Yoni Astuti, Selly Fitriana, Nunuk Siti Rahayu, Pengaruh Pemberian Ekstrak Pare ................ 26 Pengaruh Pemberian Ekstrak Pare (Momordica charantia L) terhadap Motilitas dan Morfologi Sperma Mencit The effect extract of bitter melon ( Momordica charantia ) consumption on the motility and morphology of sperm cells in mice Yoni Astuti1, Selly Fitriana2 , Nunuk Siti Rahayu 3 1Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 3Fakultas Pertanian Universitas Widyadarma Klaten Abtract The role of man in Family Planning extend o the birth space is rare. Therefore, improvement efforts to create the family planning tools that have characteristic safe and reversible for man’s reproductive system are needed.It is wellknown that pare (Momordica charantia,L) showed the effect of spermatogenesis inhibition. The aim of this study is to reveal the influence of bitter melon extract on mice sperm activity. This experimental study used male mice which were given bitter melon extract by oral intubations. Twenty mice were divided into 2 groups. Group A was treated with bitter melon extract for 4 weeks and group B for 6 weeks. Each group were further divided into 5 subgroups which were treated with different dose 500, 600, 700, 800 mg/kg body weight/day and control subgroups were treated with aquadest. After this, mice were decapitated , and the left and right terminals of the epididymis were sectioned . Then the motility and morphology of the sperms cells were examined cupically. The results showed that there was a correlation between dose of extract, motility and morphology of sperms. The ANOVA analysis showed that there were significants differenced, at motility A(r = - 0,583), B(R = - 0,839) p = 0,27, normal morphology A(r = - 0,946), B(r = - 0,962) p = 0,000, abnormal morphology A( r = 0,930), B(r = 0,962) p = 0,000. It is concluded that the decreasing of motility and normal morphology of sperms were liniar with the increasing of dose and duration of extract treatment for sperm motility. The most minimally effective dosage were : 500 mg/weight/day during 4 weeks. Key words: Bitter melon extract, contraception, motility, spermatogenesis, sperm, sperm morphology Abstrak Peran pria dalam mengikuti program Keluarga Berencana (KB) untuk menjaga jarak kelahiran anak masih sangat sedikit. Sehingga perlu usaha untuk menciptakan alat KB yang aman dan bersifat sementara bagi pria. Pare (Momordica charantia,L) diketahui memiliki efek penghambatan spermatogenesis. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Mencit sebanyak 20 ekor terbagi dalam 2 kelompok. Kelompok A (kelompok diberi perlakuan selama 4 minggu dan kelompok B (kelompok yang diberi perlakuan selama 6 minggu). Tiap kelompok terdiri dari 5 sub kelompok dengan dosis berbeda, yaitu 500, 600, 700, 800 mg ekstrak pare/kg BB/hari dan sub kelompok kontrol yang diberi aquadest. Setelah masa perlakuan, mencit didekapitasi, epididimis bagian akhir dari saluran reproduksi sebelah kanan dan kiri diambil, dibuat suspensi dengan NaCl 0,9%. Dihitung motilitas sperma ,dihitung morfologi normal dan morfologi tidak normal. 27 Mutiara Medika Vol. 9 No. 1:26-32, Januari 2009 Hasil penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara dosis ekstrak dengan motilitas pada kelompok A : (r = -0,583) sedang pada kelompok B : (r = -0,839) dan korelasi dosis dengan morfologi sel sperma normal pada kelompok A : (r = -0,946), pada kelompok B : (r = -0,962) dan korelasi dosis dengan kelompok abnormal pada kelompok A : (r = 0,930) , pada kelompok B : (r = 0,962).Sedangkan uji ANOVA menunjukkan adanya beda nyata , yaitu antara dosis dengan pada motilitas p = 0,27 antara dosis dengan p = 0,000, morfologi abnormal p = 0,000. Disimpulkan bahwa penurunan motilitas dan morfologi sperma berbanding lurus dengan peningkatan dosis dan lama perlakuan. Dosis efektif minimal adalah 500mg/BB/hari selama waktu 4 minggu. Kata Kunci: Ekstrak pare, kontrasepsi, motilitas, morfologi spermatozoa, spermatogenesis, sperma Pendahuluan Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2002-2003, peserta Keluarga Berencana (KB) pria di Indonesia hanya berada pada kisaran 1,3 % (0,4% menggunakan alat kontrasepsi vasektomi dan 0,9% menggunakan kondom). Padahal jumlah total pengguna KB di Indonesia adalah 58,3% . Untuk itu diperlukan suatu kajian baru mengenai kontrasepsi pria . Upaya mencari obat kontrasepsi pria dengan memanfaatkan bahan dari tanaman telah banyak dilakukan oleh para ahli tetapi belum bamyak dilakukan secara intensif dan hasilnya belum dapat digunakan secara luas oleh masyarakat. Oleh karena itu eksplorasi dan penelitian obat kontrasepsi yang berasal dari tanaman masih perlu diintensifkan lagi karena Indonesia memiliki banyak jenis flora.Bahan obat-obatan untuk kontrasepsi yang berasal dari tanaman memiliki berbagai keuntungan, antara lain toksisitasnya rendah,mudah diperoleh, murah harganya, dan kurang menimbulkan efek samping.1 Tanaman pare (Momordica charantia, L) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai efek spermisid. Pemberian ekstrak pare dapat menurunkan kadar testoesteron mencit.2 Penelitian yang lain membuktikan ekstrak pare dapat menurunkan kualitas spermatozoa dan jumlah anak yang dilahirkan akibat perkawinan mencit jantan perlakuan dengan betina normal.3 Ekstrak pare berpengaruh pada penurunan kualitas sperma dan jumlah sel spermatogenik. Dengan dosis 250, 350, 450, 550 mg/kg BB/hari selama satu bulan belum berpengaruh terhadap kualitas spermatozoa dan jumlah sel spermatogenik. Pengaruh tersebut tampak nyata pada perlakuan selama dua bulan.4 Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak pare pada dosis 500, 600, 700, 800 mg/kg BB/hari terhadap motilitas dan morfologi spermatozoa. Bahan dan Cara Subyek penelitian ini adalah 20 ekor mencit jantan (berat 40-50gram, umur 3-4 bulan) yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan UGM. Mencit jantan dikelompokkan menjadi 2 kelompok. Kelompok A dengan perlakuan selama 4 minggu, kelompok B dengan perlakuan selama 6 minggu selanjutnya masing-masing kelompok dibagi lagi menjadi 5 subkelompok dengan perbedaan dosis perlakuan yaitu: 500, 600, 700, 800 mg/kg BB/hari, dan 1 kelompok kontrol dengan diberi aquadest. Bahan yang dipergunakan adalah ekstrak daging buah pare, giemsa, NaCl,alkohol sedangkan alat yang dipakai Hemositometer Nauber, Petridish steril, Mikroskop. Prosedur penelitian ini adalah pengamatan motilitas dan morfologi setelah 4 minggu dan 6 minggu setiap kelompok Yoni Astuti, Selly Fitriana, Nunuk Siti Rahayu, Pengaruh Pemberian Ekstrak Pare ................ 28 percobaan dan kontrol yang diambil dari terminal epididymis. Pengamatan morfologi setelah dicat dengan pewarnaan giemsa. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji korelasi dan anova yang dilanjutkan dengan uji LSD. Hasil Dari uji motilitas spermatozoa didapatkan tiga kriteria yaitu persentase motilitas spermatozoa aktif, lincah, bergerak lurus kedepan yang selanjutnya disebut motilitas motil maju, motilitas teratur dan spermatozoa tidak motil. Dari ketiga hasil tesebut yang memberikan arti penting adalah spermatozoa motil maju. Hasil rerata motilitas spermatozoa per bidang pandang pada masing – masing dosis dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rerata motilitas spermatozoa per bidang pandang Lama Pemberian Dosis Kontrol (1) Dosis 500 (2) Dosis 600 (3) Dosis 700 (4) Dosis 800 (5) 4 minggu (A) 16±1,41 7,5±3,54 9±2,83 8,5±4,95 7±4,24 6 minggu (B) 16,5±3,54 8±4,24 4,5±0,7 5,5±2,12 3,5±2,12 Dari hasil uji korelasi antara dosis yang diberikan terhadap motilitas dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Nilai korelasi antara motilitas terhadap kelompok dosis pare Motilitas terhadap Nilai R Dosis kelompok A -0,583 Dosis Kelompok B -0,839 Nampak pada kelompok A didapatkan r = -,583 yang jika diinterpretasikan berarti terdapat hubungan negatif yang agak rendah antara pemberian dosis ekstrak selama 4 minggu dengan penurunan motilitas spermatozoa, uji korelasi pada kelompok B r = -,839 yang menunjukkan hubungan sangat erat antara pemberian dosis ekstrak selama 6 minggu dengan penurunan motilitas spermatozoa. Ini berarti dengan memperpanjang waktu perlakuan ternyata akan semakin menurunkan motilitas spermatozoa tetapi perbedaannya tidak bermakna. Hal ini dapat ditunjukkan dari uji ANOVA ( tabel 3) didapatkan nilai p = 0,27 (p>0,05) yang berarti tidak didapatkan beda yang signifikan antara pemberian ekstrak pare selama 4 dan 6 minggu, karena tidak adanya beda nyata maka analisis data tidak dilanjutkan dengan uji LSD. Tabel 3. Hasil Anova Motilitas dan morfologi bormal dan abnormal Kriteria Nilai p Motilitas 0,027 Morfologi normal 0,000 Morfologi abnormal 0,000 29 Mutiara Medika Vol. 9 No. 1:26-32, Januari 2009 Penurunan motilitas telah terlihat pada kelompok A2. Dari hasil pengamatan, didapatkan gerakan-gerakan abnormal yaitu gerak di tempat dan gerak melingkar pada pemberian ekstrak buah pada kelompok A2. Hasil uji korelasi antara dosis pare terhadap morfologi spermatozoa normal dan abnormal dapat dicermati pada tabel 5. Terlihat bahwa ada korelasi yang kuat antara dosis pare terhadap morfologi spermatozoa. Pada dosis kelompok A Tabel 5. Nilai korelasi antara morfologi normal dan abnormal terhadap kelompok dosis pare terhadap morfologi normal sebesar r -0,946, sedangkan pada kelompok B sebesar - 0,962. Nilai korelasi antara dosis pare terhadap morfologi abnormal pada dosis kelompok A sebesar 0,930 sedangkan pada kelompok B sebesar :0,962. Dosis Pare Morfologi normal Morfologi abnormal Kelompok A -0,946 0,930 Kelompok B -0,962 0,962 Sedangkan uji korelasi pada spermatozoa abnormal didapatkan nilai r = 0,930 untuk kelompok A dan r = 0,962 untuk kelompok B. Ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara pemberian ekstrak pare dengan penurunan morfologi normal dan peningkatan jumlah morfologi abnormal. Pada uji ANOVA didapatkan nilai p = 0,000 ( tabel 3) pada morfologi normal ataupun abnormal dan akan dilanjutkan dengan uji LSD yang berarti terlihat ada beda yang bermakna (p,0,05) antara perlakuan selama 4 minggu dan perlakuan selama 6 minggu. Penurunan morfologi spermatozoa normal dan peningkatan spermatozoa abnormal telah tampak pada kelompok A2. Penurunan spermatozoa normal berbanding lurus dengan peningkatan dosis begitu juga sebaliknya didapatkan peningkatan morfologi spermatozoa abnormal. Morfologi spermatozoa yang abnormal menunjukkkan beberapa gambaran diantaranya, spermatozoa dengan abnormal kepala, leher, bagian tengah, ekor. Rerata jumlah spermatozoa abnormal pada masing masing kelompok percobaan dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Rerata Morfologi Spermatozoa abnormal Lama Pemberian Dosis Kontrol (1) Dosis 500 (2) Dosis 600 (3) Dosis 700 (4) Dosis 800 (5) 4 Minggu (A) 4±1,41 17±1,41 24,5±0,7 29,5±9,19 37±4,24 6 Minggu (B) 11±2,83 41,5±3,54 56±5,66 69±5,66 85,5±4,95 Tabel 4. Rerata Morfologi Spermatozoa normal Lama Pemberian Dosis Kontrol (1) Dosis 500 (2) Dosis 600 (3) Dosis 700 (4) Dosis 800 (5) 4 Minggu (A) 96±1,41 83±1,42 75,5±0,7 68,5±6,36 63±4,24 6 Minggu (B) 89±2,83 58,5±3,53 44±5,66 31±5,66 14,5±4,95 Morfologi yang diamati dari spermatozoa menunjukan adanya morfologi normal dan morfologi abnormal. Pada morfologi normal ditunjukkan dengan keadaan spermatozoa yang utuh dan soliter. Rerata jumlah spermatozoa dengan morfologi normal pada masing – masing kelompok percobaan dapat dilihat pada tabel 4. Yoni Astuti, Selly Fitriana, Nunuk Siti Rahayu, Pengaruh Pemberian Ekstrak Pare ................ 30 Morfologi spermatozoa merupakan paramater yang mempunyai nilai diagnostik, sehingga parameter ini penting artinya sebagai salah satu uji antifertilitas sebab bentuk spermatozoa terutama bentuk- bentuk yang abnormal dapat menunjukkan letak kelainan androloginya. Hal ini tentunya mempunyai arti penting pada penerapan terhadap spermatozoa manusia, sebab dengan mengetahui kelainan letak andrologi diharapkan adanya terapi ke arah perbaikan dari morfogi yang abnormal tersebut. Telah diketahui bahwa semen individu yang normal dan fertil dijumpai sejumlah spermatozoa dengan abnormalitas morfologi. Hal ini wajar saja, tetapi bila dalam jumlah besar maka dapat menurunkan kualitas semen dan berhubungan dengan fertilitas yang rendah, karena setiap sperma yang mempunyai morfologi abnormal tidak dapat membuahi ovum. Selama abnormalitas itu belum mencapai 20% maka individu itu masih bisa dianggap fertil. Dari hasil pengamatan diperoleh morfologi spermatozoa normal dan abnormal. Kedua hasil morfogi tersebut mempunyai arti seimbang dalam uji antifertiltas. Kelainan morfologi yang dijumpai meliputi : Abnormalitas kepala: yaitu kepala makro, kepala mikro, kepala ganda, kepala tanpa kait, kepala tumpul, kepala terlipat, kepala patah. Abnormalitas bagian tengah: yaitu bagian tengah pendek, bagian tengah menebal, bagian tengah menipis, bagian tengah melipat, bagian tengah bergelombang. Abnormalitas Ekor: yaitu ekor melipat, ekor melingkar, ekor bengkok, ekor bergelombang, ekor patah. Aglutinasi: yaitu aglutinasi kepala- kepala, aglutinasi kepala-ekor, aglutinasi ekor- ekor, aglutinasi rantai, aglutinasi palsu. Diskusi Pada pemberian ekstrak pare terlihat adanya gangguan, motilitas, dan morfologi oleh karena adanya kukurbitasin (momordikosida K dan L) yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel. Hambatan ini mungkin disebabkan oleh terhambatnya sumber energi dengan demikian sel spermatogenik tidak dapat berkembang membentuk spematozoa. Dibuktikan dalam penelitan Dixit bahwa konsentrasi RNA total dan konsentrasi protein testis menurun sangat nyata pada anjing yang diberi ekstrak pare. Dari ke2 parameter tersebut (motilitas, morfologi) saling berkaitan karena jika ada salah satu parameter yang terganggu akan menyebabkan pergerakan yang tidak normal. Kecepatan spermatozoa merupakan manifestasi bahwa spermatozoa tersebut mempunyai daya motilitas. Motilitas merupakan alat atau sarana untuk memindahkan spermatozoa karena harus melalui saluran reproduksi hewan betina. Jadi penting artinya dalam transport spermatozoa ke dalam reproduksi hewan betina.5 Adanya gangguan motilitas ini kemungkinan disebabkan oleh abnormalitas sperma. Motilitas juga dipengaruhi oleh hambatan enzim, aktifitas membran, aktifitas permukaan sedangkan pare juga merupakan kontrasepsi yang berbentuk surfaktan karena dapat mengganggu permiabilitas membran. Motilitas sperma diatur oleh aktifitas enzim, hambatan terhadap enzim dapat menyebabkan imobilisasi. Sekalipun demikian semua aktivitas agen imobilisasi sperma secara langsung menghambat enzim tersebut. Aktifitas agen spermisid meningkatkan permeabilitas lipid permukaan sel sperma Ini berakibat rusaknya enzim-enzim dan komponen sel-sel lain.Antara lain menhambat sitokrom oxidase dan enzim glikolitik. Dengan bertambahnya hambatan enzim-enzim tersebut berarti pemberian energi ATP di mitokondria yang digunakan sebagai energi bergeraknya spermatozoa akan terganggu.6 Energi untuk motilitas bersumber pada bagian tengah sperma, karena dibagian tersebut terdapat mitokondria yang memecah bahan-bahan tertentu untuk menghasilkan energi. Selanjutnya energi 31 Mutiara Medika Vol. 9 No. 1:26-32, Januari 2009 tersebut disalurkan ke bagian distal yaitu ekor, yang berakibat timbulnya gerakan pada ekor. Jadi bagian tengah merupakan sumber untuk pergerakan spermatozoa. Energi yang keluar tersebut menyebabkan dua macam gerakan. Pertama gerakan ke ujung ekor yang makin lama makin melemah. Gerakan kedua adalah sirkular dengan arah melingkari batang tubuh bagian tengah terus ke ujung ekor. Hasil dari dua gerakan tersebut menyebabkan motilitas spermatozoa yang bergerak lurus kedepan, lincah, aktif. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa hanya spermatozoa normal yang dapat bergerak secara normal, karena gerakan tersebut memerlukan keseimbangan dari semua bagian-bagian sperma. Pada uji morfologi didapatkan morfologi sperma normal mengalami penurunan (gangguan) akibat perlakuan dengan ekstrak pare. Kebalikan dari hal tersebut adalah meningkatnya spermatozoa abnormal. Perubahan morfologi spermatozoa ini sangat berhubungan dengan kemungkinan terjadinya peristiwa mutagenik, non mutagenik, selama spermatogenesis atau terjadinya gangguan pemasakan spermatozoa selama perkembangan posttestikuler.7 Abnormalitas spermameliputi abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder.8 Abnormalitas primer dapat terjadi karena kelainan-kelainan pada tubulus seminiferus maupun adanya gangguan testikuler. Sedangkan abnormalitas sekunder dapat terjadi setelah spermatozoa meninggalkan tubulus seminiferus selama ejakulasi dan perjalanannya melalui urethra atau manipulasi terhadap ejakulat. Dengan adanya hal tersebut, kemungkinan bahwa aglutinasi sperma merupakan suatu abnormalitas sekunder. Aglutinasi dalam penelitian ini termasuk aglutinasi yang disebabkan oleh faktor imunologis. Aglutinasi ini berasal dari antigen-antigen permukaan spermatozoa. Terbentuknya macam-macam aglutinasi merupakan hasil reaksi antara antigen-antigen akrosomal, post akrosomal, dan flagelar.9 Adanya pengambilan sperma cauda epididimis dalam uji terdapat kekurangan, karena spermatozoa yang diamati bukan berasal dari spermatozoa ejakulat. Pola motilitas antara sperma epididymal berbeda bila dibandingkan dengan spermatozoa ejakulat.7 Walaupun demikian sperma cauda epididimis dapat memberikan sedikit gambaran dalam uji antifertilitas. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan antara dosis dan lama pemberian ekstrak pare terhadap penurunan motilitas dan morfologi normal. 2. Perlakuan dengan ekstrak buah pare terlihat menghambat aktivitas spermatozoa pada mencit yang meliputi motilitas dan morfologi normal. Efek hambatan telah tampak pada dosis 500 mg/kgbb/hari selama 4 minggu. 3. Penurunan morfologi normal berbanding lurus dengan peningkatan dosis dan penambahan lama perlakuan kecuali untuk motilitas sperma. 4. Adanya sifat spermisida, senyawa pada ekstrak buah pare telah semakin banyak dukungannya, sehingga ada kecenderungan terhadap pemanfaatan buah pare sebagai salah satu obat kontrasepsi pria. Daftar Pustaka 1. Tadjudin, M.K., (1984), Tujuan Kontrasepsi Pada Pria : Oligozoospermia, Azoospermia, Asepermia?. MKI. Vol 34. No. 11. 30 Nopember 1984. 2. Wuryantari (1990), pengaruh ekstrak pare terhadapo testosterone mencit. Fakultas Biologi UGM. 3. Harminani (1990), Pengaruh ekstrak pare terhadap kualitas spermatozoa. Fakultas Biologi UGM. 4. Nunuk, S.(1991). Pengaruh Ekstrak Pare (Momordica charantia L.) terhadap Spermatogenesis pada mencit jantan (Mus musculus) jantan. Yoni Astuti, Selly Fitriana, Nunuk Siti Rahayu, Pengaruh Pemberian Ekstrak Pare ................ 32 Skripsi Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Yoogyakarta. 5. Salisbury, G.W dan Vandemark, N.L (1985). Fisiologi Reproduksi Dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. Diterjemahkan oleh Djanur, R. Gadjah Mada University Press. 6. Fransworth, N.R. and D.P. Waller, (1982). Current Status of Plant Product Reported to Inhibit Sperm, Research Frontiers in Fertility Regulation, vol 2. No 1 June. 7. Hafes, E.S.E. (1987). Reproduction in Farm Animal. 5th Ed. Lea and Febiger. Philadelphia 8. Toelihere. MR. (1985). Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. 9. Moeloek, N. (1987), Standarisasi Analisis Semen Manusia, Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia, Jakarta.