Lentera Hukum, Volume 4 Issue 2 (2017), pp. 135-156 ISSN 2355-4673 https://doi.org/10.19184/ ejlh.v4i2.4782 Published by the University of Jember, Indonesia Available online 29 August 2017 Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Era Nandya Febriana University of Jember, Indonesia eranandya@gmail.com Jayus University of Jember, Indonesia dr.jayus56.fh@unej.ac.id Rosita Indrayati University of Jember, Indonesia rosita.indrayati@yahoo.com ABSTRACT Indonesia is the Unitary State. It is understood that within a unitary state, the central government operates a high state sovereignty. In order not to be arbitrary, the activities of the central government are supervised and limited by constitution. The government which is divided from the Central Government to the Regional Government included Regional Autonomy therein, as well as the authority of the Regional Government is on duty to manage the Regional Property. In carrying out its authority as an administrator of local property, there are still many abuses or omissions committed by the local government in operating its authority in managing regional property, such as the negligence of the Regional Assets, the misuse of authority in the revocation of rights already granted by the regional government on the right to use of local property, using local property for personal interest. In the management of regional property required planning, implementation, and supervision by the local government in accordance with applicable laws and regulations in the constitution. KEYWORDS: Authority, Local Government, Management of Regional Property. Copyright © 2017 by Author(s) This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. All writings published in this journal are personal views of the authors and do not represent the views of this journal and the author's affiliated institutions. Submitted: June 15, 2017 Revised: September 14, 2017 Accepted: October 13, 2017 HOW TO CITE: Febriana, Era Nandya, Jayus, Rosita Indrayati. “Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerinatah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah” (2017) 4:2 Lentera Hukum 135-156. 136 | Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan … I. PENTINGNYA MENGELOLA BARANG MILIK DAERAH Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan. 1 Dipahami bahwa di dalam negara kesatuan, pemerintah pusat menjalankan kedaulatan tinggi negara. Agar tidak sewenang-wenang, aktivitas pemerintah pusat diawasi dan dibatasi oleh undang-undang. Konsekuensi logis dari posisinya sebagai penyelenggara kedaulatan negara, maka unit-unit pemerintahan yang dibentuk dan berada dibawah pemerintah pusat harus tunduk pada pemerintah pusat. 2 Sehingga, prinsip Negara kesatuan ini adalah yang memegang kekuasaan tertinggi dalam semua urusan Negara ialah pemerintahan pusat. Kecuali, jika ada pelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Terkait dengan pemegang kekuasaan tertinggi ialah Pemerintah Pusat dalam hal ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang. 3 Unsur pemerintahan yang menjadi wewenang daerah dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 masih menggunakan paradigma Residual Power. Pada pasal 9 urusan pemerintahan diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu : a. Urusan pemerintah absolut, yaitu urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pusat (politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustiti, moneter dan fiskal, dan agama); b. Urusan pemerintahan konkuren, yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi serta daerah kabupaten/kota; c. Urusan pemerintahan umum, yaitu urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan. 4 Di dalam teori otonomi dan desentralisasi juga dikenal pembagian kewenangan berdasarkan sistem rumah tangga daerah. Sistem rumah tangga daerah yaitu tatanan yang bersangkutan dengan cara-cara membagi wewenang, tugas dan tanggungjawab, mengatur dan mengurus urusan pemerintahan pusat dan daerah. 5 Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 6 Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7 Dalam pelimpahan kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah dengan tujuan untuk menciptakan keadilan, kesejahteraan, dan 1 Pasal 1 ayat (1), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2 Ni’matul Huda, Desentralisasi Asimetris Dalam NKRI, Nusa Media, Bandung, 2014, Hal:1 3 Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 4 Sirajuddin, Anis Ibrahim, Shinta Hadiyantina, Caetur Wido Haruni, Hukum Adminstrasi Pemerintah Daerah, Setara Pres, Malang, 2016, Hal. 47 5 Ibid. 6 Pasal 1 angka (3), Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah 7 Pasal 1 angka (12), Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah 137 | LENTERA HUKUM kemakmuran rakyat. Kewenangan Pemerintah Daerah adalah Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya yang harus diperhatikan. Didalam menjalankan kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat untuk Pemerintah Daerah yang berhak mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat, Pemerintah Daerah berkewajiban untuk mengelola barang milik daerahnya untuk kepentingan masyarakat serta tidak ada kerugian yang dialami oleh pemerintah daerah dalam mengelola barang milik daerah. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 8 Dalam mengelola barang milik daerah dibutuhkan perencanaan kebutuhan dan penganggaran, maka semua yang meliputi pengelolaan barang milik daerah penganggaran untuk perbaikan ataupun perencanaan , pemeliharaan, serta pengadaan barang atau lainnya sesuai dengan ketentuan pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah penganggarannya dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. Selain itu, Kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengelola barang milik daerah tertuang dalam Pasal 5 ayat (1), (2), (3), dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Dalam menjalankan kewenangannya sebagai pengelola barang milik daerah, masih banyak penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan dalam mengelola barang milik daerah, seperti hal nya : Penelantaran Aset Daerah, Penyalahgunaan kewenangan dalam pencabutan hak yang sudah diberikan oleh pemerintah daerah atas hak pemakaian barang milik daerah, Menggunakan barang milik daerah untuk kepentingan pribadi yang mana dapat merugikan daerah serta kepentingan masyarakat. Untuk menuju pengelolaan barang milik daerah yang optimal, sesuai dengan ketentuan pasal 3 ayat (1), dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Karena, barang milik daerah merupakan salah satu yang penting untuk penyelenggaraan pemerintah dalam pelayanan kepada masyarakat. II. MENGAPLIKASIKAN CARA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH A. Cara Pengelolaan Barang Milik Daerah Pengelolaan barang milik daerah oleh pemerintah daerah telah dilaksanakan dengan benar telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Yang mana didalamnya berisi mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah. 8 Pasal 1 angka (2),Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah 138 | Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan … Dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dijelaskan bahwa setiap pengelola barang milik negara/daerah diwajibkan memenuhi tanggungjawabnya dalam kewajiban untuk mengetahui semua dengan rinci setiap pelaporan, pengelolaan barang milik negara/daerah. Dan masih banyak pengelola barang milik daerah mengalami kesulitan dalam melakukan pengelolaan barang berdasarkan peraturan, sehingga dalam pelaporan pengelolaan barang oleh pemerintah daerah yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerugian daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 mengatur tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah pelaksanaannya harus sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) dan (2), pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Dalam pelaksanaan mengelola aset daerah, yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah adalah dalam segi perencanaan aset, pengadaan aset, dan pengawasan aset. Adapun batasan dari asas-asas pengelolaan barang milik negara/daerah adalah sebagai berikut: (a) Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah- masalah di bidang pengelolaan barang milik Negara/daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan gubernur/bupati/walikota sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing; 9 (b) Asas kepastian hukum, yaitu Asas dalam Negara Hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara. 10 (c) Asas transparansi, yaitu Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara; 11 (d) Asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara/daerah diarahkan agar barang milik negara/daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal; 12 (e) Asas akuntabilitas, yaitu Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; 13 9 Jurnal, Sufri Nuryamin, Pengelolaan Aset/Barang Milik Daerah Di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul Tahun 2014-201, 2016, Hal 9. 10 Murtir Jeddawi, Hukum Administrasi Negara, Total Media, Yogyakarta, 2012, Hal. 138 11 Ibid. 12 Jurnal, Sufri Nuryamin, supra note 9, Hal. 9. 13 Murtir Jeddawi, Hukum Administrasi Negara, supra note 10, Hal. 138 139 | LENTERA HUKUM (f) Asas kepastian nilai, yaitu yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca Pemerintah Daerah. 14 Perencanaan dalam pengelolaan barang milik daerah mencakup perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penerimaan, penyimpanan serta penyaluran barang daerah. Perencanaan barang milik daerah dimulai saat penyusunan atau perencanaan barang kebutuhan daerah, sistem perencanaan aset daerah. 15 Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) PP No.27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, Perencanaan Kebutuhan Milik Negara/Daerah disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah serta ketersediaan Barang Milik Negara/Daerah yang ada. 16 Menurut M. Yusuf, dalam pembelian aset daerah ada dua macam perencanaan yang harus dilakukan setiap tahunnya yaitu perencanaan kebutuhan aset daerah dan perencanaan pemeliharaan aset daerah. 17 Dalam perencanaan kebutuhan di dalamnya meliputi perencanaan pengadaan, pemeliharaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, dan penghapusan. 18 Pengadaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel. 19 Adapun prinsip- prinsip tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Efisien Efisien dapat dipahami dengan pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan istilah lain, efisien artinya dengan menggunakan sumber daya yang optimal dapat diperoleh barang/jasa dalam jumlah, kualitas, waktu sebagaimana yang direncanakan. Istilah efisiensi dalam pelaksanaannya tidak selalu diwujudkan dengan memperoleh harga barang/jasa yang termurah, karena di samping harga murah, perlu dipertimbangkan ketersediaan suku cadang, panjang umur dari barang yang dibeli serta besarnya biaya operasional dan biaya pemeliharaan yang harus disediakan di kemudian hari. 14 Jurnal, Sufri Nuryamin, supra note 9, Hal. 9. 15 Jurnal, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (Studi pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Kabupaten Lamongan). Mega Raharja, Ratih Nur Pratiwi, Abdul Wachid. Vol.3 No.1 hal.115 16 Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Pasal 9 ayat (1). 17 Jurnal, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (Studi pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Kabupaten Lamongan). Op.cit 18 Permendagri No 19 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, Pasal 41 ayat (1). 19 http://bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/19693- artikel-prinsip-prinsip-pengadaan-barang-jasa-apakah-harus-dipedomani Diakses tanggal 8 Mei 2017, 13.47 http://bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/19693-artikel-prinsip-prinsip-pengadaan-barang-jasa-apakah-harus-dipedomani http://bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/19693-artikel-prinsip-prinsip-pengadaan-barang-jasa-apakah-harus-dipedomani 140 | Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan … Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar pengadaan barang/jasa supaya efisien adalah: 1. Penilaian kebutuhan, apakah suatu barang/jasa benar-benar diperlukan oleh suatu instansi pemerintah; 2. Penilaian metode pengadaan harus dilakukan secara tepat sesuai kondisi yang ada. Kesalahan pemilihan metode pengadaan dapat mengakibatkan pemborosan biaya dan waktu; 3. Survey harga pasar sehingga dapat dihasilkan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) dengan harga yang wajar; 4. Evaluasi dan penilaian terhadap seluruh penawaran dengan memilih nilai value for money yang terbaik; dan 5. Dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa harus diterapkan prinsip- prinsip dasar lainnya. 2. Efektif Efektif dapat diartikan sumber daya yang tersedia diperoleh barang/jasa yang mempunyai nilai manfaat setinggi-tingginya. Manfaat setinggi-tingginya dalam uraian di atas dapat berupa kualitas terbaik, penyerahan tepat waktu, kuantiutas terpenuhi dan mampu bersinergi dengan barang/jasa lainnya. Selain itu, manfaat setinggi- tingginya juga dalam rangka terwujudnya dampak optimal terhadap keseluruhan pencapaian kebijakan atau program. Dengan penerapan prinsip efektif maka pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar- besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. 3. Terbuka dan bersaing Terbuka dan bersaing artinya pengadaan barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan. Persaingan sehat merupakan prinsip dasar yang paling pokok karena pada dasarnya seluruh pengadaan barang dan jasa harus dilakukan berlandaskan persaingan yang sehat. Prinsip terbuka adalah memberikan kesempatan kepada semua penyedia barang/jasa yang kompeten untuk mengikuti pengadaan. Persaingan sehat dan terbuka (open and efektive competition) adalah persaingan sehat akan dapat diwujudkan apabila Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan terbuka bagi seluruh calon penyedia barang/jasa yang mempunyai potensi untuk ikut dalam persaingan. 4. Transparan Transparan adalah pemberian informasi yang lengkap kepada seluruh calon peserta yang disampaikan melalui media informasi yang dapat menjangkau seluas-luasnya dunia usaha yang diperkirakan akan ikut dalam proses pengadaan barang/jasa. Setelah 141 | LENTERA HUKUM informasi didapatkan oleh seluruh calon peserta, harus diberikan waktu yang cukup untuk mempersiapkan respon pengumuman tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya pengadaan barang/jasa transparan adalah dengan semua peraturan/kebijakan dan praktik yang dilakukan (termasuk pemilihan metoda pengadaan) harus transparan kepada seluruh calon peserta. Selain itu, peluang dan kesempatan untuk ikut serta dalam proses pengadaan barang/jasa harus transparan. Penyusunan persyaratan yang diperlukan oleh calon peserta dalam persiapan pengawaran juga perlu dilaksanakan secaa responsif. Hal ini juga perlu mencakup kriteria dan tata cara evaluasi, tata cara penentuan pemenang harus transparan kepada seluruh calon peserta. Jadi dalam transparan harus ada kegiatan-kegiatan: 1. Pengumuman yang luas dan terbuka; 2. Memberikan waktu yang cukup untuk mempersiapkan proposal/penawaran; 3. Menginformasikan secara terbuka seluruh persyaratan yang harus dipenuhi; 4. Memberikan informasi yang lengkap tentang tata cara penilaian penawaran; 5. Dengan demikian bahwa dalam transparan maka semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa termasuk syarat teknis/administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta masyarakat luas pada umumnya. (a) Adil, yaitu pemberian perlakuan yang sama terhadap semua calon yang berminat sehingga terwujud adanya persaingan yang sehat dan tidak mengarah untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu dengan dan atau alasan apapun. Hal-hal yang harus diperhatikan supaya pengadaan barang/jasa berlaku adil dan tidak diskriminatif adalah: 1. Memperlakukan seluruh peserta dengan adil dan tidak memihak; 2. Menghilangkan conflict of interest pejabat pengelola dalam pengadaan barang/jasa; 3. Pejabat pengelola dalam pengadaan barang/jasa dilarang menerima hadiah, fasilitas, keuntungan atau apapun yang patut diduga ada kaitannya dengan pengadaan yang sedang dilakukan; 4. Informasi yang diberikan harus akurat dan tidak boleh dimanfaatkan untuk keperluan pribadi; 5. Para petugas pengelola harus dibagi-bagi kewenangan dan tanggung jawabnya melalui sistem manajemen internal (ada control dan supervisi); dan 6. Adanya arsip dan pencatatan yang lengkap terhadap semua kegiatan. 142 | Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan … (b) Akuntabel, artinya harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip- prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang dan jasa. Akuntabel merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa kepada para pihak yang terkait dan masyarakat berdasarkan etika, norma dan ketentuan peraturan yang berlaku. Beberapa hal yang harus diperhatikan sehingga Pengadaan Barang/Jasa akuntabel adalah: 1. Adanya arsip dan pencatatan yang lengkap; 2. Adanya suatu sistem pengawasan untuk menegakkan aturan-aturan; 3. Adanya mekanisme untuk mengevaluasi, mereview, meneliti dan mengambil tindakan terhadap protes dan keluhan yang dilakukan oleh peserta. Pemeliharaan Barang Milik Daerah termasuk juga dalam bagian pengelolaan barang milik daerah, yang bertanggungjawab dalam hal ini sebagaimana berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah ialah Sekretaris Daerah selaku pengelola barang. Pemanfaatan Barang Milik Daerah yang dilakukan Pemerintah Daerah dilaksanakan berdasarkan teknis dengan memperhatikan kepentingan daerah dan kepentingan umum. Dalam hal ini bentuk pemanfaatan yang sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah ada dalam Pasal 27: a. Sewa. Sewa adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. 20 b. Pinjam Pakai. Pinjam Pakai adalah penyerahan Penggunaan barang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau antar Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Pengelola Barang. 21 c. Kerjasama Pemanfaatan. Ini berarti pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya. 22 d. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna. Ini dapat diartikan dengan pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, 20 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Pasal 1 angka 11 21 Ibid, Pasal 1 angka 12 22 Ibid, Pasal 1 angka 13 143 | LENTERA HUKUM kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. 23 Bangun Serah Guna adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. 24 e. Kerja sama Penyediaan Infrastruktur. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan. 25 Semua Biaya pemeliharaan dan pengamanan barang milik daerah serta biaya pelaksanaan yang menjadi objek pemanfaatan dibebankan pada mitra pemanfaatan. Sedangkan, Biaya persiapan pemanfaataan barang milik daerah sampai dengan penunjukkan mitra Pemanfaatan dibebankan pada APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah). Barang Milik Daerah yang tidak diperlukan lagi bagi penyelenggaraan pemerintah daerah dapat dipindahtangankan, Pemindahtanganan Barang Milik Daerah dengan cara: a. Penjualan; Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. 26 Penjualan Barang Milik Daerah dilakukan secara lelang melalui Kantor Lelang Negara setempat, atau melalui Panitia Pelelangan Terbatas untuk Barang Milik Daerah yang bersifat khusus yang dibentuk dengan Keputusan Kepala Daerah, dan hasil penjualan/pelelangan tersebut disetor sepenuhnya ke Kas Daerah. b. Tukar Menukar; Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang dilakukan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, atau antara Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang. 27 Pelepasan hak dengan cara ganti rugi atau tukar menukar (ruilslag/tukar guling) dapat dilakukan antara Pemerintah dengan 23 Ibid, Pasal 1 angka 14 24 Ibid, Pasal 1 angka 15 25 Ibid, Pasal 1 angka 16 26 Ibid, Pasal 1 angka 18 27 Ibid, Pasal 1 angka 19 144 | Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan … Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, antara Pemerintah Daerah dengan Swasta, BUMN/BUMD, Koperasi, pegawai/ perorangan, atau Badan Hukum lainnya. c. Hibah; Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, antar Pemerintah Daerah, atau dari Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah kepada Pihak Lain, tanpa memperoleh penggantian. 28 Pengelola barang mengajukan usul Hibah atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Kepala Daerah disertai dengan penjelasan serta kelengkapan data yang harus dipenuhi. Kepala Daerah dalam hal ini berhak membentuk Tim untuk meneliti dan mengkaji terhadap rencana pelaksanaan Hibah dengan memperhatikan kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan dan penyelenggaraan pemerintahan. d. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah; Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara. 29 Sama halnya dengan Hibah, Kepala Daerah berhak membentuk tim untuk mengkaji pemindahtanganan barang milik daerah dengan penyertaan modal pemerintah daerah, lalu meminta atau mengajukan permohonan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, setelah di setujui oleh DPRD, Kepala Daerah menetapkan penghapusan terhadap aset tersebut, selanjutnya pengelola menyiapkan rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Daerah. Setelah Peraturan Daerah ditetapkan, selanjutnya dilakukan penyerahan barang dengan Berita Acara Serah Terima kepada pihak ketiga selaku mitra penyertaan modal daerah. Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara/Daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. 30 Penghapusan Barang Milik Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah biasanya kebanyakan Barang Milik Daerah yang ada sudah tidak layak atau tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pemanfaatan dan pemeliharaan barang milik daerah tersebut, dan biaya operasional untuk memperbaiki 28 Ibid, Pasal 1 angka 20 29 Ibid, Pasal 1 angka 21 30 Ibid, Pasal 1 angka 23 145 | LENTERA HUKUM barang milik daerah yang rusak terlalu besar sehingga dapat dilakukannya penghapusan barang milik daerah. Sesuai berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah pada Pasal 431, Penghapusan barang milik daerah meliputi: a. penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna; b. penghapusan dari Daftar Barang Pengelola; dan c. penghapusan dari Daftar Barang Milik Daerah. Setelah tahap Perencanaan Barang Milik Daerah, tahap selanjutnya dalam pengelolaan barang milik daerah adalah Pelaksanaan Barang Milik Daerah. Pelaksanaan aset daerah mencakup aspek : 31 a. Penggunaan, Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan. 32 Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah. 33 Kuasa Pengguna Barang Milik Daerah selanjutnya disebut sebagai Kuasa Pengguna Barang adalah kepala unit kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. 34 b. Penatausahaan, Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 35 c. Pemanfaatan, Pemanfaatan adalah Pendayagunaan barang milik Negara/Daerah tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan. 36 d. Pengamanan, Penyimpanan adalah kegiatan untuk melakukan pengurusan penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan di dalam ruangan tertentu. Distribusi adalah kegiatan untuk melaksanakan pengurusan, penyelenggaraan, dan pengaturan pemindahan barang dari gudang/tempat 31 Jurnal, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (Studi pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Kabupaten Lamongan). Ibid. 32 Pasal 1 angka 9, Op.cit 33 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, Pasal 1 angka 11 34 Ibid, Pasal 1 angka 17 35 Pasal 1 angka 24, Op.cit 36 Ibid, Pasal 1 angka 10 146 | Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan … penyimpanan ke unit kerja pemakai atau ke gudang/tempat penyimpanan lain sesuai dengan dokumen pendukungnya. Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang diperoleh, disimpan dan didistribusikan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Pengamanan barang persediaan menurut Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 sebagai berikut : 37 (1) Pengamanan fisik barang persediaan dilakukan, antara lain: a. Menempatkan barang sesuai dengan frekuensi pengeluaran jenis barang; b. Menyediakan tabung pemadam kebakaran di dalam gudang/tempat penyimpanan, jika diperlukan; c. Menyediakan tempat penyimpanan barang; d. Melindungi gudang/tempat penyimpanan; e. Menambah prasarana penanganan barang di gudang, jika diperlukan; f. Menghitung fisik persediaan secara periodik; dan g. Melakukan pengamanan persediaan. (2) Pengamanan administrasi barang persediaan dilakukan, antara lain: a. Buku persediaan; b. Kartu barang; c. Berita Acara Serah Terima (BAST); d. Berita acara pemeriksaan fisik barang; e. Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB); f. Laporan persediaan Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang semesteran/tahunan; g. Dokumen pendukung terkait lainnya yang diperlukan. (3) Pengamanan hukum barang persediaan dilakukan, dengan melakukan pemprosesan tuntutan ganti rugi yang dikenakan pada pihak-pihak yang bertanggungjawab atas kehilangan barang persediaan akibat kelalaian, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Pemeliharaan, Soleh, menyatakan pemeliharaan merupakan kegiatan atau tindakan agar semua barang selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pemeliharaan dilakukan terhadap barang inventaris yang sedang dalam unit pemakaian, tanpa merubah, menambah atau mengurangi bentuk maupun konstruksi asal, sehingga dapat dicapai pendayagunaan barang yang memenuhi persyaratan baik dari segi unit pemakaian maupun dari segi keindahan. 38 37 Pasal 318 38 Jurnal, Triski O Piri, Analisis Efektivitas Pengelolaan Barang Milik Daerah Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Sulawesi Utara, Vol.4 No.1 Maret 2016, Hal. 1011 147 | LENTERA HUKUM Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah sesuai dengan Bab VII mengenai pengamanan dan pemeliharaan telah disebutkan pada bagian kedua pasal 46 - 47 mengenai pemeliharaan yaitu yang bertanggungjawab atas pengelola barang, pengguna barang, atau kuasa pengguna barang milik negara/daerah adalah yang berada dibawah penguasaannya. Dan, biaya pemeliharaannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah jika di Daerah, namun jika barang milik daerah dilakukan pemanfaatan oleh pihak lain, maka biaya pemeliharaan menjadi tanggungjawab sepenuhnya dari penyewa, peminjam, mitra kerjasama pemanfaatan, mitra bangun guna serah terima/bangun serah guna, atau mitra kerjasama penyedia infrastruktur. Dalam hal ini juga jelaskan untuk kuasa pengguna diwajibkan membuat daftar hasil pemeliharaan barang yang ada dalam kewenangannya dan melaporkan secara tertulis daftar hasil pemeliharaan kepada pengguna barang secara berkala, agar tiap satu tahun anggaran hasil dari daftar pemeliharaan dapat dilakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan barang milik daerah. 6. Penilaian, Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa Barang Milik Negara/Daerah pada saat tertentu. 39 Penilaian Barang Milik Daerah / Negara dilakukan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Pusat/Daerah, Pemanfaatan, atau Pemindah tanganan, kecuali dalam hal untuk: Pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai; atau Pemindah tanganan dalam bentuk Hibah. 40 Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah berdasarkan Bab VIII mengenai penilaian disebutkan bahwa penetapan penilaian barang berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan. 7. Penghapusan, dan Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara/Daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. 41 Penghapusan yang dilakukan untuk barang milik daerah yang dimaksud ialah jika barang milik daerah sudah tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan, ataupun alasan lain sesuai ketentuan perundang- undangan. Adapun cara Penghapusan atau Pemusnahan yang dilakukan seperti : a. Dibakar; 39 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, Pasal 1 angka 7 40 Ibid, Pasal 48 41 Ibid, 1 angka 23 148 | Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan … b. Dihancurkan; c. Ditimbun; d. Ditenggelamkan; atau e. Cara lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 8. Pemindahtanganan. Barang Milik Daerah yang dipindahtangankan apabila barang tersebut sudah tidak digunakan lagi untuk penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dalam pemindahtanganan yang akan terjadi adalah peralihan kepemilikan atas barang milik daerah tersebut dari pemerintah daerah kepada pihak lain. Yang termasuk barang milik daerah seperti tanah atau bangunanyang tidak digunakan untuk tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan, barang harus diserahkan kepada Bupati/Walikota selaku pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 sudah disebutkan bahwa Pengelolaan Barang Milik daerah harus berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Agar, Pengelolaan Barang Milik Daerah dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah berjalan optimal. Dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah, selain tahap Perencanaan Barang Milik Daerah, Pelaksanaan Barang Milik Daerah, selanjutnya adalah Pengawasan Barang Milik Daerah. Menteri melakukan pembinaan pengelolaan barang milik daerah dan menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah. 42 Pegawasan dan pengendalian pengelolaan barang milik daerah dilakukan oleh: 43 a. Pengguna Barang melalui pemantauan dan penertiban; dan/atau b. Pengelola Barang melalui pemantauan dan investigasi. Dijelaskan pula dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah dalam Pasal 482 ayat (1), Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan barang milik daerah yang berada di dalam penguasaannya. Pengelola Barang melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah, dalam rangka penertiban penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemantauan dan investigasi sebagaimana dimaksud dapat ditindaklanjuti oleh Pengelola Barang dengan meminta aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan audit atas pelaksanaan Penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah. Hasil audit disampaikan kepada Pengelola Barang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang berhak 42 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, Pasal 480 43 Ibid, Pasal 481 149 | LENTERA HUKUM melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Barang Milik Daerah adalah Skretaris Daerah, karena yang berwenang dan bertanggungjawab atas Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pengawasan terhadap tindakan pemerintah dimaksudkan agar pemerintah dalam menjalankan aktivitasnya sesuai dengan norma-norma hukum, sebagai suatu upaya preventif, dan juga dimaksudkan untuk mengembalikan pada situasi sebelum terjadinya pelanggaran norma-norma hukum, sebagai suatu upaya represif. Disamping itu, yang terpenting adalah bahwa pengawasan ini diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Menurut P.Nicolai sebagaimana dikutip Ridwan HR, “De bestuursrechtelijke handhavings-middelen omvatten (1) het toezich dat bestuursorganen kunnen uitoefenen op de naleving van de bij of krachtens de wet gestelde voorschriften en van de bij besluit individueel opgeledge verplichtingen; en (2) de toepassing van bestuurechtelijke sanctie bevoegdheden”. “Sarana penegakan hukum adminstrasi berisi, (1) pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu; dan (2) penerapan kewenangan sanksi pemerintahan”. 44 Paulus E. Lotulung sebagaimana dikutip Ridwan HR, mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam hukum administrasi negara, yaitu bahwa ditinjau dari segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan/organ yang dikontril, dapat dibedakan menjadi dua yaitu jenis kontrol intern dan kontrol ekstern. Kontrol intern berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris/struktural masih termasuk dalam pemerintah sendiri. Sedangkan, kontrol ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga yang secara organisatoris/struktural berada diluar pemerintah. 45 B. Implikasi Penyalahgunaan Dalam Mengelola Barang Milik Daerah Implikasi penyalahgunaan barang milik daerah bagi pemerintah daerah, telah tertulis dalam Pasal 99 mengenai ganti rugi dan sanksi yang akan diberikan untuk semua pihak atas akibat dari kelalaian atau pelanggaran hukum atas pengelolaan Barang Milik Daerah. Dalam pasal tersebut telah disebutkan ganti rugi dan sanksi, sanksi yang diberikan adalah sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Disebutkan bahwa sarana penegakan hukum selain pengawasan, yaitu sanksi. Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan, bahkan J.B.M. ten Berge dalam bukunya Ridwan H, mengatakan bahwa sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. 46 Sanksi sangat diperlukan, karena untuk menjamin penegakan hukum administrasi, selain itu agar penyelenggara pemerintahan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hukum administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan 44 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers. Jakarta, 2002, Hal.311 45 Ibid 46 Ibid Hal. 313 150 | Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan … pemerintahan, dimana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis. 47 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, disebutkan bahwa setiap kerugian Negara/Daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan atau pelanggaran hukum atas pengelolaan barang milik Negara/Daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tuntutan Ganti Rugi adalah tuntutan yang ditujukan terhadap pegawai dalam kedudukannya dalam melaksanakan kewajibannya. Dalam hal ini tujuannya untuk menuntut penggantian kerugian disebabkan oleh perbuatannya melanggar hukum atau lalai akan kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung daerah tidak mengalami kerugian. Sanksi dalam hukum administrasi, “De publiekrechtelijke machtsmiddelen die de overheid kan aanwenden als reactie op niet-na-leving van verplichtingen die voortvloeien uit administratiefrechtelijke ormen”. Yaitu, “alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma hukum administrasi negara”. 48 Secara umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum administrasi, yaitu: 49 a. Paksaan pemerintahan (bestuursdwang), Berdasarkan Undang-Undang Belanda, paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan oleh organ pemerintahan atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang- halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan). b. Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (izin subsidi, pembayaran, dan sebagainya), Ketetapan yang menguntungkan yaitu Ketetapan itu memberikan hak-hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu melalui ketetapan atau bila ketetapan itu memberikan keringanan beban yang ada atau mungkin ada. Lawan dari ketetapan yang menguntungkan adalah ketetapan yang memberi beban, yaitu ketetapan yang meletakkan kewajiban yang sebelumnya tidak ada atau penolakan terhadap permohonan untuk memperoleh keringanan. Salah satu sanksi dalam Hukum Administrasi Negara adalah pencabutan atau penarikan Keputusan Tata Usaha Negara yang menguntungkan. Pencabutan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak 47 Ibid 48 Ibid Hal. 315 49 Ibid Hal.319 151 | LENTERA HUKUM berlaku lagi ketetapan yang terdahulu. Penarikan kembali ketetapan yang menguntungkan berarti meniadakan hak-hak yang terdapat dalam ketetapan itu oleh organ pemerintahan. Sanksi ini termasuk sanksi berlaku kebelakang, yaitu sanksi yang mengembalikan pada situasi sebelum ketetapan itu dibuat. c. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah, Menurut N.E. Algra sebagaimana dalam kutipan Ridwan HR, uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan, atau tidak sesuai waktu yang ditentukan. Dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran bunga. d. Pengenaan denda administratif, Menurut P. de Haan sebagaimana dalam kutipan Ridwan HR, berbeda dengan pengenaan uang paksa administrasi yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi yang terdapat dalam hukum pajak. Bagaimanapun juga, organ administrasi dapat memberikan hukuman tanpa perantaraan hakim. Hukum merupakan sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan sebagainya. Ketika Pejabat Negara dan Pegawai Negeri dalam pelaksanaan tugas melakukan kerugian negara, maka tepat bila diterapkan instrumen Administrasi. Hal ini didasarkan bahwa Pejabat Negara atau Pegawai Negeri telah melakukan penyalagunaan wewenang (detournement de pouvoir). Bahkan melakukan kesewenang-wenangan (daad van willekeur) dalam rangka pelaksanaan tugas yang bersumber dari jabatan itu. 50 Pengamanan dan penyelamatan terhadap barang milik daerah, perlu dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang sanksi terhadap pengelola, pembantu pengelola, pengguna/kuasa pengguna dan penyimpan dan/atau pengurus barang berupa Tuntutan Ganti Rugi yang karena perbuatannya merugikan daerah. Tuntutan ganti rugi barang dikenakan terhadap Pegawai Negeri, Pegawai Perusahan Daerah dan pegawai daerah yang melakukan perbuatan melanggar hukum atau perbuatan melalaikan kewajiban atau tidak melaksanakan kewaiiban sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsi atau status jabatannya, sehingga karena perbuatannya tersebut mengakibatkan kerugian bagi daerah. Tuntutan ganti rugi barang tidak dapat dilakukan atas dasar sangkaan atau dugaan, akan tetapi harus didasarkan pada kenyataan yang sebenarnya dan dalam pelaksanaanya tidak perlu menunggu Keputusan Pengadilan Negeri. 51 Menurut Philipus M. Hadjon dalam kutipan jurnal Misi S. Salunga yang berjudul ilmu hukum legal opinion Edisi 4 Volume 3 Tahun 2015, bahwa instrumen penegakan Hukum Administrasi Negara meliputi pengawasan dan penegakan sanksi. Pengawasan 50 Jurnal, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. Misi s. Salunga, Edisi 4, Volume 3, Tahun 2015 51 Ibid 152 | Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan … merupakan langka preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langka represif untuk memaksakan kepatuahan. 52 Adapun sanksi administrasi terhadap penyelenggara pemerintah di daerah, yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikenai sanksi administrasi ringan, bagi pejabat pemerintah yang melanggar ketentuan mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan atasan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka dikenai sanksi administrasi sedang, sedangkan bagi pejabat yang melanggar ketentuan menyalahgunakan wewenang maka dikenai sanksi administrasi berat, serta yang melanggar ketentuan yang menimbulkan kerugian pada keuangan negara, perekonomian nasional dan merusak lingkungan dikenal sanksi administrasi berat. Sanksi administrasi ringan sebagaimana dimaksud berupa: 53 a. Teguran lisan; b. Teguran tertulis; atau c. Penundaan kenaikan pangkat, golongan, dan/atau hak-hak jabatan. Sedangkan, sanksi administratif sedang sebagaimana berupa: a. Pembayaran uang paksa dan/atau, ganti rugi; b. Pemberhentian sementara dengan memperoleh, hak-hak jabatan; atau pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan. Sanksi administratif berat sebagaimana berupa: a. Pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya; b. Pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya; c. Pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa; atau d. Pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa. Sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan: 1. Penjatuhan sanksi sebagaimana dilakukan oleh: a. Atasan pejabat yang menentukan keputusan; b. Kepala daerah apabila Keputusan ditetapkanoleh pejabat daerah; c. Menteri/pimpinan lembaga apabila Keputusan ditetapkan oleh pejabat di lingkungannya; dan d. Presiden apabila Keputusan ditetapkan oleh para menteri/pimpinan lembaga. 2. Penjatuhan sanksi sebagaimana dilakukan oleh: a. Gubernur apabila Keputusan ditetapkan oleh bupati/walikota; dan b. Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri apabila Keputusan ditetapkan oleh gubernur. 52 Ibid 53 Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2015 153 | LENTERA HUKUM Sanksi administratif ringan, sedang atau berat dijatuhkan dengan mempertimbangkan unsur proporsional dan keadilan. Sanksi administratif ringan dapat dijatuhkan secara langsung, sedangkan sanksi administratif sedang atau berat hanya dapat dijatuhkan setelah melalui proses pemeriksaan internal. 54 Konsep penyalagunaan wewenang berimplikasi pada tanggung jawab jabatan yang berkaitan dengan tanggung jawab tata usaha negara. Sementara itu, konsep melawan hukum atau melanggar hukum yang berimplikasi pada tanggung jawab pribadi sehingga berkaitan dengan tanggung jawab pidana. Pejabat yang menggunakan aset negara/daerah untuk kepentingan pribadi atau kepentingan-kepentingan di luar fungsi jabatan dan kedinasan yang dapat mengakibatkan kerugian negara/daerah diberikan berupa sanksi administratif dan sanksi pidana, dalam sanksi administrasi, sasaran penerapannya ditujukan pada perbuatan, sedangkan dalam pidana ditujukan pada pelaku. 55 Ada tiga perbedaan antara sanksi administrasi dengan sanksi pidana. Dalam sanksi administrasi, sasaran penerapannyaditujukan pada perbuatan, sedangkan dalam pidana ditujukan pada pelaku. Sifat sanksi administrasi adalah reparatoir-condem-natoir, yaitu pemulihan kembali pada keadaan semula dan memberikan hukuman, sanksi pidana bersifat condemnatoir, yaitu melaksanakan suatu perbuatan sebagai suatu penghukuman. Prosedur sanksi administrasi dilakukan secara langsung oleh pemerintah, tanpa melalui pemerintah. Sedangkan prosedur penerapan sanksi pidana harus melalui proses peradilan. Adapun Kumulasi Internal merupakan penerapan sanksi administrasi secara bersama-sama, misalnya penghentian pelayanan administrasi dan/atau pencabutan izin dan/atau pengenaan denda. 56 Sanksi pidana akan dilakukan ketika terbukti adanya tindak pidana kejahatan terhadap barang milik negara (BMN) terkait akuntansi dan laporan keuangan apabila tercantum sebagai aset negara, dalam suatu proses pengadaan, pelepasan, penggelapan, penghancuran atau pengrusakan, dan sebagian tindak pidana kejahatan keuangan atas negara tidak terkait pada aset negara atau pendapatan negara, atau potensi memeroleh pendapatan negara. Karena itu berbagai tindak pidana terurai tidak secara langsung terkait pada akuntansi pemerintahan umumnya kerugian negara khususnya, lebih khusus lagi proses tuntutan ganti rugi terkait akuntansi pemerintahan. KUHP adalah lex generalis yang mungkin tidak berlaku di kalangan pemerintahan apabila hal tertentu yang diatur secara umum oleh KUHP diatasi oleh lex spesialis seperti Undang-Undang Keuangan Negara, Undang-Undang Perbendaraan Negara dan berbagai petunjuk pelaksanaan berbagai Undang-Undang khusus tersebut. Tujuan pengaturan khusus pada lex spesialis adalah untuk meningkatkan ketepatan pengaturan perundang- undangan, bukan menurunkan kualitas suatu lex generalis atau “membelokkan” suatu aturan umum pada lex generalis. 54 Jurnal, Pelaksanaan Pemerintah Daerah Dan Penerapan Sanksi Administrasi Dalam Peraturan Daerah,Hal. 37, Op.cit 55 Jurnal, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinon, Op.cit 56 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Op.cit 154 | Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan … Pertanggungjawaban pemerintah dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan dalam hukum administrasi, telah disebutkan bahwa salah satu prinsip negara hukum adalah asas legalitas, yang mengandung makna bahwa setiap tindakan hukum pemerintahan harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku ataus setiap tindakan hukum pemerintahan harus berdasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan bersandar pada asas legalitas itulah pemerintah melakukan berbagai tindakan hukum. Karena, pada setiap penggunaan hukum itu mengandung makna penggunaan kewenangan, maka didalamnya tersirat adanya kewajiban pertanggungjawaban. Tanggungjawab pemerintah terhadap warga negara atau pihak ketiga dianut oleh hampir semua negara yang berdasarkan atas hukum. Setiap penggunaan wewenang dan penerapan instrumen hukum oleh pejabat pemerintahan pasti menimbulkan akibat hukum karena memang dimaksudkan untuk menciptakan hubungan hukum dan akibat hukum. Hubungan hukum ini ada yang bersifat intern yaitu hubungan hukum didalam atau antar instansi pemerintahan, dan ekstern yaitu hubungan hukum antara pemerintah dengan warga negara. III. KESIMPULAN Sesuai dengan peraturan yang berlaku, cara pengelolaan barang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Ketiga cakupan tersebut diselenggarakan guna mengelola barang milik daerah agar berjalan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanpa keberadaan hukum yang pelaksanaannya dilakukan oleh penyelenggara pemerintah terkait dengan pelaksanaan kewenangan pengelolaan barang milik daerah, serta tidak ada kerugian yang diterima oleh daerah dalam pelaksanaan melakukan pengelolaan barang milik daerah, dan kerugian daerah yang akibatnya timbul tuntutan ganti rugi, dan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam pengelolaan barang milik daerah dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan peraturan perundang-perundangan yang berlaku. 2. Agar tidak ada kerugian yang dialami oleh pemerintah di daerah serta memperkecil implikasi dari penyalahgunaan pengelolaan barang milik daerah maka diberlakukan ganti rugi, serta sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai peraturan yang mengatur tentang pengelolaan barang milik daerah. DAFTAR PUSTAKA Barama, Michael. Jurnal. 2016. Pelaksanaan Pemerintahan Daerah Dan Penerapan Sanksi Administrasi Dalam Peraturan Daerah. Batubara, Yuhdi Mohammad. 2012. Jurnal. Eksistensi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2oo4 Tentang Pemerintahan Daerah. Huda, Ni’matul. 2014. Desentralisasi Asimetris Dalam NKRI. Bandung: Nusa Media. 155 | LENTERA HUKUM Harahap Zairin. 2015. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Rajagrafindo Persada. HR Ridwan. 2002. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers. Http://bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan- perbendaharaan/19693-artikel-prinsip-prinsip-pengadaan-barang-jasa-apakah- harus-dipedomani Diakses tanggal 8 Mei 2017, 13.47. Jeddawi, Murtir. 2012. Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta: Total Media. Marzuki, Peter Mahmud. 2011. Penelitian Hukum. cetakan ke-11. Jakarta: Kencana. Mega Raharja, Ratih Nur Pratiwi, Abdul Wachid. Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah (Studi pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Kabupaten Lamongan) Mertokusumo Sudikno, 1985. Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty. Misi s. Salunga. Edisi 4, Volume 3, Tahun 2015. Jurnal. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. Nuryamin, Sufri. Jurnal. 2016. Pengelolaan Aset/Barang Milik Daerah Di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bantul Tahun 2014-2015. Ovine Triski Piri. Vol.4 No.1 Maret 2016. Analisis Efektivitas Pengelolaan Barang Milik Daerah Di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Sulawesi Utara. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah Sirajuddin. Ibrahim, Anis. Hadiyantina, Shinta. Haruni, Wido Catur. 2016. Hukum Adminstrasi Pemerintah Daerah. Malang: Setara Pres. Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Widjaja, Haw. 2005. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Depok: Rajagrafindo Persada. Widjaja Gunawan. 2002. Pengelolaan Harta Kekayaan Negara. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. http://bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/19693-artikel-prinsip-prinsip-pengadaan-barang-jasa-apakah-harus-dipedomani http://bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/19693-artikel-prinsip-prinsip-pengadaan-barang-jasa-apakah-harus-dipedomani http://bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/19693-artikel-prinsip-prinsip-pengadaan-barang-jasa-apakah-harus-dipedomani 156 | Pengelolaan Barang Milik Daerah Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan … This page is intentionally left blank