Lentera Hukum, Volume 2 Issue 3 (2015), pp. 148-158 ISSN 2355-4673 (Print) 2621-3710 (Online) https://doi.org/10.19184/ ejlh.v2i2.8279 Published by the University of Jember, Indonesia Available online 21 December 2015 Penyelesaian Sengketa Pertanahan Yang Dilakukan Oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi Rizky Permata Dewi University of Jember, Indonesia permatarizky66@gmail.com ABSTRACT The soil is part of the earth called the earth's surface. Along with the rapidly growing era, the rate of population growth and development in Indonesia is increasing, so the basic needs will be higher. However, the number of circles of soil is out of balance. This causes land compensation. As some cases exist in the territory of the Land Office of Ngawi Regency. This article examines the complete forms of land disputes conducted by the Ngawi Land Affairs Office. Based on the literature review, in practice, the overall typology of land disputes in the work area of the Ngawi District Land Office in 2017 from various cases of disputes that are rights-free landings, double certificates, and court decisions are also included in typology relating to juridical data because The Company is related to the voting rights over land and business related to the region in the region of Ngawi Regency with acceptable tariff outside the court and the court. This article concludes with a suggestion to provide certainty and measures that society desires for the process under the effectiveness, efficiency, and legal consent. KEYWORDS: Land Dispute, Tipologies Land Dispute, Settlement of Land Dispute. Copyright © 2015 by Author(s) This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. All writings published in this journal are personal views of the authors and do not represent the views of this journal and the author's affiliated institutions. Submitted: October 05, 2015 Revised: December 02, 2015 Accepted: December 10, 2015 HOW TO CITE: Dewi, Rizky Permata. “Penyelesaian Sengketa Pertanahan Yang dilakukan Oleh Kantor Pertanahan Ngawi” (2015) 2:2 Lentera Hukum 148-158 149 | Penyelesaian Sengketa Pertanahan Yang dilakukan Oleh Kantor Pertanahan Ngawi I.PENDAHULUAN Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia sebagai penunjang kehidupan yang ada di bumi. Seiring dengan perkembangan zaman yang sangat pesat, laju pertumbuhan penduduk dan perkembangan pembangunan di Indonesia semakin meningkat. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan dasar akan tanah semakin tinggi, berbanding terbalik dengan jumlah ketersediaan tanah sudah tidak seimbang. Munculnya sengketa tanah berawal dari adanya pengaduan, klaim, maupun keberatan dari suatu pihak yang merasa dirugikan (perorangan atau badan hukum) yang berisi kebenaran atas tuntutan hak atas tanah baik terhadap status kepemilikan tanah dengan tujuan dapat diselesaikan secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.1 Mengingat sudah semakin banyak kasus-kasus sengketa pertanahan di Indonesia maka diperlukan pengaturan secara serius dan sistematis dari lembaga negara yang secara khusus memiliki wewenang dalam penanganan masalah pertanahan untuk menekan terjadinya sengketa tanah. Semua permasalahan di bidang pertanahan harus diselesaikan secara tuntas agar tujuan penyelesaian kasus pertanahan dapat terealisasi, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan yang berbunyi, “Penyelesaian kasus pertanahan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan mengenai penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah”. Terdapat berbagai macam jalur penyelesaian yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Penyelesaian sengketa tanah secara teoritis dapat dilakukan dengan dua proses, yaitu melalui jalur litigasi (didalam pengadilan) dan jalur nonlitigasi (diluar pengadilan). Jalur litigasi merupakan solusi terakhir apabila upaya penyelesaian sengketa tanah secara perdamaian atau diluar pengadilan tidak mampu menemukan jalan keluar. Sedangkan penyelesaian sengketa diluar pengadilan menggunakan mekanisme yang hidup didalam masyarakat, ada 4 bentuk cara penyelesaiannya seperti musyawarah, konsiliasi, mediasi, serta arbitrase yang lebih dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR). Permasalahan tanah yang terjadi di tengah masyarakat tidak hanya dalam lingkup keluarga saja, namun juga terjadi pada pelaku usaha dan masyarakat serta dapat melibatkan pemerintah. Seperti halnya beberapa permasalahan tanah yang terjadi di Kabupaten Ngawi. Secara sosioligis, kondisi masyarakat di Kabupaten Ngawi mayoritas adalah petani dan buruh tani yang tingkat pendidikannya rendah, sehingga memiliki tingkat kesadaran hukum yang kurang. Akibatnya banyak sekali terjadi sengketa tanah dengan bermacam-macam bentuk, seperti masyarakat dengan perorangan, masyarakat dengan badan hukum, serta masyarakat dengan instansi pemerintah yang sampai kini belum menemukan titik terang untuk penyelesaian permasalahan tersebut. Penyelesaian sengketa pertanahan di Kabupaten Ngawi sering berlarut-larut, akan tetapi pihak Kantor Pertanahan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat 1 Rusmadi Murad. 1991. Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah. Mandar Maju. Bandung. hlm. 22. 150 | LENTERA HUKUM memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap masyarakat pencari keadilan dalam memperoleh kebenaran tanpa mengalami berbagai kerugian secara materiil maupun non materiil. Jika dilihat dari segi yuridis masalah tanah merupakan hal yang cukup sulit pemecahannya, karena persoalan tanah tidak sedikit melibatkan beberapa instansi yang langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan sengketa yang diajukan ke pengadilan. Dalam praktiknya, di Kabupaten Ngawi terdapat beberapa permasalahan tanah yang telah diselesaikan dengan baik oleh Kantor Pertanahan, namun banyak para pihak yang bersengketa memilih jalur litigasi sebagai sarana terakhir dalam penyelesaian sengketa, disebabkan adanya pemahaman yang kurang mengenai macam-macam bentuk penyelesaian sengketa pertanahan, selain itu persengketaan tersebut tidak segera mencapai kata mufakat serta dinilai tidak dapat diselesaikan di tingkat Kantor Pertanahan. Rumusan masalahnya yang pertama yaitu, bagaimana tipologi sengketa pertanahan yang ada di wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, serta bagaimana upaya penyelesaian hukum sengketa pertanahan jika tidak dapat diselesaikan di tingkat Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Metode penelitian yang digunakan yaitu tipe penelitian yuridis normatif (legal research) yaitu tipe penelitian yang difokuskan untuk menguji penerapan kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. II. TIPOLOGI SENGKETA PERTANAHAN YANG ADA DI WILAYAH KERJA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN NGAWI Tipologi kasus pertanahan merupakan jenis sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang diajukan dan ditangani melalui bagian seksi penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan untuk diselesaikan baik melalui upaya di pengadilan atau di luar pengadilan. Proses inventarisasi dan upaya penyelesaian kasus pertanahan ini diproses berdasarkan tipologi kasus pertanahan masing-masing. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya sengketa di antaranya yaitu pertama, peraturan yang belum lengkap; kedua, ketidaksesuaian peraturan; ketiga, pejabat pertanahan yang kurang tanggap terhadap kebutuhan dan jumlah tanah yang tersedia; keempat, data yang kurang akurat dan kurang lengkap; kelima, data tanah yang keliru; keenam, keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah; ketujuh, transaksi tanah yang keliru, ulah pemohon hak; dan kedelapan, adanya penyelesaian dari instansi lain sehingga terjadi tumpang tindih kewenangan.2 Berdasarkan bab II penggolongan angka 9 Petunjuk Teknis Nomor 01/JUKNIS/DV/2007 tentang Pemetaan Masalah dan Akar Masalah Pertanahan yang terdapat dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan dijelaskan bahwa tipologi masalah pertanahan adalah jenis sengketa, konflik 2 Elza Syarief. 2012. Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Pertanahan. Kepustakaan Populer Gramedia. Jakarta. hlm. 8. 151 | Penyelesaian Sengketa Pertanahan Yang dilakukan Oleh Kantor Pertanahan Ngawi dan atau perkara pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi: 3 1. Penguasaan tanah tanpa hak yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak atau belum dilekati hak (tanah negara), maupun yang telah dilekati hak oleh pihak tertentu; 2. Sengketa batas atau letak bidang tanah yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas; 3. Sengketa waris yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan diatas tanah tertentu yang berasal dari warisan; 4. Jual berkali-kali, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan diatas tanah tertentu yang diperoleh dari jual beli kepada lebih dari satu orang; 5. Sertipikat ganda, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu yang memiliki sertipikat hak atas tanah lebih dari satu; 6. Sertipikat pengganti, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu yang telah diterbitkan sertipikat hak atas tanah pengganti; 7. Akta jual beli palsu, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu karena adanya akta jual beli palsu; 8. Kekeliruan penunjukan batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai, kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia berdasarkan penunjukan batas yang salah; 9. Tumpang tindih, yaitu perbedaan pendapat, nilai, kepentingan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak tertentu karena terdapatnya tumpang tindih batas kepemilikan tanahnya; 10. Pelaksanaan Putusan Pengadilan yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai putusan badan peradilan yang berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah tertentu. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Widodo, selaku Kepala Seksi Penanganan Sengketa, Konflik, dan Perkara Pertanahan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, sengketa pertanahan yang ada di wilayah Kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi terdapat 4 kasus sengketa pertanahan yang ada di wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi pada tahun 2017 dengan tipologi yang pertama yaitu, penguasaan tanah tanpa hak sebanyak 1 kasus yaitu engketa penguasaan tanah 3 Diakses dari http://www.bpn.go.id/Program/Penanganan-Kasus-Pertanahan pada hari senin, 4 Juni 2018, pukul 22.40 WIB. http://www.bpn.go.id/Program/Penanganan-Kasus-Pertanahan 152 | LENTERA HUKUM tanpa hak ini terjadi pada kasus Agus Prasetyo (tergugat) dan Sriatun (penggugat). Dalam kasus ini, Sriatun (penggugat) merasa memiliki hak milik atas tanah dengan Nomor M.1927 yang berada di Desa Ketanggi Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi. Namun objek sengketa (tanah dikuasi oleh Agus Prasetyo selaku tergugat). Dalam kasus ini objek sengketa dikuasai oleh pihak Agus Prasetyo (tergugat) yang tidak memiliki hak atas tanah yang dikuasainya. Sriatun (penggugat) tidak terima atas penguasaan tanah miliknya, maka dari itu pihak Sriatun (penggugat) menggugat Agus Prasetyo (tergugat). Pada kasus tersebut sebelumnya telah dilakukan upaya mediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, namun tidak berhasil; kedua, sertipikat ganda sebanyak 1 kasus, kasus sertipikat ganda ini terjadi pada kasus Sayem (penggugat) kepada Djirah (tergugat) dimana kasus sengketanya adalah adanya penguasahan hak milik tanah dengan Nomor M. 511 milik Sayem (penggugat). Sengketa tersebut terjadi karena adanya tumpang tindih sertipikat hak atas tanah antara sertipikat yang dimiliki oleh Sayem (penggugat) dan Djirah (tergugat). Tumpang tindih sertipikat tersebut terjadi karena belum semua bidang tanah bersertipikat terpetakan di peta pendaftaran. Penyebab belum semua bidang tanah terpetakan karena peta dasar pendaftaran yang dimiliki Badan Pertanahan Nasional cakupannya masih sangat terbatas. Maka dari itu, Badan Pertanahan Nasional saat ini akan memetakan setiap penerbitan sertipikat di peta dasar pendaftaran ketika seripikat pertama kali diterbitkan agar tidak terulang kembali terjadi penerbitan sertipikat ganda; serta, pelaksanaan putusan pengadilan sebanyak 2 kasus, yang pertama adalah sengketa pelelangan yang melibatkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Ngawi, Kantor Kekayaan Negara dan Lelang (KPNKL) Madiun serta Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Ngawi. Dalam kasus ini penggugat keberatan dengan rencana pelelangan sebagai objek hak tanggungan dengan Nomor M. 3037 dimana pihak BRI Cabang Ngawi akan melelang objek hak tanggungan pada tanggal 10 Maret 2017 di Jalan Serayu Timur Nomor 141 Madiun. Pada awalnya Murniati (penggugat) telah sepakat untuk menyelesaikan pinjaman kepada BRI Cabang Ngawi (tergugat I) senilai Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), pihak penggugat sudah membayar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) namun kondisi Murniati (penggugat) sakit karena kecelakaan, kemudian penggugat menyatakan sanggup membayar kekurangan sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) bilamana pihak BRI Cabang Ngawi memberikan waktu kepada penggugat untuk menjual aset yang ditempati oleh penggugat. Kasus ini sudah ditangani oleh Kantor Pertanahan Ngawi, namun pihak BRI Cabang Ngawi tidak mau menerima musyawarah bersama atau mediasi dan akan melelang objek hak tanggungan tersebut. Kasus tersebut sudah melalui proses peradilan dengan Putusan Nomor 05/Pdt.G/2017/PN Ngawi. Dalam kasus ini, penggugat menyatakan banding ke pengadilan tinggi Surabaya. Dalam banding ini, pengadilan tinggi Surabaya menyatakan menolak banding dari penggugat dan menerbitkan putusan baru dengan Nomor 05/Pdt.G/2017/PN Ngawi Jo.649/PPT/2017/PT Surabaya dengan amar menerima permohonan banding pembanding semula penggugat, menguatkan 153 | Penyelesaian Sengketa Pertanahan Yang dilakukan Oleh Kantor Pertanahan Ngawi putusan Pengadilan Negeri Ngawi dengan Nomor 05/Pdt.G/2017/PN Ngawi, dan menghukum pembanding dengan biaya perkara Rp. 150.000; kasus yang kedua yaitu perlawanan atas permohonan eksekusi atas putusan Pengadilan Negeri Nomor 20/Pdt.G/2016 PN Ngawi dan PT.152/Pdt/217/PT. Surabaya. Kasus ini bermula dari tanah dengan hak milik Nomor M. 354 yang masuk dalam lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol namun tidak tercapai kata sepakat sehingga pemilik tanah mengajukan gugatan. Dalam hal ini Drs. H. Djoko Wijono (penggugat) memohon agar pelaksanaan eksekusi yang akan dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direkyorat Jendral Bina Marga Direktorat Jalan Bebas Hambatan, Perkotaan, dan Fasilitas Jalan daerah Satuan Kerja Inventarisasi dan Pengadaan Lahan Pengadaan Tanah Jalan Tol (tergugat) ditunda pelaksanaannya sampai Putusan Pengadilan Negeri Ngawi dan Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya berkekuatan hukum tetap. Kasus ini dalam proses banding setelah sebelumnya kasus ini sudah diputuskan oleh Pengadilan Negeri Ngawi dengan Nomor 18/Pdt.G/2017 PN Ngawi. Secara umum kasus pertanahan tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu: 1. Terbatasnya pengetahuan teknis dan kurangnya pengetahuan dan pemahaman hukum serta terjadinya kekeliruan dalam menerapkan peraturan dan kebijaksanaan yang ada; 2. Kurangya kesadaran hukum masyarakat maupun aparat penegak hukum dalam menerapkan peraturan-peraturan yang ada yang menyebabkan timbulnya perilaku- perilaku yang menyimpang dari hukum; 3. Adanya unsur wanprestasi atau ingkar janji; 4. Adanya unsur penipuan. Berdasarkan tiap-tiap perkara yang diteliti diatas, rata-rata ditemukan pihak yang bersengketa mengalami kendala yaitu kelemahan dalam pengetahuan teknis dan pemahaman hukum dalam bidang pertanahan. Terbatasnya pengetahuan teknis dalam hukum pertanahan serta terjadinya kekeliruan dalam menerapkan kebijaksanaan merupakan penyebab utama dan yang paling dominan yang melatarbelakangi berbagai kasus yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sudah cukup baik dalam memetakan tipologi kasus yang ada. Hal ini dikarenakan tiap kasus pertanahan memiliki tipologi yang berbeda-beda sehingga proses penyelesaiannya membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda pula. Seperti halnya sengketa mengenai sertipikat ganda harus bisa diminimalisir oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Sudah seharusnya tanah-tanah yang telah didaftarkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dilakukan pencatatan dan pencoretan pada peta-peta pendaftaran, sehingga apabila tanah tersebut didaftarkan lagi maka dapat diketahui tanah tersebut sudah bersertipikat atau belum. Jadi, data yang ada belum sistematis meskipun sekarang sudah ada perbaikan akan tetapi masih banyak sertipikat lama yang tidak terimpentarisir sehingga memungkinkan munculnya sertipikat ganda karena ketidak telitian Pejabat Kantor Pertanahan dalam menerbitkan sertipikat tanah, disamping masih adanya orang yang berbuat untuk memperoleh keuntungan pribadi sehingga bertindak menyeleweng dalam artian tidak melaksanakan 154 | LENTERA HUKUM tugas dan tanggung jawabnya. Untuk melaksanakan sebelas agenda Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI), khususnya agenda ke lima (5) yaitu menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis, maka Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam hal ini adalah Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sebagaimana tugas pokok dan fungsinya dalam menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan, salah satunya ditempuh melalui jalur mediasi beserta administrasinya. III. UPAYA PENYELESAIAN HUKUM SENGKETA PERTANAHAN JIKA TIDAK DAPAT DISELESAIKAN DI TINGKAT KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN NGAWI Kasus-kasus yang menyangkut sengketa di bidang pertanahan dapat dikatakan tidak pernah surut, bahkan mempunyai kecenderungan untuk terus meningkat didalam kompleksitasnya maupun kuantitasnya seiring dinamika dibidang ekonomi, sosial, dan politik. Bergulirnya reformasi yang dimulai pertengahan tahun 1998, akhirnya bergerak di segala bidang termasuk di antaranya bidang pertanahan. Sejak dahulu persoalan pertanahan selalu ada dan menarik untuk dibahas penyelesaiannya. Suatu sengketa hak atas tanah sendiri timbul karena adanya pengaduan, klaim, maupun keberatan dari suatu pihak yang merasa dirugikan yaitu perorangan atau badan hukum yang berisi kebenaran atas tuntutan hak atas tanah terhadap status serta kepemilikan tanah dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, dimana keputusan Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tertentu dan bertujuan agar dapat diselesaikan secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Persoalan tanah selama ini sangat relevan untuk dikaji bersama-sama dan dipertimbangkan secara mendalam dan seksama dalam kaitannya dengan kebijakan dibidang pertanahan selama ini. Hal ini disebabkan karena ditingkat implementasi kebijakan yang diperlihatkan selama ini telah mengabaikan aspek struktural penguasaan tanah yang pada akhirnya menimbulkan berbagai macam sengketa. Sengketa pertanahan yang muncul tiap tahunnya menunjukkan bahwa penanganan tentang kebijakan pertanahan di Indonesia belum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Apabila dilihat dari kasus-kasus sengketa pertanahan yang ada, umumnya posisi rakyat sangat lemah dibandingkan dengan posisi negara dan pemodal yang sangat kuat dalam menentukan arah dan corak perubahan sosial di Indonesia, yang selalu dinyatakan dengan alasan untuk kepentingan umum. Lemahnya posisi rakyat juga terlihat dalam proses dinamika sengketa itu sendiri. Berbagai sengketa atas tanah telah mendatangkan berbagai dampak, antara lain yaitu semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan akan tanah. Dampak lanjutan yang potensial terjadi adalah penurunan produktivitas kerja atau usaha karena selama sengketa berlangsung, pihak-pihak yang terlibat harus mencurahkan tenaga dan pikirannya, serta meluangkan waktu secara khusus terhadap sengketa pertanahan yang 155 | Penyelesaian Sengketa Pertanahan Yang dilakukan Oleh Kantor Pertanahan Ngawi sedang dihadapi. Dampak sosialnya akan menimbulkan penurunan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah berkenaan dengan pelaksanaan tata ruang. Selama terjadinya sengketa pertanahan, ruang atas suatu wilayah dan atas tanah yang menjadi objek sengketa biasanya berada dalam keadaan status a quo sehingga ruang atas tanah yang bersangkutan tidak dapat dimanfaatkan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas sumber daya lingkungan yang dapat merugikan kepentingan banyak pihak. Pada hakikatnya keberadaan cara penyelesaian sengketa pertanahan telah ada sejak adanya manusia itu sendiri. Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, membawa manusia itu kedalam berbagai konflik, baik dengan manusia lain dalam lingkungan bahkan dengan dirinya sendiri.4 Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi merupakan lembaga pemerintahan di bidang pertanahan yang bertugas melaksanakan serta mengembangkan adminstrasi pertanahan di wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi. Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi memiliki kewenangan sebagai perpanjangan tangan dari tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk menyelesaikan sengketa tanah yang diterima dan didaftarkan oleh para pihak yang bersengketa. Dasar hukum kewenangan Kantor Pertanahan dalam menyelesaikan sengketa tanah tersebut sudah tercantum dalam Pasal 30 huruf g Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Dan Kantor Pertanahan. Kewenangan untuk melakukan koreksi terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara dibidang pertanahan (sertifikat / Surat Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah) hanya ada pada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sengketa hak atas tanah meliputi beberapa macam antara lain mengenai status tanah, siapa-siapa yang berhak, bantahan terhadap bukti-bukti perolehan yang menjadi dasar pemberian hak atau pendaftaran dalam buku tanah dan sebagainya. Kasus sengketa tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi pada tahun 2017 cukup beragam. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kepala Seksi Penanganan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, cara penyelesaian sengketa pertanahan di Kabupaten Ngawi lebih cenderung diselesaikan lewat jalur pengadilan, dalam hal ini yaitu Pengadilan Negeri. Padahal didalam kasus sengketa pertanahan yang ada di Kabupaten Ngawi sudah seharusnya Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi mampu melakukan mediasi atau proses penyelesaian di luar pengadilan. Hal ini dikarenakan ada opsi yang bisa ditempuh melalui penyelesaian di luar pengadilan. Proses penyelesaian sengketa pertanahan di luar pengadilan adalah melalui Altenatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute 4 Sri Hajati, Agus Sekarmadji, dan Sri Winarsi. 2014. Model Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi Dalam Mewujudkan Penyelesaian Yang Efisiensi Dan Berkepastian Hukum. Jurnal Dinamika Hukum. Vol. 13 No. 1. hlm. 39. 156 | LENTERA HUKUM Resolution (ADR). Ada juga yang menyebutnya sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Secara Kooperatif (MPSSK).5 Menurut Takdir Rahmadi proses penyelesaian sengketa pertanahan melalui jalur mediasi memiliki beberapa keuntungan, diantaranya:6 1. Penyelenggaraan proses mediasi tidak diatur secara rinci dalam peraturan perundang-undangan sehingga para pihak memiliki keluwesan atau keleluasaan dan tidak terperangkap dalam bentuk-bentuk formalisme; 2. Dari segi biaya, waktu dan pemikiran, mediasi dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan relatif murah dibandingkan membawa sengketa tersebut ke jalur pengadilan; 3. Pada umumnya mediasi diselenggarakan secara tertutup atau rahasia, artinya bahwa hanya para pihak dan mediator yang menghadiri proses mediasi, sedangkan pihak lain tidak diperkenankan; 4. Dalam prosess mediasi, para pihak materiil dan principal dapat secara langsung berperan serta dalam melakukan perundingan tawar menawar untuk mencari kesepakatan; 5. Para pihak melalui proses mediasi dapat membahas berbagai aspek atau sisi dari perselisihan mereka, tidak hanya dari aspek hukum tetapi juga dari aspek-aspek lainnnya; 6. Sesuai dengan sifatnya yang konsensual atau mufakat dan kolaboratif, mediasi dapat menghasilkan penyelesaian menang-menang (win-win solution) bagi para pihak. Namun penyelesaian sengketa melalui mediasi juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:7 1. Bahwa mediasi hanya dapat diselenggarakan secara efektif jika para pihak memiliki kemauan atau keinginan untuk menyelesaikan sengketa secara konsensus; 2. Pihak yang tidak beritikad baik dapat memanfaatkan proses mediasi dengan taktik untuk mengulur-ulur waktu penyelesaian sengketa, misalnya dengan tidak mematuhi jadwal sesi-sesi mediasi atau berunding; 3. Beberapa jenis kasus tidak dapat dimediasi; 4. Mediasi dipandang tidak tepat untuk digunakan jika masalah pokok dalam sebuah sengketa adalah soal penentuan hak (right) karena soal penentuan hak harus diputus oleh hakim; 5. Secara normatif, mediasi hanya dapat ditempuh atau digunakan dalam lapangan hukum privat dan tidak dalam lapangan hukum pidana. Pada saat ini upaya penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi memiliki banyak kekurangan, antara lain:8 5 Priyatna Abdurrasyid. 2002. Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa. Fikahati Aneska. Jakarta. hlm. 11. 6 Takdir Rahmadi. 1994. Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Konteks Masyarakat Indonesia Masa Kini. PT Radja Grafindo Persada. Jakarta. hlm. 21-24. 7 Ibid. hlm. 27-28. 8 M. Aulia Reza Utama. 2017. Peranan Peradilan Pertanahan Dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan. Badamai Jurnal Hukum. Vol. 2. No. 1. hlm. 144. 157 | Penyelesaian Sengketa Pertanahan Yang dilakukan Oleh Kantor Pertanahan Ngawi 6. Pengadilan sudah sarat beban; 7. Prosedur dan proses sangat birokratis; 8. Butuh waktu lama; 9. Biaya mahal; 10. Posisi para pihak saling bermusuhan; 11. Sidang dilakukan terbuka untuk umum; 12. Hasil putusan kalah-menang (win-lose); 13. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas putusan. Dengan mengacu pada uraian diatas, sudah seharusnya para pihak yang bersengketa lebih memilih upaya penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi. Karena dapat diketahui bahwa lebih banyak keuntungan yang didapat dari penyelesaian sengketa pertanahan melalui jalur non litigasi jika dibandingkan dengan penyelesaian melalui jalur litigasi. Menurut hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 08 Mei 2018 dengan narasumber yaitu Bapak Widodo, selaku Kepala Seksi Penanganan Sengketa, Konflik, dan Perkara Pertanahan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi, didapat keterangan dan data bahwa pelaksanaan mediasi penyelesaian sengketa pertanahan yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi sudah dilaksanakan sesuai dengan Petunjuk Teknis Nomor 05/JUKNIS/DV/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi yang merupakan Peraturan Pelaksana dari Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan. Namun semua permasalahan dikembalikan kepada masing-masing pihak yang bersengketa. Terkait dengan data kasus sengketa pertanahan yang ada di wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi secara keseluruhan dinilai tidak berhasil, dengan kata lain bahwa upaya penyelesaian sengketa pertanahan melalui cara mediasi yang dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi selalu gagal dan cenderung dilanjutkan pada jalur litigasi/ pengadilan dikarenakan penyelesaian dengan cara mediasi dianggap kurang efektif dan tidak dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa. IV.PENUTUP Tipologi sengketa pertanahan dapat dikelompokkan menjadi sengketa hak atas tanah perihal data fisik dan data yuridis. Sengketa atas tanah yang tergolong dalam sengketa data fisik memuat perselisihan yang menyangkut letak, batas dan luas bidang tanah dan keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya. Sedangkan sengketa yang tergolong data yuridis memuat perselisihan yang menyangkut keterangan mengenai status hukum bidang tanah, pemegang hak, hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Berdasarkan hasil penelitian, pada tahun 2017 terdapat 4 kasus sengketa pertanahan yang ada di wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi dengan tipologi yang berbeda, yaitu meliputi penguasaan tanah tanpa hak sebanyak 1 kasus, sertifikat ganda sebanyak 1 kasus, serta putusan pengadilan sebanyak 2 kasus. Sedangkan, upaya mediasi yang telah dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten 158 | LENTERA HUKUM Ngawi dengan para pihak yang bersengketa sesuai dengan Petunjuk Teknis Nomor 05/JUKNIS/DV/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi. Namun, sengketa pertanahan yang ada di wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi secara keseluruhan tidak dapat diselesaikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi melalui alternatif penyelesaian sengketa (APS) yaitu mediasi dikarenakan para pihak tidak ingin kehilangan objek sengketa serta tetap dalam pendirian masing-masing yaitu saling mempertahankan status hak atas tanah yang menjadi objek sengketa tersebut. Maka, bentuk upaya penyelesaian hukum kasus pertanahan di wilayah kerja Kantor Pertanahan Kabupaten Ngawi cenderung diselesaikan di tingkat Pengadilan Umum, dalam hal ini yaitu Pengadilan Negeri Ngawi. Maka dari itu untuk menghindari adanya kasus sengketa pertanahan yang tidak dapat diselesaikan oleh Kantor Pertanahan, pihak Kantor Pertanahan menghimbau kepada masyarakat dengan melakukan sosialisasi mengenai keberadaan alternatif penyelesaian sengketa serta perlu dilakukan pendidikan dan latiah bagi setiap pegawai Kantor Pertanahan khususnya pada seksi penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan dan lembaga yang berkompeten dalam menangani kasus sengketa pertanahan agar tercapai salah satu dari 11 agenda prioritas Badan Pertanahan Nasional, yaitu menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis. DAFTAR PUSTAKA Elza Syarief. 2012. Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Pertanahan. Jakarta. Kepustakaan Populer Gramedia. Priyatna Abdurrasyid. 2002. Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa. Fikahati Aneska. Jakarta. Rusmadi Murad. 1991. Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah. Bandung. Mandar Maju. Takdir Rahmadi. 1994. Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Konteks Masyarakat Indonesia Masa Kini. Jakarta. PT Radja Grafindo Persada. Sri Hajati, Agus Sekarmadji, dan Sri Winarsi. 2014. Model Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Mediasi Dalam Mewujudkan Penyelesaian Yang Efisiensi Dan Berkepastian Hukum. Jurnal Dinamika Hukum. Vol. 13 No. 1. M. Aulia Reza Utama. 2017. Peranan Peradilan Pertanahan Dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan. Badamai Jurnal Hukum. Vol. 2. No. 1. Diakses dari http://www.bpn.go.id/Program/Penanganan-Kasus-Pertanahan pada hari senin, 4 Juni 2018, pukul 22.40 WIB. http://www.bpn.go.id/Program/Penanganan-Kasus-Pertanahan