37 Mutiara Medika Vol. 13 No. 1: 37-42, Januari 2013 Potensi ADP dan Katalase dalam Ekstrak Air Lidah Buaya (Aloe vera) sebagai Antiinflamasi pada Model Tikus Luka Terkontaminasi Enzymatic Activity of Water Extracts of Aloe vera and It’s Potential as an Anti-Inflammatory in Rats Model of a Wound Contaminated Agung Biworo,1 Windy Yuliana Budianto,2 Rismia Agustina,2 Eko Suhartono3* 1Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat 2Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat 3Bagian Kimia/Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat *Email: ekoantioksidan@yahoo.com Abstrak Lidah buaya (Aloe vera) mengandung enzim antioksidan yang dapat menghambat kerja dari mediator inflamasi dan penghilang rasa sakit. Pada penelitian ini akan diukur aktivitas enzim antioksidan askorbat dependent peroksidase dan katalase ekstrak air Aloe vera serta potensinya sebagai antiinflamasi pada tikus yang mengalami luka terkontaminasi. Penelitian ini menggunakan rancangan post test only control group dengan simple random sampling pada 36 ekor tikus yang terbagi atas 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol (P0) dan perlakuan (P1) merupakan kelompok tikus dengan luka terkontaminasi yang diberikan balutan dengan menggunakan ekstrak air lidah buaya 0,2 mg/g BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim antioksidan askorbat dependent peroksidase dan katalase masing-masing 37,8 menit-1 dan 3,145 menit-1 dan rata-rata penurunan intensitas warna kemerahan dari eritema pada kelompok yang diberi ekstrak air lidah buaya (Aloe vera) lebih cepat daripada kelompok kontrol. Diismpulkan bahwa ekstrak air lidah buaya berpotensi sebagai antiinflamasi pada model tikus luka terkontaminasi. Kata kunci: katalase, askorbat dependent peroksidase, eritema, Aloe vera, luka terkontaminasi Abstract Aloe vera contained an antioxidant enzyme that can inhibit the work of the mediators of inflamma- tion and pain. With this research, however, will be measured the antioxidant enzyme activity of ascorbic dependent peroxidase and catalase on water extract Aloe vera and its potential as an anti-inflammatory on rat model wound contaminated. This research uses the post test only control group with simple random sampling techniques, with 36 rats were divided into two groups, namely the control and treat- ment groups. The control group (P0) is a control group and treatment group (P1) is a group of mice with wounds contaminated given the wrap by using water extracts of Aloe vera 0.2 mg/g BB. In this study it was concluded that the antioxidant enzyme activity of activity of ascorbic dependent and catalase each 37.8 seconds-1 minute-1 and 3,145. In addition, the decrease in intensity of redness of erythema on the group that was given a water extract of Aloe Vera (Aloe vera) is faster than the control group. It can be concluded that the water extract of Aloe vera as anti-inflammatory potential in a mouse model of con- taminated wounds. Key words: catalase, ascorbic dependent peroxidase, erythema, Aloe vera, wound contaminated ARTIKEL PENELITIAN 38 Agung Biworo, Aktivitas Enzimatik Ekstrak Air Lidah Buaya dan Potensinya ... PENDAHULUAN Antioksidan adalah senyawa yang dapat me- mutus rantai radikal bebas, serta menghambat oksi- dasi substrat secara bermakna. Antioksidan dapat ditemukan pada manusia, hewan, maupun tanam- an.1,2,3,4 Pada tanaman, sebagaian besar senyawa antioksidan ditemukan pada kayu, kulit kayu, akar, biji, batang dan daun. Senyawa tersebut dibentuk oleh tanaman dalam rangka mempertahankan hi- dupnya terhadap senyawa oksigen reaktif.2 Lidah buaya (Aloe vera) adalah tanaman asli dari Afrika yang termasuk famili Liliaceae dan me- miliki kandungan senyawa antioksidan.5 Berdasar- kan hasil penelitian yang dilakukan oleh Medonca et al. (2009)6 menunjukkan bahwa sejumlah vita- min yang terkandung dalam lidah buaya memiliki efek antioksidan yang dapat menyehatkan kulit dan mempercepat perbaikan jaringan kulit yang rusak. Sementara itu, hasil penelitian Junianto dkk. (2006)7 menunjukkan bahwa dengan adanya kandungan enzim-enzim pada ekstrak air lidah buaya dapat menghambat kerja dari mediator inflamasi dan penghilang rasa sakit. Pada setiap tanaman terkandung enzim anti- oksidan yang berperan sebagai scavenger dari radikal bebas yang reaktif. Enzim-enzim tersebut bekerja sebagai respon perlindungan dari radikal bebas sebagai hasil reaksi metabolik.8 Enzim- enzim tersebut antara lain enzim askorbat depen- dent peroksidase dan katalase.2 Enzim askorbat dependent peroksidase (EC 1.11.1.11) adalah enzim yang mengkatalisis substrat askorbat dan peroksida menjadi monodehidroaskorbat. Semen- tara itu, enzim katalase (EC 1.11.1.6) merupakan enzim yang bekerja dengan cara mengkatalisis perubahan peroksida menjadi air dan oksigen.8 Pemanfaatan ekstrak lidah buaya sebagai anti- inflamasi sudah banyak dilakukan, tetapi kemung- kinan peranan enzim di dalam ekstrak lidah buaya sebagai antiinflamasi belum banyak dikaji. Untuk mengkaji hal tersebut, pada penelitian ini akan di- buat model inflamasi pada tikus yang mengalami luka terkontaminasi. Parameter inflamasi yang di- gunakan adalah warna kemerahan dari eritema. Hal ini didasarkan bahwa eritema merupakan salah satu penanda inflamasi, selain panas (calor), nyeri (dolor), bengkak (tumor) dan kehilangan fungsi (functiolesa).9 Penelitian ini bertujuan untuk mengukur aktivi- tas enzim antioksidan askorbat dependent perok- sidase dan katalase ekstrak air Aloe vera serta potensinya sebagai antiinflamasi pada tikus yang mengalami luka terkontaminasi. BAHAN DAN CARA Penelitian ini menggunakan rancangan post test only control group dengan teknik pengambilan sampel simple random sampling. Penelitian ini di- laksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Fakul- tas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat pada bulan Juni – Juli 2012. Penelitian ini menggunakan 36 ekor tikus yang terbagi atas 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan perlakuan. Kelompok kontrol (P0) adalah ke- lompok tikus putih dengan luka terkontaminasi tan- pa diberikan perlakuan, kelompok perlakuan (P1) merupakan kelompok tikus dengan luka terkonta- minasi yang diberikan balutan dengan mengguna- kan ekstrak air lidah buaya 0,2 mg/g BB. Masing- masing kelompok terdiri atas 18 ekor tikus yang dihitung menggunakan rumus Federrer. Lidah buaya diperoleh dari pekarangan rumah 39 Mutiara Medika Vol. 13 No. 1: 37-42, Januari 2013 di daerah Banjarbaru. Ekstrak lidah buaya dibuat dengan cara maserasi. Aktivitas askorbat dependen peroksidase diten- tukan dengan metode yang dikembangkan oleh Candan (2003).8 Sebanyak 1 mL 25 mM PBS (pH=7) ditambahkan dengan 1mL 0,1 mM EDTA, 1mL 1mM H202, 1 mL 0,25 mM asam askorbat, dan 1 mL ekstrak sampel 250C, kemudian dicampur dan diukur absorbansi (A0). Campuran yang sudah dibiarkan selama 5 menit, setelah itu diukur absorbansi (A1). Aktivitas dinyatakan sebagai unit enzim, yakni perubahan absorbansi substrat dalam satuan waktu. Aktivitas Katalase. Aktivitas askorbat depen- den peroksidase ditentukan dengan metode yang dikembangkan oleh Candan (2003).8 Sebanyak 1 mL larutan 25 mM PBS (pH=7) ditambahkan 1 mL 10,5 mM H2O2, dan 1 mL ekstrak sampel 250C kemudian dicampurkan dan diukur absorbansi (A0). Campuran yang sudah dibiarkan selama 5 menit, setelah itu diukur absorbansi (A1). Aktivitas dinyatakan sebagai unit enzim, yakni perubahan absorbansi substrat dalam satuan waktu. Percobaan ini menggunakan tikus putih (Rat- tus norvegicus) jantan dengan berat badan antara 200-250 gr dan berumur 2,5 – 3 bulan yang diper- oleh dari Universitas Gadjah Mada. Sebelum diberi- kan perlakuan, tikus diadaptasikan selama 7 hari. Selama dalam proses adaptasi, tikus putih ditem- patkan pada kandang terpisah berdasarkan pem- bagian kelompok, diberi pakan dan minum yang sama, yaitu pelet dan air PDAM. Setelah proses adaptasi, selanjutnya tikus di- anastesi dengan eter secara inhalasi. Kemudian dilakukan pencukuran bulu tikus sepanjang 3-5 cm pada bagian punggung yang akan dilakukan insisi. Setelah itu dilakukan anestesi inhalasi kembali de- ngan eter dan desinfeksi pada area kulit tikus yang akan dilakukan insisi dengan alkohol. Insisi dilaku- kan dengan scalpel steril, panjang luka 2,5 cm de- ngan kedalaman luka sampai area subkutan. Luka yang dihasilkan dipaparkan terhadap kontaminan berupa pasir dan didiamkan selama 8 jam. Setelah itu, luka dibersihkan menggunakan NaCl 0,9% dan luka ditutup dengan menggunakan kasa lembab dan dibalut sesuai kelompok penelitian. Pengukuran eritema. Eritema diukur dengan cara memfoto obyek luka menggunakan kamera digital. Hasil foto diolah untuk mengetahui intensitas warna kemerahan dari eritema pada area dekat luka dan kulit normal dengan menggunakan apli- kasi Program Corel Photopaint Suit Graphic 12. Hasil yang didapatkan berupa rata-rata dari inten- sitas warna kemerahan. Data yang diperoleh dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Diperoleh data berdistribusi normal, sehingga dianalisis dengan menggunakan uji Independent Sample T Test (± = 0,05). HASIL Berdasarkan hasil pengukuran aktivitas anti- oksidan enzimatik yang terkandung dalam ekstrak air lidah buaya, yakni askorbat dependent perok- sidase (ADP) dan katalase disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Hasil Pengukuran Enzim yang Terkandung dalam Ekstrak Air Lidah Buaya 40 Agung Biworo, Aktivitas Enzimatik Ekstrak Air Lidah Buaya dan Potensinya ... Potensi antiinflamasi ekstrak air tanaman lidah buaya dapat ditentukan dengan mengukur derajat eritema sebagai penanda inflamasi yang terjadi di sekitar daerah luka. Hasil pengukuran rerata eri- tema dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil uji normalitas dan homogenitas data dengan menggunakan uji Shapiro Wilk dan Levene’s Test, didapatkan bahwa data berdistribusi normal dan bersifat homogen (p>0,05). Selanjutnya dengan menggunakan uji Independent Sample T Test, dihasilkan nilai p=0,015 (p-value<0,05). Hal ini berarti rata-rata penurunan intensitas warna ke- merahan dari eritema pada kelompok yang diberi ekstrak air lidah buaya (Aloe vera) lebih cepat daripada kelompok kontrol. DISKUSI Puncak warna kemerahan dari eritema pada kelompok kontrol terjadi pada hari ke-3 yaitu sebe- sar 67,45% sedangkan pada kelompok perlakuan adalah 64,29%. Penurunan warna kemerahan dari eritema pada kelompok kontrol terjadi dalam waktu 7 hari 19 jam 12 menit, sedangkan pada kelompok perlakuan terjadi dalam waktu 5 hari 19 jam 12 menit. Penurunan intensitas warna kemerahan dari eritema pada kelompok perlakuan berlangsung lebih cepat secara bermakna daripada kelompok kontrol. Hal ini terjadi karena fase inflamasi pada proses penyembuhan luka berlangsung secara alami. Fase inflamasi ini berlangsung sesaat se- telah terjadinya perlukaan, sehingga menimbulkan rangsangan untuk dilepaskannya zat kimia (kinin, prostaglandin, histamin), dan mediator inflamasi lain yang akan menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang.10 Pada fase inflamasi ditandai oleh adanya erite- ma, edema, rasa hangat pada kulit, rasa sakit, dan kehilangan fungsi.11 Reaksi peradangan diawali de- ngan terjadinya vasokontriksi sesaat yang segera diikuti oleh vasodilatasi pada arteriol yang akan menyebabkan peningkatan aliran darah sehingga terjadi pembukaan mikrovaskuler baru seperti arte- riol kecil, pembuluh kapiler, dan vena.12 Vasodilatasi tersebut akan menyebabkan terjadinya hiperemi disekitar daerah luka yang secara klinis akan tam- pak sebagai warna kemerahan dan rasa hangat. Tahapan selanjutnya adalah peningkatan permea- 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 R at a- ra ta E ri te m a (% ) Waktu (Hari) Kontrol Aloe vera Gambar 2. Perbandingan rerata Penurunan Intensitas Warna Kemerahan dari Eritema pada Tikus yang Mengalami Luka Terkontaminasi antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan yang Diberi Ekstrak Air Aloe vera. 41 Mutiara Medika Vol. 13 No. 1: 37-42, Januari 2013 bilitas pembuluh darah, sehingga terjadinya pening- katan eksudat tinggi protein yang menimbulkan edema di daerah perlukaan.10 Fase inflamasi berja- lan alami karena tidak adanya komponen agen anti- inflamasi yang dapat menghambat kerja dari me- diator inflamasi.7 Meskipun demikian, lama terjadi- nya fase inflamasi pada proses penyembuhan luka pada setiap tikus berbeda-beda, dapat dikarenakan adanya faktor pengganggu yang tidak dapat diken- dalikan oleh peneliti misalnya sirkulasi.9 Pemberian ekstrak air lidah buaya (Aloe vera) menyebabkan penurunan intensitas warna keme- rahan dari eritema yang lebih cepat daripada kon- trol. Hal ini diduga karena adanya enzim askorbat dependent peroskidase dan katalase yang terlibat didalam penurunan kemerahan dari eritema. Aktivi- tas enzimatik askorbat dependent peroksidase dan katalase diduga berperan sebagai inhibitor di jalur siklooksigenase. Jalur siklooksigenase merupakan rangkaian reaksi perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin, yakni senyawa mediator munculnya nyeri.2,13 Senyawa peroksida diperlukan pada saat ta- hap awal konversi asam arakhidonat menjadi pros- taglandin. Pada tahap tersebut, terjadi abstraksi satu atom hidrogen pada atom karbon 13 asam lemak. Reaksi ini, akan membentuk radikal arakhi- donil. Apabila tersedia dua molekul oksigen, radikal arakhidonil akan diubah menjadi radikal prostag- landin, yang kemudian akan diubah menjadi pros- taglandin.2 Kehadiran enzim askorbat dependent peroksi- dase dan katalase akan mengkatalisis perubahan senyawa peroksida menjadi air. Jika peroksida terkatalisis menjadi air, pembentukan radikal ara- khidonil akan terhambat. Disamping itu, pengikatan oksigen oleh askorbat oksidase juga akan meng- hambat pembentukan radikal arakhidonil. Lebih jauh lagi, penghambatan pembentukan arakhidonil menyebabkan tidak terbentuknya prostaglandin.2,14 Selain enzim askorbat dependent peroksidase dan katalase, pada lidah buaya (Aloe vera) me- ngandung B-sitosterol dan lupeol.8,15 B-sitosterol merupakan sterol yang memiliki efek antiinflamasi seperti obat steroid yang dapat merangsang pe- nyembuhan luka.9,16 Sementara itu, senyawa Lu- peol yang terkandung berfungsi sebagai antiinfla- masi antiseptik dan analgesik.8 Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil pene- litian Yagi dan Takeo (2003)16 yang menyatakan bahwa kandungan lidah buaya (Aloe vera) membe- rikan efek antitumor, dan antiinflamasi.16 Penelitian lain yang dilakukan oleh Davis pada tahun 199417 juga membuktikan bahwa lidah buaya memiliki aktivitas faktor pertumbuhan dengan cara meng- hambat nyeri, inflamasi, menstimulasi fibroblast untuk menghasilkan kolagen dan proteodoglikan, serta meningkatkan daya rentang luka sehingga dapat memperbaiki kerusakan jaringan.17 SIMPULAN Aktivitas enzim antioksidan askorbat depen- dent peroksidase dan katalase pada ekstrak air Aloe vera masing-masing 37,8 menit-1 dan 3,145 menit-1. Terdapat penurunan intensitas warna ke- merahan dari eritema tikus pada kelompok yang diberi ekstrak air lidah buaya (Aloe vera) lebih cepat daripada kelompok kontrol. Dengan demikian dapat dismpulkan bahwa ekstrak air lidah buaya berpo- tensi sebagai antiinflamasi pada model tikus luka terkontaminasi. 42 Agung Biworo, Aktivitas Enzimatik Ekstrak Air Lidah Buaya dan Potensinya ... DAFTAR PUSTAKA 1. Suhartono E., Setiawan B. Kapita selekta bio- kimia: radikal bebas, antioksidan dan penya- kit. Banjarmasin: Pustaka Banua, 2006. 2. Bi woro A., Qamariah N., Suhartono E., Suhartono, E., Setiawan, B., Ulfah, A. Aktivitas antioksidan enzimatik perasan buah mengku- du dan potensinya sebagai analgesik. Jurnal Obat Bahan Alam, 2006; 5 (2): 56-63. 3. Kikuzaki H, Hisamoto M, Hirose K, Akiyama K, Taniguchi H. Antioxidants properties of feru- lic acid and its related compound. J Agric Food Chem, 2002; 50 (7): 2161-2168. 4. Suhartono E., Ella Viani, Mustaqim Apriyansa Rahmadhan, Imam Syahuri Gultom, Muham- mad Farid Rakhman and Danny Indrawardha- na. Screening of Medicinal Plant for Total Fla- vonoid and Antioxidant Activity in South Kali- mantan of Indonesian. Int J Chemical Engi- neering and Applications, 2012; 3(4): 297-99 5. Yohdian LF. Efek analgesik sari buah meng- kudu (Morinda citrifolia L.) pada tikus putih jantan Galur Wistar dengan tes “hotplate anal- gesia meter”. JKK, 2003; 55: 510-15. 6. Mendonça FA, Passarini Junior JR, Esquisatto MA, Mendonça JS, Franchini CC, Santos GM. Effect of the aplication of Aloe vera (L.) and microcurrent on the healing of wounds surgi- cally induced in Wistar rats. Acta Cirurgica Brasileria, 2009; 24 (2): 150-55. 7. Junianto V, Prasetyo BM. Aktivitas sediaan gel dari ekstrak lidah buaya (Aloe barbadensis Mill) pada persembuhan luka mencit (Mus muculus albinus). J. II. Pert. Indon, 2006; 11(1): 18-23. 8. Candan N. Changes in chlorophyll-carotenoid contents, antioxidant enzyme activities and lipid peroxidation levels in Zn-stressed Men- tha pulegium. Turk J Chem, 2003; 27 ( : 21- 30. 9. Kozier B. Fundamental of nursing, conceps, process, and practice. 4th edition. Addison Wesley: Publishing Company Inc, 2000. 10. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005. 11. Postaver ME, Becky D, Collins N. Nutrition: a critical component of wound healing. Wound Care Journal, 2010; 23 (12): 560-572 12. Gifford, L. Pathophysiology: An Essential Text For The Allied Health Prosfession. Oxford Philadelphia St Louis Sydney Toronto.ISBN 07506 52349. 2005. 13. Kulmacz RJ. Regulation of cyclooxigenase ca- talysis by hydroperoxide. Biochem. Biophys. Res.Com, 2005; 388: 25-33. 14. Nishikawa F., Kato M., Hyodo H., Ikoma Y., Sugiura M. and Yano M. Ascorbate metabo- lism in harvested broccoli. J. Exp. Botany, 2003; 54 (392): 2439-48. 15. Seongwon C, Myung-hee C. Relationship be- tween Aloe vera component and their biologic effect. Seminar in Integrative Medicine, 2003; 1 (1): 53-62. 16. Yagi A, S Takeo. Anti inflammatory constitu- ents, aloesin, and aloemannan in Aloe speci- eas and effects of tanshion VI in Salvia miltio- rrhiza on heart. Yakugaku Zasshi, 2003; 123 (7): 517-532. 17. Davis RH, Di Donanto JJ, Hartman GM, Haas RC. Anti-inflammatory and wound healing of a growth substance in Aloe vera. J Am Podiatr Med Assoc, 1994; 84 (2): 77-81.