Yuningtyaswari, Pengaruh Paparan Pengharum ... ARTIKEL PENELITIAN 84 Pengaruh Paparan Pengharum Ruangan Cair dan Gel terhadap Gambaran Histologi Pulmo pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) The Comparison of the Effect of Liquid and Gel Air Freshener Exposure on Histology of Pulmo in White Rat (Rattus norvegicus) Yuningtyaswari1*, Asti Haryani2 1Bagian Histologi dan Biologi Sel, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *Email: yuningtyas_fkumy@yahoo.com Abstrak Pengharum ruangan adalah produk yang mengandung bahan kimia bertujuan mengurangi bau yang tidak menyenangkan di ruangan tertutup. Pengharum ruangan modern tersedia dalam bentuk cair (aerosol) dan gel. Pengharum ruangan mengandung zat adiktif dan pelarut seperti 1,4- dichlorobenzene yang dapat mempengaruhi fungsi pulmo (paru-paru). Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaruh dan perbedaan paparan pengharum ruangan berbentuk cair dan gel terhadap gambaran histologi pulmo Rattus norvegicus. Desain penelitian yaitu post-test only control group. Post test dilakukan dengan mengamati gambaran histologi pulmo tikus putih setelah pemaparan pengharum ruangan cair dan gel selama 8 jam/hari dalam jangka waktu 15 hari. Subyek penelitian ada 18 ekor tikus putih. Data diuji dengan menggunakan uji statistik One Way ANOVA dilanjutkan dengan Post Hoc Tukey. Hasil penelitian didapatkan perubahan gambaran histologi pulmo, terutama alveolus tikus putih berupa penebalan septum interalveolar. Analisis data perbandingan antara kelompok kontrol dan perlakuan secara statistik didapatkan p=0,000 artinya terdapat pengaruh dan perubahan bermakna pada pulmo tikus putih yang dipaparkan pengharum ruangan berbentuk cair dan gel. Secara histologi terdapat perbedaan gambaran histologi antara kelompok cair dan gel. Disimpulkan efek pengharum ruangan pada kelompok gel lebih buruk dibandingkan kelompok cair walaupun secara statistik tidak bermakna. Kata kunci: Rattus novergicus, histologi pulmo, pengharum ruangan cair dan gel Abstract Air freshener is a product that contains chemical substance to lose the odor in closed room. Modern air freshener available in form of liquid (aerosol) and gel. It contains addictive material and solvent such as 1,4-dichlorobenzene that can influence the function of pulmo. The aims to know the influences and the differences of air freshener exposure in form of liquid and gel towards Rattus norvegicus pulmo histological image. Research design used post-test only control group design method. Post test is conducted by observing pulmo’s rat histological image after gel and liquid air freshener exposure during 8 hours/day in 15 days. Research subject is 18 rats. Data is analyzed by One Way ANOVA and continued by Post Hoc Tukey. The result of the research shows that there’s changing on pulmo histological image especially in the alveolus that is the thickening of the septum alveolar. P value between control group and others group is p=0,000. It means that there’s significant influences and changes in rat’s pulmo that is exposured by gel and liquid air freshener. Conclude effects of the gel group is worst than liquid group although statistically there’s no significant differences. Key words: Rattus novergicus, histology pulmo, liquid and gel air freshener Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 84 - 90, Januari 2015 85 PENDAHULUAN Udara adalah suatu campuran gas yang ada di lapisan bumi. Akibat perkembangan zaman, kualitas udara bersih menjadi menurun dan berdampak pada pencemaran udara. Sumber pencemaran udara menurut tempatnya dibedakan menjadi pencemaran udara bebas (out door) dan pencemaran udara dalam ruangan (in door).1 Pencemaran udara dalam ruangan saat ini memberikan kontribusi besar terhadap pencemaran udara secara umum. Polusi udara dalam ruangan menyebabkan 1,6 juta kematian akibat pneumonia, penyakit pernapasan kronis dan kanker paru-paru dengan beban penyakit secara keseluruhan melebihi beban dari polusi udara luar lima kali lipat.2 Pengharum ruangan adalah produk yang mengandung bahan kimia bertujuan mengurangi bau yang tidak menyenangkan di ruangan tertutup.3 Bahaya pengharum ruangan umumnya tergantung pada jenis, bentuk, pewangi dan komponen-komponen kimia aktif yang terkandung di dalamnya serta dipengaruhi oleh lama paparan. Pengharum ruangan modern tersedia dalam bentuk cair (aerosol) dan gel. Kandungan kimia dari produk pengharum ruangan sebagian besar tidak diungkapkan secara terbuka sehingga sulit untuk menilai apakah aman atau tidak. Pada tahap awal akibat paparan bahan kimia individu yang sensitif lebih menunjukkan reaksi negatif daripada individu normal.4 Pulmo memiliki faktor risiko terbesar akibat dampak bahan kimia di udara. Efek fisiologis mungkin belum terlihat pada individu normal, tetapi mungkin terdapat perubahan struktur seluler organ tubuh yang terpapar oleh bahan kimia tersebut. Perubahan struktur seluler yang secara nyata mungkin dirasakan individu jika terpapar pengharum ruangan dalam jangka waktu yang lama. Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimanakah pengaruh dan apakah ada perbedaan pengaruh paparan pengharum ruangan berbentuk cair dan gel terhadap gambaran histologi pulmo Rattus norvegicus? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh dan ada tidaknya perbedaan pengaruh paparan pengharum ruangan berbentuk cair dan gel terhadap gambaran histologi pulmo Rattus norvegicus. BAHAN DAN CARA Desain penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan rancangan percobaan post- test only control group design. Eksperimen menggunakan tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dengan galur Spraque dowley (SD) yang telah berumur 3 bulan dan mempunyai berat badan 150-300 gram. Jumlah mencit yang digunakan adalah 18 ekor dengan 6 ekor tiap kelompoknya. Ada 3 kelompok yang terdiri dari kelompok (K) atau kontrol (tanpa perlakuan apapun), kelompok (PA) atau cair (diberi paparan pengharum ruangan berbentuk cair) dan kelompok (PB) atau gel (diberi paparan pengharum ruangan berbentuk gel) semua perlakuan dilakukan selama 8 jam/hari dalam jangka waktu 15 hari). Hari ke-16 dilakukan pembedahan dan organ pulmo (paru) diambil kemudian dibuat preparat histologi. Paparan pengharum ruangan jenis cair dan gel http://artikel-info-kesehatan.blogspot.com/2009/08/pengharum-ruangan-berbahaya-hati-hati.html Yuningtyaswari, Pengaruh Paparan Pengharum ... 86 merupakan variabel independent. Histologi pulmo tikus putih adalah variabel dependent. Variabel terkendali adalah usia, jenis kelamin, berat badan, pola diit, tempat penelitian, waktu pemeriksaan, lama perlakuan, jenis pengharum ruangan. Data penelitian bersifat kuantitatif. Data dianalisis dengan menggunakan metode statistik One Way ANOVA dilanjutkan dengan Post Hoc Tukey. HASIL Penelitian dilakukan terhadap hewan uji mulai dari aklimasi hewan uji selama 7 hari kemudian diberi perlakuan yang berbeda-beda dari tiap kelompok selama 15 hari. Hasil penelitian didapatkan perubahan gambaran histologi pulmo, terutama alveolus tikus putih berupa penebalan septum interalveolar. Hasil pengamatan mikroskopik perbesaran 400 kali pada kelompok kontrol (K), kelompok cair (PA) dan kelompok gel (PB) didapatkan gambaran histologi alveoli pulmo tikus putih masing-masing kelompok, yaitu pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan apapun didapatkan gambaran histologi alveoli pulmo relatif sama, sedikit hiperemi dan tidak terjadi perdarahan. Pada kelompok cair, tikus yang dipaparkan pengharum ruangan berbentuk cair didapatkan gambaran histologi alveolus umumnya septum interalveolar mengalami penebalan ringan sampai sedang, kerusakan Gambar 1. Histologi Alveolus Kelompok Hewan Uji yang Tidak dipaparkan Pengharum Ruangan = 1,767±0,3933 µm Y Gambar 2. Histologi Alveolus Kelompok Hewan Uji yang dipaparkan Pengharum Ruangan Berbentuk Cair = - 7,550 ± 1,8652 µm X Y Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 84 - 90, Januari 2015 87 jaringan, dilatasi pembuluh darah dan sedikit infiltrat sel radang berupa sel plasma, limfosit, dan leukosit eosinofil. Hal tersebut menunjukkan bahwa jaringan alveoli pulmo tikus putih mengalami inflamasi. Pada kelompok gel yang dipaparkan pengharum ruangan berbentuk gel didapatkan gambaran histologi alveolusnya berupa penebalan septum interalveolar sedang sampai berat, alveoli umumnya berisi massa eosinofil kesan transudat, terdapat eritrosit, eksudat, dilatasi pembuluh darah, perdarahan dengan infiltrat sel radang dalam jumlah cukup berupa sel plasma, limfosit, dan leukosit eosinofil. Pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa septum interalveolar yang paling tipis ada pada kelompok kontrol (K) sedangkan yang paling tebal pada kelompok gel (PB). Langkah uji One Way ANOVA adalah memeriksa syarat Anova variabel yaitu >2 kelompok tidak berpasangan, distribusi data harus normal (wajib), variansi data harus sama (wajib). Apabila memenuhi syarat maka uji statistik menggunakan One Way ANOVA dapat dilakukan. Pada uji homogeneity of variances di atas, diperoleh nilai p=0,114. Nilai p>0,05 dapat disimpulkan bahwa “tidak ada perbedaan varians antar kelompok data yang dibandingkan” dengan kata lain “varians data adalah sama”. Hasil analisis uji ANOVA di atas didapatkan hasil p=0,000 atau p<0,05 yang artinya paling tidak terdapat perbedaan gambaran histologi yang bermakna pada dua kelompok. Untuk menentukan kelompok mana yang mengalami perbedaan bermakna dilakukan analisis Post Hoc Tukey. Tingkat ketebalan septum interalveolar pada Homogeneous subsets uji Tukey secara berurutan dari yang tipis hingga yang paling tebal adalah kelompok kontrol (K), kelompok cair (PA), dan kelompok gel (PB). Hasil uji One Way ANOVA menunjukkan bahwa Antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan terdapat perbedaan bermakna p=0,000. Akan tetapi, secara statistik pada kelompok cair dan kelompok gel tidak terdapat perbedaan secara bermakna p=0,107. Tabel 1. Rata-rata ( x ± SD) Ketebalan Septum Interalveolar Pulmo Hewan Uji (µm) Kelompok Ketebalan Septum Interalveolar (µm) Kelompok Kontrol (K) 1,767±0,3933a Kelompok Cair (PA) 7,550±1,8652b Kelompok Gel (PB) 9,200±1,2264c a.b.c Jika berbeda maka signifikan Keterangan : x : Rata-rata ketebalan septum interalveolar hewan uji SD : Standar Deviasi Gambar 3. Histologi Alveolus Kelompok Hewan Uji yang dipaparkan Pengharum Ruangan Berbentuk Gel Keterangan : x = rata-rata ketebalan septum interalveolar X = sel darah merah Y = septum interalveolar = 9,200±1,2264 µm Y X Yuningtyaswari, Pengaruh Paparan Pengharum ... 88 DISKUSI Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan dilihat dari uji One Way ANOVA yang bernilai p=0,000 (p<0,05). Hal tersebut berarti adanya pengaruh paparan pengharum ruangan berbentuk cair dan gel terhadap gambaran histologi pulmo. Septum interalveolar pada kelompok perlakuan mengalami penebalan. Penebalan septum interalveolar terjadi karena adanya inflamasi (peradangan) di alveolus akibat oleh zat aditif (terpene, limonene, benzyl asetat, linalool, dan sitronellol) dan pelarut (isobutane, Acetaldehyde, dan 1,4- diclorobenzene) yang terkandung di dalam pengharum ruangan.5 Inflamasi ditandai dengan edema jaringan, eksudat, hiperemis jaringan dan terdapat sel mononuklear pada septum interalveolar. Hiperemis merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami inflamasi. Arteriol tempat terjadinya peradangan berdilatasi sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler- kapiler yang sebelumnya kosong, atau mungkin hanya sebagian meregang, secara cepat terisi penuh dengan darah.6 Aspek yang paling mencolok pada inflamasi adalah edema (pembengkakan) lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel-sel ini tertimbun di daerah inflamasi disebut eksudat. Pada awal perjalanan reaksi peradangan, sebagian besar eksudat adalah cairan kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai eksudat. Inflamasi juga ditandai dengan adanya sel mononuklear yang terdapat di dalam septum interalveolar.6 Pada penelitian ini, reaksi inflamasi pada kelompok perlakuan disebabkan oleh paparan pengharum ruangan yang diberikan pada hewan uji. Pengharum ruangan umumnya mengandung zat kimia. Tidak ada literatur yang menyebutkan secara jelas dan pasti kandungan kimia yang terdapat di dalam pengharum ruangan berbentuk cair dan gel. Literatur hanya menjelaskan kandungan kimia dan zat aktif yang terdapat di dalam pengharum ruangan secara umum. Sebuah laporan yang dikeluarkan pada tahun 2005 oleh Biro Europeen des Unions de consommateurs (BEUC) menemukan bahwa banyak produk pengharum ruangan memancarkan alergen dan polutan udara beracun termasuk benzene, formaldehyde, terpene, styrene, pthalate dan toluene. Pengharum ruangan dapat juga berisi fosfat, pemutih klorin atau ammonia.7 Penelitian Amerika Serikat menemukan pada orang-orang yang berada di ruangan berpengharum dalam darahnya terkandung 1,4- dichlorobenzene kimia organik yang menurunkan fungsi pulmo. 1,4-dichlorobenzene adalah turunan benzene yang banyak digunakan pada pengharum ruangan.8 Zat kimia masuk ke dalam alveolus melalui jalur inhalasi. Inhalasi merupakan jalur pemaparan yang penting bagi zat kimia toksik. Inhalasi zat toksik merusak sebagian besar sel pelapis alveoli (sel tipe I dan tipe II). (Junqueira & Carneiro, 2007). 9 Aerosol berukuran 5-30 mikrometer (µm) akan mengendap terutama di Mutiara Medika Vol. 15 No. 1: 84 - 90, Januari 2015 89 saluran pernapasan bagian atas. Jarak atau kedalaman penetrasi akan bertambah seiring penurunan ukuran aerosol dan aerosol yang berukuran 1-5 µm, sebagian besar akan terkumpul di saluran napas bagian bawah. Endapan partikel tersebut kemudian akan dibersihkan melalui mekanisme bersihan mukosiliar. Aerosol ukuran 1 µm lebih dapat mencapai alveolus. Di alveolus aerosol akan diabsorpsi ke dalam sistem darah atau dibersihkan oleh sel-sel imun (makrofag) yang akan menelan partikel tersebut. Pemaparan akut dapat menimbulkan peradangan dan penurunan fungsi alveolus. (WHO, 2006).10 Pada kelompok cair yang dipaparkan pengharum ruangan berbentuk cair, umumnya septum interalveolar mengalami penebalan ringan sampai sedang. Penebalan septum interalveolarnya tidak merata untuk setiap dinding alveolarnya. Pengharum ruangan yang dipaparkan selama 8 jam/hari terus-menerus dalam jangka waktu 15 hari memberikan perubahan bagi alveolus tikus putih. Pada pengharum ruangan cair, toksisitas disebabkan adanya penambahan zat pelarut (solvent). Kadar toksisitas meningkat pada penggunaan pengharum ruangan cair yang bekerja dengan cara disemprotkan. Hal ini dikarenakan pada pengharum ruangan semprot turut pula ditambahkan gas bertekanan (propelant) dan menghasilkan zat kimia berkonsentrasi tinggi (Hansen, et al., 2008).11 Terbukti bahwa di dalam pengharum ruangan berbentuk cair terdapat zat kimia yang berbahaya bagi alveolus. Pada kelompok gel yang dipaparkan pengharum ruangan berbentuk gel, septum interalveolarnya mengalami penebalan sedang sampai berat. Penebalan septum interalveolarnya hampir merata di tiap dinding alveolus. Ini menunjukkan pengharum ruangan memberikan pengaruh terhadap alveolus. Pengharum ruangan berbentuk gel memberikan efek lebih buruk dibandingkan pengharum ruangan berbentuk cair pada alveolus. Ini dibuktikan oleh penebalan septum interalveolar pada kelompok gel lebih berat daripada kelompok cair. Hasil analisis data tidak terdapat perbedaan secara bermakna antara kelompok cair dan gel. Hal ini dapat disebabkan oleh komponen- komponen kimia pengharum ruangan berbentuk cair dan gel hampir sama, konsentrasi bahan kimia antar kedua pengharum tidak sama, pengulangan yang kurang banyak dalam menghitung ketebalan septum interalveolar, waktu pemaparan yang masih dalam tahap akut, dan kandungan zat aktif yang sama. Namun, secara mikroskopis antara kelompok cair dan gel terdapat perbedaan bermakna (signifikan). Perubahan histologi penebalan septum interalveolar pada kelompok gel lebih berat dan merata dibandingkan kelompok cair yang hanya mengalami penebalan septum interalveolar ringan sampai sedang dan tidak merata. SIMPULAN Disimpulkan terdapat pengaruh paparan pengharum ruangan berbentuk cair dan gel terhadap gambaran histologi pulmo Rattus norvegicus dan terdapat perbedaan bermakna antara paparan pengharum ruangan berbentuk cair dengan paparan pengharum ruangan berbentuk gel terhadap gambaran histologi Yuningtyaswari, Pengaruh Paparan Pengharum ... 90 pulmo Rattus norvegicus. Pengharum ruangan berbentuk gel memiliki efek yang lebih buruk dibandingkan pengharum ruangan berbentuk gel pada pulmo Rattus norvegicus walaupun secara analisis tidak bermakna. Diperlukan penelitian lanjut mengenai kandungan berbahaya yang terdapat di dalam pengharum ruangan berbentuk cair dan gel secara umum dan kandungan berbahaya bagi pulmo khususnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Kastiyowati, I. Dampak dan Upaya Penanggulangan Pencemaran Udara. 2001. Diakses pada 12 April 2011 dari http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp? mnorutisi=8&vnomor=7. 2. WHO. Indoor Air Pollution and Health. 2005. Diakses pada 28 Maret 2011 dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/f s292/en/. 3. Caress, S.M. & Steinemann, A.C. Prevalence of Fragrance Sensitivity in the American Population. J Environ Health, 2009; 71 (7): 46-50. 4. Yuwielueninet. Bahaya Pengharum Ruangan. 2008. Diakses pada tanggal 28 Maret 2011 dari http://yuwielueninet.wordpress.com/2008/05 /11/bahaya-pengharum-ruangan/. 5. Freed L, Wilson D. The Science of Air Fresheners Part 1: From the Product to the Air. 2009. Diakses 31 Maret 2011 dari http://www.powershow.com/view/1834a6- YTI5M/The_Science_of_Air_Fresheners_Pa rt_1_From_the_Product_to_the_Air_powerp oint_ppt_presentation 6. Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (6th ed). Jakarta: EGC. 2005. 7. European Commission, Scientific Committee on Health and Environmental Risks (SCHER). Opinion on the Report: ``Emission of Chemicals by Air Fresheners: Tests on 74 Consumer Products Sold in Europe'' (BEUC report January 2005). January 27, 2006. 8. Macker, R. Chemical in Many Air Fresheners May Reduce Lung Function. 2006. Diakses 12 April 2011. http://www.nih.gov/news/pr/jul2006/niehs- 27.htm. 9. Junqueira, LC & Carneiro, J. Basic Histology Text and Atlas (10th ed.). United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc. Hal: 340-359. 2007. 10. WHO. Hazardous Chemicals in Human and Environmental Health (Widyastuti P, Trans). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. 11. Hanson, G.R., Venturelli, P.J., & Fleckenstein, A.E. Drugs and Society 10th Edition. Jones and Bartllet Publisher: London. Hal. 372. 2008. http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?mnorutisi=8&vnomor=7 http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?mnorutisi=8&vnomor=7 http://yuwielueninet.wordpress.com/2008/05/11/bahaya-pengharum-ruangan/ http://yuwielueninet.wordpress.com/2008/05/11/bahaya-pengharum-ruangan/ http://www.nih.gov/news/pr/jul2006/niehs-27.htm http://www.nih.gov/news/pr/jul2006/niehs-27.htm Abstrak Abstract PENDAHULUAN BAHAN DAN CARA HASIL DISKUSI SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA