7 Mutiara Medika Vol. 13 No. 1: 7-12, Januari 2013 Perbandingan Kembalinya Siklus Menstruasi Normal pada Akseptor Injeksi Progestogen dan Akseptor IUD The Comparison Normal Menstruation Cycle Return in Progestogen Injection Acceptor and IUD’s Acceptor Astri Kartika Sari1, Alfaina Wahyuni2* 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *Email: alfaina_umy@yahoo.com Abstrak Jumlah populasi di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan setiap tahunnya. Pemerintah membuat kebijakan mengenai perencanaan keluarga atau yang disebut dengan Keluarga Berencana (KB) untuk menanggulangi jumlah penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kecepatan kembalinya siklus menstruasi normal pada akseptor injeksi progestogen dan akseptor IUD. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik menggunakan desain cross sectional. Pe- ngumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara pada 81 akseptor IUD dan 81 akseptor injeksi progestogen 3 bulanan di Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan. Setiap ibu diberi pertanyaan yang sama mengenai identitas diri, metode KB yang digunakan, tahun awal pemakaian metode tersebut, lama pemakaian, siklus menstruasi pasca penghentian metode KB dan parietas. Analisis data menggu- nakan independent T test. Selain itu, sebagai data sekunder, peneliti juga mencari pengaruh antara lama pemakaian dengan kembalinya siklus menstruasi pada masing-masing metode KB dengan meng- gunakan uji korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan kembalinya siklus menstruasi normal pada akseptor IUD lebih cepat 3 bulan dibandingkan dengan akseptor injeksi progestogen (P=0.000; CI=95%) dengan waktu kembali rata-rata 1.02±0.16 bulan. Rata-rata waktu kembalinya siklus menstruasi normal pada akseptor injeksi progestogen adalah 7.43±3.73 bulan. Disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh lama pemakaian dengan kecepatan kembalinya siklus menstruasi pada akseptor injeksi progestogen dan akseptor IUD. Kata kunci: kembalinya siklus menstruasi normal, injeksi progestogen, IUD Abstract The amount of Indonesia population is getting significantly increase every year. The government made a policy about family planning or Keluarga Berencana (KB) to overcome the population. This research aims to know the comparison normal menstruation cycle return in progestogen injection accep- tor and IUD’s acceptor. This is a descriptive analysis research with cross sectional design by doing an interview with 81 IUD’s acceptors and 81 progestogen injection’s acceptors in work area of Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan regency. Every acceptor was given the same questions such as identity, contraceptive method, year when she start using that method, the duration of use, her normal menstrua- tion cycle after stop the method, and parity. The data analyzed using independent T test. In addition, as secondary result, researcher also looking for the impact of duration of use and the return of normal menstruation cycle in both of the method by using bivariate Pearson correlation. The result showed that the return of normal menstruation cycle of IUD’s acceptors is faster than progestogen injection’s accep- tor (P=0.000; CI=95%) with 1.02±0.16 month on an average, and 7.43±3.73 months in progestogen ARTIKEL PENELITIAN 8 Astri Kartika Sari, Perbandingan Kembalinya Siklus Menstruasi Normal pada ... PENDAHULUAN Jumlah populasi di Indonesia mengalami pe- ningkatan yang sangat signifikan setiap tahunnya. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 238 juta jiwa, sedangkan menurut Badan Kependu- dukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa pada awal tahun 2012. Dengan adanya jumlah tersebut Indonesia menempati urutan ke- empat dengan jumlah penduduk terbanyak setelah China, India dan Amerika Serikat.1 Untuk mencapai masa depan yang lebih baik melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan kemampuan untuk bersaing da- lam era globalisasi, maka pemerintah menggalak- kan perencanaan jumlah dan susunan anggota ke- luarga harus dilaksanakan sehingga tercapai suatu “Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)”. Masalah kemiskinan dan keterbela- kangan yang sebagian disebabkan karena tidak terkendalinya serta tidak terencananya kelahiran.2 Selain dalam rangka penanggulangan jumlah penduduk, mengikuti program KB bertujuan dalam mencapai reproduksi sehat, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan berisiko.3 Program KB adalah bagian yang terpadu (in- tegral) dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk ikut serta dalam menciptakan kesejahteraan penduduk Indonesia, untuk menca- pai keseimbangan yang baik.4 Terdapat berbagai metode KB yaitu metode efektif seperti suntik (progestogen dan kombinasi), oral (pil kombinasi dan progesterone only pill), mekanis (IUD dan implan) dan metode sederhana (kondom, diafragma, spermisida, koitus interuptus dan pantang berkala). Berdasarkan hasil penelitian longitudinal sur- vailan pada Laboratorium Penelitian Kesehatan dan Gizi Masyarakat (LPKGM), Fakultas Kedokteran, Universitas Gajah Mada Yogyakarta di kabupaten Purworejo Jawa Tengah sejak tahun 1984-2002 menunjukkan insiden pemakai kontrasepsi baru ber- dasarkan jenis alat kontrasepsi yang paling banyak dilayani adalah suntikan (66,05%), pil (16,1%), IUD (8,7%), susuk KB (2,5%), serta jenis lainnya (6,8%).5 Berdasarkan data di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan sepanjang tahun 2011 tercatat akseptor KB injeksi progestogen sebanyak 683 akseptor dan 102 akseptor IUD. Pemilihan dalam penggunaan kontrasepsi ha- rus diperhatikan dalam sisi keamanan, keefek- tivitasan, ketersediaan (termasuk mudah didapat, persyaratan pemakaian resep dan ketersediaan biaya), daya terima (keyakinan agama, tanggung jawab pribadi dan “perasaan alami”) dan ketergan- tungan koitus (misalnya penggunaan kontrasepsi oral, IUD dan sterilisasi kebanyakan terlepas dari pengalaman koitus).6 injection’s acceptors. It can concluded that duration of use has no impact on return of normal menstrua- tion cycle in progestogen injection acceptor and IUD’s acceptor. Key words: return of normal menstruation cycle, progestogen injection, IUD 9 Mutiara Medika Vol. 13 No. 1: 7-12, Januari 2013 Pada pasca penggunaan KB hormonal sering ditemukan perubahan siklus menstruasi berupa ketidakteraturan siklus sedangkan pada IUD jarang ditemukan perubahan siklus. Pada pengguna KB hormonal, masa subur dapat kembali antara 4-9 bulan setelah penghentian penggunaan KB hormo- nal sedangkan pada akseptor IUD, masa subur dapat langsung kembali segera setelah pelepasan alat.7,8 Puskesmas Kedungwuni I merupakan puskes- mas dengan akseptor IUD dan injeksi progesto- gen yang memiliki jumlah yang cukup banyak dan para akseptor tersebut rutin datang ke Puskesmas untuk sekedar kontrol atau berkonsultasi dengan bidan setempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui per- bandingan kecepatan kembalinya siklus menstrua- si normal pada akseptor injeksi progestogen dan akseptor IUD di wilayah kerja Puskesmas Kedung- wuni I Kabupaten Pekalongan. BAHAN DAN CARA Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang menggunakan desain cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara pada 81 akseptor IUD dan 81 akseptor injeksi progestogen 3 bulanan di Puskesmas Ke- dungwuni I Kabupaten Pekalongan yang telah me- menuhi kriteria inklusi. Setiap ibu diberi pertanyaan yang sama mengenai identitas diri, metode KB yang digunakan, tahun awal pemakaian metode tersebut, lama pemakaian, siklus menstruasi pasca penghentian metode KB dan parietas. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan independent T test untuk mengeta- hui perbandingan kecepatan kembalinya siklus menstruasi normal pada akseptor KB injeksi pro- gestogen 3 bulan dengan akseptor IUD. Selain itu, sebagai data sekunder, peneliti juga mencari pe- ngaruh antara lama pemakaian dengan kembali- nya siklus menstruasi pada masing-masing metode KB dengan menggunakan uji korelasi Pearson. HASIL Tabel 1. menunjukkan bahwa karakteristik su- byek berdasarkan lama pemakaian kurang dari 5 tahun terdapat 70 responden (43.2%) pada aksep- tor IUD dan 69 (42.6%) pada akseptor injeksi pro- gestogen. Berdasarkan jumlah paritas, responden akseptor IUD terbanyak memiliki 2 anak yaitu 29 (17.9%), sedangkan pada akseptor Injeksi proges- togen sebanyak 36 (22.2%). Berdasarkan umur 30- 40 tahun, terdapat 55 (34.0%) akseptor IUD dan 52 (32.1%) akseptor injeksi progestogen. Rata-rata kembalinya siklus menstruasi nor- mal pada akseptor IUD yaitu 1.02±0.16 sedangkan pada akseptor injeksi progestogen didapatkan rata- rata 7.43±3.73 dengan nilai T hitung sebesar 15,45 dan nilai signifikansi 0,000 (P=0,000). Tabel 1. Karakteristik Subyek KB denngan IUD dan Suntik di Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan Karakteristik Subyek Akseptor KB TotalIUD Suntik Lama pemakaian (tahun) < 5 tahun 70 (43.2%) 69 (42.6%) 139 (85.8%) 5-10 tahun 11 (6.8%) 11 (6.8%) 22 (13.6%) > 10 tahun 0 (.0%) 1 (.6%) 1 (.6%) Total 81 (50%) 81 (50%) 162 (100%) Paritas 1 9 (5.6%) 10 (6.2%) 19 (11.7%) 2 29 (17.9%) 36 (22.2%) 65 (40.1%) 3 25 (15.4%) 21 (13.0%) 46 (28.4%) 4 10 (6.2%) 9 (5.6%) 19 (11.7%) 5 7 (4.3%) 5 (3.1%) 12 (7.4%) 6 1 (.6%) 0 (.0%) 1 (.6%) Total 81 (50%) 81 (50%) 162(100%) Umur 20-29 tahun 18 (11.1%) 21 (13.0%) 39 (24.1%) 30-40 tahun 55 (34%) 52 (32.1%) 107 (66%) > 40 tahun 8 (4.9%) 8 (4.9%) 16 (9.9%) Total 81 (50%) 81 (50%) 162 (100%) 10 Astri Kartika Sari, Perbandingan Kembalinya Siklus Menstruasi Normal pada ... Uji statistika menggunakan uji korelasi Pear- son didapatkan nilai signifikansi pada akseptor IUD 0.779 (p>0.05) dan pada akseptor injeksi progesto- gen 3 bulan 0.577 (p>0.05) sehingga dapat disim- pulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama pemakaian dengan kembalinya siklus menstruasi normal. DISKUSI Kontrasepsi telah dilaksanakan di Inggris sela- ma berabad-abad, penggunaan paling banyak yaitu metode barier dan intrauterine device (IUD). Pada tahun 1970, Keluarga Berencana gratis tersedia dari pelayanan kesehatan nasional. Hal ini meng- akibatkan kenaikan dalam penyediaan dan peng- gunaan semua metode dalam segala kelompok umur, jenis kelamin, atau status perkawinan.9 Kon- trasepsi merupakan suatu usaha dalam mencegah kehamilan. Kehamilan terjadi apabila sel telur yang dilepaskan tersebut dibuahi oleh sperma dan hasil pembuahan tersebut tertanam pada endometri- um.10 Suntikan medroxy progesterone Acetat 150 mg setiap 3 bulan menghambat terjadinya ovulasi. Ka- dar estradiol mencapai puncak pada 3-4 hari pasca injeksi dengan nilai yang setara dengan lonjakan praovulasi dalam siklus menstruasi ovulaorik nor- mal. Kadar estradiol menetap setinggi ini selama sekitar 10 sampai 14 hari.11 Penurunan kadar estra- diol selanjutnya menyebabkan menstrual loss 10 sampai 20 hari setelah penyuntikan memiliki efek umum yang ditimbulkan oleh progestogen pada en- dometrium dan mukus serviks yaitu dengan me- ngentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma.7,11,12 Adapun sumber lain menerangkan mekanisme kerja suntikan progestogen antara lain pada sistem sentral menghalangi terjadinya LH surge dan menghindari terjadinya ovulasi, sedangkan pada sistem perifer terjadi atropi pada endometrium se- hingga tidak menerima nidasi, mengentalkan ser- viks sehingga menghalangi kemampuannya dalam penetrasi spermatozoa, lendir endometrium meng- alami perubahan sehingga menghalangi kapasitasi spermatozoa, menurunkan peristaltik tuba sehing- ga mengganggu spermatozoa dalam melakukan konsepsi, mengubah metabolisme lemak darah dan daya pembekuan darah.13 Angka kehamilan umumnya kurang dari 1 per- sen. Tampak adanya reduksi HDL-c yang signifikan pada sistem metabolik. Hal ini juga dapat terjadi pada progestogen oral.12 Formula ini cocok digunakan pada pasien yang mungkin menghindari konsumsi progesteron-only pill. Efek samping penggunaan suntik progestogen antara lain ketidakteraturan menstruasi, amenor- rhoea dan penambahan berat badan.9,12 IUD merupakan suatu alat yang disisipkan ke dalam kavum endometrium melalui kanula plastik yang sempit dan dapat diambil melalui traksi de- ngan suatu tali yang diikatkan pada ujung bagian bawah alat tersebut.7 IUD yang ideal harus mudah dipasang, mudah dikeluarkan, sedikit menimbulkan efek samping dan mempunyai derajat efisiensi ting- gi dalam mencegah kehamilan.3 Mekanisme kerja IUD yaitu dengan mencegah terjadinya implantasi. Reaksi peradangan akan terjadi di endometrium dan terjadi peningkatan imunglobulin serum yang diduga karena adanya reaksi imun. Pola endokrin tidak mengalami perubahan, akan tetapi fase luteal 11 Mutiara Medika Vol. 13 No. 1: 7-12, Januari 2013 akan memendek dalam 2 hari, mungkin karena adanya sekresi prostaglandin.12 Kontraindikasi pemasangan IUD, antara lain sudah dipastikan hamil atau diduga sedang hamil, memiliki riwayat penyakit peradangan pelvik (PID), mempunyai riwayat kehamilan ektopik, mengalami pendarahan traktus genitalis abnormal, mempunyai kelainan uterus kongenital atau mioma yang dapat mengubah bentuk rongga uterus.3 Pemasangan IUD dapat menimbulkan efek samping berupa per- forasi dinding uterus, terjadi ekspulsi (usia muda, nulliparity dan banyaknya pendarahan merupakan faktor risiko terjadinya ekspulsi),8 kram dan penda- rahan terjadi dengan frekuensi bervariasi dari 4- 10 per 100 wanita pada IUD yang mengandung tembaga, timbulnya penyakit peradangan pelviks (PID) dan terjadi infertilitas tuba.3 Pemilihan dalam penggunaan kontrasepsi ha- rus diperhatikan dalam sisi keamanan, keefektivi- tasan, ketersediaan (termasuk mudah didapat, per- syaratan pemakaian resep dan ketersediaan bia- ya), daya terima (keyakinan agama, tanggung ja- wab pribadi dan “perasaan alami”), dan ketergan- tungan koitus (misalnya penggunaan kontrasepsi oral, IUD dan sterilisasi kebanyakan terlepas dari pengalaman koitus).6 Hasil penelitian menunjukkan kembalinya si- klus menstruasi normal pada akseptor IUD lebih cepat dibandingkan dengan akseptor injeksi pro- gestogen dengan nilai signifikansi (P) 0.000. Berdasarkan data yang didapatkan Miller and Callander (1989),12 kembalinya siklus menstruasi normal pada akseptor injeksi progestogen rata-rata akan kembali 8-9 bulan setelah penghentian injek- si. Adapun sumber lain yang menyebutkan kem- balinya siklus menstruasi normal akan kembali 4- 9 bulan setelah penghentian injeksi. Pada pengguna KB hormonal, masa subur da- pat kembali antara 4-9 bulan setelah penghentian penggunaan KB hormonal sedangkan pada aksep- tor IUD, masa subur dapat langsung kembali sege- ra setelah pelepasan alat.7,8 Hubungan antara lama pemakaian dengan menstruasi kembali didapatkan hasil 0.779 pada IUD dan 0.577 pada injeksi progestogen. Kedua nilai tersebut menunjukkan nilai P>0,05 yang me- miliki arti bahwa lama pemakaian metode kontra- sepsi tidak mempunyai pengaruh pada kembalinya siklus menstruasi normal. Dalam penelitian ini terdapat beberapa keter- batasan, antara lain tidak dapat diketahui pasti ka- pan ovulasi terjadi melainkan hanya dihitung ber- dasarkan rentang waktu awal penghentian metode kontrasepsi dengan kembalinya siklus menstruasi normal dan faktor-faktor yang menyebabkan tertun- danya siklus menstruasi normal seperti stres. SIMPULAN Kembalinya siklus menstruasi normal pada akseptor injeksi progestogen (7 bulan) lebih lama dibandingkan pada akseptor IUD (1 bulan). Tidak terdapat pengaruh antara lama pemakaian metode KB dengan kembalinya siklus menstruasi normal. Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan de- ngan metode kohort prospektif. Variabel penelitian juga dapat diganti dengan metode kontrasepsi lain misalnya kontrasepsi oral dengan implant. DAFTAR PUSTAKA 1 Badan Kependudukan dan Keluarga Beren- cana Nasional. Prediksi Pertumbuhan Pendu- 12 Astri Kartika Sari, Perbandingan Kembalinya Siklus Menstruasi Normal pada ... duk Meleset, BKKBN Genjot KB. 2012. Diak- ses tanggal 28 Maret 2012 dari http://www. b k k b n . g o . i d / b e r i t a / P a g e s / P r e d i k s i - Pertumbuhan-Penduduk-Meleset,-BKKBN- Genjot-KB.aspx 2. Manuaba, IBG. Operasi Kebidanan, Kandung- an dan Keluarga Berencana untuk Dokter Umum (Edisi 1). Jakarta: EGC. 1999. 3. Llewellyn, D. Dasar-dasar Obstetri dan Gine- kologi (Edisi 6) (Hadyanto, penerjemah). Ja- karta: Hipokrates. 2001. 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 2006. Tanjung Pinang. 2006. 5. Panuntun, S., Wilopo, SA., Kurniawati, L. Juni. Hubungan antara Akses KB dengan Pemilihan Kontrasepsi Hormonal dan Non Hormonal di Kabupaten Purworejo. Berita Kedokteran Masyarakat, 2009; 25: 88-95. 6. Hacker, N., Moore, JG. Esensial Obstetri dan Ginekologi (ed.2). Jakarta: Hipokrates. 2001. 7. Saifuddin, AB., Affandi, B., Baharuddin, M., Soekir, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi (ed.2.). Jakarta: ayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010. 8. Scott, J.R., Gibbs, R.S., Karlan, B.Y., Haney, A.F. Danforth’s Obstetrics and Gynecology (9th ed.). Philadelphia: Lippincott W illiams & Wilkins. 2003. 9. Firley, D.H. Lecture Notes on Obstetric and Gynaecology (2nd ed.). Massachusetts: Blackwell. 2004. 10. American Collage of Obstetricians and Gyne- cologist. Tool Kit for Teen Care (2nd ed). Wash- ington. 2010. 11. Oriowo MA, Landgren BM, Stenström B, Diczfalusy E.. A Comparison of the Pharma- cokinetic Properties of Three Estradiol Esters. Contraception. 1980; 21 (4): 415-24. 12. Miller, A.W.F. & Callander, R. Obtetrics Ilus- trated (4th ed).New York: Churchill Livingstone Inc. 1989. 13. Manuaba, IBG. Kapita Selekta Penatalak- sanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC. 2001.