Lentera Hukum, Volume 3 Issue 1 (2016), pp.1-13 ISSN 2355-4673 (Print) 2621-3710 (Online) https://doi.org/10.19184/ ejlh.v3i1.5360 Published by the University of Jember, Indonesia Available online 21 April 2016 Perlindungan Hukum Bagi Investor di Sektor Pariwisata Indonesia Lovienna Renisitoresmi University of Jember, Indonesia ditamiranda75@gmail.com Ikarini Dani Widiyanti University of Jember, Indonesia ikarinidaniwidiyanti@gmail.com Nuzulia Kumala Sari University of Indonesia nuzuliakumalasari@gmail.com ABSTRACT Indonesia is a country that has a variety of cultures and traditions in each region. In these cultural variations, each region will strive to create an object of tourism. With a large tourism object then it can be a contributor to foreign exchange for the Indonesian economy. Tourism is a prospective sector with a relatively large increase in investment realization. This increase is supported by the government's plan to enact Presidential Regulation number 39 of 2014 on closed business field and business field open to investment as supporting Law Number 25 the Year 2007 regarding Investment. The existence of sectors that support natural resources in Indonesia that can be utilized in the tourism sector, so this is where there are domestic and foreign investors who want to build more modern tourist objects. Indonesia needs to create a conducive investment climate, promotive, providing legal certainty, justice, and efficiency while maintaining national economic interests. KEYWORDS: Tourism Sector, Indonesian Culture, Investor, Legal Certainty, Legal Protection. Copyright © 2016 by Author(s) This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. All writings published in this journal are personal views of the authors and do not represent the views of this journal and the author's affiliated institutions. Submitted: February 05, 2016 Revised: April 08, 2016 Accepted: April 21, 2016 HOW TO CITE: Renisitoresmi, Lovienna, Ikarini Dani Widiyanti, Nuzulia Kumala Sari. “Perlindungan Hukum Bagi Investor di Sektor Pariwisata “(2016) 3:1 Lentera Hukum 1-13 mailto:ditamiranda75@gmail.com 2 | Perlindungan Hukum Bagi Investor di Sektor Pariwisata I. PENDAHULUAN Perlindungan hukum sangat erat kaitannya dengan aspek keadilan. Menurut pendapat Soediman Kartohadiprodjo, pada hakikatnya tujuan adanya hukum adalah mencapai keadilan. Subjek hukum dalam hukum perdata terdapat dua subjek hukum, yaitu subjek hukum orang pribadi dan subjek hukum berupa badan hukum. Subjek hukum orang pribadi atau natuurlijkepersoon adalah orang atau manusia yang telah dianggap cakap menurut hukum. Orang sebagai subjek hukum merupakan pendukung atau pembawa hak sejak ia dilahirkan hidup sampai ia mati walaupun ada pengecualian bahwa bayi yang masih dalam kandungan ibunya dianggap telah menjadi sebagai subjek hukum sepanjang kepentingannya mendukung untuk itu.1 Selanjutnya, subjek hukum dalam hukum perdata adalah badan hukum atau rechtspersoon. Badan hukum merupakan kumpulan manusia pribadi atau pula dapat merupakan kumpulan dari badan hukum. Pembagian badan hukum ada dua bentuk, yaitu badan hukum publik atau Publiek Rechtspersoon dan badan hukum privat atau Privaat Rechtspersoon. Menurut Satjipto Rahardjo, hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya secara terukur. Kepentingan merupakan sasaran dari hak karena hak mengandung unsur perlindungan dan pengakuan.2 Philipus M. Hadjon menyimpulkan bahwa perlindungan hukum adalah suatu kondisi subjektif yang menyatakan hadirnya keharusan pada diri sejumlah subjek hukum untuk segera memperolah sumber daya guna kelangsungan eksistensi subjek hukum yang dijamin dan dilindungi oleh hukum agar kekuatannya secara terorganisir dalam proses pengambilan keputusan politik maupun ekonomi khususnya pada distribusi sumber daya baik pada perangkat individu maupun struktural.3 Menurut M.Hadjon ada 2 macam perlindungan hukum bagi rakyat yaitu:4 Pertama Perlindungan hukum preventif yakni subyek hukum mempunyai kesempatan untuk mengajukan keberatan dan pendapatnya sebelum pemerintah memberikan hasil keputusan akhir. Perlindungan hukum ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berisi rambu-rambu dan batasan-batasan dalam melakukan sesuatu. Artinya bahwa perlindungan hukum preventif mencegah terjadinya timbul sengketa. Bentuk perlindungan preventif dalam pelaksanaan penanaman investasi di indonesia yang di atur dalam undang-undang nomor 25 tahun 2007 antara lain : Pasal 1 ayat 3, "Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri." 1 Soediman Kartohadiprodjo, Kumpulan Karangan (Jakarta: Pembangunan, 1965), hal 28-41 & 4996;Pengantar Tata Hukum di Indonesia (Jakarta: Pembangunan & Ghalia Indonesia , 1987), hal 25-32, Beberapa pikiran Sekitar Pancasila (Bandung: Alumni,1983), hal 47-64 2 Philipus M. Hadjon, Op. cit, hlm 2. 3 Philipus M. Hadjon, Op. cit, hlm 2. 4 Ibid, 3 | LENTERA HUKUM Pasal 5 ayat 2, "Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang." Pasal 5 ayat 3, "Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan: a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; b. membeli saham; dan c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan." Pasal 7 ayat 1, " Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang." Pasal 10 ayat 1, "Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia." Pasal 12 ayat 2, "Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang- undang." Pasal 15, "Setiap penanaman modal berkewajiban: a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik; b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan; c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal; d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan." Pasal 18 ayat 6, "Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung yang melakukan penggantian mesin atau barang modal lainnya, dapat diberikan fasilitas berupa keringanan atau pembebasan bea masuk." Pasal 21, "Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh: a. hak atas tanah; b. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan c. fasilitas perizinan impor. Pasal 23 ayat 2, "Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal." Pasal 23 ayat 3, "Untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu: a. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun; 4 | Perlindungan Hukum Bagi Investor di Sektor Pariwisata b. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-turut; c. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; d. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas diberikan; dan e. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan." Pasal 23 ayat 4, "Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal." Pasal 25 ayat 3, "Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." Pasal 27 ayat 2, "Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal." Pasal 27 ayat 3, "Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden." Pasal 32 ayat 4, "Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak." Pasal 34 ayat 1, "Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah berusaha agar dalam praktek tidak ada lagi perlakuan pembedaan antara penanaman modal dalam negeri dan luar negeri. Agar orang atau badan mau menanamkan modalnya maka bermacam cara yang dilakukan pemerintah agar penanaman modalnya membuahkan hasil atau margin yang diinginkannya, antara lain melakukan deregulasi 5 | LENTERA HUKUM dan memberikan insentif bagi usaha pionir atau di daerah tertentu/terpencil dan kemudahan agar suasana penanaman modal lebih bergairah atau membuka sektor sektor yang memerlukan modal besar dan expertise yang tinggi kepada asing. Pemberian Kemudahan dalam hal ini misalnya penyediaan fasilitas dan pemerintah daerah kepada penanam modal untuk mempermudah setiap kegiatan penanaman modal dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal di daerah. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Belum ada peraturan khusus yang mengatur lebih jauh tentang perlindungan hukum tersebut di Indonesia. Patut dicatat bahwa upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum tentunya yang diinginkan manusia adalah ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar dari hukum yaitu adanya kepastian, kemanfaatan, serta keadilan hukum, meskipun pada umumnya dalam praktek ketiga nilai dasar tersebut bersitegang, namun haruslah diusahakan untuk ketiga nilai dasar tersebut bersamaan.5 Kedua adalah perlindungan hukum represif yakni subyek hukum tidak mempunyai kesempatan untuk mengajukan keberatan karena ditangani langsung oleh peradilan administrasi dan pengadilan umum. Selain itu, ini merupakan perlindungan akhir yang berisi sanksi berupa hukuman penjara, denda dan hukum tambahan lainnya.6 Seperti yang dijelaskan dalam Dalam Pasal 15 huruf b undang-undnag 25 tahun 2007 tentang penenaman modal, diatur bahwa setiap penanam modal wajib melaksanakan TJSL. Yang dimaksud dengan TJSL menurut Penjelasan Pasal 15 huruf b undang-undang 25 tahun 2007 tentang penenaman modal adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Sedangkan yang dimaksud dengan penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing (Pasal 1 angka 4 undang-undnag 25 tahun 2007 tentang penenaman modal. Selain itu dalam Pasal 16 undang-undang 25 tahun 2007 tentang penenaman modal, juga diatur bahwa setiap penanam modal bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Ini juga merupakan bagian dari TJSL. Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan TJSL, maka berdasarkan Pasal 34 undang-undnag 25 tahun 2007 tentang penenaman modal, penanam modal dapat dikenai sanksi adminisitatif berupa: a. peringatan tertulis; b. pembatasan kegiatan usaha; c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. Selain dikenai sanksi administratif, penanam modal juga dapat dikenai sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai aturan dalam Pasal 34 5 Sudikno Mertokusumo, 1984,Bunga Rampai Ilmu Hukum, Yogyakarta: Liberty,hlm.1 6 Ibid,hlm.2 6 | Perlindungan Hukum Bagi Investor di Sektor Pariwisata ayat (3) Undang-undang 25 tahun 2007 tentang penanaman modal. Dalam konteks perlindungan hukum setiap manusia hakekatnya berhak mendapatkan perlindungan hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapatkan perlindungan dari hukum untuk mendapatkan suatu kepastian hukum. Pemerintah juga harus mengatur atau membuat suatu regulasi yang jelas untuk hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat dapat jelas mengetahui hubungan hukum apa dan seperti apa dalam penanganan perlindungan hukum yang akan diberikan.7 Agar masyarakat mendapatkan suatu perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah, dan masyarakat mendapatkan suatu kepastian hukum sebagaimana mestinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum atau legal protection merupakan kegiatan untuk menjaga atau memelihara masyarakat demi mencapai keadilan. Kemudian perlindungan hukum dikonstruksikan sebagai; a) Bentuk pelayanan, pelayanan ini diberikan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan, b) Subjek yang dilindungi. Pada dasarnya, investasi atau penanaman modal dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu berdasarkan sumber pembiayaan, dan berdasarkan bentuknya. Berdasarkan sumber pernbiayaannya, investasi dibagi menjadi dua, yaitu investasi asing dan investasi dalam negeri. Berdasarkan bentuknya, investasi dibagi menjadi investasi langsung dan investasi portofolio. Menurut UU No 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal Pasal 1 Angka 1 Penanaman Modal Adalah : “Segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara RI” Dari Pasal 1 Angka 1 itu penanaman modal yang dimaksud hanyalah Penanaman modal yang diatur UU ini yaitu “penanaman modal yang dilakukan di wilayah Negara RI” Menurut Pasal 1 Angka 4 Penanaman Modal Adalah “Perseroan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanaman luar negeri / PMA. Sedangkan yang dimaksud PMD Dalam Negeri seperti yang dimuat dalam Pasal 1 Angka 2 adalah : “perseroan WNI, badan usaha Indonesia Negara RI atau daerah yang melakukan penanaman modal diwilayah RI. Menurut pasal 1 angka 3 Penanaman Modal Asing Adalah : “Perseroan atau badan Usaha atau pemerintah Asing dan perseorangan warga Negara Asing yang melakukan penanaman modal diwilayah Negara RI . Adanya pengaturan dan penetapan bidang usaha bagi penanaman modal oleh Pemerintah, tentunya harapan dari Pemerintah untuk mengarahkan penanaman modal sesuai dengan rencana pembangunan nasional maupun kebutuhan dan perkembangan keadaan bangsa Indonesia. Untuk itu penentuan bidang usaha bagi penanaman modal khususnya penanaman modal asing sangat wajar dan sesuai dengan landasan dan dasar negara kita untuk mengundang penanaman modal khususnya Penanaman Modal Asing (PMA) masuk ke Indonesia. Di sinilah peran penting Pemerintah bagaimana menyerasikan dan memadukan keinginan terhadap masuknya penanaman modal dengan interest atau kepentingan penanaman modal itu sendiri.8 Dengan masuknya modal asing di Negara kita, Indonesia, maka akan memberikan dampak positif untuk perekonomian dan bidang lainnya, seperti 7 Lili Rasijidi. dkk.2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung:Mandar Maju.hlm.65 8 Amirudin Ilmar, Op Cit hlm. 88 7 | LENTERA HUKUM mendorong tumbuhnya bisnis baru, adanya supply teknologi dari investor baik dalam bentuk proses produksi maupun pemesinan, dan dari segi tenaga kerja akan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Sebab investasi akan menambah income Negara melalui pemasukan pajak dan mengurangi pengangguran. Pemberian fasilitas fiskal untuk bidang usaha tertentu yang diatur dalam pasal 18 Undang-undang Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007 dipakai Pemerintah sebagai salah satu cara untuk menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Akan tetapi dalam pasal 22 ayat (1) Undang-undang ini mengatur kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus dan dapat diperbaharui kembali atas permhonan penanaman modal. Hal ini juga merupakan fasilitas non fiskal dan bisa menarik minat investor yaitu berupa : 1. Hak Atas Tanah a. Hak Guna Usaha (HGU) selama 95 (Sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 35 (tiga puluh) lima tahun ; b. Hak Guna Bangunan selama 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 30 (tiga puluh) tahun; c. Hak Pakai selama 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbaharui selama 25 (dua puluh lima) tahun. 2. Fasilitas Pelayanan Keimigrasinya a. Bagi investor dan tenaga kerja asing; b. Izin untuk ekspatriat difasilitasi sepenuhnya oleh undang-undang Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007. 3. Fasilitas Perizinan Impor Namun dapat disayangkan, Pemerintah tidak secara jelas menyebutkan berapa besar kewajiban yang harus dibayarkan oleh investor berkaitan dengan ketentuan pasal 8 ayat (5) huruf b, yang menyebutkan bahwa ketentuan mengenai hak transfer dan repatriasi tidak mengurangi hak Pemerintah untuk mendapatkan pajak dan/atau royalti dan/atau pendapatan Pemerintah lainnya dari penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian kelonggaran untuk menggunakan tenaga kerja asing merupakan suatu aturan yang umum, mengingat terdapat beberapa posisi yang belum dapat ditempati oleh tenaga kerja Indonesia karena keterbatasan kemampuan (skill). Pemberian kemudahan pelayanan perizinan dan informasi melalui pelayanan terpadu satu pintu sudah seharusnya dilakukan Pemerintah untuk penyederhanaan perizinan penanaman modal di Indonesia. Karena untuk pengurusan izin usaha dan izin operasional melaui system pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dapat dilakukan dipusat melaui BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) dan untuk pengurusan 8 | Perlindungan Hukum Bagi Investor di Sektor Pariwisata izin usaha dan izin operasional di daerah dapat dilakukan disatuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau instansi yang menangani penanaman modal di provinsi atau kabupaten/kota (BKPM Provinsi). Selain itu kepastian hukum, merupakan salah satu yang paling penting untuk di tindak lanjuti dan merupakan problem sendiri bagi Negara Indonesia. Dalam perundang- undangan yang ada dan yang terbaru pun, banyak hal yang tidak jelas bahkan bertentangan. Termasuk pula di dalamnya yaitu komitmen dan konsistensi Pemerintah dalam menegakkan peraturan perundang-undangan. Tidak adanya aturan yang jelas, yang dimulai dari izin usaha hingga sampai dengan biaya-biaya resmi yang dikeluarkan untuk operasi perusahaan. Maka dengan adanya kondisi ini, diperlukan penegakan supremasi hukum. Faktor perlindungan dan kepastian hukum, konsistensi perundang- undangan, maupun kebijakan industri pertambangan di Indonesia tergolong paling banyak disoroti. Banyak investor asing menilai bahwa investasi di Indonesia sulit dijamin keamanan serta perlindungan hukumnya dikarenakan kepastian hukumnya yang dinilai tidak stabil dan konsisten melindungi para investor. Pemerintah dianggap lemah dalam hal ini. Perlindungan Hukum Bagi Investor Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan OJK memiliki tugas salah satunya adalah menegakkan perlindungan konsumen jasa keuangan di Indonesia. Perlindungan konsumen dalam pasar modal selanjutnya akan disebut sebagai perlindungan investor pasar modal karena konsumen dalam sektor pasar modal adalah pemodal atau investor. Maka dari itu, aspek perlindungan terhadap investor pasar modal menjadi kewenangan OJK. Perihal perlindungan konsumen tercantum dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 Undang-Undang OJK yang merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur secara eksplisit perihal perlindungan konsumen dan masyarakat atas industri jasa keuangan. Bentuk perlindungan hukum yang dilakukan OJK terhadap konsumen bersifat pencegahan atau preventif dan pemberian sanksi atau represif, mengingat bahwa tugas OJK adalah menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Pasal 28 UU OJK memberikan perlindungan hukum bersifat pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat yang dilakukan oleh OJK adalah: 1. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; 2. meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan 3. tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Mencermati peran penanaman modal cukup signifikan dalam membangun perekonomian, tidaklah mengherankan jika diberbagai negara di dunia dalam dekade terakhir ini, baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang berusaha secara optimal agar negaranya dapat menjadi tujuan investasi asing. Dilain pihak, dari sudut pandang investor adanya keterbukaan pasar di era globalisasi membuka peluang untuk berinvestasi diberbagai negara. Tujuannya sudah jelas yakni bagaimana mencari 9 | LENTERA HUKUM untung, sedangkan negara penerima modal berharap ada partisipasi penanaman modal atau investor dalam pembangunan nasional. Dasar hukum mengenai penanaman modal di Indonesia diawali dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaiman kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968. Penggantian ini didasarkan karena kedua Undang-Undang Penanaman Modal tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat perkembangan perekonomian nasional melalui kontruksi pembangunan hukum nasional di bidang penanaman modal yang berdaya saing dan berpihak pada kepentingan nasional. Jika dicermati secara seksama apa yang dicita-citakan oleh para pendiri Republik ini sungguh menakjubkan yakni bagaimana mensejahterakan masyarakat. Namun patut disadari bahwa untuk mencapai tujuan tersebut tidak segampang membalik telapak tangan, namun memerlukan kerja keras semua pihak. Sarana yang dipakai dalam mencapai tujuan tersebut yakni melalui pranata pembangunan. Untuk melaksanakan pembangunan tersebut tidak dapat dipungkiri membutuhkan modal yang tidak sedikit. Bila hanya mengandalkan modal dan sumber dana pemerintah, hampir dapat dipastikan agak sulit mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh para pendiri Republik ini. Untuk itu perlu dicari sumber dana lain. Salah satu sumber modal yang dapat dimanfaatkan adalah melalui pranata hukum penanaman modal. Keadilan dalam hubungannya dengan hukum kepariwisataan, penekanannya lebih pada hasil-hasil yang diperoleh harus dapat dinikmati oleh masyarakat dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dan seluas-luasnya bagi kehidupan bangsa dan Negara. Dalam kebijakan pembangunan hukum kepariwisataan diarahkan pada: Mewujudkan suatu system hukum yang mampu menciptakan ketertiban, kepastian dan keadilan dalam melakukan kegiatan-kegiatan kepariwisataan baik nasional maupun global. 1. Menciptakan lingkungan (suasana) yang kondusif untuk melakukan kegiatan kepariwisataan. 2. Meningkatkan kemempuan/kapasitas para pelaku kepariwisataan, secara nasional maupun internasional. 3. Melindungi tatanan kehidupan sosial budaya masyarakat dari kemungkinan dan dampak negative penyelenggaraan kepariwisataan. 4. Menjamin keberlanjutan lingkungan hidup. Selain itu hukum internasional juga mengatur mengenai Kepariwisataan dalam hukum Internasional Terdapat beberapa ketentuan yang berkaitan dengan hukum kepariwisataan, Tourism Bill of Rights and Tourist Code (pernyataan hak-hak manusia dalam kepariwisataan dan kewajiban wisatawan). 10 | Perlindungan Hukum Bagi Investor di Sektor Pariwisata 1. Pariwisata adalah hal yang penting dalam kehidupan yang dapat member dampak positif. 2. Peran baru dari pariwisata, instrument mengembangkan kualitas hidup manusia, perdamaian. 3. Pengakuan atas hak tiap orang untuk berlibur, pembetasan jam kerja, cuti / liburan berkala dengan tetap menerima upah. 4. Saling menghormati antar wisatawan dan penduduk setempat. 5. Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi wisatawan 6. Keringanan dalam hal administrasi, transport dan akomodasi yang ditawarkan jasa pariwisata selam perjalanan. The Hague Declaration on Tourism Deklarasi yang merupakan sarana kerjasama internasional : sebagai faktor pengembangan pariwisata secara individual/ kolektif., Mendorong pemerintah, lembaga publik/swasta, asosiasi, dan lembaga lain yang terkait untuk memperhatikan prinsip-prinsip, Perhatian Negara yang lebih besar terhadap masalah pariwisata. 1. Alam, lingkungan hidup dan budaya. 2. Keamanan, keselamatan dan perlindungan wisatawan. 3. Pengakuan hak tiap orang untuk istirahat, berlibur termasuk pembatasan kerja dan liburan berkala. Global Code of Ethict for tourism perjanjian ini intinya Intinya meletakkan hak dan kewajiban kepada para pelaku/ subyek hukum di bidang pariwisata. Tujuannya 1. Memelihara kelestarian suatu industri pariwisata di suatu Negara. 2. Untuk menciptakan dunia pariwisata yang bertujuan yakni: a. Saling menghormati antar penduduk lokal dan wisatawan. b. Penghormatan hak dan kebebasan wisatawan, pers, perlakuan terhadap pekerja dalam jasa pariwisata. c. Penekanan bahwa Tujuan Negara yang bersangkutan untuk menjamin keselamatan wisatawan dan harta bendanya yang berada di suatu wilayah. II. DAMPAK PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI INVESTOR, TERHADAP PERTUMBUHAN INVESTASI PADA SEKTOR PARIWISATA DI INDONESIA. Secara umum gambaran situasional tentang pengembangan investasi penanaman modal di Indonesia digambarkan menjadi dua, yaitu pada masa orde baru dan orde reformasi. Dengan penggambaran situasi dua masa transisi tersebut, dapat kita ambil beberapa arah kebijakan pokok yang digunakan dalam Undang-Undang Penanaman Modal ke depan seperti apa. Dalam era orde baru (tahun 1967- tahun 1997). Dalam kategori investasi asing, dari tahun ketahun mengalami kenaikan jumlah yang sangat signifikan dan mengalami peningkatan kuantitas baik dalam jumlah investor ataupun modal yang disertakannya. Hal yang sama juga terjadi pada investor dalam negeri. Sedangakan pada masa reformasi (tahun 1998-sekarang), baik pada tingkatan investor asing ataupun lokal dalam negeri mengalami penurunan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini 11 | LENTERA HUKUM yang menjadi bahan kajian dari para ahli atas penurunan daya investor terhadap Indonesia baik itu modal asing ataupun lokal. Pada masa orde baru kenaikan investasi dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan dan menggembirakan untuk perkembangan perekonomian Indonesia. Akan tetapi, pada masa reformasi justru mengalami penurunan dari tahun ketahun. Adanya alasan perubahan kedua undang-undang ini adalah karena tidak sesuai lagi dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat perkembangan perekonomian nasional, melalui konstruksi pembangunan hukum nasional di bidang Penanaman Modal yang berdaya saing dan berpihak kepada kepentingan nasional. Pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 yang terdiri atas 14 bab dan 40 pasal. Penanaman modal mempunyai arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia, untuk mneningkatkan hal tersebut salah satu upaya adalah penetapan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penamanam Modal. Oleh karena itu, dengan adanya Undang-Undang ini diharapkan dapat menjadi sumber hukum bagi pelaksanaan dan teknis pelaksanaan penanaman modal baik diluar maupun didalam negeri. Dengan adanya landasan hukum tersebut nantinya didalam pembangunan ekonomi Indonesia diharapkan dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional dapat diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 berdasarkan Pasal 21 huruf a dan Pasal 22 yang termaksud dalam Undang-Undang tersebut di atas, dan Pasal 21 serta fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh antara lain hak atas tanah, fasilitas pelayanan keimigrasian, dan fasilitas perizinan impor. Sementara itu, fasilitas penanaman modal yang diberikan kepada investor menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 adalah berupa fasilitas perpajakan, pembebasan atau keringanan bea masuk impor, penyusutan atau amortisasi yang dipercepat, keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, hak atas tanah, pelayanan keimigrasian, dan fasilitas perizinan impor. Investasi yang ditanamkan oleh investor mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat lokal kerena investasi tersebut memberikan pengaruh dalam kehidupan masyarakat setempat. Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri hanya difokuskan pada kewajiban untuk menggunakan tenaga kerja Indonesia, sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi masyarakat lokal tidak diatur secara khusus. Dalam hal mengenai pendidikan perlu diatur secara khusus agar setiap jabatan khusus yang tadinya tidak dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia dapat dipenuhi oleh tenaga kerja Indonesia, misalnya diberikan pelatihan khusus atau diberlakukan penukaran dengan tenaga kerja asing. Sedangkan mengenai kesehatan dirasakan perlu adanya jaminan kesehatan misalnya diberikan asuransi kesehatan maupun kejiwaan agar setiap tenaga kerja Indonesia merasa dilindungi. Kemudian 12 | Perlindungan Hukum Bagi Investor di Sektor Pariwisata mengenai ekonomi masyarakat lokal pelrlu diatur secara khusus agar kesejahteraan tenaga kerja Indonesia terjamin. III.PENUTUP Bentuk perlindungan bagi investor di sektor pariwisata tidak jauh berbeda dengan perlindungan hukum bagi investor yang lain, yaitu terdapat pada undang-undang nomor 25 tahun 2007. Perlindungan dapat berupa perlindungan preventif yaitu untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang diatur dalam pasal Pasal 1 ayat (3), Pasal 5 ayat (2), Pasal 5 ayat (3), Pasal 7 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), Pasal 12 ayat (2), Pasal 15, Pasal 18 ayat (6), Pasal 21, Pasal 23 ayat (2), Pasal 23 ayat (3), Pasal 23 ayat (4), Pasal 25 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 27 ayat (3), Pasal 32 ayat (4), Pasal 34 ayat (1). Dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah berusaha agar dalam praktek tidak ada lagi perlakuan pembedaan antara penanaman modal dalam negeri dan luar negeri. Agar orang atau badan mau menanamkan modalnya maka bermacam cara yang dilakukan pemerintah agar penanaman modalnya membuahkan hasil atau margin yang diinginkannya, antara lain melakukan deregulasi dan memberikan insentif bági usaha pionir atau di daerah tertentu/terpencil dan kemudahan agar suasana penanaman modal ebih bergairah atau membuka sektor sektor yang memerlukan modal besar dan expertise yang tinggi kepada asing. Pengaturan investor dalam pariwisata dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal pasal 22 ayat (1) Undang-undang ini mengatur kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus dan dapat diperbaharui kembali atas permhonan penanaman modal. Hal ini juga merupakan fasilitas non fiskal dan bisa menarik minat investor yaitu berupa Hak Atas Tanah Hak Guna Usaha (HGU) selama 95 (Sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 35 (tiga puluh) lima tahun ; Hak Guna Bangunan selama 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 30 (tiga puluh) tahun; Hak Pakai selama 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbaharui selama 25 (dua puluh lima) tahun. Fasilitas Pelayanan Keimigrasinya Bagi investor asing selain itu izin untuk ekspatriat difasilitasi sepenuhnya oleh undang-undang Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007. Dampak pelaksanaan perlindungan hukum bagi investor, dampak yang dapat dilihat dari lebih ketatnya pemerintah dalam mengawasi para pelaku investasi hingga dalam menjalankan perseroan terbatas bahkan juga mengenai ketatnya pengawasan dalam bidang tenaga kerja, namun dalam pelaksanaan investasi dibidang pariwisata belum banyak peminat, investasi 13 | LENTERA HUKUM DAFTAR PUSTAKA Anna rokhmatussa’dyah, suratman, 2009, Hukum investasi dan pasar modal, Jakarta: sinar grafika. Aminuddin Ilmar, HukumPenanaman Modal di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, Jakarta, C.S.T. Kansil, 2009, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. Ida Bagus Wyasa Putra, 2001, Hukum Bisnis Pariwisata, Denpasar: Refika Aditama. LiliRasijidi. Dkk .2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Mandar Maju. Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina Ilmu. R Soeroso, 1992, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: SinarGrafika. Salim HS dan Budi Sutrisno, 2008. Hukum Investasi di Indonesia. Penerbit Raja Grafindo Persada: Jakarta. Suryadi MP, 1984, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: UniversitasTerbuk Sudikno Mertokusumo, 1984, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Yogyakarta: Liberty Tandelelilim, Eduardus. 2010. Portofolio dan Investasi. Penerbit Kanisius: Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanam Modal Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Usaha Bidang Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal