Siti Aminah Tri Susila Estri, Pemilihan Terapi pada Kutil Genital 134 Pendahuluan Kutil genital (KG) atau genital wart atau venereal wart adalah infeksi human papilloma virus (HPV) yang terjadi pada daerah genital.1 Manifestasi KG adalah Pemilihan Terapi pada Kutil Genital The Choice of Therapy in Genital Warts Siti Aminah Tri Susila Estri Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Abstract Genital warts (GC) is one of the most common STDs and associated with cervical cancer or genital cancer. This paper will explain the various treatment modalities and how to vote on the GC. GC could be spontaneous resolution, making it one of the treatment options and treatment will be given if clinically visible or enlarged lesions. Treatment modality of GC are grouped into 3, antitumor (cytotoxic and physical ablative), immunomodulatory and antiviral. Election of treatment modalities is influenced by various factors, like the number, size and place of the lesion, the shape of the lesion, patient preference, cost, side effects, physician experience and specific conditions of patient such as pregnancy, children and immunocompromised patients. Key words : antiviral, cytotoxic, genital warts, immunomodulatory, therapy Abstrak Kutil genital (KG) merupakan salah satu PMS yang paling sering terjadi dan berhubungan dengan kanker servik atau kanker genital. Tulisan ini akan menjelaskan berbagai modalitas dan cara pemilihan terapi pada kutil genital. KG dapat mengalami resolusi spontan, sehingga salah satu pilihan terapi dengan membiarkan dan terapi hanya diberikan jika secara klinis tampak atau lesi membesar. Modalitas terapi KG dikelompokkan menjadi 3, yaitu preparat antitumor (sitotoksik dan ablatif fisik), dan imunomodulator dan antivirus. Pemilihan terapi KG dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: jumlah, ukuran dan tempat lesi, bentuk lesi, kesukaan pasien, biaya, efek samping dan pengalaman dokter serta kondisi khusus pasien seperti kehamilan, anak-anak dan penderita imunokompromais. Kata kunci: antivirus, imunomodulator, kutil genital, sitotoksik, terapi proliferasi selular pada daerah perigenital eksterna (penis, scrotum, atau vulva), pubis, region perineal dan lipat paha.2 Human papilloma virus yang sudah teridentifikasi sampai sekarang lebih dari 100 tipe, 35 tipe diantaranya menginfeksi epitel genital.1-2 135 Mutiara Medika Edisi Khusus Vol. 7 No. 2: 134 - 142, Oktober 2007 Sekitar 20 tipe bersifat onkogenik karena berhubungan dengan kanker serviks.2-3 Kutil genital merupakan salah satu PMS yang paling sering terjadi di seluruh dunia, dengan insidensi antara 0,6-1,2% pada umur 20-24 tahun.4 Insidensi KG di Amerika Serikat sekitar 1% dan lebih dari 75% kelompok seksual aktif mempunyai respon antibodi terhadap virus ini. 2 Prevalensi KG di Eropa bervariasi antara 0,6-3%, dengan infeksi subklinis 10-20% dari pasangan seksual aktif.5 Penanganan KG dengan berbagai modalitas terapi sudah diterapkan, tetapi semua tetap menimbulkan rekurensi setelah initial clearance. Berdasar penelitian menunjukkan terapi KG belum dapat menghambat infeksi, tetapi hanya mengurangi dan menghilangkan gejala penyakit. KG sendiri dapat mengalami resolusi spontan, sehingga salah satu pilihan terapi dengan membiarkan dan terapi hanya diberikan jika secara klinis tampak atau lesi membesar.3 Berbagai modalitas terapi, yang dipakai langsung oleh penderita maupun diaplikasikan oleh petugas, memberikan clearance rates dan recurrence rates yang bervariasi. Karena itu penatalaksanaan KG ditujukan untuk membersihkan KG secara simtomatis dengan efek samping sekecil mungkin dan untuk mencegah penularan maupun rekurensi.2 Pada makalah ini akan dibahas tentang cara pemilihan terapi untuk KG dan faktor-faktor yang mempengaruhi, sehingga diharapkan mampu menambah pemahaman dalam menangani pasien KG. Infeksi HPV. HPV merupakan virus DNA, tidak mempunyai envelope, termasuk golongan papovaviridae family dan berbentuk icosahedral. Genome HPV terdiri atas DNA double-stranded dan mengandung 6 early genes (E1, E2, E4, E5, E6, E7), 2 late genes (L1, L2) dan noncoding region.6 Early genes mengkode protein yang bertanggungjawab terhadap replikasi DNA virus, diekspresikan sebelum late genes dan tidak termasuk partikel yang infeksius. Late genes mengkode protein yang menyusun capsid virus yang membungkus virion atau partikel virus dan bagian yang infeksius.7 HPV masuk ke kulit melalui mikroabrasi dan menginfeksi sel basal. Siklus hidup HPV berkaitan dengan diferensiasi keratinosit baik pada fase produktif atau non-produktif. Fase non- produktif meliputi pembentukan genome viral dalam jumlah sedikit sesuai dengan tingkat pembelahan sel basal. Fase produktif mengikuti proses diferensiasi keratinosit dan virus mengalami replikasi dalam jumlah besar, mengekspresikan late gen serta menghasilkan viral progeny.8 Protein HPV menstimulasi proliferasi sel sehingga terjadi peningkatan jumlah sel dari lapisan basal, dan menghambat diferensiasi terminal sehingga terbentuk hiperplasia lapisan spinosus bahkan pertumbuhan yang abnormal.8 Gambaran klinis infeksi HPV tampak 3 minggu – 8 bulan setelah infeksi, sedangkan transformasi malignansi membutuhkan waktu beberapa tahun sampai 1 dekade.7 Gambaran Klinis. Manifestasi klinis KG maliputi KG yang simtomatis (tampak secara klinis), subklinis atau asimtomatis. KG yang simtomatis meliputi beberapa bentuk klinis, yaitu kondiloma akuminata: classic spiky warts with the acuminate, lobular: permukaan seperti bunga kol, keratotik: kutil dengan permukaan horny dan menebal seperti kutil pada kulit, popular: berukuran kecil, dome-shaped dan permukaan halus, kutil datar atau flat: papul atap datar dengan permukaan hampir sama dengan kulit sekitar.2 Infeksi subklinis dapat berupa lesi flat acetowhite yang terlihat dengan kolposkopi setelah ditetesi dengan larutan asam asetat, atau lesi squamous intraepithelials (SIL) pada pemeriksaan dengan mikroskop.1 Infeksi subklinis atau asimtomatis dapat juga terjadi apabila ditemukan DNA HPV dari spesimen genital, tanpa disertai gambaran klinis atau mikroskopis.1 Modalitas Terapi. Terapi untuk KG dikelompokkan berdasar jenis terapi dan cara aplikasi. Berdasar jenis terapi, terapi KG dibagi menjadi 3, yaitu preparat antitumor (sitotoksik dan ablatif fisik), antivirus dan imunomodulator.2,7 Antitumor terdiri atas preparat sitotoksik, yaitu obat Siti Aminah Tri Susila Estri, Pemilihan Terapi pada Kutil Genital 136 yang merusak jaringan yang terinfeksi melalui efek kimia atau antiproliferatif, misalnya podofilin, podofilox, TCA (trichloroacetic acid), 5-FU (5-fluorouracil), retinoid dan bleomycin, dan terapi ablative fisik atau bedah bertujuan untuk menghilangkan atau merusak jaringan terinfeksi secara fisik, misalnya dengan eksisi dengan gunting, cold steel surgery, cryotherapy, bedah listrik dan laser.2 Imunomodulator terdiri atas imiquimod dan 5-FU, sedangkan sebagai antivirus adalah cidofovir dan vaksin HPV.6 Berdasar cara aplikasi dibagi menjadi preparat yang dapat diaplikasikan oleh penderita dan preparat atau terapi yang hanya boleh diberikan oleh petugas kesehatan. Preparat yang dapat diaplikasikan oleh penderita adalah podofilox dan imiquimod serta krim 5-FU, krim cidofovir; sedangkan preparat lain harus diaplikasikan oleh petugas kesehatan.9 Berikut ini akan dibahas berbagai modalitas terapi yang tersebut di atas. Podofilin. Larutan podofilin merupakan resin tumbuhan yang menyebabkan reaksi inflamasi sehingga terjadi nekrosis keratinosit dan menurunkan mitosis sel dengan cara. Konsentrasi podofilin antara 10-25%. Larutan podofilin dioleskan langsung pada lesi oleh petugas kesehatan sebanyak maksimal 0,5 ml atau daerah yang diolesi kurang dari 10 cm2, 1- 4 jam kemudian dicuci dengan air bersih. Aplikasi podofilin 1 kali per minggu selama 4-6 minggu. Apabila setelah 6 minggu tidak tampak perbaikan, terapi harus beralih ke preparat yang lain.2,3 Efek samping akibat pemakaian podifilin terjadi lokal: iritasi kulit lokal, dan efek sistemik meliputi supresi sumsum tulang, disfungsi hepar, defek neurologi, halusinasi, psikosis, mual, muntah, diare dan nyeri abdominal akut. Larutan ini juga mengandung flavenoid, quercetin dan kaempherol yang bersifat mutagenik, sehingga wanita usia subur harus menggunakan kontrasepsi selama pemakaian podofilin.6 Tingkat rekurensi pemakaian podofilin sebesar 23-70% dengan clearance rate 30-77%.2,3,6 Larutan ini tidak boleh diaplikasikan pada mukosa serviks, vagina atau kanalis anal,9 serta bayi dan anak-anak.2 Podofilox. Podofilox atau podofilotoksin merupakan zat aktif resin podofilin. Preparat ini tersedia dalam bentuk krim, larutan atau gel dengan konsentrasi 0,5%. Cara pemakaian dengan cotton bud dioleskan pada lesi 2 kali sehari selama 3 hari berturut-turut diikuti 4 hari tanpa pengolesan. Siklus ini dapat diulang 4-6 kali. Efek samping yang sering ditemukan meliputi inflamasi lokal. Preparat ini juga tidak boleh diaplikasikan pada wanita hamil. Aplikasi podofilox paling banyak 0,5 ml per hari dengan luas lesi maksimal 4-10 cm2.2 Tingkat rekurensi pemakaian podofilox sebesar 12-60% dengan clearance rate sebesar 45-83%.2,3,6 Preparat ini tidak direkomendasikan untuk lesi di perianal, rectal, uretra atau vagina.9 Trichloroacetic acid (TCA). Larutan TCA menyebabkan destruksi jaringan dengan cara nekrosis dan koagulasi jaringan superfisial. Aplikasi TCA dengan konsentrasi 80-90% sekali seminggu. TCA tidak mengalami absorpsi sistemik, sehingga efek samping meliputi rasa nyeri pada tempat aplikasi, iritasi jaringan sekitar lesi, ulserasi dan pembentukan skar. Tingkat rekurensi pemakaian TCA sebesar 35-55% dengan clearance rate sebesar 70-81%.2,3,6 TCA dapat digunakan pada wanita hamil.2 Terapi bedah atau Ablatif fisik. Terapi bedah atau ablative fisik untuk menghilangkan jaringan terinfeksi meliputi berbagai cara, yaitu bedah listrik dengan elektrokauterisasi dan elektrofulgurasi, cryotherapy, laser, dan cold steel surgery. Modalitas terapi ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan terapi lain, seperti preparat sitotoksik atau imunomodulator.2 Terapi bedah listrik menggunakan tenaga elektrik frekuensi tinggi untuk merusak jaringan terinfeksi dengan elektrokauterisasi. Terapi ini digunakan untuk KG berukuran kecil dan jumlah sedikit.2 Efek samping yang sering mengikuti terapi bedah untuk KG adalah nyeri, perdarahan, skar dan infeksi bakteri.6 Tingkat rekurensi pemakaian bedah listrik 137 Mutiara Medika Edisi Khusus Vol. 7 No. 2: 134 - 142, Oktober 2007 sebesar 9-51% dengan clearance rate 64- 94%.2,3,6 Cryotherapy menyebabkan kerusakan jaringan melalui pembentukan kristal es ekstra dan intraseluler, disrupsi membran sel dan perubahan sirkulasi pada kulit. Modalitas terapi yang pernah dipakai yaitu nitrogen cair atau nitrous oxide. Cryotherapy tidak menyebabkan keterlibatan sistemik, sehingga sesuai untuk wanita hamil. Terapi ini sering tidak sesuai untuk lesi luas dan efek lokal yang sering terjadi adalah nekrosis, nyeri, pembentukan bula, edem dan hipopigmentasi. Pemakaian cryotherapy pada anak tidak dianjurkan. Cryotherapy tunggal mempunyai clearance rate sebesar 54-88% dengan tingkat rekurensi 21-40%.2,3 Laser sering digunakan untuk terapi KG pada anorektal, penis dan uretra laki- laki serta mukosa serviks dan vagina.2 Laser hanya menyebabkan kerusakan lokal, sehingga dapat digunakan untuk lesi yang luas dan berat dengan tambahan anestesi lokal. Terapi ini sesuai untuk lesi KG kecil yang tersebar pada kulit normal, dengan risiko infeksi sekunder kecil, waktu penyembuhan lebih cepat dan dapat digunakan untuk wanita hamil. Efek samping yang sering ditimbulkan oleh laser adalah nyeri lokal, pruritus, edem dan gangguan pigmentasi yang menghilang beberapa hari setelah terapi serta pembentukan skar.2 Laser CO2 memproduksi energi sinar yang diabsorpsi oleh air sehingga terjadi kerusakan termal pada jaringan. Tingkat rekurensi pemakaian bedah laser monoterapi sebesar 4-38% dengan clearance rate 40-100%.2,3,6 Pembentukan skar ditemukan pada 28% pasien paska terapi dengan laser CO2.2 Pulsed dye laser yang menyebabkan kerusakan mikrovaskuler selektif pada jaringan terinfeksi pernah dilaporkan keberhasilannya pada anak berusia 3 tahun.10 Terapi bedah lain adalah dengan cold steel surgery, yaitu eksisi dengan scalpel, gunting atau kuretase. Keberhasilan terapi ini tinggi, dengan clearance rate antara 36-100% dan tingkat rekurensi antara 8-65%. Terapi ini sesuai untuk lesi luas dan dapat digunakan pada wanita hamil. Efek samping yang sering terjadi meliputi nyeri, perdarahan dan risiko infeksi serta pembentukan skar.2 Imiquimod. Imiquimod merupakan imunomodulator yang mempunyai aktivitas antiviral dan antitumor. Preparat ini mampu menginduksi pembentukan dan pelepasan sitokin, seperti TNF (tumor necrosis factor), interferon-a (IFa) dan interleukin (IL), sehingga menarik sel-sel imun menuju lesi target. Imiquiomod tersedia dalam bentuk krim dengan konsentrasi 5%, diaplikasikan 3 kali seminggu pada malam hari (6-10 jam) selama maksimal 16 minggu. 2,6 Keberhasilan terapi ini cukup tinggi, dengan clearance rate pada minggu ke-16 antara 35-62% dan tingkat rekurensi antara 13-19% pada minggu ke-12.2,11 Pada aplikasi imiquiomod 2% sekali atau 2 kali sehari selama 3-5 hari mempunyai clearance rate antara 70-83% dan tingkat rekurensi antara 4-19% pada minggu ke- 11-14.12 5-Fluorouracil (5-FU). Preparat 5- FU merupakan bahan kemoterapi antimetabolit yang menghambat pertumbuhan sel melalui hambatan sintesis DNA dan RNA dan imunomodulasi. Bentuk sediaan 5-FU adalah krim dengan konsentrasi 5%. Krim 5-FU diaplikasikan 1 sampai 3 kali seminggu selama beberapa minggu sampai lesi bersih, dan 3-10 jam setelah aplikasi dilakukan pencucian dengan air. Ferenzy (1981) menganjurkan pemakaian 5-FU pada KA vagina dan terapi maintenance pada penderita imunokompromais, tetapi tidak pada lesi yang luas.2 Keberhasilan terapi ini tidak tinggi, dengan clearance rate antara 44- 52% dan tingkat rekurensi antara 7-25%. Terapi ini tidak mempunyai efek sistemik, tetapi bersifat teratogenik, sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Efek samping yang sering terjadi adalah inflamasi lokal, erosi, dan mukositis. 2,3,6 Photodinamic therapy. Photodynamic therapy (PDT) merupakan terapi sinar untuk mengaktivasi zat fotosensitizer yang sebelumnya Siti Aminah Tri Susila Estri, Pemilihan Terapi pada Kutil Genital 138 diaplikasikan pada lesi, sehingga terjadi pelepasan ROS (reactive oxygen species). Hal ini menyebabkan kerusakan jaringan dan mengaktifkan imunitas jaringan sekitar lesi.13 Penelitian uji klinis PDT pada 164 penderita KA di uretra memberikan clearance rate sampai 33-95% dengan rekurensi hanya 5-11% setelah 6-24 bulan pengobatan.14,15 Zat fotosensitizer yang dipakai adalah 5-aminolaevulinic acid (ALA), dan sinar yang diberikan mempunyai panjang gelombang 630 nm dengan iradiasi 37 J/cm pada 68mW atau 100 mJ/cm pada 100mW. 14,15 Efek samping PDT meliputi rasa panas dan perih selama paparan sinar dan miksi setelah 1-2 hari terapi serta edem.14 Interferons (IF). Interferon mempunyai efek antineoplastik, antiviral dan imunomodulator. Preparat ini diberikan dalam bentuk injeksi intralesi, topical atau sistemik (oral, subkkutan, intramuskuler). Pemberian IF-a monoterapi memberikan clearance rate antara 19-62% untuk injeksi intralesi, topical 33-90% dan pemberian sistemik 7-52%. dengan dan tingkat rekurensi antara 7-25%. Pemberian IF-b mempunyai clearance rate sebanding dengan IF-a . 2 Berbagai studi lain menunjukkan clearance rate dan tingkat rekurensi IF sebanding dengan plasebo.16 IF memberikan efek samping yang besar, ditemukan pada sekitar 70% pasien, berupa flu-like symptoms dan inflamasi lokal.2 Retinoids. Retinoid mempunyai efek antioksidan dan keratolitik. Berbagai penelitian menunjukkan isotretinoin oral mempunyai clearance rate dan tingkat rekurensi yang sangat bervariasi, yaitu antara 0-75% dan 10%, sehingga secara umum tidak direkomendasikan untuk KG.2,17 Penelitian klinik dengan etretinat oral pada KG anak memberikan clearance rate 80% dan tingkat rekurensi 20%.18 Efek samping retinoid oral bervariasi, yaitu eritem, kulit kering, fotosensitivitas, nyeri kepala, nyeri muskuloskeletal dan abnormalitas fungsi hati serta teratogenik.2 Bleomycin. Bleomycin mempunyai efek antibiotik dan antineoplastik serta menginduksi nekrose jaringan terinfeksi. Bleomycin diberikan secara injeksi intralesi dengan interval 2-3 minggu. Untuk mencapai clearance membutuhkan waktu antara 1-4 kali injeksi. Penelitian yang menguji preparat ini masih sedikit dan dalam bentuk clinical trial. Figuora dkk (1980)18 mengaplikasikan bleomycin pada 10 pasien dengan KA dan memberikan clearance rate sebesar 70%.2 Efek samping preparat ini meliputi nyeri pada tempat injeksi, nekrosis kulit lokal dan fenomena Rynaud.19 Vaksin HPV. Vaksin HPV meliputi vaksin profilaksis untuk mencegah penyakit HPV dan vaksin terapi untuk meningkatkan imunitas inang terhadap infeksi HPV. Pembuatan vaksin HPV bertujuan menginduksi imunitas seluler terhadap protein HPV tertentu. Penelitian plasebo- kontrol vaksin HPV-16 3 kali pemberian selama 3 bulan, menunjukkan kejadian infeksi HPV setiap tahun sebesar 3,8% pada kelompok plasebo dan 0% kelompok vaksin.20 Tulisan ini akan menjelaskan berbagai modalitas dan cara pemilihan terapi pada kutil genital. Diskusi Kutil genital yang tidak diobati dapat mengalami resolusi spontan, tetap sama ukurannya selama beberapa waktu atau semakin membesar, karena itu tujuan terapi pada KG adalah menghilangkan gejala kutil (pertumbuhan lesi). Terapi KG selama ini mampu mengurangi jumlah DNA HPV pada jaringan sehingga diharapkan dapat mengurangi infektivitas, namun ternyata tidak mampu mengurangi insidensi kanker serviks maupun genital dan transmisi HPV.9 Modalitas terapi pada KG sangat bervariasi dan pemilihan terapi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: jumlah, ukuran dan tempat lesi, bentuk lesi, kesukaan pasien, biaya, efek samping dan pengalaman dokter.9 Preparat terapi KG yang ideal adalah mempunyai efek antiviral dan imunomodulator, dapat diaplikasikan sendiri oleh penderita, efek samping lokal ringan, tanpa efek sistemik, aman, efektif dengan tingkat rekurensi rendah.6 139 Mutiara Medika Edisi Khusus Vol. 7 No. 2: 134 - 142, Oktober 2007 Berbagai cara pemilihan terapi diajukan oleh beberapa penulis, diantaranya oleh Kodner dan Nasraty (2004)21 berdasar Berdasar National terwork of STD/ HIV Prevention Training Centers, Genital HPV Infections tahun 2003, terapi pada KG diberikan apabila secara klinis tampak, karena KG dapat mengalami resolusi spontan pada 10-30% kasus. Pilihan pertama KG adalah podofiloks atau krim imiquimod 5% yang diaplikasikan sendiri oleh penderita; atau terapi yang diaplikasikan oleh petugas, meliputi: cryotherapy, podofilin, TCA atau tindakan eksisi. Terapi alternatif adalah bedah laser, IF atau 5-FU. Modalitas terapi lain belum direkomendasikan. KG serviks diterapi sesuai dengan hasil pemeriksaan sitopatologi, jika belum ada tanda keganasan lesi dievaluasi 3 bulan atau diterapi dengan cryotherapy atau TCA, jika ditemukan tanda keganasan dianjurkan eksisi, KG vagina: cryotherapy atau TCA, KG uretra: cryotherapy, podofilox, imiquimod atau podofilin, KG anal: cryotherapy, TCA atau bedah eksisi. 21 Berdasar biaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan terapi yaitu clearance, modalitas terapi yang paling murah sampai mahal yang digunakan di Amerika Serikat adalah sebagai berikut: bedah eksisi, podofilox, cryotherapy, laser, imiquimod, TCA, podofilin, dan interferon.22 Berikut ini adalah berbagai modalitas terapi yang dapat digunakan pada penderita dengan kondisi khusus: pada bentuk, ukuran dan jumlah lesi, dengan skema sebagai berikut: Kutil genital Ukuran, jumlah, lokasi, bentuk lesi Lesi < 10, luas 0,5-1 cm2 Lesi >10, luas >1 cm2 Lesi hiperkeratinisasi, d lesi > 1 cm Lesi di vagina, anus, serviks Pasien: podofilox, imiquimod Dokter: podofilin, TCA, laser, cryotherapy, eksisi (jika KG yang tidak respon dg terapi awal) KG non- keratinisasi, lembab: Pasien: podofilox, imiquimod Dokter: podofilin, TCA KG keratinisasi, kering: Cryotherapy, eksisi, terapi bedah lain Terapi primer: bedah eksisi. Imiquimod sebelum eksisi (untuk mengurangi besar lesi) Cryotherapy dg nitrogen cair, TCA Siti Aminah Tri Susila Estri, Pemilihan Terapi pada Kutil Genital 140 Modalitas terapi pada wanita hamil ditujukan untuk mengurangi paparan janin terhadap virus dengan cara mengurangi jumlah dan ukuran lesi pada waktu melahirkan, 9 selain itu tidak boleh mempunyai efek teratogenik yang bisa menyebabkan kecacatan pada janin.2,9 Pemberian terapi untuk KG pada anak-anak harus lebih hati-hati, mengingat KG pada anak lebih dari 50% mengalami resolusi spontan. Modalitas terapi pada anak-anak harus mempertimbangkan berbagai faktor, seperti: umur, kemungkinan efek samping, ukuran dan kerjasama pasien dan orangtua. Modalitas terapi pada anak- anak seharusnya mudah, sederhana cara pemberiannya, tidak menimbulkan rasa nyeri atau efek samping ringan, dan mempunyai clearance rate tinggi dengan tingkat rekurensi rendah. Modalitas terapi yang dapat diberikan pada anak-anak adalah podofilin, podofilox, TCA, cryotherapy atau eksisi dengan anestesi umum.23 Berdasar penelitian uji klinis podofilin pada anak-anak memberikan clearance rate sampai 98%. Uji klinis dengan gel podofilox 0,5% memberikan perbaikan lesi pada 88% dari 17 penderita, dan krim imiquimod 5% memberikan perbaikan lesi pada 75% dari 8 penderita. Terapi lain yang dapat diberikan untuk anak- anak adalah imiquimod, cryosurgery dengan nitrogen cair dan laser CO2 dengan clearance rate mencapai 97%.23,24 Franco (2000) 25 meneliti 4 anak dengan KA Kondisi penderita Terapi yang dianjurkan Terapi yang tidak boleh diberikan Wanita hamil TCA, cold steel surgery, cryotherapy, bedah listrik, dan laser CO2 podofilin, podofilox, 5-FU, retinoid, bleomycin, imiquimod dan IF Anak-anak Podofilin, podofilox, imiquimod, cryosurgery dengan nitrogen cair dan laser CO2 Penderita imunokompromais Pilihan pertama: Imiquimod, cidofovir Terapi lain: preparat sitotoksik, ablative fisik berukuran besar dengan terapi simetidine 30-40 mg/KgBB/hari terbagi dalam 3 dosis selama 3 bulan. Lesi tampak bersih setelah 24 bulan terapi.25 Tubuh penderita imunokompromais tidak mampu mendeteksi dan melawan agen infeksius dalam tubuh, Karena itu insidensi KG lebih tinggi, infeksi oleh beberapa tipe virus HPV sekaligus, viral load lebih tinggi dan cenderung resisten terhadap berbagai terapi.2 Hal ini akan mempengaruhi perjalanan infeksi dan hasil terapi yang diberikan. Clearance rate krim podofilox 0,5% pada penderita infeksi HIV hanya 7% dibandingkan orang sehat 45%.2,26 Penelitian kontrol-plasebo pemakaian gel cidofovir 1% pada penderita imunokompeten memberikan clearance rate 47% pada kelompok terapi dan 0% pada control.27 Pemberian cidofovir topical 1% dikombinasikan dengan bedah eksisi pada penderita dengan infeksi HIV memberikan clearance rate 100% dan rekurensi 27%.27 Efek samping cidofovir meliputi inflamasi, erosi, rasa panas dan hiperpigmentasi paska inflamasi. 28 Pemberian krim imiquimod 5% pada penderita infeksi memberikan clearance rate 11% pada kelompok terapi dan 6% pada kelompok plasebo. 2 Berbagai penelitian di atas menunjukkan bahwa terapi imunomodulator lebih efektif daripada preparat sitotoksik maupun ablatif fisik untuk KG pada penderita imunokompromais.2 141 Mutiara Medika Edisi Khusus Vol. 7 No. 2: 134 - 142, Oktober 2007 Kesimpulan Kutil genital merupakan salah satu PMS yang paling sering terjadi dan berhubungan dengan kanker servik atau kanker genital. KG sendiri dapat mengalami resolusi spontan, sehingga salah satu pilihan terapi dengan membiarkan dan terapi hanya diberikan jika secara klinis tampak atau lesi membesar. Modalitas terapi KG dikelompokkan menjadi 3, yaitu preparat antitumor (sitotoksik dan ablatif fisik), dan imunomodulator dan antivirus. Pemilihan terapi KG dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: jumlah, ukuran dan tempat lesi, bentuk lesi, kesukaan pasien, biaya, efek samping dan pengalaman dokter serta kondisi khusus pasien seperti kehamilan, anak-anak dan penderita imunokompromais. Daftar Pustaka 1. Koutsky LA, Kiviat NB,. Genital human papilloma virus, Holmes KK, Mardh PA, Sparling PF, dkk., Sexually Transmitted Diseases, 3rd Ed, 1999, McGraw-Hill, Singapore: 347-360. 2. Ting PT, Dytoc MT,. Therapy of external anogenital warts and moluscum contagiosum: a literature review, Dermatol Therapy, 2004; 17: 68-101. 3. Wiley DJ, Douglas J, Beutner K, dkk,. External genital warts: diagnosis, treatment, and prevention, CID, 2002; 35: s210-s224. 4. Lacey CJN, Goodall RL, Tennvall GR, dkk., randomized controlled trial and economic evaluation of podophilloxin solution, podophyllotoxin cream and podophyllin in the treatment of genital warts, Sex Transm Infect, 2003; 79:270-275. 5. Persson G, Andersson K, Krantz I. Symptomatic genital papillomavirus infection in a community – incidence and clinical picture. Acta Obstet Gynecol Scand 1996; 75: 287–290. (abstrak). 6. Severson J, Evans TY, Lee P, dkk,. Human papilloma virus infections: epidemiology, pathogenesis and therapy, J Cutan Med Surg, 2001; 5:43- 60. 7. Lowy DR, Androphy EJ,. Warts, dalam Freedberg I.M., Eisen A.Z., Wolff K., Austen K.F.. Dermatology in General Medicine, 5th ed.. New York, Mc Graw- Hill Inc.: 2484-2495. 8. Sanclamente G, Gill DK, Human papilloma virus, molecular biology and pathogenesis, J Eur Acad Dermatol Venereol, 2002: 16: 231-240. 9. Kodner CM, Nasraty S,. Management of genital warts, Am Fam Physicians, 2004; 70: 2335-2342. 10. Tuncel A, Gorgu M, Ayhan M, dkk. Treatment of anogenital warts by pulsed dye laser, Dermatol Surg, 2002; 28: 350-352. 11. Fife KH, Ferenzy A, Douglas JM, dkk,. Treatment of external genital warts in men using imiquimod 5% cream applied three times a week, once daily, twice daily or three times a day, Sex Transm Dis, 2001; 28: 226-231. 12. Syed TA, Hadi SM, Qureshi ZA, dkk,. Treatment of external genital warts in men with imiquimod 2% in cream: a placebo-controlled , double blind study, J Infect Dis, 2000; 41: 148-151. 13. Stanley M, Chapter 17: Genital HPV infections- current and prospective therapies, J Natl Cancer Inst Monograf, 2003; 31: 117-124. 14. Wang XL, Wang HW, Xu SZ dkk,. Topical ALA-PDT therapy for the treatment of urethral condyloma accuminata, Br J Dermatol, 2004; 151: 880-885. 15. Herzinger T, Wienecke R, Weisenseel P, dkk,. PDT of genital condyloma in men, Clin Expr Dermatol, 2005; 31: 51- 53. 16. Keay S, Teng N, Eisenberg, dkk,. Topical interferon for treating condyloma accuminata in women, J Infect Dis, 1988: 158: 9340939. (abstrak) 17. Olsen EA, Kelly FF, Volmer RT, dkk,. Comparative study of systemic interferon alfa and isotretinoin in the treatment of resistant condyloma accuminata, J Am Acad Dermatol, 1989; 20: 1023-1030. 18. Gelmetti C, Cerri D Schiuma AA, Menni S, Treatment of extensive warts with etritinate: a clinical trial in 20 children, Siti Aminah Tri Susila Estri, Pemilihan Terapi pada Kutil Genital 142 Pedriatr Dermatol, 1987: 4: 254-258 (abstrak). 19. Gibbs S, Harvey I, Sterling J, dkk,. Local treatments for cutaneous warts: systemic review, British Medical Journal, 2002; 325: 461. 20. Koutsky LA, Ault KA, Wheeler CM, dkk,. A controlled trial of HPV type 16 vaccine, N Engl J Med, 2002; 347: 1645-1651. 21. Anonim, Genital human papilloma virus infection, National terwork of STD/HIV Prevention Training Centers, Genital HPV Infections, 2003, 1-20. 22. Alam M, Stiller M,. Direct medical costs for surgical and medical treatment of condyloma accuminata, Arch Dermatol, 2001; 137: 337-341 (abstrak). 23. Robinson AJ, Watkeys JEM,. Genital warts in children: problems of management, J of Clin Forensic Med, 1999; 6: 151-155. 24. Johnson PJ, Mirzai TH, Bentz ML,. Carbon dioxide laser ablation of anogenital condyloma acuminata in pediatric patients, Ann Plast Surg. 1997 Dec;39(6):578-82 (abstrak) 25. Franco I,. Oral cimetidine for the management of genital and perigenital warts in children, J Urol. 2000 Sep;164(3 Pt 2):1074-5 (abstrak). 26. Kilewo CD, Urassa WK, Pallangyo K, dkk,. Response to podophillotoxin treatment of genital warts in relation to HIV-1 infection among patients in Dar Es Salaam, Tanzania, Int J STD AIDS, 1995; 6: 114-116 (abstrak). 27. Snoeck R, Bossens M, Paarent D, dkk,. Phase II double-blind, placebo- controlled study of the safety and efficacy of cidofovir topical gel for the treatment HPV infection, CID, 2001; 33: 597-602. 28. Calista D,. Topical cidofovir for severe cutaneous HPV and moluscum contagiosum infection in patients with HIV/AIDS. A pilot study. J Eur Acad Dermato Venereol, 2000; 14: 484-488.