, 2008). Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan Dan Perceraian Di Malaysia Dan Indonesia, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1991). Mustofa Hasan. Pengantar Hukum Keluarga. (Bandung: Pustaka Setia, 2011).