Lentera Hukum, Volume 3 Issue 1 (2016), pp. 14-26 ISSN 2355-4673 (Print) 2621-3710 (Online) https://doi.org/10.19184/ ejlh.v2i3.5646 Published by the University of Jember, Indonesia Available online 21 April 2016 Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pencabulan Ella Wahyu Lestari University of Jember, Indonesia ellawahyulestari@gmail.com Echwan Iriyanto University of Jember, Indonesia echwaniriyanto@gmail.com Dodik Prihatin AN University of Jember, Indonesia dodikprihatin@gmail.com ABSTRACT Obscene crime is the immoral act that has attack the physical and psychic of the victims continuously, especially if the victims are minors, so it is required to be appropriate law enforcement. Obscene against children is a case that has difficult proofs, so it is can not be judged only by manifestations without based on the beliefs of judges and related theories. This article contains 2 (two) issues, namely: (1) Is the singular indictment formulated by the public prosecutor in verdict number: 52/Pid.B/2014/PN.Lok under the defendant's conduct? (2) Is the judge's consideration who was declared that the defendant is not guilty doing the obscene crime in verdict number: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk under the facts revealed in the court. This paper uses a normative juridical research, by statute approach (statute approach) and conceptual approach (conceptual approach). Obtained conclusions that (1) the singular indictment formulated by the public prosecutor in verdict number: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk is under the defendant's conduct (2) the judge consideration who was declared that the defendant is not guilty doing the obscene crime in verdict number: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk is not following the facts revealed in the court. KEYWORDS: Obscene, Acquital, Indictmen, Judge Consideration. Copyright © 2016 by Author(s) This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. All writings published in this journal are personal views of the authors and do not represent the views of this journal and the author's affiliated institutions. Submitted: February 05, 2016 Revised: April 08, 2016 Accepted: April 20, 2016 HOW TO CITE: Lestari, Ella Wahyu, Echwan Iriyanto, Dodik Prihain AN. “Putusan Bebas dalam Tindak Pidana Pencabulan” (2016) 2:3 Lentera Hukum 14-26 mailto:echwaniriyanto@gmail.com 15 | Putusan Bebas dalam Tindak Pidana Pencabulan I. PENDAHULUAN Pencabulan merupakan salah satu tindak pidana terhadap kesusilaan yang saat ini marak terjadi. Di Indonesia khususnya, tindak pidana pencabulan telah banyak memakan korban baik itu korban dewasa maupun korban anak, baik perempuan maupun laki-laki. Hal tersebut tentunya berdampak buruk bagi masa depan bangsa, karena korban dari tindak pidana tersebut bukan hanya terluka secara fisik, tetapi juga terluka secara psikis. Disebut sebagai tindak pidana karena masyarakat menganggap bahwa pencabulan merupakan perbuatan keji yang melanggar nilai-nilai dan norma-norma kesusilaan dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, undang-undang telah mengatur mengenai hal itu. Dalam perundang-undangan, ketentuan mengenai tindak pidana pencabulan diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam Pasal 289 dan 290. Ketentuan tersebut ditujukan kepada pelaku tindak pidana pencabulan dengan korban orang dewasa. Sedangkan ketentuan untuk pelaku tindak pidana pencabulan dengan korban anak diatur secara khusus di dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tindak pidana pencabulan merupakan perbuatan asusila yang menyerang fisik dan psikis korbannya secara berkelanjutan ada pengulangan disini, liat paragraph pertama baris terakhir, sehingga diperlukan adanya penegakan hukum yang tepat. Berawal dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai dengan pemeriksaan di sidang pegadilan. Terkait perihal penuntutan, pihak yang berperan ialah penuntut umum yang mana tugasnya menyusun surat dakwaan berdasarkan hasil penyidikan. Dalam menyusun surat dakwaan, penuntut umum harus menguraikan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan. Karena apabila tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dalam penguraiannya, maka dapat dikatakan bahwa syarat materiil surat dakwaan tidak terpenuhi dan mengakibatkan surat dakwaan tersebut batal demi hukum dan juga dapat berdampak terhadap ketidaktepatan pemilihan bentuk surat dakwaan. Pemilihan bentuk surat dakwaan yang tidak tepat dapat mengakibatkan terdakwa bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Hal tersebut tentunya juga berdampak besar terhadap penegakan hukum secara menyeluruh. Terkait dengan pemeriksaan di sidang pengadilan, pihak yang paling berperan ialah hakim yang mana tugasnya mengeluarkan putusan berdasarkan hasil pemeriksaaan selama persidangan. Putusan Hakim merupakan produk yang dilahirkan dari proses hukum acara di lingkungan peradilan. Ada tiga macam putusan hakim yaitu putusan pemidanaan, putusan bebas dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum.1 Pada hakikatnya putusan hakim dalam konteks hukum pidana harus memberikan keadilan yang mana harus didasarkan pada prinsip hukum dalam Hukum Acara Pidana. Tetapi hakim dalam memutuskan suatu perkara juga harus sesuai dengan keyakinan yang berasal dari hati nuraninya. Hal tersebut dilakukan guna meminimalkan terjadinya kesalahan dalam memutus suatu perkara, khususnya dalam perkara pencabulan terhadap anak. Perkara pencabulan terhadap anak merupakan kasus yang 1 Pasal 1 Angka 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 16 | LENTERA HUKUM pembuktiannya sangat pelik, sehingga tidak dapat serta merta diputuskan hanya dengan berdasarkan pada pembuktian tanpa didasari dengan keyakinan hakim yang berlandaskan teori-teori hukum yang terkait. Salah satu perkara pidana terkait dengan tindak pidana pencabulan yang menarik untuk penulis kaji ialah perkara pidana dalam Putusan Pengadilan Negeri Luwuk Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk., yang kasus posisinya ialah sebagai berikut:2 Terdakwa bernama TERDAKWA yang bertempat tinggal di Desa Bulungkobit, Kecamatan Tinangkung, Kabupaten Banggai Kepulauan, lahir di Bakalan pada tanggal 24 Februari 1969 berumur 44 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, pekerjaan tani. Pada hari Senin tanggal 02 Desember 2013 sekira pukul 18.30 Wita, bertempat di asrama belakang apotik Firmasyah Desa Baka Kecamatan Tinangkung Kabupaten Banggai Kepulauan didakwa telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap korban yang namanya tidak dapat disebutkan berusia 15 (limabelas) Tahun. Berawal pada tanggal 20 November 2013 pukul 20.00 WITA terdakwa menghampiri saksi korban dan saksi Sujarianto yang tengah berdua di suatu tempat, kemudian terdakwa bertanya sedang apakah mereka berdua. Saksi Sujarianto menjawab bahwa mereka hanya berbincang. Lalu terdakwa menyorot wajah saksi korban mengan menggunakan handphone dan mengatakan “pandai kamu”. Pada tanggal 2 Desember 2013 pukul 08.00 WITA di SMK Negeri 1 Tinangkung terdakwa mendatangi saksi korban dan mengatakan bahwa ia disuruh saksi Ece untuk meminta uang tutup mulut jika tidak ingin diadukan kepada ayah saksi korban perihal saksi korban dan saksi Sujarianto yang berdua di suatu tempat pada suatu malam. Terdakwa juga meminta saksi korban untuk menemuinya di asrama kediaman Terdakwa. Pada tanggal yang sama pada pukul 18.30 WITA saksi korban bersama saksi Rida pergi menemui terdakwa di asrama Terdakwa. Di Asrama tersebut ada Terdakwa dan saksi Suardi. Saat itu Terdakwa menyuruh saksi Suardi dan saksi Rida pergi makan bakso. Setelah saksi Suardi dan saksi Rida pergi, terdakwa mengunci pintu asrama dari dalam sehingga yang ada di asrama itu hanya saksi korban dengan terdakwa. Selanjutnya terdakwa menarik tangan saksi korban untuk duduk di dekatnya namun saksi korban menolak. Setelah itu saksi korban duduk membelakangi terdakwa dan pada saat itu terdakwa menghampiri dan memeluk saksi korban dari belakang sambil mengatakan “Sini sama ayah” sambil memegang kuat tangan kanan saksi korban dan kemudian menyuruh saksi korban untuk menciumnya namun saksi korban tidak mau dan berontak sehingga sempat bibir saksi korban mencium pipi sebelah kiri terdakwa. Karena saksi korban merasa ketakutan, ia menyuruh saksi Rida untuk kembali ke asrama terdakwa, dan setelah saksi Rida sampai di asrama tersebut, saksi korban mengajak saksi Rida pulang. Keesokan harinya pada tanggal 3 Desember 2013 pukul 09.00 WITA di SMA Negeri 1 Tinangkung terdakwa menemui saksi Sujarianto untuk meminta uang penutup mulut dengan mengatasnamakan saksi Ece. Namun saksi Sujarianto mengatakan kepada terdakwa ingin menemui saksi Ece terlebih dahulu. Pada tanggal tersebut pukul 16.00 2 Putusan Pengadilan Negeri Luwuk Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk. 17 | Putusan Bebas dalam Tindak Pidana Pencabulan WITA saksi korban datang menemui saksi Ece untuk menanyakan perihal uang penutup mulut yang diminta terdakwa dengan mengatasnamakan saksi Ece, namun saksi Ece menjawab bahwa ia tidak mengetahui perihal tersebut dan tidak pernah menyuruh terdakwa untuk meminta uang kepada saksi korban. Selanjutnya pada pukul 19.00 WITA saksi Sujarianto juga datang ke rumah saksi Ece untuk menanyakan perihal uang tersebut, dan sekali lagi saksi Ece mengatakan bahwa ia tidak pernah menyuruh terdakwa meminta uang tersebut. Ini fakta hukum, deskripsikan dengan baik , dibagi dibeberapa paragraph, dan dikasih judul sub fakta hukum Dalam perkara tersebut, penuntut umum menuntut terdakwa dengan bentuk surat dakwaan tunggal dan pasal yang didakwakan ialah Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak. Sedangkan pertimbangan hakim dalam perkara tersebut menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana pencabulan sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum. Hal-hal yang melatarbelakangi penulis dalam mengkaji permasalahan dalam perkara tersebut di atas ialah; pertama, penuntut umum tidak cermat dalam memilih bentuk surat dakwaan. Penuntut umum menggunakan surat dakwaan tunggal, namun setelah dicermati, penulis berpendapat bahwa perbuatan materiil yang dilakukan oleh terdakwa tidak hanya satu, melainkan ada perbuatan lain, sehingga ada masalah dalam pemilihan bentuk surat dakwaannya. Kedua, pertimbangan hakim menyatakan bahwa terdakwa tidak terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana pencabulan tidak lengkap. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, penulis melakukan penelitian dan penulisan hukum berbentuk skripsi mengenai putusan bebas dalam tindak pidana pencabulan dengan judul: "Putusan Bebas Dalam Tindak Pidana Pencabulan (Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk). II. BENTUK SURAT DAKWAAN TUNGGAL PENUNTUT UMUM DIKAITKAN DENGAN PERBUATAN MATERIIL TERDAKWA Putusan hakim merupakan pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan terbuka, yang mana pernyataan tersebut dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.3 Salah satu syarat sahnya putusan yaitu harus memuat dakwaan. Dakwaan sangat penting dicantumkan di dalam putusan hakim karena hal tersebut merupakan tonggak awal bagi hakim sebagai dasar pemeriksaan, dasar pertimbangan, dan dasar pengambilan keputusan tentang apakah terdakwa bersalah atau tidak.4 Selain itu putusan hakim harus memuat fakta hukum. Sehingga dari keduanya dapat diketahui apa dan bagaimana perbuatan materiil terdakwa. Adapun perbuatan materiil terdakwa di dalam Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk ialah sebagai berikut: 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 4 Harun M. Husein, Surat Dakwaan, Teknik Penyusunan, Fungsi, dan Permasalahannya, Cetakan 2, Rineka Cipta, jakarta, 1994, hlm. 95. 18 | LENTERA HUKUM Terdakwa bernama TERDAKWA yang bertempat tinggal di Desa Bulungkobit, Kecamatan Tinangkung, Kabupaten Banggai Kepulauan, lahir di Bakalan pada tanggal 24 Februari 1969 berumur 44 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, pekerjaan tani. Pada hari Senin tanggal 02 Desember 2013 sekira pukul 18.30 Wita, bertempat di asrama belakang apotik Firmasyah Desa Baka Kecamatan Tinangkung Kabupaten Banggai Kepulauan didakwa telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap korban yang namanya tidak dapat disebutkan berusia 15 (limabelas) Tahun. Berawal pada tanggal 20 November 2013 pukul 20.00 WITA terdakwa menghampiri saksi korban dan saksi Sujarianto yang tengah berduaan di suatu tempat, kemudian terdakwa bertanya kepada mereka berdua sedang apa mereka berduaan. Saksi Sujarianto menjawab bahwa mereka hanya bercerita. Lalu terdakwa menyorot wajah saksi korban mengan menggunakan handphone dan mengatakan “pandai kamu”. Pada tanggal 2 Desember 2013 pukul 08.00 WITA di SMK Negeri 1 Tinangkung terdakwa mendatangi saksi korban dan mengatakan bahwa ia disuruh saksi Ece untuk meminta uang tutup mulut jika tidak ingin diadukan kepada ayah saksi korban mengenai kejadian malam itu. Terdakwa juga meminta saksi korban untuk menemuinya di asramanya. Pada malam harinya pukul 18.30 WITA saksi korban bersama saksi Rida pergi menemui terdakwa. Setelah saksi Suardi dan saksi Rida pergi, terdakwa mengunci pintu asrama dari dalam sehingga yang ada di asrama itu hanya saksi korban dengan terdakwa. Selanjutnya terdakwa menarik tangan saksi korban untuk duduk di dekatnya namun saksi korban menolak. Setelah itu saksi korban duduk membelakangi terdakwa dan pada saat itu terdakwa menghampiri dan memeluk saksi korban dari belakang sambil mengatakan “Sini sama ayah” sambil memegang kuat tangan kanan saksi korban dan kemudian menyuruh saksi korban untuk menciumnya namun saksi korban tidak mau dan berontak sehingga sempat bibir saksi korban mencium pipi sebelah kiri terdakwa. Karena saksi korban merasa ketakutan, ia menyuruh saksi Rida untuk kembali ke asrama terdakwa, dan setelah saksi Rida sampai di asrama tersebut, saksi korban mengajak saksi Rida pulang. Keesokan harinya pada tanggal 3 Desember 2013 pukul 09.00 WITA di SMA Negeri 1 Tinangkung terdakwa menemui saksi Sujarianto untuk meminta uang penutup mulut dengan mengatasnamakan saksi Ece sebagai peminta uang tersebut. Namun saksi Sujarianto mengatakan kepada terdakwa ingin menemui saksi Ece terlebih dahulu. Pada tanggal tersebut pukul 16.00 WITA saksi korban datang menemui saksi Ece untuk menanyakan perihal uang penutup mulut yang diminta terdakwa dengan mengatasnamakan saksi Ece, namun saksi Ece menjawab bahwa ia tidak mengetahui perihal tersebut dan tidak pernah menyuruh terdakwa untuk meminta uang kepada saksi korban. Selanjutnya pada pukul 19.00 WITA saksi Sujarianto juga datang ke rumah saksi Ece untuk menanyakan perihal uang tersebut, dan sekali lagi saksi Ece mengatakan bahwa ia tidak pernah menyuruh terdakwa meminta uang tersebut. Perbuatan materiil terdakwa tersebut di atas akan penulis kaitkan dengan bentuk surat dakwaan penuntut umum dalam Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk. Yang dimaksud dengan surat dakwaan menurut Harun M. Husein ialah surat yang yang 19 | Putusan Bebas dalam Tindak Pidana Pencabulan memuat uraian tentang identitas lengkap terdakwa, perumusan tindak pidana yang didakwakan, dan disertai dengan uraian tentang waktu dan tempat tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, yang mana surat tersebut akan dijadikan sebagai dasar dan batas ruang lingkup pemeriksaan di sidang pengadilan.5 Bentuk surat dakwaan yang digunakan oleh penuntut umum di dalam Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk adalah surat dakwaan tunggal. Surat Edaran Jaksa Agung menyatakan bahwa di dalam surat dakwaan tunggal hanya terdapat satu tindak pidana yang didakwakan karena tidak terdapat kemungkinan untuk mengajukan dakwaan penggantinya.6 Dalam perkara ini penuntut umum menuntut terdakwa dengan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu mengenai pencabulan terhadap anak.Penuntut umum menuntut terdakwa dengan Pasal tersebut dengan meyakini bahwasanya Terdakwa telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap Saksi Korban yaitu dengan cara Terdakwa menghampiri dan memeluk Saksi Korban dari belakang dan berkata "Sini sama ayah" sambil memegang kuat tangan kanan Saksi Korban, selanjutnya Terdakwa menyuruh Saksi Korban untuk mencium Terdakwa, namun Saksi Korban berontak sehingga sempat bibir Saksi Korban mencium pipi sebelah kiri Terdakwa. Mengenai hal tersebut penulis sependapat dengan penuntut umum bahwasanya perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana pencabulan terhadap anak. Selain itu dalam uraian perbuatan materiil terdakwa, terdakwa juga sempat meminta uang penutup mulut kepada saksi korban dengan konsekuensi apabila saksi korban tidak memberikan sejumlah uang penutup mulut tersebut maka terdakwa akan mengadukan kepada ayah saksi korban bahwa saksi korban bersama saksi Sujarianto pernah berduaan di suatu malam. Akibat perbuatan terdakwa tersebut saksi korban merasa takut. Karena apabila ayahnya mengetahui mengenai hal tersebut, saksi korban takut jika ayahnya akan marah dan memukulnya. Dari uraian perbuatan materiil terdakwa tersebut penulis akan mencoba menganalisis apakah perbuatan terdakwa yang demikian termasuk tindak pidana ataukah bukan tindak pidana. Uraian perbuatan tersebut akan dianalisis dengan mengaitkannya dengan Pasal 369 KUHP tentang pengancaman. Karena secara sekilas perbuatan meminta uang penutup mulut jika tidak ingin diadukan tersebut mencerminkan adanya suatu ancaman. Untuk membuktikan bahwa perbuatan terdakwa yang demikian merupakan tindak pidana pengancaman, perbuatan tersebut akan dikaitkan dengan unsur-unsur Pasal 369 KUHP. Untuk membuktikan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana pengancaman maka harus dibuktikan dahulu apakah perbuatan materiil terdakwa sesuai dengan unsur-unsur Pasal 369 KUHP. Berikut penjabarannya: 1. Barangsiapa Pengertian barangsiapa ialah setiap orang atau siapa saja sebagai subjek hukum yang dari padanya dapat dimintakan pertanggungjawaban atas 5 Ibid. hlm. 43. 6 Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: SE-004/.A/11/1993 Tentang Pembuatan Surat Dakwaan. 20 | LENTERA HUKUM perbuatannya.7 Dalam perkara ini Terdakwa ialah subjek hukum yang didakwa telah melakukan tindak pidana. Terdakwa dipandang mampu dan cakap sehingga dapat dikatakan sebagai subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa unsur barangsiapa terbukti. 2. Dengan maksud untuk menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melawan hukum Unsur ini merupakan unsur yang bersufat alternatif. Artinya bahwa apabila salah satu di antara “dengan maksud untuk menguntungkan dirinya dengan melawan hukum” atau “dengan maksud untuk menguntungkan orang lain dengan melawan hukum” terpenuhi, maka secara keseluruhan unsur ini dapat dikatakan terpenuhi. Dengan kata lain bahwa tidak perlu keduanya dibuktikan. Dalam perkara ini Terdakwa melakukan tindak pidana pemerasan dengan pencemaran dengan maksud untuk menguntungkan dirinya atau orang lain. Terdakwa mengatakan kepada saksi Korban bahwa Terdakwa disuruh oleh saksi Ece untuk meminta uang tutup mulut jika tidak ingin diadukan kepada ayah saksi Korban bahwa saksi Korban pernah berduaan pada malam hari di suatu tempat dengan seorang laki-laki yaitu saksi Sujarianto. Selain itu, terdakwa juga meminta uang tutup mulut kepada saksi Sujarianto dengan mengatakan bahwa Terdakwa dan saksi Suardi disuruh oleh saksi Ece untuk meminta sejumlah uang sebagai uang tutup mulut. Perbuatan terdakwa yang demikian belum dapat dikatakan sebagai “menguntungkan dirinya atau orang lain” karena dalam hal ini terdakwa belum menerima uang dari saksi korban sehingga dengan demikian dapat diketahui bahwa unsur dengan maksud untuk menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melawan hukum tidak terbukti. Tidak terbuktinya unsur “dengan maksud untuk menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melawan hukum” maka penulis tidak perlu lagi untuk membuktikan unsur-unsur lainnya. Dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur Pasal 369 KUHP, maka perbuatan materiil terdakwa yang meminta uang penutup mulut kepada saksi korban dengan konsekuensi apabila saksi korban tidak memberikan sejumlah uang penutup mulut tersebut maka terdakwa akan mengadukan kepada ayah saksi korban bahwa saksi korban bersama saksi Sujarianto pernah berduaan di suatu malam bukanlah merupakan suatu tindak pidana yang dapat dituntut dengan ketenntuan pidana. Sehingga perbuatan materiil terdakwa yang dapat dituntut hanyalah satu yaitu pencabulan terhadap anak. Oleh karena perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana yang dapat dituntut hanya ada satu, yaitu tindak pidana pencabulan terhadap anak dan perbuatan terdakwa yang lainnya bukanlah merupakan tindak pidana yang dapat dituntut maka sudah tepat apabila penuntut umum memilih bentuk surat dakwaan tunggal untuk menuntut terdakwa. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa bentuk 7 Putusan Pengadilan Negeri Luwuk Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk. 21 | Putusan Bebas dalam Tindak Pidana Pencabulan surat dakwaan tunggal penuntut umum sudah sesuai dengan perbuatan materiil terdakwa. III.PERTIMBANGAN HAKIM MENYATAKAN TERDAKWA TIDAK TERBUKTI BERSALAH TELAH MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCABULAN DIKAITKAN DENGAN FAKTA YANG TERUNGKAP DI PERSIDANGAN. Pembuktian merupakan proses yang sangat penting di dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. M. Yahya Harahap dalam buku Eddy O.S. Hiariej menyatakan bahwa pembuktian ialah ketentuan yang berisi pedoman serta mengatur mengenai alat bukti yang boleh digunakan oleh hakim guna membuktikan kesalahan terdakwa.8 Berdasarkan ketentuan mengenai alat bukti, alat bukti yang terdapat dalam Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk meliputi: 1. Keterangan saksi korban yang membenarkan bahwa terdakwa mengancam saksi korban dan meminta uang sebagai imbalan tutup mulut dengan mengatas namakan Saksi Ece yaitu uang sebesar seratus lima puluh ribu rupiah, kemudian terdakwa menghampiri dan memeluk saksi korban dari belakang sambil mengatakan“SINI SAMA AYAH”sambil memegang kuat tangan kanan saksi korban dan kemudian menyuruh saksi korban untuk mencium terdakwa, tetapi saksi korban tidak mau dan saksi korban berontak sehingga sempat bibir saksi korban mencium pipi sebelah kiri dari terdakwa. Perbuatan tersebut terjadi pada hari Senin tanggal 02 Desember 2013 sekitar jam 18.30 Wita di Asrama belakang apotik firmansah Kel. Salakan Kec. Tinangkung Kab. Banggai Kepulauan; 2. Keterangan saksi Rida membenarkan bahwa telah terjadi pencabulan pada hari dan tempat yang telah dijelaskan saksi korban. Namun saksi Rida tidak melihat kalau terdakwa yang melakukan pencabulan kepada saksi korban, namun saksi Rida dapat memastikan bahwa terdakwa yang melakukannya karena terdakwa memberikan uang kepada saksi Rida sebesar lima puluh ribu rupiah lalu menyuruh saksi Rida dan saksi Suardi untuk pergi membeli bakso dengan maksud agar terdakwa ada waktu berduaan dengan saksi korban di asrama belakang apotik Firmansyah. Dan saksi Rida juga membenarkan bahwa saksi Rida dihubungi lewat handphone oleh saksi korban untuk segera datang menjemputnya, kemudian sesampainya di asrama saksi Rida mendapati saksi korban dalam keadaan menangis dan saksi Rida mendengar terdakwa berkata“Sudah saja tidak usah ngana menangis”; 3. Keterangan saksi Suardi membenarkan bahwa telah terjadi pencabulan pada hari dan tempat yang telah dijelaskan saksi korban. Namun saksi Suardi tidak melihat kalau terdakwa yang melakukan pencabulan kepada saksi korban, namun saksi Suardi membenarkan bahwa saksi Suardi sempat meninggalkan terdakwa dan saksi Korban di Asrama dan pergi bersama saksi Rida untuk makan bakso tetapi tidak lama pulang kembali ke Asrama dibelakang apotik. 8 Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2012, hlm. 4. 22 | LENTERA HUKUM 4. Keterangan saksi Sujarianto membenarkan bahwa telah terjadi pencabulan pada hari dan tempat yang telah dijelaskan saksi korban. Namun saksi Sujarianto tidak melihat kalau terdakwa yang melakukan pencabulan kepada saksi korban, namun saksi Sujarianto dapat memastikan bahwa terdakwa yang melakukannya karena terdakwa mendatangi sekolah saksi Sujarianto yaitu SMK Negeri 1 Tinangkung pada hari Selasa tanggal 03 Desember 2013 sekitar jam 09.00 wita dan terdakwa mengatakan“saya dengan pak guru Suardi sudah baku tanggung 1 orang tujuh puluh lima ribu untuk kasih sama Ka Ece”dengan maksud agar saksi Sujarianto menggantinya; 5. Keterangan saksi Jamaludin membenarkan bahwa telah terjadi pencabulan pada hari dan tempat yang telah dijelaskan saksi korban. Namun saksi Sujarianto tidak melihat kalau terdakwa yang melakukan pencabulan kepada saksi korban, namun saksi Sujarianto dapat memastikan bahwa terdakwa yang melakukannya karena mendengar cerita dari saksi korban yang merupakan anak kandung dari saksi Jamaludin, saksi korban bercerita bahwa sudah diperlakukan tidak senonoh oleh terdakwa di asrama belakang apotik firmansah yaitu dipeluk dan dicium oleh terdakwa. Saksi Jamaludin juga membenarkan bahwa akibat dari perbuatan terdakwa, anak saksi Jamaludin merasa takut dan malu jika bertemu dengan orang lain atau teman-temannya, dan anak saksi Jamaludin benar-benar merasa tertekan; 6. Keterangan saksi Wahyudi (saksi verbalisan) membenarkan bahwa telah terjadi pencabulan pada hari dan tempat yang telah dijelaskan saksi korban. Namun saksi Wahyudi tidak melihat kalau terdakwa yang melakukan pencabulan kepada saksi korban, namun saksi Wahyudi menyatakan bahwa dalam melakukan penyidikan terhadap saksi-saksi dan terdakwa, saksi Wahyudi tidak pernah memaksa apalagi dengan kekerasan. Saksi Wahyudi juga membenarkan bahwa saksi Wahyudi tidak pernah menekan terdakwa apalagi memaksa terdakwa untuk menandatangani BAP, malah terdakwa membacanya berulang-ulang dan meminta kepada saksi Wahyudi untuk merubah BAP tersebut sampai 5 (lima) kali baru terdakwa menandatangani; 7. Surat berupa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan oleh penuntut umum di persidangan yang membenarkan bahwa telah tejadi pencabulan, dan yang melakukan pencabulan adalah terdakwa dengan korban anak yaitu saksi korban; 8. Keterangan Terdakwa yang membenarkan seluruh keterangan saksi Wahyudi (saksi verbalisan) yang menyatakan bahwa terdakwa melakukan pencabulan terhadap saksi korban, akan tetapi kemudian terdakwa membantah telah melakukan pencabulan terhadap saksi korban sebagaimana yang dituduhkan kepadanya. Dari fakta-fakta mengenai alat bukti tersebut di atas dapat diketahui bahwa alat bukti yang terdapat dalam Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk meliputi keterangan saksi korban, keterangan saksi testimonium de auditu, keterangan saksi verbalisan, surat, dan keterangan terdakwa. Dalam perkara ini tidak ada alat bukti surat berupa visum et repertum karena pencabulan yang dimaksud bukanlah persetubuhan, melainkan bercium- ciuman yang secara logika tidak menimbulkan bekas ataupun luka apapun. 23 | Putusan Bebas dalam Tindak Pidana Pencabulan Untuk masuk pada inti permasalahan, penulis akan menganalisis fakta hukum yang terungkap di persidangan dikaitkan dengan pertimbangan hakim pada Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk. Dalam Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk hakim memberikan pertimbangan bahwa Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan kepadanya, sehingga Terdakwa dinyatakan tidak bersalah dan harus dibebaskan dari dakwaan penuntut umum. Terdakwa oleh Penuntut Umum telah didakwa dengan dakwaan tunggal yaitu melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak. Dan salah satu unsur pasal tersebut tidak terpenuhi yaitu unsur Unsur dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Tidak terpenuhinya unsur tersebut karena hakim berpendapat bahwa saksi-saksi yang diajukan oleh penuntut umum selain daripada keterangan saksi korban, menerangkan mengetahui adanya pencabulan yaitu dari cerita saksi korban, dan tidak melihat sendiri atau mendengar sendiri peristiwa tersebut. sehingga dengan demikian kesaksian tersebut disebut suatu kesaksian de auditu atau suatu testimonium de auditu, yang tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai suatu kesaksian. Sehingga keterangan saksi korban yang menerangkan jika terdakwa telah melakukan perbuatan pidana pencabulan berdiri sendiri atau dengan kata lain tidak didukung dengan alat bukti sah lainnya. Dasar hakim menyatakan demikian ialah Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya9, maka dengan demikian majelis hakim berpendapat jika unsur ini tidak terpenuhi. Akan tetapi penulis tidak setuju dengan pertimbangan hakim tersebut. Penulis berpendapat bahwa Pasal 185 ayat (2) KUHAP dapat dipatahkan oleh Pasal 185 ayat (3) KUHAP yang menyatakan bahwa ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 185 ayat (2) KUHAP tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya. Berarti dapat disimpulkan bahwa keterangan seorang saksi saja sudah cukup untuk membuktian bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya asalkan disertai dengan suatu alat bukti sah lainnya. Alat bukti sah lainnya yang dapat mendukung keterangan saksi korban ialah keterangan saksi testimonium de auditu dan saksi verbalisan. Mengenai keterangan saksi testimonium de auditu, hakim yang menyatakan bahwa keterangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai suatu kesaksian. Akan tetapi penulis berpendapat bahwa keterangan saksi testimonium de auditu dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah. Pernyataan penulis tersebut didukung oleh penjelasan para ahli, yang mana Andi Hamzah berpendapat bahwa tidak serta merta testimonium de auditu tidak diterima dalam proses pembuktian. Testimonium de auditu perlu pula didengar oleh hakim walaupun tidak mempunyai nilai sebagai bukti kesaksian, tetapi dapat memperkuat keyakinan hakim 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 24 | LENTERA HUKUM yang bersumber kepada dua alat bukti yang lain.10 Selain itu, Wirjono Prodjodikoro dalam buku Andi Hamzah menyatakan bahwa jika ada saksi yang menerangkan telah mendengar terjadinya suatu keadaan dari orang lain, kesaksian semacam ini tidak selalu dapat dikesampingkan begitu saja, mungkin sekali hal pendengaran suatu peristiwa dari orang lain itu dapat berguna untuk penyusunan suatu rangkaian pembuktian terhadap terdakwa.11 Selain itu pendapat penulis juga didukung dengan Yurisprudensi Indonesia yaitu Putusan MK Nomor: 65/PUU-VIII/2010 tertanggal 8 Agustus 2011. Yurisprudensi tersebut menyatakan bahwa Pasal 1 angka 26 dan angka 27 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum megikat sepanjang pengertian saksi tidak dimaknai pula sebagai orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri. Dengan adanya perluasan makna saksi tersebut, maka testimonium de auditu dalam perkara ini dapat dinilai atau dipersamakan dengan saksi atau keterangan saksi. Dengan demikian saksi atau keterangan saksi tersebut dapat mempunyai nilai pembuktian sebagai alat bukti keterangan saksi yang sah. Maka tidak tepat apabila hakim mempertimbangkan bahwasanya keterangan saksi korban hanya berdiri sendiri dan tidak didukung dengan alat bukti sah lainnya. Keterangan saksi korban didukung dengan keterangan beberapa saksi testimonium de auditu yang hampir kesemuanya menyatakan bahwa terdakwa telah mencabuli saksi korban. Mengenai keterangan saksi verbalisan, saksi tersebut menyatakan bahwa telah terjadi pencabulan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap saksi korban. Keterangan saksi verbalisan tersebut memiliki sifat yang kuat karena keterangan saksi verbalisan merupakan kesaksian yang diberikan oleh saksi penyidik dan dikuatkan dengan Berita Acara Penyidikan yang ditandatangani oleh terdakwa, yang berarti bahwa terdakwa membenarkan kesaksian dari penyidik tersebut. Selain alat bukti keterangan saksi, di dalam perkara ini juga terdapat alat bukti surat berupa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibacakan oleh penuntut umum di persidangan. Di dalam perkara ini penuntut umum membacakan BAP saksi Ece yang pada saat persidangan berhalangan hadir. BAP tersebut berisi pernyataan bahwa benar terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa terhadap saksi korban. Pasal 187 huruf a KUHAP pada pokoknya menyatakan bahwa berita acara yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alsan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.12 Sehingga BAP yang dibacakan oleh penuntut umum dalam perkara ini merupakan alat bukti surat yang sah yang dapat membuktikan kesalahan terdakwa. Selain itu di dalam perkara ini juga terdapat alat bukti keterangan terdakwa. Di persidangan, terdakwa pada awalnya membenarkan keterangan saksi Wahyudi (saksi verbalisan) yang menyatakan bahwa benar telah terjadi tindak pidana pencabulan oleh 10 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2001, hlm. 261. 11 Ibid., hlm. 262. 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 25 | Putusan Bebas dalam Tindak Pidana Pencabulan terdakwa terhadap saksi korban. Akan tetapi juga di persidangan setelah itu terdakwa membantah telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap saksi korban. Sehingga keterangan terdakwa menimbulkan keraguan. Akan tetapi apabila ditelisik lebih dalam, terdakwa menyatakan membenarkan seluruh keterangan saksi Wahyudi (saksi verbalisan) dan tentunya keterangan tersebut sesuai dengan BAP pada saat penyidikan. Dan terdakwa baru membantah telah melakukan tindak pidana pencabulan pada saat dimintai keterangan oleh hakim. Perubahan pemikiran yang demikian tentunya dapat menunjukkan keterangan manakah yang dapat diambil dan diyakini sebagai keterangan yang benar. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa keterangan terdakwa yang benar ialah keterangan yang awal yang membenarkan keterangan saksi Wahyudi (saksi Verbalisan) karena didasari dan sesuai dengan BAP pada saat penyidikan. Sedangkan keterangan terdakwa yang selanjutnya tidak memiliki dasar sehingga tidak dapat dinilai sebagai keterangan yang benar. Sehingga dalam perkara ini keterangan terdakwa dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa pertimbangan hakim yang menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana pencabulan tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan. IV. PENUTUP Bentuk surat dakwaan tunggal penuntut umum dalam Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk sudah sesuai dengan perbuatan materiil terdakwa karena perbuatan terdakwa yang dapat dibuktikan sebagai tindak pidana yang dapat dituntut hanya ada satu yaitu tindak pidana pencabulan terhadap anak sehingga tidak perlu menggunakan bentuk surat dakwaan lainnya. Pertimbangan hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah telah melakukan tindak pidana pencabulan dalam Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan karena alat bukti yang dapat membuktikan bahwa terdakwa bersalah telah melakukan tindak pidana pencabulan sudah tercukupi yaitu berupa alat bukti keterangan saksi ditambah dengan alat bukti surat dan alat bukti keterangan terdakwa, sehingga penulis berpendapat bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak sehingga seharusnya terdakwa dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 82 UUPA. DAFTAR PUSTAKA Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2001). Husein, Harun M. Surat Dakwaan, Teknik Penyusunan, Fungsi, dan Permasalahannya (Jakarta: Rineka Cipta, 1994). Hiariej, Eddy O.S. Teori dan Hukum Pembuktian (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, 31 Desember 1981 [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana]. 26 | LENTERA HUKUM Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia NOMOR: SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan, 16 November 1993 [Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia NOMOR: SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan]. Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk, 17 Juli 2014 [Putusan Nomor: 52/Pid.B/2014/PN.Lwk].