Lentera Hukum, Volume 3 Issue 3 (2016), pp. 219-236 ISSN 2355-4673 (Print) 2621-3710 (Online) https://doi.org/10.19184/ ejlh.v3i3.9074 Published by the University of Jember, Indonesia Available online 21 December 2016 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro Rizkyta Hamdany Jelmara University of Jember, Indonesia rizkytahamdany@gmail.com ABSTRACT One of the development efforts within the national development framework organized by the Government is development for the Public Interest. Development for the Public Interest requires land as a means. Among the activities categorized in the public interest in Act No. 2 of 2012 are upstream oil and gas business activities. Oil and Gas is a non-renewable strategic natural resource controlled by the state and is a vital commodity that plays an important role in the supply of industrial raw materials, meeting energy needs in the country, and as a foreign exchange earner. In all developments involving upstream oil and gas business activities, especially in the land area, land can not be separated from the ingredients, one of which is land acquisition in the Jambaran Tiung Biru project located in Bojonegoro Regency. Based on Act No. 2 of 2012 and the implementing regulations of Presidential Regulation No. 71 of 2012, land acquisition starts from the planning, preparation, implementation, and delivery stages. For the acquisition of Perhutani land, it uses a loan to use the forest area and for the village treasury by swapping. Furthermore, a form of legal action can be taken as a result of the land acquisition of the Jambaran Tiung Biru project in Bojonegoro District, namely, firstly, a state administrative dispute through a claim to the State Administrative Court, while civil disputes through an objection to the District Court. KEYWORDS: Acquisitions of Land, Public Interest, Upstream Activities, Oil and Gas. Copyright © 2016 by Author(s) This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. All writings published in this journal are personal views of the authors and do not represent the views of this journal and the author's affiliated institutions. Submitted: October 05, 2016 Revised: November 08, 2016 Accepted: December 10, 2016 HOW TO CITE: Jelmara, Rizkyta Hamdani. “Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro “(2016) 3:3 Lentera Hukum 219-236 220 | Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro I. PENDAHULUAN Tanah merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar, hampir seluruh kegiatan aktifitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung bergantung pada tanah. Meningkatnya pertumbuhan penduduk semakin mendorong kebutuhan akan tanah, akibatnya antara kebutuhan dan ketersediaan akan tanah menjadi tidak seimbang, yang mana semakin lama tanah semakin sulit didapatkan. Dikarenakan tanah merupakan sumber daya alam yang sifatnya terbatas dan tidak akan bertambah luasnya, maka dari itu pemanfaatannya harus diperhatikan dengan baik dan bijak. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tercantum pada Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, atau yang selanjutnya disebut sebagai (UUD NRI 1945) adalah memajukan kesejahteraan umum, maka dari itu salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan umum adalah dengan mengadakan pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterahkan masyarakat, tentunya pembangunan tersebut tidak terlepas dari kebutuhan akan tanah sebagai sarananya. Dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum ketersediaan akan tanah sangat terbatas, realitanya tanah di Indonesia kebanyakan telah dimiliki dan sudah dilekati dengan hak atas tanah masing-masing. Konsekuensinya apabila ada kegiatan pembangunan yang membutuhkan tanah, sebagai jalan keluar yang dapat ditempuh adalah dengan cara mengambil alih tanah-tanah hak tersebut, baik berupa tanah hak milik atau tanah hak ulayat. Kegiatan mengambil alih oleh pemerintah dalam rangka menyelenggarakan pembangunan untuk kepentingan umum inilah yang disebut dengan pengadaan tanah. Pengadaan tanah merupakan suatu keharusan untuk menunjang terwujudnya sarana umum dan apabila ternyata pemerintah sendiri tidak mempunyai tanah untuk itu, maka satu-satunya jalan dengan pengadaan tanah dari tanah yang dihaki atau dimiliki oleh masyarakat baik secara individual maupun kelembagaan”.1 Salah satu kegiatan yang dikategorikan dalam kepentingan umum dalam Undang-Undang Pengadaan Tanah adalah kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (hulu migas). Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang dikuasai oleh negara dan salah satu komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pendapatan negara guna memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional. Sektor hulu migas di Indonesia telah berkontribusi terhadap penerimaan negara yang sangat signifikan. Pada 2005, penerimaan pemerintah dari sektor hulu migas mencapai 33% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), 2015 turun menjadi 20,6% dan pada 2016 diperkirakan hanya mencapai 7,7%. Turunnya persentase ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: tinggi rendahnya harga minyak yang dipengaruhi dinamika industri migas global, dan produksi atau lifting yang cenderung turun belakangan ini. disamping itu, naiknya penerimaan dari sektor non-migas telah 1 Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Jakarta, Jala Permata Aksara, 2010, hlm. 5. 221 | LENTERA HUKUM meningkatkan penerimaan APBN yang berdampak secara persentase terhadap total APBN.2 Penemuan cadangan baru yang berukuran besar semakin jarang terjadi, sementara produksi minyak semakin turun secara alamiah meskipun berbagai upaya dilakukan untuk menahan laju penurunan produksi tersebut. Turunnya produksi minyak dan minimnya tambahan cadangan minyak baru akan membuat semakin tingginya ketergantungan terhadap pasokan dari luar negeri. Situasi ini akan memperlemah ketahanan energi yang selanjutnya berdampak terhadap ketahanan nasional.3 Industri migas berbeda dengan industri manufaktur dan industri lain karena harus didahului dengan kegiatan eksplorasi untuk memastikan adanya akumulasi cadangan migas yang komersial, masih diperlukan waktu yang cukup lama untuk persiapan pengembangan sampai migas tersebut siap diproduksi.4 Di dalam kegiatan eksplorasi khususnya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) yang beroperasi di onshore (darat) tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan tanah sebagai sarananya, maka dari itu kegiatan pengadaan tanah menjadi sangat penting bagi kelangsungan kegiatan industri hulu migas di Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan norma-norma dalam hukum positif yang berlaku. Adapun pendekatan masalah yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang diteliti5, dan pendekatan konseptual yang dilakukan dengan meneliti doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang diteliti.6 I. PROSEDUR PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH PROYEK JAMBARAN TIUNG BIRU DI KABUPATEN BOJONEGORO Sebagaimana kajian dalam tulisan ini tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi Proyek Jambaran Tiung Biru, pelaksanaan pengadaan tanah di Kabupaten Bojonegoro terdiri atas tnah perhutani, tanah kas desa , dan tanah hak milik masyarakat desa setempat, Untuk perolehan tanah perhutani Proyek Jambaran Tiung Biru menurut penetapan lokasi dilakukan meliputi area Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bojonegoro dan Padangan yang tersebar di 4 (empat) desa, yaitu Desa Kaliombo, Desa Dolokgede, Desa Kalisumber, dan Desa Bandungrejo dengan prosedur izin pinjam pakai kawasan hutan. 2 Benny Lubiantara, Paradigma Baru Pengelolaan Sektor Hulu Migas dan Ketahanan Energi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2017, hlm 34 3 Ibid, hlm 33-34 4 Ibid, hlm 40 5 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Grop, 2016, hlm 133- 134 6 Ibid, hlm 136 222 | Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro Prosedur Izin pinjam pakai kawasan hutan Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.18/Menhut-II/2011 Pasal 1 angka 8, Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan adalah izin yang diberikan untuk menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan. Menurut Pasal 4 penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang salah satuanya pada poin b termasuk meliputi pertambangan meliputi pertambangan minyak dan gas bumi, mineral, batubara dan panas bumi termasuk sarana dan prasarana. Menurut Pasal 11 permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan diajukan oleh : a. Menteri atau pejabat setingkat menteri; b. Gubernur; c. Bupati/Walikota; d. pimpinan badan usaha; atau e. ketua yayasan. Yang kemudian permohonan tersebut diajukan kepada Menteri. Untuk Proyek Jambaran Tiung Biru pemohon tanah perhutani oleh (SKK Migas-PEPC) yang kemudian diajukan kepada Menteri. Selanjutnya berdasarkan Pasal 12 permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan wajib memenuhi persyaratan administrasi dan teknis sebagaimana yang sudah diatur dalam peraturan tersebut, berdasarkan Pasal 15 setelah menerima permohonan, Menteri memerintahkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan untuk melakukan penilaian persyaratan administrasi dan teknis serta mengkoordinasikan pertimbangan teknis dari Eselon I terkait lingkup Kementerian Kehutanan dan Direktur Utama Perum Perhutani dalam hal berada pada areal kerja Perum Perhutani. Pasal 15 ayat (3) dalam hal permohonan memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan menyampaikan surat permintaan pertimbangan teknik kepada : a. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, apabila lokasi yang dimohon berada pada kawasan hutan lindung. b. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan, apabila lokasi yang dimohon berada pada kawasan hutan produksi. c. Direktur Utama Perum Perhutani, apabila lokasi yang dimohon berada pada wilayah kerja perum perhutani. Berdasarkan surat permintaan, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam atau Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan atau Direktur Utama Perum Perhutani menyampaikan pertimbangan teknis kepada Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, dari pertimbangan teknis tersebut Direktur Jenderal Planologi Kehutanan menyampaikan pertimbangan atas permohonan pinjam pakai kawasan hutan kepada Menteri, setelah menerima pertimbangan teknis selanjutnya Menteri menerbitkan surat persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan. Untuk perolehan tanah kas desa Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro menurut infomasi yang di dapat pada PT Pertamina EP Cepu tersebar meliputi 2 (dua), yaitu Desa Pelem dan Desa Bandungrejo. Menurut Pasal 46 UU No.2 223 | LENTERA HUKUM Tahun 2012 ganti kerugian atas objek pengadaan tanah kas desa diberikan dalam bentuk tanah dan/atau bangunan atau relokasi. Perolehan tanah kas desa diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa. Menurut Pasal 25 bahwa pemindahtanganan aset desa berupa tanah dan/atau bangunan milik desa hanya dilakukan dengan tukar menukar dan penyertaan modal dan Pasal 32 salah satu pemindahtanganan aset desa untuk kepentingan umum dilakukan melalui tukar- menukar. Ketentuan tukar menukar tanah kas desa diatur berdasarkan Pasal 33 ayat (2) yaitu : a. tukar menukar dilakukan setelah terjadi kesepakatan besaran ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan menggunakan nilai wajar hasil perhitungan tenaga penilai; b. Apabila tanah pengganti belum tersedia maka terhadap tanah pengganti terlebih dahulu dapat diberikan berupa uang; c. penggantian berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah pengganti yang senilai; d. Tanah pengganti diutamakan berlokasi di Desa setempat; dan e. Apabila lokasi tanah pengganti tidak tersedia di Desa setempat, tanah pengganti dapat berlokasi dalam satu Kecamatan dan/atau Desa dikecamatan yang berbatasan langsung. Tata cara tukar menukar tanah kas desa diatur berdasarkan Pasal 34 ayat (1) dilakukan dengan tahapan: a. Kepala Desa menyampaikan surat kepada Bupati/Walikota terkait hasil musyawarah desa tentang tukar menukar tanah milik desa dengan calon lokasi tanah pengganti berada pada desa setempat; b. Kepala Desa menyampaikan permohonan ijin kepada Bupati/Walikota, untuk selanjutnya Bupati/Walikota meneruskan permohonan ijin kepada Gubernur. Yang selanjutnya menurut Pasal 37 Gubernur malaporkan hasil tukar menukar kepada Menteri. Pelaksanaan pengadaan tanah berdasarkan UU No.2 Tahun 2012 merupakan rangkaian kegiatan dari persiapan hingga pelaksanaan ganti rugi dalan pelepasan hak. Berdasarkan Undang-Undang Pengadaan Tanah tahapan kegiatan dalam pengadaan tanah adalah :7 1. Perencanaan 2. Persiapan 3. Pelaksanaan 4. Penyerahan hasil Penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum menurut Undang-Undang Pengadaan Tanah dilaksanakan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: a. Perencanaan Pengadaaan Tanah Perencanaan Pengadaan Tanah diatur dalam UU 2 Tahun 2012 Pasal 14 - 15. Bahwa instansi yang memerlukan tanah membuat perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum didasarkan atas rencana tata ruang wilayah dan prioritas 7 Waskito dan Hadi Arnowo, Op. cit, hlm 284 224 | Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro pembangunan yang tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah, rencana strategis, rencana kerja pemerintah instansi yang bersangkutan. Instansi yang memerlukan tanah dalam hal ini (SKK Migas-PEPC). Perencanaan pengadaan tanah disusun dalam bentuk dokumen, yang paling sedikit memuat: 1. maksud dan tujuan rencana pembangunan; 2. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah dan rencana pembangunan nasional dan daerah; 3. letak tanah; 4. luas tanah; 5. gambaran umum status tanah; 6. perkiraan waktu pengadaan tanah; 7. perkiraan waktu pelaksanaan pembangunan; 8. perkiraan nilai tanah; 9. rencana penganggaran. Dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi kelayakan dan ditetapkan oleh instansi yang memerlukan tanah, selanjutnya dokumen perencanaan pengadaan tanah diserahkan kepada Pemerintah Provinsi dalam hal ini dikarenakan lokasi proyek terletak di Kabupaten Bojonegoro, maka diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dalam Proyek ini Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengeluarkan Surat Pemohonan Penetapan Lokasi Nomor : 0897/ SKKD3000/ 2013/S0 tertanggal 8 Juli 2013 yang kemudian diserahkan kepada Gubernur Jawa Timur. b. Persiapan Pengadaan Tanah Persiapan pengadaan tanah diatur dalam Pasal 16 - 26 Undang-Undang Pengadaan Tanah Tahun 2012 serta diatur lebih lanjut dalam Perpres 71 Tahun 2012. Berdasarkan dokumen perencanaan pengadaan tanah, instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi melakukan: 1. pemberitahuan rencana pembangunan; 2. pendataan awal lokasi rencana pembangunan; 3. konsultasi publik rencana pembangunan. Menurut Pasal 8 ayat 2 Perpres 71 Tahun 2012 Gubernur membentuk Tim Persiapan untuk melaksanakan kegiatan persiapan pengadaan tanah, dalam hal itu maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menerbikan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/572/KPTS/013/2012 tertanggal 13 Oktober 2012 tentang Tim Persiapan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Provinsi Jawa Timur. Tim persiapan yang dibentuk anggotanya terdiri atas : 1. Gubernur Jawa Timur sebagai Penasehat; 2. Sekteraris Daerah Provinsi Jawa Timur sebagai Ketua; 225 | LENTERA HUKUM 3. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur sebagai Wakil Ketua I; 4. Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur sebagai Wakil Ketua II; 5. Assisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur sebagai Wakil Ketua III; 6. Kepala Biro Administrasi Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur sebagai Sekretaris; 7. Kepala Biro Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur sebagai Wakil Sekretaris; 8. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pengairan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang, Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur sebagai Anggota Tetap; 9. Bupati/Walikota terkai, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota terkait, dan Instansi terkait. Pada tahap pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat pada rencana lokasi pembangunan. Pemberitahuan secara langsung dilakukan dengan cara sosialisai, tatap muka; atau, surat pemberitahuan, sedangkan pemberitahuan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui media cetak atau media elektronik. Karena lahan yang dibutuhkan salah satunya terletak di Desa Bandungrejo, maka pemberitahuan rencana pembangunan dilangsungkan di Balai Desa Bandungrejo Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah, pendataan awal lokasi rencana pembangunan dilaksanakan oleh Tim Persiapan atas dasar dokumen perencanaan pengadaan tanah, menurut Pasal 28 Perpres 71 Tahun 2012, bahwa dari hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan dituangkan dalam bentuk daftar sementara lokasi rencana pembangunan yang digunakan sebagai bahan untuk pelaksanaan Konsultasi Publik. Setelah pendataan awal lokasi lokasi pembangunan, maka selanjutnya diadakan konsultasi publik rencana pembangunan yang dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak, yang dilaksanakan oleh Tim Persiapan di Kantor Kelurahan/Desa atau nama lain atau Kantor Kecamatan di tempat rencana lokasi pembangunan, atau tempat yang disepakati oleh Tim Persiapan dengan pihak yang berhak. Dalam kegiatan konsultasi publik Tim persiapan menjelaskan mengenai rencana pengadaan tanah. Berdasarkan UU No.2 Tahun 2012. Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan apabila terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan maka dilaksanakan konsultasi publik ulang dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja, jika masih ada masyarakat yang keberatan maka instansi yang bersangkutan melaporkan kepada Gubernur. Gubernur kemudian membentuk tim kajian keberatan. 226 | Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro Berdasarkan rekomendasi tim kajian keberatan yang disampaikan kepada Gubernur, apabila keberatan atas rencana lokasi pembangunan ditolak, Gubernur menetapkan lokasi pembangunan dan apabila keberatan rencana lokasi pembangunan diterima, Gubernur memberitahukan kepada instansi yang memerlukan tanah untuk mengajukan rencana lokasi pembangunan ditempat lain, apabila keberatan ditolak Gubernur menetapkan lokasi pembangunan. Dalam hal penetapan lokasi Proyek Jambaran Tiung Biru, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur tertanggal 12 Februari 2014 Nomor 188/109/KPTS/013/2014 tentang Penetapan Lokasi Pembangunan Pembangunan Jalur Pipa, Fasilitas Pengolahan Gas, Tapak Sumur Dan Jalan Akses Proyek Jambaran - Tiung Biru Di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur yang berlaku selama 2 (dua) tahun, yaitu berlaku sampai bulan Februari 2016 Apabila setelah pengumuman penetapan lokasi pembangunan masih terdapat keberatan, pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan lokasi. Selanjutnya apabila ada pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahakamah Agung yang pada akhirnya putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, yang digunakan sebagai dasar penetapan lokasi pembangunan. c. Pelaksanaan Pengadaan Tanah Pada tahap persiapan pengadaan tanah diatur dalam Pasal 27 – 47 berdasarkan Undang-Undang Pengadaan Tanah 2012 meliputi : a. Inventarisasi dan identifikasi; b. Penilaian; c. musyawarah ganti kerugian; d. Pembayaran ganti kerugian; e. Pelepasan hak atas tanah. Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan oleh Gubernur instansi yang memerlukan tanah (SKK Migas – PT. Pertamina EP Cepu) mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada Lembaga Pertanahan dalam hal ini kepada Kantor Wilayah BPN Jawa Timur berdasarkan surat penetapan lokasi yang dikeluarkan Gubernur Jawa Timur untuk melaksanakan pengadaan tanah, melalui Surat SKK Migas tertanggal 24 Maret 2014 Nomor : SRT-0598/SKKD3000/2014/S0 perihal Permohonan Pelaksanaan Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalur Pipa Fasilitas Pengolahan Gas, Tapak Sumur, dan Jalan Akses Proyek Jambaran Tiung-Biru di Kabupaten Bojonegoro atas nama SKK Migas – PT. Pertamina EP Cepu. Berdasarkan Pasal 1 Perkaban 5 Tahun 2012 bahwa, pelaksanaan pengadaan tanah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional atau (Kakanwil BPN Jawa Timur) selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, Pasal 2 ayat (1) Kakanwil BPN Provinsi dapat menugaskan Kepala Kantor Pertanahan sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Penugasan Kepala Kantor Pertanahan sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dilakukan dengan mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, kondisi geografis dan sumber daya manusia, atas dasar tersebut Kakanwil BPN Provinsi Jawa Timur mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur Nomor : 122/KEP-35.10/IV/2014 tanggal 29 April 2014 227 | LENTERA HUKUM tentang Penugasan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bojonegoro Sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Berdasarkan Pasal 51 Perpres 71 Tahun 2012 Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dalam hal ini Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bojongoro membentuk Pelaksanaan Pengadaan Tanah dengan mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bojonegoro tertanggal 12 Mei 2014 Nomor : 130/KEP-35.22/V/2014 tentang Susunan Keanggotaan Pelaksana Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalur Pipa, Fasilitas Pengolahan Gas, Tapak Sumur, dan Jalan Akses Proyek Jambaran Tiung-Biru di Kabupaten Bojonegoro. Pelaksana pengadaan tanah dibantu oleh Sekretariat Pelaksana Pengadaan Tanah yang keanggotaannya terdiri dari pejabat atau staf yang ditunjuk oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, Adapun susunan Pelaksana Pengadaan Tanah dari surat keputusan tesebut adalah sebagai berikut : a. Pelaksana Pengadaan Tanah 1. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bojonegoro sebagai Ketua; 2. Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Bojonegoro sebagai Anggota; 3. Kassubag Pengadaan pada Bagian Perlengkapan Setda Kabupaten Bojonegoro sebagai Anggota; 4. Camat Purwosari, Tambakrejo, dan Ngasem sebagai Anggota; 5. Kepala Desa Kaliombo, Kepala Desa Pelem, Kepala Desa Kalisumber, Kepala Desa Dolokgede, dan Kepala Desa Bandungrejo sebagai Anggota; 6. Kepala Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah Kantor Pertanahan Kabupaten Bojonegoro sebagai Sekretaris merangkap Anggota. b. Sekretariat 1. Suwono Budi Hartono, S.SiT 2. Achmad Maftuchan 3. Dian Murningtyas, A.Md 4. Dwi Ningsih Dalam tahap inventarisasi dan identifikasi Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah membentuk Satuan Tugas Pelaksana Pengadaan Tanah, meliputi satuan tugas yang membidangi inventarisasi dan identifikasi. Satuan Tugas A dibentuk melalui Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bojonegoro Nomor : 131/KEP-35.22/V./ 2014 tentang Susunan Keanggotaan Satgas A bertugas melaksanakan pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah, sedangkan Satuan Tugas B dibentuk melalui Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bojonegoro Nomor : 132/KEP- 35.22/V./ 2014 tentang Susunan Keangotaan Satgas B bertugas untuk pengumpulkan data pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, serta pemanfaatan tanah dilaksanakan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja meliputi kegiatan: a. pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah; dan, b pengumpulan data pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah 228 | Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro Berdasarkan Pasal 57 Perpres 71 Tahun 2012 Hasil inventarisasi dan identifikasi data pihak yang berhak dan bjek pengadaan tanah dibuat dalam bentuk peta bidang tanah dan daftar nominatif yang selanjutnya ditandatangani oleh Ketua Satuan Tugas. Dari daftar nominatif tersebut digunakan dalam proses pemberian ganti kerugian. Selanjutnya Pasal 65 Perpres 71 Tahun 2012 Penilaian besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh penilai yang telah ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan, dalam proyek ini menggunakan penilai swasta lembaga appraisal bernama “SAH” berlokasi di Jakarta dilakukan per bidang tanah, meliputi: a. tanah; b. ruang atas tanah dan bawah tanah; c. bangunan; d. tanaman; e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/ atau f. kerugian lain yang dapat dinilai Dalam melakukan tugasnya penilai atau penilai publik meminta peta bidang tanah , daftar nominatif, dan data yang diperlukan untuk bahan penilaian, dalam jangka waktu pelaksanaan 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya penilai oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, besarnya nilai ganti kerugian dijadikan dasar musyawarah untuk menetapkan bentuk ganti kerugian. Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk: a. uang; b. tanah pengganti; c. permukiman kembali; d. kepemilikan saham; atau e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Selanjutnya Lembaga Pertanahan dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Bojonegoro melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dan mengikutsertakan instansi yang memerlukan tanah (SKK Migas – PT Pertamina EP Cepu) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/ atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak. Apabila tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri setelah musyawarah penetapan ganti kerugian. Selanjutnya Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian pihak yang berhak. Bilamana setelah putusan tersebut masih terdapat pihak yang keberatan, maka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia. Dalam praktik apabila ada pihak yang menolak ganti kerugian berdasarkan hasil musyawarah atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung, maka ganti kerugian dititipkan di pengadilan negeri setempat. Begitu juga apabila menolak musyawarah ganti kerugian tetapi tidak melakukan upaya hukum dengan mengajukan keberatan ke 229 | LENTERA HUKUM Pengadilan Negeri. Adapun kewajiban pihak yang berhak menerima Ganti Kerugian, adalah sebagai berikut : a. melakukan pelepasan hak; dan, b. menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan obyek pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan. Menurut informasi yang diperoleh dari Bapak Setiawan Staff bagian Land and Regulatory PT Pertamina EP Cepu Dalam proses pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang berhak ditemukan beberapa kendala, namun kendala tersebut dapat teratasi sehingga proses pembayaran ganti kerugian dapat dapat terselesaikan, kendala tersebut, antara lain sebagai berikut : “Yang pertama, pihak yang berhak sedang menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, yang mana untuk penerimaan pembayaran ganti kerugian atas tanahnya tidak dikuasakan, sehingga sesuai permintaanya perlu menunggu yang bersangkutan kembali ke desa, kedua, menjelang pembayaran ganti kerugian pihak yang berhak meninggal dunia, sehingga dokumen yang diperlukan harus disesuaikan dengan ahli warisnya yang akan menerima, ketiga, sertipikat hak atas tanah hilang, sehingga harus dibuatkan sertipikat pengganti yang prosesnya memakan waktu sesuai ketentuan peraturan yang berlaku, keempat, adanya sengketa penguasaan karena tanahnya sudah dijual tanpa ada bukti tertulis yang dilakukan pada masa lampau oleh pemiliknya, padahal tanahnya saat ini dikuasai oleh cucunya yang tidak mengakui adanya penjualan tanah tersebut, sehingga perlu diselesaikan secara musyawarah dengan melibatkan Kepala Desa, Camat dan Kantor Pertanahan melalui musyawarah, yang menghasilkan nota perdamaian sehingga tanah tersebut bisa dibayar”.8 Dalam pelaksanaan pengadaan tanah Proyek Jambaran Tiung Biru, ternyata sampai batas waktu berlakunya SK Penetapan Lokasi dimaksud, dari sisa tanah yang belum dibebaskan seluas kurang lebih 69.421 m2, sehingga dibutuhkan perpanjangan SK Penetapan Lokasi. Melalui Surat SKK Migas tertanggal 14 Desember 2015 Nomor : SRT- 0858/SKKD3000/2015/S0 perihal Permohonan Perpanjangan Waktu Penetapan Lokasi Guna Pengadaan Tanah untuk Kegiatan Minyak dan Gas Bumi di Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur atas nama SKK Migas-PT.Pertamina EP Cepu, maka telah diajukan perpanjangan SK Penetapan Lokasi kepada Gubernur Jawa Timur. Atas permohonan tersebut Gubernur Jawa Timur mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur tertanggal 12 Januari 2016 Nomor : 188/23/KPTS/013/2016 tentang Perpanjangan Penetapan Lokasi Pembangunan Jalur Pipa, Fasilitas Pengolahan Gas, Tapak Sumur dan Jalan Akses Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur yang berlaku selama 1 (satu) tahun sampai tahun 2017. Sehubungan dengan pelaksanaan izin persetujuan pelepasan dan/atau tukar menukar yang masih berlangsung terhadap 15 bidang tanah seluas kurang lebih 48.877 m2, sehingga melalui Surat SKK Migas tertanggal 6 Maret 2017 Nomor : SRT- 0009/SKKD2000/2017/S0 perihal Permohonan Perpanjangan Waktu Penetapan Lokasi Guna Pengadaan Tanah untuk Kegiatan Minyak dan Gas Bumi di Kabupaten atas nama SKK Migas-PT.Pertamina EP Cepu, diajukan permohonan perpanjangan kepada 8 Wawancara dengan Bapak Setiawan Bagian Land and Regulatory, bulan Juli 2018 di Kantor Pusat PT Pertamina EP Cepu Jakarta. 230 | Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro Gubernur. Jawa Timur. Atas permohonan perpanjangan tersebut Gubernur Jawa Timur mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur tertanggal 31 Maret 2017 Nomor : 188/198/KPTS/013/2017 tentang Pembaharuan Penetapan Lokasi Pembangunan Jalur Pipa, Fasilitas Pengolahan Gas, Tapak Sumur dan Jalan Akses Proyek Jambaran-Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur, yang berlaku selama 2 (dua) tahun sampai tahun 2019. d. Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah diatur dalam Pasal 48-50 Undang-Undang Pengadaan Tanah Tahun 2012. Lembaga Pertanahan (BPN) dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Bojonegoro menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah (SKK Migas – PT Pertamina EP Cepu) untuk kemudian dapat memulai melaksanakan kegiatan pembangunan, setelah: a. pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dan pelepasan hak dan/atau; b. pemberian ganti kerugian telah dititipkan di pengadilan negeri. Menurut Pasal 112 Peraturan Perpres 71 Tahun 2012, bahwa setelah dilakukan pelepasan hak objek pengadaan tanah maka Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah disertai data pengadaan tanah paling lama 7 (tujuh) hari kerja, setelah itu dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari wajib melakukan pendaftaran dan sertifikasi tanah. Menurut informasi yang didapat dari PT Pertamina EP Cepu, meskipun sampai bulan Juli 2018 peroleh tanah milik masyarakat seluruh desa dan tanah perhutani telah diperoleh 100 % (seratus persen), namun dari informasi yang diperoleh dari Bapak Setiawan Staff Bagian Land and Regulatory PT Pertamina EP Cepu, belum dilakukan penyerahan berkas kepada pemohon (SKK Migas-PEPC). Berkas hasil pelaksanaan pengadaan tanah masing- masing desa belum diserahkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bojonegoro kepada instansi yang memerlukan tanah, hal ini disebabkan karena masih ada 1 (satu) desa yang perolehan tanahnya belum selesai, yaitu Tanah Kas Desa Pelem. Pertimbangan Kantor Pertanahan belum diserahkannya berkas tersebut karena lokasi Desa Pelem merupakan satu kesatuan dalam penetapan lokasi dengan desa lainnya, sehingga berkas hasil pelaksanaan pengadaan tanah akan diberikan apabila perolehan tanah sudah selesai secara keseluruhan. Perkembangan yang terjadi dalam administrasi pertanahan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang merupakan kekayaan negara, maka tanah-tanah yang digunakan oleh KKKS tidak lagi disertifikatkan atas nama SKK Migas, namun atas nama Pemerintah Republik Indonesia c.q. Kementerian Keuangan sebagai pengelola barang milik negara/bendahara umum negara.9 Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.06/2009 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama. 9 Didik Setyadi, Aspek Hukum Administrasi Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Surabaya, Sahabat Mandiri, 2017, hlm. 70. 231 | LENTERA HUKUM Di dalam ketentuan Pasal 112 Perpres 71 Tahun 2012 Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dapat menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah dalam hal ini (SKK Migas-PEPC) dalam waktu paling lama 7 (tujuh) setelah dilakukan pelepasan objek pengadaan tanah. Maka dari itu seharusnya Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dapat menyerahkan berkas hasil pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah dalam hal ini (SKK Migas-PEPC) untuk desa yang telah selesai pelepasan haknya agar dapat dilakukan permohonan hak dalam rangka sertifikasi hak atas tanah. Selanjutnya hak atas tanah yang dapat diberikan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi adalah hak pakai sebagaimana tercantum pada Pasal 36 ayat (1) UU Migas bahwa terhadap bidang-bidang tanah yang dipergunakan langsung untuk kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan areal pengamanannya, diberikan hak pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. III.UPAYA HUKUM PENGADAAN TANAH PADA PROYEK JAMBARAN TIUNG BIRU DI KABUPATEN BOJONEGORO Pengawasan Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, pengertian upaya hukum itu sendiri tidak diatur. Upaya hukum dapat diartikan suatu upaya yang diberikan undang-undang bagi seseorang atau badan hukum akibat timbulnya suatu perbuatan hukum yang dirasa merugikan kepentingan yang bersangkutan. Upaya hukum dalam pengadaan tanah adalah hak yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah terutama manakala terjadi konflik yang menyebabkan sengketa dalam pengadaan tanah. Dalam dunia ilmu pengetahuan istilah sengketa biasanya selalu dihubungkan dengan konflik. Ada orang yang menyamakan kedua istilah tersebut, namun ada juga yang membedakannya. Bagi mereka yang membedakannya maka disebutkan:10 a) konflik adalah keadaan dimana para pihak menyadari atau mengetahui tentang adanya perasaan tidak puas tersebut b) sengketa adalah keadaan dimana konflik tersebut dinyatakan di muka umum atau dengan melibatkan pihak ketiga. Dalam kosa kata Inggris dua istilah itu konflik (conflict) dan sengketa (dispute) adalah dua kata yang mengandung pengertian tentang: ”adanya perbedaan kepentingan di antara dua pihak atau lebih”. Tetapi kedua kata tersebut dapat dibedakan yang mana konflik adalah menggambarkan sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan, kemudian pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan tida puas atau keprihatinannya kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau pihak lain maka ini dinamakan sengketa.11 10 Yusna Zaidah, Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan Dan Arbitrase Syariah di Indonesia, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015, hlm. 2-3. 11 Ibid, hlm. 3. 232 | Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro Ini berarti sengketa adalah merupakan kelanjutan dari konflik, yang mana sebuah konflik akan berubah menjadi sengketa apabila tidak dapat terselesaikan. Konflik dapat diartikan “pertentangan” diantara para pihak untuk menyelesaikan masalah yang kalau tidak diselesaikan dengan baik dapat mengganggu hubungan di antara mereka. Sepanjang para pihak menyelesaiakan masalah tersebut dengan baik, maka sengeketa tidak akan terjadi. Namun bila terjadi sebaliknya; para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai solusi pemecahan masalahnya; maka sengketalah yang timbul.12 Dengan kata lain konflik akan berkembang menjadi sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan menyatakan rasa tidak puas pada pihak yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Kata sengketa (confict; dispute), mestinya tidak hanya bersifat dapat merusak (destructive) dan merugikan (harmfull), melainkan juga membangun (constuctive), menarik/menantang (challenging) serta dinamis sebagai katalisator perubahan (a catalyst for change).13 Sengketa terjadi karena adanya perselisihan atau pertentangan. Perselisihan sendiri tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini diawali oleh perasaan tidak puas yang bersifat subyektif dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami oleh perorangan maupun kelompok. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidak puasannnya kepada pihak kedua. Apabila pihak kedua dapat menaggapai dan memuaskan pihak pertama, selesailah permasalahan tersebut. Sebaliknya, jika reaksi dari pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki nilai-nilai yang berbeda, terjadi apa yang dinamakan dengan sengketa.14 Sengketa merupakan pertentangan atau konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat (populasi sosial) yang membentuk oposisi/pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.15 Penyelesaian sengketa secara adjudikatif dibedakan menjadi dua, yaitu adjudikatif publik dan adjudikatif privat. adjudikatif publik dilakukan melalui institusi pengadilan negara (litigasi). Pihak ketiga dalam hal ini bersifat involuntary, karena hakimnya sudah disiapkan oleh pengadilan dan para pihak tidak bisa memilih dan menentukan sendiri hakimnya. Sedangkan adjudikatif privat biasanya dilakukan melalui arbitrase. Pihak ketiga disini bersifat voluntary, karena arbiter dapat dipilih dan ditentukan sendiri oleh pihak-pihak yang bersengketa. Lembaga arbitrase dapat dikatakan sebagai tingkat atau prosedur penyelesaian tertinggi dari berbagai mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Sebaliknya, mekanisme penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi untuk mencapai solusi yang bersifat win-win solution. Kehadiran pihak ketiga, kalaupun ada, tidak memiliki kewenangan mengambil 12 Ibid. 13 Ibid, hlm. 4. 14 Dwi Rezki Sri Astarini, Mediasi Pengadilan, Bandung, PT. Alumni Bandung, 2013, hlm. 34-35. 15 Ibid, hlm. 35. 233 | LENTERA HUKUM keputusan. Termasuk dalam kategori ini adalah negosiasi, mediasi dan konsiliasi.16 Jalur litigasi merupakan the last resort atau ultimatum remidium, yaitu sebagai upaya terakhir jika penyelesaian sengketa secara kekeluargaan atau perdamaian diluar pengadilan ternyata tidak menemukan titik temu atau jalan keluar. Sebaliknya, penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi adalah mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang menggunakan mekanisme yang hidup di dalam musyawarah, perdamain, kekeluargaan, penyelesaian adat dan lain sebagainya.17 Pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum tidak selalu berjalan seperti yang diharapkan oleh instansi yang memerlukan tanah, yaitu pihak yang berhak tidak menyerahkan atau melepaskan tanahnya untuk kepentingan instansi yang memerlukan tanah, oleh karena pihak yang berhak tidak bersedia menyerahkan atau melepaskan tanahnya, maka dapat menimbulkan sengketa dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Berdasarkan sifatnya menurut Urip Santoso dalam jurnal penyelesaian sengketa dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, sengketa dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum ada 2 (dua) macam, yaitu sengketa yang bersifat tata usaha negara dan sengketa yang bersifat keperdataan18 : Pertama, Sengketa yang bersifat tata usaha negara. Dalam Perpres 71 Tahun 2012 untuk melaksanakan kegiatan persiapan pengadaan tanah Gubernur membentuk tim persiapan pengadaan tanah, yang salah satunya terdapat kegiatan konsultasi publik dengan tujuannya untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak. Apabila dalam konsultasi publik masih terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, maka dilakukan konsultasi publik ulang, apabila setelah konsultasi publik ulang masih terdapat pihak yang keberatan maka instansi yang memerlukan tanah melaporkan keberatan kepada Gubernur untuk membentuk tim kajian atas keberatan rencana lokasi pembangunan yang berisi rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan rencana lokasi pembangunan. Apabila keberatan rencana lokasi pembangunan ditolak, maka akan terbit surat penetapan lokasi yang selanjutnya akan diumumkan oleh Gubernur dan instansi yang memerlukan tanah. Jika setelah pengumuman penetapan lokasi rencana pembangunan masih terdapat keberatan, maka hal ini akan menimbulkan sengketa, objek sengketanya adalah surat keputusan tata usaha negara yang diterbitkan oleh Gubernur mengenai penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Cara penyelesaiannya pihak yang berhak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Sengketa yang diselesaikan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sengketa yang bersifat tata usaha negara sebagai akibat diterbitkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Keputusan Gubernur tentang penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum merupakan KTUN sehingga penyelesaiannya melalui gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara oleh pihak yang merasa dirugikan atas diterbitkan Keputusan Gubernur. 16 Ibid, hlm 37. 17 Ibid. 18 Urip Santoso, 2016, Penyelesaian Sengketa Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Airlangga Vol XXI, No.3, hlm. 194. 234 | Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro Pengertian KTUN disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Bagi pihak yang merasa dirugikan atas dikeluarkannya penetapan lokasi oleh Gubernur dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara paling lambat 30 hari sejak dikeluarkannya penetapan lokasi, kemudian Pengadilan Tata Usaha Negara memutus diterima atau ditolaknya keberatan, apabila keberatan ditolak pihak yang berhak dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Upaya hukum diatas telah diatur dalam Pasal 23 UU 2 Tahun 2012. Kedua, Sengketa yang bersifat keperdataan. Dalam Perpres 71 Tahun 2012 pelaksanaan pengadaan tanah dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah, akan tetapi dalam praktiknya pada kasus Proyek Jambaran Tiung Biru ini Kakanwil BPN menugaskan/ melimpahkan wewenang kepada Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) dalam hal ini Kakantah Kabupaten Bojonegoro sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Kakantah membentuk Pelaksana Pengadaan Tanah untuk melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak, sebelum pelaksanaan kegiatan musyawarah terdapat penilaian terhadap objek pengadaan tanah dilakukan oleh penilai. Hasil penilaian tersebut menjadi dasar bagi Kakantah untuk menetapkan ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Dalam musyawarah dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Bojonegoro dengan pihak yang berhak dilakukan untuk menetapkan bentuk dan besarnya ganti kerugian selanjutnya dimuat dalam beria acara kesepakatan, apabila terdapat pihak yang tidak sepakat berdasarkan berita acara kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian, maka dapat timbul sengketa antara Lembaga Pertanahan (Kantor Pertanahan) dengan pihak yang berhak, objek sengketanya adalah tidak mencapainya kesepakatan dalam musyawarah mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian antara Lembaga Pertanahan (Kantor Pertanahan) dengan pihak yang berhak, yang menimbulkan kerugian bagi pihak yang berhak. Cara penyelesaiananya dengan mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri, paling lambat 30 hari sejak hasil penilaian oleh penilai diberikan kepada Lembaga Pertanahan (Badan Pertanahan Nasional), kemudian Pengadilan Negeri memutus bentuk atau besarnya ganti kerugian, apabila pihak yang berhak keberatan atas putusan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri, maka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Upaya hukum diatas telah diatur dalam Pasal 38 UU 2 Tahun 2012. Jika pemilik tanah/ yang berhak berkaitan dengan penolakan penetapan lokasi pembangunan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara seperti yang diatur mekanismenya di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012, selain itu apabila pemilik tanah/ yang tidak sepakat atas ganti kerugian dalam musyawarah maka dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri seperti yang diatur mekanismenya di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2012. Di dalam 235 | LENTERA HUKUM praktiknya menurut informasi yang diperoleh dari Bapak Setiawan Staff Bagian Land & Regulatory PT. Pertamina EP Cepu, bahwa upaya hukum dalam Proyek Jambaran Tiung Biru tidak dilakukan oleh masyarakat yang terkena dampak pegadaan tanah tersebut, sehingga proses pengadaan tanah dapat berjalan dengan lancar tanpa proses gugatan maupun keberatan melalui jalur pengadilan. IV.PENUTUP Kesimpulan penelitian yang diperoleh antara lain adalah, Pertama, prosedur pelaksanaan pengadaan tanah pada proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Jo. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012, pengadaan tanah dimulai dari tahap perencanaan, persiapan, pelaksanaan sampai tahap penyerahan hasil. Meskipun sampai bulan Juli 2018 perolehan perhutani maupun tanah milik masyarakat telah mencapai 100 % (seratus persen), namun belum dapat dilakukan penyerahan berkas kepada pemohon (SKK Migas-PEPC). hal ini disebabkan karena masih ada 1 (satu) desa yang pengadaan tanahnya belum selesai, yaitu Tanah Kas Desa Pelem. Pertimbangan Kantor Pertanahan belum diserahkannya berkas tersebut karena merupakan satu kesatuan dalam penetapan lokasi, sehingga berkas akan diberikan apabila sudah selesai secara keseluruhan. untuk perolehan tanah perhutani menggunakan izin pinjam pakai kawasan hutan sedangkan tanah kas desa mengunakan tukar-menukar lahan pengganti.a keswadayaan dari masyarakat. Kedua, bentuk upaya hukum yang dapat dilakukan akibat pengadaan tanah Proyek Jambaran Tiung Biru yang pertama, jika sengketa bersifat tata usaha negara pemilik tanah/ yang berhak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara, dan kedua jika sengketa bersifat keperdataan pemilik tanah/ yang berhak dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri. Namun, dalam praktiknya upaya hukum pada Proyek tersebut tidak dilakukan oleh masyarakat sehingga proses pengadaan tanah dapat berjalan dengan lancar tanpa ada gugatan maupun keberatan dari masyarakat setempat. Saran yang diberikan bahwa, Pertama, supaya instansi yang memerlukan tanah berupaya melakukan pendekatan, agar untuk desa lainnya yang sudah selesai pembebasan lahannya dapat diserahkan berkas hasil pengadaan tanah sehingga dapat dilakukan permohonan hak dalam rangka sertifikasi hak atas tanah, serta dibutuhkan kerjasama seluruh stakeholder/ pemangku kepentingan untuk dapat membantu kelancaran proyek tersebut sehingga proses pengadaan tanah tidak berlarut-larut dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan umum bangsa Indonesia. Juga perlu diperhatikan pengawasan terhadap dampak lingkungan yang dapat timbul bagi masyarakat sekitar. Kedua diperlukan sosialisasi yang mendalam dan lebih aktif kepada masyarakat khususnya yang terkena dampak terhadap pengadaan tanah dalam bidang pertambangan khususya kegiatan usaha hulu migas nantinya, agar mereka lebih sadar mengenai pentingnya kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang dapat memberikan manfaat dan nilai tambah yang cukup besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan umum bangsa Indonesia. 236 | Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Proyek Jambaran Tiung Biru di Kabupaten Bojonegoro DAFTAR PUSTAKA Benny Lubiantara. 2017. Paradigma Baru Pengelolaan Sektor Hulu Migas dan Ketahanan Energi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Didik Setyadi 2017. Aspek Hukum Administrasi Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Surabaya: Sahabat Mandiri Dwi Rezki Sri Astarini. 2013. Mediasi Pengadilan. Bandung: PT. Alumni Bandung Mudakir Iskandar Syah. 2010. Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum. Cetakan Pertama. Jakarta: Jala Permata Aksara Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum “Edisi Revisi”. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Yusna Zaidah. 2015. Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan Dan Arbitrase Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Peratuan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.06/2009 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Naional Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.18/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan Urip Santoso. Penyelesaian Sengketa Dalam Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Airlangga Vol XXI, No.3. 2016