Lentera Hukum, Volume 5 Issue 2 (2018), pp. 359-364 ISSN 2355-4673 (Print) 2621-3710 (Online) https://doi.org/10.19184/ ejlh.v5i2.8156 Published by the University of Jember, Indonesia Available online 31 July 2018 Ekologi Demokrasi: Temukan Cara-Cara untuk Memiliki Kehidupan yang Kuat dalam Membentuk Masa Depan (Jakarta: PARA Syndicate, 2017) pp. vii +193. Emanuel Raja Damaitu Widya Karya Catholic University, Indonesia emanuel_fh@widyakarya.ac.id Copyright © 2018 by Author(s) This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. All writings published in this journal are personal views of the authors and do not represent the views of this journal and the author's affiliated institutions. Submitted: July 18, 2018 Revised: July 20, 2018 Accepted: July 31, 2018 Buku ini merupakan salah satu buku yang membahas mengenai bagaimana konsep demokrasi yang seharusnya berjalan di masyarakat saat ini yang menekankan tidak hanya dengan memilih para wakilnya di parlemen melainkan turut serta dalam merumuskan solusi dalam menghadapi permasalahan yang ada di masyarakat. Berbeda dengan buku-buku mengenai demokrasi lainnya, buku ini mengajak pembaca untuk menggugat politik retorika para elit politik dan menjadi sebuah pemahaman yang baru kemudia ditarik mejadi politik kerja „warga‟ dengan melibatkan kepedulian setiap orang. Demokrasi yang ditulis dalam buku ini adalah dalam bentuk sebuah partisipasi seluruh rakyat untuk memenuhi kebutuhan bersama (hlm.21). David Mathews mengajak para pembaca untuk melihat kembali konsep demokrasi Amerika yang masih mencari kembali konsep demokrasi yang sesungguhnya. Buku ini tediri dari tiga bagian yang tertulis secara sistematis. Bagian pertama yang berjudul Demokrasi Dipertimbangkan Kembali berisi problematika untuk memahami dan menjalankan demokrasi. Mathews menyebutkan bahwa ada tujuh problem sistemik dalam sebuah pemerintahan (hlm. 3-5). Problematika tersebut di antaranya pertama, warga yang tidak cukup terlibat. Sebuah contoh yang dituliskan oleh Mathews adalah dengan rendahnya suara pemilih ketika pemilihan umum. Kedua, isu-isu didekati dan HOW TO CITE: Damaitu, Emanuel Raja. “Ekologi Demokrasi: Temukan Cara-Cara untuk Memiliki Kehidupan yang Kuat dalam Membentuk Masa Depan” (2018) 5:2 Lentera Hukum 359-364. 360 | Ekologi Demokrasi: Temukan Cara-Cara untuk Memiliki Kehidupan yang Kuat dalam Membentuk … diperbincangkan dengan cara yang menjadikan politik terbelah. Problem ini berasal dari ujung problem yang pertama yang mengakibatkan ketakutan terhadap sebuah ketidaksepakatan sehingga menghasilkan diskusi yang lunak dan penuh dengan basa basi. Ketiga, tidak adanya penilaian publik yang memadai. Problem susulan yang dirasakan dari sebuah fenomena yang dirasa masyarakat mungkin terlibat tapi keputusan yang dibuat sangat buruk. Keempat, persepsi warga bahwa mereka tidak dapat berbuat apapun dalam politik karena tidak mempunyai sumberdaya yang dibutuhkan.Mathews menyebutkan bahwa permasalahan yang dihadapi warga negara dapat diselesaikan jika para warganya melakukan sebuah tindakan yang nyata. Kelima, warga mungkin melakukan aksi, tetapi usaha mereka tertuju ke berbagai arah yang berbeda sehingga tidak efektif dan tidak saling mendukung. Pemerintah pusat mengambil alih seluruh tanggung jawab lalu membuat aturan dan ketentuan yang melumpuhkan inisiatif warga. Keenam, pengambilan keputusan yang buruk dengan melakukan taksiran yang keliru terhadap sumberdaya yang dimiliki. Mathews menyebutkan bahwa pada kenyataannya problem- problem demokrasi akan muncul terus menerus dan berakar pada kondisi manusia. Demokrasi sangat tergantung pada pembelajaran kolektif yang konstan sekaligus mendorong eksperiman secara terus menerus. Ketujuh, tidak adanya saling kepercayaan antara warga dan sebagian besar lembaga penting pemerintahan dan non-pemerintah. Lembaga-lembaga negara memiliki keraguan kepada warga negaranya bahwa mereka mampu bertanggung jawab. Sedangkan sebaliknya, warga negara melihat lembaga- lembaga negara ini tidak cepat tanggap dan tidak efektif menyelesaikan permasalahan yang dihadapi warga negaranya. Pada bab berikutnya, Mathews menelaah kembali konsep demokrasi konvensional sebagai sistem pemerintahan representatif yang diciptakan melalui pemilihan umum (hlm. 7). Menurutnya, pemerintahan representatif sangat penting, akan tetapi harus didasari pada sebuah landasar kewargaan yang tidak hanya sekedar memberikan suaranya untuk memilih para pemimpin politik saja. Pada halaman berikutnya, dijelaskan pula bagaimana sejarah demokrasi yang dibangun di Amerika, dari gagasan bentuk negara republik dengan sistem pemerintahan representatif hingga kemunculan peran baru warga negara sebagai garda depan untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat di awal abad ke-19. Dari uraian-uraian tersebut, artikel Matthews menggambarkan Karya Demokrasi adalah kerja. Pada bagian kedua yang berjudul Warga dan Komunitas mengupas keberadaan warga dan masyarakat sebagai pusat dari demokrasi. Mathews pada bagian ini menyebutkan bahwa rakyat yang berdaulat secara nyata dan abstrak adalah setiap warga melakukan pekerjaan sipil yang merupakan pekerjaan yang dilakukan bersama dan menghasilkan sesuatu (hlm. 52). Sedangkan warga turut terlibat dan menerima setiap informasi dalam menghadapi dan mencari solusi dari setiap permasalahan yang ada di masyarakat. Selain itu, Mathews mendalilkan bahwa dengan hanya melibatkan warga, hal ini tidak dapat mengatasi seluruh permasalahan sistemik yang dihadapi warga. Namun, dalam paparan selanjutnya disebutkan bahwa akan menjadi lebih baik jika 361 | LENTERA HUKUM warga bertindak bersama-sama secara bijaksana sehingga seluruh masyarakat merasakan manfaatnya (hlm. 68). Bagian paling menarik pada buku ini ini adalah pada bab tujuh yang berjudul Musyawarah dan Keputusan Publik. Negara Amerika yang dikenal dengan paham liberalisme yang menekankan adanya persaingan yang ketat dan individualisme dirasakan oleh Mathews sebagai kegagalan dalam menjalankan konsep demokratis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Sehingga, dia menawarkan sebuah konsep demokrasi deliberatif atau musyawarah mencapai mufakat (lebih dikenal oleh bangsa Indonesia demikian). 1 Hal ini sejalan dengan Demokrasi Deliberatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Jürgen Habermas merupakan sebuah diskursus praktis, formasi opini dan aspirasi politis, proseduralisme atau kedaulatan rakyat sebagai prosedur 2 . Senada dengan yang dikemukakan oleh Rainer Frost 3 bahwa demokrasi deliberatif adalah sebuah proses formasi, argumentatif-diskursif dari sebuah keputusan politis yang dipertimbangkan secara bersama-sama, sifatnya sementara, dan terbuka atas revisi. Musyawarah, bagi Mathews, tidak selalu memecahkan seluruh permasalahan masyarakat. Lebih lanjut, pengambilan keputusan melalui musyawarah tidak diharuskan dalam setiap situasi yang ada di masyarakat. David Mathews pada bagian ini memberikan beberapa permasalahan yang tepat untuk pengambilan keputusan menggunakan musyawarah (hlm. 83). Musyawarah masyarakat akan lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan terhadap permasalahan-permasalahan yang menimbul- kan perpecahan di antara masyarakat. Bagian akhir buku ini berjudul yang lembaga, para Profesional, dan Publik mengulas permasalahan ketidakpercayaan warga terhadap lembaga-lembaga pemerintahan dan bagaimana upaya untuk mengatasinya secara teknis. Salah satu upaya untuk mendapatkan legitimasi kembali adalah dengan mengembalikan kepercayaan publik melalui kegiatan-kegiatan yang transparan (hlm. 127). Banyak lembaga-lembaga negara yang mulai memberikan data-data yang menunjukkan hasil kinerja mereka adalah baik, pekerjaan yang dilakukannya adalah akuntabel. Tetapi David Mathews menganggap bahwa program akuntabilitas tersebut mempunyai tujuan untuk sekedar menjadi langkah-langkah defensif untuk melindungi institusi (hlm. 130). Pada bab lain pada bagian ini, Mathews menawarkan langkah-langkah untuk memperkuat praktik demokrasi. Menurutnya keselarasan yang lebih baik antara 1 Istilah „deliberatif‟ berasal dari bahasa latin „deliberatio‟ yang kemudian disadur ke dalam Bahasa Inggris menjadi ‟deliberation‟ yang mempunyai arti „konsultas; menimbang-nimbang‟. Kemudian dalam istilah politik disebut dengan „musyawarah‟. Lihat dalam F Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif: Menimbang „Negara Hukum‟ Dan „Ruang Publik‟ Dalam Teori Diskursus Jürgen Habermas (Kanisius 2009) 128. Musyawarah Mufakat sebagai nilai demokrasi Indonesia tertuang di dalam sila ke-4 bahwa musyawarah mufakat harus berarti koherensi (kesesuaian) sifat-sifat, strukturdan keadaan negara dengan hakikat rakyat. Lihat Kaelan, Negara Kebangsaan Pancasila: Kultural, Historis, Filosofis, Yuridis, dan Aktualisasinya (Paradigma 2013) 379 2 F Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif: Menimbang „Negara Hukum‟ Dan „Ruang Publik‟ Dalam Teori Diskursus Jürgen Habermas (Kanisius 2009) 128. 3 Hardiman (n 1) 130. 362 | Ekologi Demokrasi: Temukan Cara-Cara untuk Memiliki Kehidupan yang Kuat dalam Membentuk … lembaga dan warga adalah poin penting untuk memperkuat praktik demokrasi. Keselarasan tersebut tidak memerlukan reformasi besar-besaran atau meminta para profesional bekerja terlalu keras dengan mengambil beban tugas baru (hlm. 135). Pada bagian ini juga dicontohkan beberapa upaya penyelerasan, meskipun masih dalam tahap pengembangan, yang sudah dilakukan dalam beberapa permasalahan masyarakat. Mathews juga menekankan bahwa demokrasi adalah sebuah sistem politik yang mengharuskan pembelajaran dari setiap permasalahan yang dihadapi warga. Permasalahan yang dihadapi warga negara tidak pernah habis karena selalu terpusat pada manusia itu sendiri. Tidak ada yang kekuasaan apa pun yang bisa mendikte apa yang harus dilakukan warga, tetapi mereka harus menemukannya sendiri (hlm. 167). Keunggulan buku ini yang membuatnya lebih menarik dibaca adalah penegasan Amerika yang menjadi pelopor demokrasi bagi negara-negara berkembang ternyata masih mencari konsep demokrasi yang tepat bagi negaranya. Dengan menejemahkan demokrasi sebagai sistem yang berdasarkan musyawarah mufakat seperti yang menjadi nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia yang dilengkapi dengan perspektif politik, sosial, dan sejarah, buku ini akan menambah wawasan dalam diskusi konsep demokrasi bagi Indonesia saat ini. Mathews menegaskan demokrasi tidak hanya menjadi sebuah kerja pemerintah pusat melainkan kerja bersama antara warga dengan lembaga negara untuk mencapai tujuan bersama. Diskusi mengenai konsep demokrasi, khususnya di Indonesia, merupakan tema yang sangat menarik saat ini. Indonesia yang selalu mencari konsep demokrasi yang tepat untuk dijalankan dan lebih banyak „mencontek‟ konsep demokrasi dari negara-negara barat. Kekurangan buku ini ketika mendiskusikan mengenai demokrasi deliberatif atau musyawarah mufakat terlalu menonjol pada bidang teknis dan fakta di lapangan. Hal ini baik akan tetapi menjadi lebih baik jika terdapat perbandingan antara konsep demokrasi deliberatif yang dimaksud oleh Mathews dengan konsep lainnya. Seperti halnya yang dilakukan oleh Habermas yang membandingkan konsep demokrasi deliberatif yang dilontarkannya dengan penulis lain. Mathews membahas demokrasi deliberatif hanya pada ruang publik dan warga negara, sedangkan Habermas 4 membahas lebih lengkap dalam dua jalur yaitu pembagian kerja antara sistem politik dan ruang publik atau yang disebutnya “proses deliberasi politis jalur ganda”. Hal serupa juga dilakukan oleh Kaelan 5 yang menjelaskan berbagai macam bentuk demokrasi yang ada di dunia kemudian menarik sebuah benang merah yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Diskusi mengenai musyawarah mufakat pun lebih lengkap dan jelas diutarakan oleh Kaelan yang menjelaskan apa hakikat sebenarnya dari sila ke- 4 Pancasila yang berpangkal pada asas kerakyatan. 6 Kesalahan redaksional dalam penulisan banyak yang terjadi sehingga akan mengurangi nilai kerapian dari buku tersebut. Kekurangan berikutnya adalah pada gaya selingkung atau format penulisan citasi pada buku ini yang menggunakan endnotes. 4 Hardiman (n 2) 132. 5 Kaelan, Negarra Kebangsaan Pancasila (Paradigma) 354–358. 6 (n 5) 378–379. 363 | LENTERA HUKUM Karena pada bagian endnotes banyak sekali informasi tambahan yang dapat menguatkan dan memperkaya substansi di dalamnya. Posisi informasi pada bagian end notes tersebut akan membuat pembaca untuk kesulitan dan memahami secara lebih substansi yang ada di dalamnya. DAFTAR PUSTAKA Hardiman FB, Demokrasi Deliberatif: Menimbang „Negara Hukum‟ Dan „Ruang Publik‟ Dalam Teori Diskursus Jürgen Habermas (Kanisius 2009) Kaelan, Negarra Kebangsaan Pancasila (Paradigma) 364 | Ekologi Demokrasi: Temukan Cara-Cara untuk Memiliki Kehidupan yang Kuat dalam Membentuk … This page is intentionally left blank