37 Mutiara Medika Vol. 10 No. 1:37-43 Januari 2010 Evaluasi Kesejahteraan Sekolah dengan Pendekatan Model Sekolah Sejahtera di SMP 24 Malang Evaluation of School Well-being with The School Well-being Model Approach in SMP 24 Malang Yoyok Bekti Prasetyo Korespondensi: Bagian Keperawatan Komunitas Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang. Email: yybekti_pras@yahoo.com Abstract One of model that can be developed on school health programs is The School Well-being Model. Indicators prosperous school includes four dimensions: school conditions (having), social relationships (loving), the mean self-fullfiment (being), and health status. This study aims to evaluate the condition of SMP 24 Malang based welfare indicators of The School Well- being Model. Descriptive research design was to determine the school prosper with school welfare conditions. Data collection using the School Health Promotion Survey (SHPS). The condition of SMP 24 Malang is a dusty (73.3%) and noise (61.9%). There are difficulties in doing the task group students (71.3%) and interact with friends (55.5%). There are difficulties in preparing for the exam students (51.8%) and homework (32.8%). Perceived health problems in the past month is feeling tired and weak (42.1%), headache (36.8%) and, insomnia (23.9%). Health promotion schools that need it suggests the hearing conversation program, counseling programs, measures to reduce physical and psychological stress. Key words: health status, school prosperity, Schooll Well-being factor, social relationship. Abstrak Salah satu model yang dapat dikembangkan pada program kesehatan sekolah adalah Model Sekolah Sejahtera (The School Well-being Model). Indikator sekolah sejahtera meliputi empat dimensi yaitu: school condition (having), social relationship (loving), mean self-fullfiment (being), dan health status. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kondisi kesejahteraan SMP 24 Malang berdasarkan indikator Model Sekolah Sejahtera. Desain penelitian adalah deskriptif untuk menentukan sekolah sejahtera dengan Kondisi kesejahteraan sekolah. Pengumpulan data menggunakan Survei Promosi Kesehatan Sekolah (School Health Promotion Survey/SHPS). Kondisi sekolah di SMP 24 Malang adalah berdebu (73,3%) dan suara bising (61,9%). Ada kesulitan siswa dalam mengerjakan tugas kelompok (71,3%) dan berinteraksi dengan teman (55,5%). Ada kesulitan siswa dalam mempersiapkan ujian (51,8%) dan mengerjakan pekerjaan rumah (PR) (32,8%). Masalah kesehatan yang dirasakan dalam sebulan terakhir adalah merasa lelah dan lemas (42,1%), sakit kepala (36,8%), sulit tidur (23,9%). Promosi kesehatan sekolah yang perlu disarankan adalah hearing conversation program, program konseling, tindakan untuk mengurangi stres fisik dan psikologis. Kata kunci: status kesehatan, sekolah sejahtera, faktor kesejahteraan sekolah, hubungan sosial. 38 Pendahuluan Sekolah sebagai sebuah organisasi dituntut untuk dapat memecahkan: (1) masalah tentang bagaimana memperoleh sumber daya yang mencukupi dan dapat menyesuaikan dengan tuntutan lingkungannya, (2) masalah tentang upaya- upaya pencapaian tujuan pendidikan di sekolah, (3) masalah pemeliharaan solidaritas, dan (4) masalah upaya menciptakan dan mempertahankan keunikan nilai yang dkembangkan di sekolah. Keempat hal di atas menjadi kerangka acuan dalam mengembangkan sekolah sehat. Sekolah sehat pada dasarnya merupakan bagian dari kajian tentang iklim sekolah atau budaya sekolah, yang di dalamnya membicarakan tentang kemampuan sekolah untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi sekolah dan kemampuan sekolah dalam mengatasi berbagai tekanan eksternal yang dapat mengganggu terhadap pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Promosi kesehatan sekolah dikarakteristikan dengan kekuatan sekolah secara menetap untuk mempertahankan kapasitas sehat dalam kehidupan sekolah. Tujuan promosi kesehatan sekolah adalah: menguatkan kemampuan advokasi dalam mengembangkan program sekolah sehat, menciptakan kerjasama dalam mengembangkan program sekolah sehat, penguatan kapasitas penelitian dalam mengembangkan program sekolah sehat. Health Promoting School adalah sekolah yang telah melaksanakan UKS dengan ciri-ciri melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah, menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan aman, memberikan pendidikan kesehatan di sekolah, memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan, ada kebijakan dan upaya sekolah untuk mempromosikan kesehatan dan berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.1 Upaya untuk mencapai generasi sehat sekolah dikenal dengan program promosi kesehatan sekolah. Salah satu program promosi kesehatan sekolah ini melalui Upaya Kesehatan Sekolah (UKS). Health Promoting School adalah sekolah yang telah melaksanakan UKS dengan ciri- ciri melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah, menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan aman, memberikan pendidikan kesehatan di sekolah, memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan, ada kebijakan dan upaya sekolah untuk mempromosikan kesehatan dan berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.1 Akar dari sekolah sehat adalah pendidikan kesehatan dan lingkungan sekolah sehat.2 Salah satu model yang dapat dikembangkan pada program kesehatan sekolah adalah Model Sekolah Sejahtera (The School Well-being Model). The School Well-being Model memberikan indikator sekolah sejahtera meliputi empat dimensi yaitu: school condition (having), social relationship (loving), mean self-fullfiment (being), dan health status. Mean self- fullfiment meliputi kemungkinan siswa untuk belajar sesuai kapasitas dan sumber yang dimilikinya. Health status melihat siswa dari tanda dan gelaja penyakit dan kondisi sakit.3 Penelitian ini bertujuan mengevaluasi sekolah yang ada di Malang untuk menentukan kondisi sejahtera sekolah tersebut. Bahan dan Cara Desain penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di SMP 24 Wilayah kota Malang. Waktu penelitian dilakukan selama satu bulan mulai tanggal 10 Januari s/d 30 Mei 2009. Faktor-faktor sekolah sehat yang memiliki 4 indikator meliputi: 1) Kondisi sekolah: kondisi kelas, suara bising, cahaya, ventilasi, debu, fasilitas yang minim, ruang santai, kekerasan, kejadian beresiko, tekanan waktu, 2) Hubungan sosial: perhatian guru, pelayanan guru, hubungan dengan teman, kejadian marah, 3) Pencapaian diri: dorongan guru, masalah dalam menemui guru, menghadapi ujian, mengerjakan PR, dsb., 4) Status kesehatan: riwayat kesehatan (ISPA), nyeri leher, nyeri punggung, nyeri perut, iritasi, sulit tidur, sakit kepala, merasa lelah, mrasa gemetar, pelayanan perawat dan konseling. Alat ukur yang digunakan adalah Survei Promosi Kesehatan Sekolah (School Health Promotion Survey/SHPS) Yoyok Bekti Prasetyo, Evaluasi Kesejahteraan Sekolah ... 39 Mutiara Medika Vol. 10 No. 1:37-43, Januari 2010 Hasil Karakteritik responden penelitian ini dikaji berdasarkan proporsi dari usia dan jenis kelamin siswa. Dari 247 siswa peserta penelitian, rata-rata usia siswa di SMP 24 Malang adalah 13, 68 tahun dengan standart deviasi 1,11 tahun. Usia paling muda adalah 12 tahun dan tertua 17 tahun. Tabel 1. menunjukkan bahwa siswa laki-laki memiliki proporsi yang lebih banyak (56,7%), dari pada siswa perempuan yaitu (43,3%). Tabel 1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Siswa SMP 24 Malang Tahun 2009 (n = 247) Karakteristik Responden Frekuensi Prosentase Jenis kelamin : F % Laki-laki 140 56,7 Perempuan 107 43,3 Total 247 100 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Faktor Kondisi Sekolah di SMP 24 Malang Tahun 2009 (n = 247) Karakteristik Faktor Frekuensi Prosentase Kekacauan dalam kelas Tidak ada 8 3,2 Sedikit 83 33,6 Ada 156 63,2 Suara bising Tidak ada 12 4,9 Sedikit 82 33,2 Ada 153 61,9 Cahaya kurang terang Tidak ada 126 51 Sedikit 85 34,4 Ada 36 14,6 Udara pengap Tidak ada 85 34,4 Sedikit 104 42,1 Ada 58 23,5 Debu Tidak ada 2 0,8 Sedikit 64 25,9 Ada 181 73,3 Fasilitas yang minim Tidak ada 23 9,3 Sedikit 76 30,8 Ada 148 59,9 Ruang santai Tidak ada 110 44,5 Sedikit 49 19,8 Ada 88 35,6 Kekerasan Tidak ada 125 50,6 Sedikit 72 29,1 Ada 50 20,2 40 Di SMP 24 Malang, terdapat hal yang menonjol yang perlu diperhatikan, antara lain 63,2% kekacauan dalam kelas, 61,9% suara bising dan 73,3% berdebu. Selain kondisi tersebut, kekerasan yang terjadi di sekolah (school bullying) dapat mengakibatkan gejala kesehatan fisik seperti sakit kepala, sakit tenggorokkan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bagi korban yang mengalami perilaku agresif juga mungkin mengalami luka-luka pada fisik siswa. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Faktor Hubungan Sosial di SMP 24 Malang Tahun 2009 (n = 247) Karakteristik Faktor Frekuensi Prosentase Guru perhatian pada sesuatu yang dikerjakan siswa Sangat setuju 60 24,3 Setuju 147 59,5 Tidak setuju 34 13,8 Sangat tidak setuju 5 2 Guru melayani siswa dengan baik Sangat setuju 89 36 Setuju 125 50,6 Tidak setuju 19 7,7 Sangat tidak setuju 14 5,7 Merasa santai dengan teman di dalam kelas untuk belajar bersama Sangat setuju 64 25,9 Setuju 140 56,7 Tidak setuju 28 11,3 Sangat tidak setuju 13 5,3 Masalah saat mengerjakan tugas di sekolah dengan bekerja kelompok Tidak pernah 22 8,9 Sesekali 176 71,3 Sering 45 18,2 Selalu 3 1,2 Masalah saat mengerjakan tugas di sekolah untuk berhubungan dengan teman Tidak pernah 58 23,5 Sesekali 137 55,5 Sering 37 15 Selalu 13 5,3 Yoyok Bekti Prasetyo, Evaluasi Kesejahteraan Sekolah ... 41 Mutiara Medika Vol. 10 No. 1:37-43, Januari 2010 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Faktor Pencapaian diri di SMP 24 Malang Tahun 2009 (n = 247) Karakteristik Faktor Frekuensi Prosentase Guru mendorong siswa untuk mengekspresikan pandangan selama pelajaran*) Tidak setuju 24 9,7 Setuju 143 57,9 Sangat setuju 42 17 Pandangan siswa sekolah terhadap pengembangan peningkatan sekolah**) Tidak setuju 8 3,2 Setuju 164 66,4 Sangat setuju 41 16,6 *) data missing 15,4%, **) data missing 13,8% Tabel 6. Distribusi Frekuensi Faktor Pencapaian Diri di SMP 24 Malang Tahun 2009 (n = 247) Karakteristik Faktor Frekuensi Prosentase Menemui guru saat pelajaran a) Tidak pernah 52 21,1 Sesekali 133 53,8 Sering 28 11,3 Selalu 32 13 Mengerjakan pekerjaan rumah (PR) atau tugas sekolah yang lain b) Tidak pernah 21 8,5 Sesekali 56 22,7 Sering 77 31,2 Selalu 81 32,8 Persiapan ujian c) Tidak pernah 10 4 Sesekali 42 17 Sering 61 24,7 Selalu 128 51,8 Menemukan teman belajar d) Tidak pernah 19 7,7 Sesekali 69 27,9 Sering 95 38,5 Selalu 48 19,4 Memulai tugas yang memerlukan aktivitas fisik e) Tidak pernah 36 14,6 Sesekali 94 38,1 Sering 71 28,7 Selalu 21 8,5 Mengerjakan tugas yang memerlukan membaca (dari buku, perpustakaan) f) Tidak pernah 16 6,5 Sesekali 67 27,1 Sering 117 47,4 Selalu 27 10,9 Mengerjakan tugas yang memerlukan menulis g) Tidak pernah 14 5,7 Sesekali 33 13,4 Sering 125 50,6 Selalu 70 28,3 Data missing: a) 0,8% b) 4,9% c)2,4% d)6,5% e)10,1% f)8,1% g)2,0% 42 Tabel 7. Distribusi Frekuensi Faktor Status Kesehatan Siswa di SMP 24 Malang Tahun 2009 (n = 247) Karakteristik Faktor Frekuensi Prosentase Riwayat penyakit infeksi pernapasan selama 6 bulan terakhir a) Tidak pernah 168 68 Jarang 68 27,5 Sering 5 2 Selalu 3 1,2 Riwayat keluhan selama 6 bulan terakhir: 1. Nyeri leher b) Tidak pernah 131 53 Satu kali dalam sebulan 82 33,2 Beberapa kali dalam sebulan 31 12,6 2. Nyeri punggung c) Tidak pernah 177 71,7 Satu kali dalam sebulan 49 19,8 Beberapa kali dalam sebulan 20 8,1 3. Nyeri perut Tidak pernah 126 51 Satu kali dalam sebulan 73 29,6 Beberapa kali dalam sebulan 48 19,4 4. Iritasi d) Tidak pernah 191 77,3 Satu kali dalam sebulan 24 9,7 Beberapa kali dalam sebulan 25 10,1 5. Sulit tidur Tidak pernah 136 55,1 Satu kali dalam sebulan 52 21,1 Beberapa kali dalam sebulan 59 23,9 6. Sakit kepalae) Tidak pernah 70 28,3 Satu kali dalam sebulan 85 34,4 Beberapa kali dalam sebulan 91 36,8 Data missing a) 1,2%; b)1,2%; c)0,4%; d)2,8%; e)0,4% Diskusi Tabel 2. menunjukkan bahwa kondisi kelas di SMP 24 Malang yang memiliki prosentase tinggi adalah adanya debu (73,3%) dan suara bising (61,9%). Selain itu, data yang terkait dengan adanya tekanan waktu sebanyak 35,2%, kekerasan sebanyak 20,2%, adanya kejadian berisiko sebanyak 19,8%. Kekerasan pada siswa, menurut Riauskina, Djuwita, Soesetio 4 didefinisikan sebagai school bulyying yaitu perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang atau kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah. Korban school bulyying akan cenderung mengalami berbagai macam gangguan yang meliputi kesejahteraan psikologis yang rendah, penyesuaian sosial yang buruk, gangguan psikologis, dan kesehatan yang buruk. Tabel 3. menunjukkan bahwa hubungan sosial di SMP 24 Malang ditinjau dari perhatian guru terhadap apa yang dikerjakan siswa, pelayanan guru terhadap siswa, hubungan antar teman dikelas dalam kategori baik. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya proporsi siswa yang menyatakan setuju dengan hal tersebut. Namun demikian masih ada kesulitan Yoyok Bekti Prasetyo, Evaluasi Kesejahteraan Sekolah ... 43 Mutiara Medika Vol. 10 No. 1:37-43, Januari 2010 siswa dalam mengerjakan tugas kelompok (71,3%) dan berinteraksi dengan teman (55,5%). Selain itu, terdapat masalah siswa saat mengerjakan tugas yang berhubungan dengan guru (37,2%), situasi sangat marah siswa selama belajar yang terjadi rata- rata sekali dalam seminggu (41,7%), dan melihat teman marah selama belajar di sekolah yang terjadi rata-rata sekali dalam seminggu (35,2%). Tabel 4. menunjukkan bahwa 57,9% guru berupaya mendorong siswa berekspresi dalam perpendapat di dalam kelas. Sebanya 66,4% siswa menyatakan setuju dengan upaya pengembangan sekolah. Tabel 5. menunjukkan bahwa siswa di SMP 24 Malang sebanyak sebanyak 51,8% siswa kesulitan mempersiapkan ujian, 32,8% siswa menemui kesulitan dalam mengerjakan PR. Fahrial 5 mengatakan bahwa ujian bagi siswa dapat menjadi pemicu terjadinya stress sehingga dapat mengakibatkan keluhan fisik seperti migrain, sakit kepala, nyeri ulu hati, sakit yang tidak jelas dan nafsu makan berkurang. Tabel 6. menunjukkan bahwa gejala yang dirasakan beberapa kali dalam sebulan oleh siswa SMP 24 Kota Malang adalah merasa lelah dan lemas (42,1%), sakit kepala (36,8%) dan sulit tidur (23,9%). Pelayanan kesehatan di sekolah ini tergolong cukup baik, yaitu 67,2% mudah menemui perawat dan 68% puas terhadap layanan konseling. Gejala sulit tidur pada siswa dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang menyebabkan stress, misalnya adanya konflik orang tua dan anak. Konflik antara orang tua dengan remaja yang berlarut- larut dapat menimbulkan berbagai hal yang negatif, baik bagi remaja itu sendiri maupun orang-tuanya. Kondisi demikian merupakan stresor bagi remaja yang akhirnya dapat menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks baik fisik, psikologik maupun sosial termasuk pendidikan. Permasalahan tersebut antara lain adalah keluhan fisik yang tidak jelas penyebabnya, permasalahan psikologis yang berdampak sosial seperti malas sekolah, membolos, terlibat perkelahian antara pelajar dan menyalahgunakan NAPZA. Kebutuhan tidur bagi siswa adalah kebutuhan dasar yang penting dan harus dipenuhi mengingat dampak merugikan yang bisa ditimbulkan. Menurut Samiudin6, kekurangan tidur jangka panjang dan pendek menyebabkan gangguan pada pikiran, bicara, daya ingat, konsentrasi, dan pertimbangan. Sifat lekas marah meningkat dan waktu untuk bereaksi menurun. Kekurangan tidur jangka panjang dapat berakibat paranoia dan halusinasi pandangan, taktil dan pendengaran. Kesimpulan Hasil evaluasi kesejahteraan sekolah di SMP 24 malang adalah sebagai berikut: 1. Kondisi fisik sekolah yang perlu mendapat perhatian adalah adanya debu (73,3%) dan suara bising (61,9%). 2. Kondisi hubungan sosial adalah kesulitan siswa dalam mengerjakan tugas kelompok (71,3%) dan berinteraksi dengan teman (55,5%). 3. Kondisi pencapaian diri bagi siswa adalah masih ada kesulitan siswa saat mempersiapkan ujian (51,8%) dan mengerjakan PR (32,8%). 4. Status kesehatan yang dirasakan beberapa kali dalam sebulan oleh siswa adalah merasa lelah dan lemas (42,1%), sakit kepala (36,8%) dan sulit tidur (23,9%). Daftar Pustaka 1. DEPKES RI. 2004. Kualitas Sumber Daya Manusia Ditentukan Pendidikan dan Kesehatan http://202.155.5.44/ index.php?option=news&task=viewartic le&sid=701&Itemid=2, diakses tanggal 5 Agustus 2008 2. Konu A. & Rimpela M. 2002. Factor structure of the school well-being model. Health education research. Vol.17,No.6.2002. Oxford University Press. 3. Konu A. & Rimpela M. 2002. Well- being in schools: a conceptual model. Health promotion international. Vol.17,No.1.2002. Oxford University Press 4. Riauskina, Djuwita, dan Soesitio. 2005. School Bulyying. http://www.rileks.com/ community/artikelmu/blogger.html. diakses tanggal 7 Mei 2009 5. Fahrial, 21 April, 2009. Waspadai Ujian Picu Stress. Sriwijaya Post. 6. Samiudin. 2000. Insomnia pada HIV dan Penatalaksanaannya. Research Initiative Treatment Action. Warta AIDS. Yayasan Spiritia