96 Sri Winarsih, dkk., Efek Antibakteri Ekstrak Daun Katuk Mutiara Medika Vol. 15 No. 2: 96-103, Mei 2015 Efek Antibakteri Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus) terhadap Pertumbuhan Salmonella Typhi secara In Vitro Antibacterial Effect of Katuk (Sauropus androgynus) Leaf Extract against Salmonella Typhi Growth In Vitro Sri Winarsih1*, Danik Agustin Purwantiningrum2, Anastasia Shinta Wardhani3 1Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya 2Laboratorium Anatomi-Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya 3Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya *Email: wien_mikro@yahoo.com Abstrak Daun Katuk biasa digunakan sebagai obat tradisional terhadap berbagai macam penyakit termasuk mengobati diare. Kandungan daun Katuk yang diperkirakan berperan sebagai antibakteri adalah saponin, flavonoid dan tannin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antibakteri dari ekstrak daun Katuk secara in vitro. Metode yang digunakan adalah dilusi tabung yang terdiri dari dua tahap yaitu tahap penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Konsentrasi ekstrak daun Katuk yang digunakan adalah 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%, sedangkan konsentrasi S. typhi adalah 106 CFU/ml. Hasil menunjukkan bahwa KHM ekstrak daun Katuk terhadap S. typhi sebesar 25% dan KBM nya sebesar 30%. Uji Anova menunjukkan bahwa ekstrak daun Katuk secara signifikan menghambat pertumbuhan S. typhi (p = 0.000). Uji korelasi menggunakan regresi menunjukkan terdapat korelasi negatif antara konsentrasi ekstrak daun Katuk dengan jumlah koloni S. typhi (p = 0,000; r = - 0,800). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun Katuk memiliki efek antibakteri terhadap S. Typhi. Semakin tinggi kosentrasi ekstrak daun Katuk, semakin rendah jumlah koloni. Kata kunci: Salmonella typhi, Sauropus androgynus, antibakteri, in vitro Abstract Katuk (Sauropus androgynus) leaves is used as a traditional medicine against various diseases include diarrhea. The estimated antibacterial substances of Katuk leaves are saponin, flavonoid and tan- nin. The aim of this research is to know antibacterial effect of Katuk leaves extract against Salmonella typhi in vitro. Antibacterial effect is determined by tube dilution method, which consists of two steps, namely the determination of Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericide Concentra- tion (MBC). The concentrations of Katuk Leaves extracts are 10%, 15%, 20%, 25%, and 30%. The con- centration of S. typhi is 106 CFU/ml. The result shows that MIC and MBC of the Katuk leaves extract are 25% and 30% respectively. Anova test shows that Katuk leaves extract significantly inhibits the growth of S. typhi (p = 0,000). Correlation test by using regression shows that there is a negative correlation between the Katuk leaves extract concentration and the amount of S. typhi colony (p= 0,000; r = - 0,800). The conclusion is that Katuk leaves has antibacterial effect against S. typhi. The higher concentration of Katuk leaf extract, the lower the number of colonies Key words: Salmonella typhi, Sauropus androgynus leaves extract, antibacteria, in vitro ARTIKEL PENELITIAN 97 Mutiara Medika Vol. 15 No. 2: 96-103, Mei 2015 PENDAHULUAN Penyakit infeksi menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Dalam beberapa tahun ini, kebanyakan bakteri Gram positif dan Gram negatif telah menjadi lebih resisten terhadap anti- biotika yang kerap kali digunakan di klinik. Beberapa isolat bakteri yang resisten tersebut mengakibatkan kegagalan terapi dalam proses klinik. Salah satu bakteri Gram negatif yang resisten terhadap anti- biotik adalah Salmonella typhi. S. typhi menyebab- kan demam tifoid dan infeksi saluran cerna lain.1 Demam tifoid atau typhus abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus halus, tepatnya di patch of peyer’s, disebabkan oleh kuman Gram negatif S. typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi di dalam sel fagositik mono- nuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.1 Demam tifoid masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga meru- pakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urba- nisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, konsumsi makanan dan air yang terkontaminasi oleh feces dari penderita yang terinfeksi, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.2 Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit.3 Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.4 Teknologi di bidang kedokteran khususnya di bidang antibiotika banyak memberikan kemudahan bagi kehidupan manusia. Selain dampak positif tersebut, timbul pula dampak negatif yang tidak dapat dicegah, misalnya makin meningkatnya kemampuan mikroba penyebab infeksi untuk mempertahankan diri melalui penyesuaian-penyesuaian, sehingga makin sulit untuk diberantas, selain itu, penggunaan preparat atau sediaan antimikroba yang tidak rasional berdampak pada munculnya strain-strain baru yang resisten terhadap anti-mikroba.5 Munculnya strain- strain baru bakteri yang resisten terhadap anti- mikroba berakibat pada peningkatan biaya kesehat- an karena dibutuhkan antimikroba generasi baru, selain itu waktu perawatan menjadi lebih lama, atau- pun peningkatan angka kesakitan dan angka kematian.6 Oleh karena itu, perlu dikembangkan alternatif pengobatan baru yang lebih efektif dan efisien serta dapat menurunkan biaya kesehatan, tanpa melupakan standar mutu pelayanan medis. Dalam hal ini, pengobatan dengan memanfaatkan bahan-bahan alamiah dapat menjadi pilihan. Obat alami sudah dikenal dan digunakan di seluruh dunia sejak beribu tahun yang lalu. Indone- sia memiliki keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat. Salah satu tanaman yang 98 Sri Winarsih, dkk., Efek Antibakteri Ekstrak Daun Katuk berkhasiat obat di Indonesia adalah daun Katuk (Sauropus androgynus).7 Daun S. androgynus di Indonesia digunakan untuk melancarkan ASI (Air Susu Ibu), sebagai obat borok, bisul dan demam. Selain itu daun S. andro- gynus ternyata juga memiliki kemampuan mengobati diare. Daun S. an-drogynus mengandung protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, B dan C. Daun S. an-drogynus juga memiliki kandungan tan- nin, saponin flavonoid dan alkaloid, sehingga sangat potensial untuk dijadikan bahan pengobatan alami.8 Sejauh ini belum ada penelitian dan laporan menge- nai uji potensi antimikroba ekstrak daun S. andro- gynus terhadap bakteri maupun fungi, khususnya S. typhi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagai- mana potensi antimikroba ekstrak daun S. andro- gynus terhadap S. typhi. Ekstrak daun S. androgynus merupakan bentuk sediaan hasil penyaringan bahan aktif dari daun S. androgynus. Pada penelitian ini, dipilih metode ekstrak dibandingkan menggunakan metode dekok karena metode ekstrak diharapkan memiliki tingkat efektifitas yang lebih tinggi seba- gai antibakteri terhadap S. typhi dibandingkan menggunakan metode dekok. BAHAN DAN CARA Desain penelitian yang digunakan adalah pene- litian eksperimental in vitro dengan menggunakan tube dilution test untuk mengetahui aktivitas ekstrak daun S. androgynus sebagai antibakteri terhadap S. typhi. Tube dilution test meliputi dua tahap, yaitu tahap pengujian bahan pada medium broth untuk menentukan KHM dan tahap streaking pada media NAP untuk mengetahui KBM. Pada penelitian ini digunakan sampel berupa isolat S. typhi dengan kepadatan 106 bakteri/cc yang berasal dari darah penderita demam tifoid yang didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Estimasi Jumlah Pengulangan. Dasar peng- ulangannya adalah dengan rumus p (n-1) e” 16 (Lukito, 1998): 9 Di mana n adalah jumlah pengulang- an dan p adalah jumlah perlakuan (jumlah isolat + jumlah konsentrasi). Penelitian ini menggunakan ekstrak daun S. androgynus sejumlah lima kon- sentrasi yaitu 10%, 15%, 20%, 25%, 30% dan satu kontrol S. typhi tanpa diberi ekstrak daun Katuk (p = 5 + 1 = 6), sehingga didapatkan jumlah peng- ulangan sebesar 3,667, dibulatkan menjadi empat (4) kali. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikro- biologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang pada bulan Februari 2009. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak daun S. androgynus dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25% dan 30%. Konsentrasi tersebut didapatkan melalui eksplorasi (penelitian pendahuluan). Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kekeruhan pada tabung yang berisi me- dia pertumbuhan bakteri yang mengandung ekstrak daun S. androgynus dan telah ditanami bakteri uji untuk menentukan Kadar Hambat Minimal (KHM) dan jumlah koloni S. typhi pada media agar padat untuk menentukan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Daun S. androgynus yang digunakan diambil pada musim penghujan berasal dari daerah Probolinggo, Jawa Timur. Ekstrak daun S. andro- gynus adalah kadar atau konsentrasi daun S. androgynus yang telah dikeringkan dengan oven pada 99 Mutiara Medika Vol. 15 No. 2: 96-103, Mei 2015 suhu 80ºC selama 45 menit, kemudian dihaluskan, setelah itu dilakukan ekstraksi dingin (maserasi) dengan menggunakan etanol 96%. Isolat bakteri S. typhi adalah empat isolat bakteri yang berasal dari darah empat penderita demam tifoid yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah kadar atau konsentrasi minimal larutan ekstrak daun S. andro- gynus yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji (S. typhi), ditandai dengan tidak terdapat- nya kekeruhan pada larutan ekstrak daun S. andro- gynus yang telah diberi bakteri uji tersebut. Kadar Bunuh Minimal (KBM) adalah kadar atau konsentrasi minimal larutan ekstrak daun S. androgynus yang mampu membunuh bakteri uji (S. typhi), ditandai oleh jumlah koloni pada medium agar padat yang telah dilakukan streaking dengan satu ose larutan ekstrak daun S. androgynus yang telah diberi bakteri uji tersebut, dengan jumlah koloni kurang dari 0,1% original inokulum. Konsentrasi ekstrak daun S. androgynus yang digunakan pada penelitian ini (10%, 15%, 20%, 25% dan 30%) diperoleh berdasar eksplorasi (penelitian pendahuluan). Analisis one way ANOVA digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh dari berbagai konsentrasi ekstrak daun S. androgynus terhadap jumlah koloni bakteri S. typhi. Jika uji anova menunjukkan ada perbedaan signifikan, maka uji dilanjutkan dengan analisis Post Hoc yaitu meng- gunakan Tukey Test untuk mengetahui perlakuan mana saja yang menyebabkan jumlah koloni bakteri S. typhi cenderung tidak berbeda dan berbeda nyata. Uji regresi korelasi dilakukan untuk menentukan besarnya pengaruh dan arah hubungan antara kon- sentrasi ekstrak daun S. androgynus terhadap per- tumbuhan S. typhi secara in-vitro. Besarnya derajat kepercayaan yang dipakai adalah 95% (± = 0,05). HASIL Identifikasi Salmonella typhi. Bakteri S. typhi yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Keterangan: Tabung 1 : Konsentrasi ekstrak 0% Tabung 4 : Konsentrasi ekstrak 20% Tabung 2 : Konsentrasi ekstrak 10% Tabung 5 : Konsentrasi ekstrak 25% Tabung 3 : Konsentrasi ekstrak 15% Tabung 6 : Konsentrasi ekstrak 30% Gambar 1. Hasil Uji Dilusi Tabung untuk menentukan Kadar Hambat Minimal (KHM) 100 Sri Winarsih, dkk., Efek Antibakteri Ekstrak Daun Katuk S. typhi yang berasal dari darah penderita demam tifoid yang didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Bakteri tersebut terlebih dahulu diidentifikasi dengan pembiakan koloni pada medium Bismuth Sulfit Agar (BSA), Triple Sugar Iron (TSI) Agar Slan dan pewar- naan gram. Hasilnya didapatkan koloni bakteri S. typhi berbentuk bulat kecil, permukaan cembung, tepi rata, tidak berbau dan didapatkan koloni khas berwarna hitam (black jet colony). Pada medium TSI didapatkan hasil berupa alkali/ asam/ gas(+)/ H2S(+) dan dari pemeriksaan mikroskopis didapatkan gambaran bakteri berbentuk batang dan bersifat Gram negatif (berwarna merah). Hasil Pengamatan Pertumbuhan Salmo- nella typhi pada Tabung. Pada penelitian ini terda- pat 7 kelompok perlakuan yang terdiri dari 1 kelom- pok kontrol positif (kontrol bakteri), 1 kelompok kon- trol negatif (kontrol bahan) dan 5 kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak daun S. androgynus dengan konsentrasi yang berbeda-beda (10%, 15%, 20%, 25% dan 30%). Untuk mengetahui kadar hambat minimum (KHM) dari ekstrak daun S. androgynus terhadap S. typhi dilakukan pengamatan kekeruhan tiap tabung pada masing-masing kelompok perlaku- an pada uji dilusi tabung (Gambar 1.). Selanjutnya tabung kontrol positif digunakan sebagai acuan untuk menentukan KHM, dimana tabung yang lebih jernih (dengan konsentrasi tertinggi) daripada kontrol positif adalah KHM dari ekstrak daun S. androgynus terhadap S. typhi, sedangkan untuk menentukan kadar bunuh minimum (KBM), dilakukan penggores- an pada medium Nutrient Agar Plate (NAP) dari tabung yang dianggap lebih jernih dari kontrol bakteri. Pengamatan ditemukan pada konsentrasi 25% merupakan konsentrasi terkecil yang tidak menun- jukkan kekeruhan pada tabung, sehingga dapat disimpulkan bahwa KHM penelitian adalah 25%. Hasil Pengukuran Pertumbuhan Salmonella typhi pada Media NAP. Setiap tabung hasil kultur pada “Tube Dillution Test”, selain diambil masing- masing satu ose juga diinokulum pada medium padat NAP. Hasil peng-ukuran pertumbuhan Salmonella typhi dari per-benihan media NAP dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah koloni bakteri pada kelompok kontrol dan konsentrasi pengulangan lainnya dapat dihitung. Pada kelompok kontrol tidak didapatkan adanya koloni bakteri yang tumbuh. Hal ini berarti bahwa larutan ekstrak daun Katuk yang digunakan dalam penelitian ini tidak terkontaminasi oleh bakteri apapun. Pada konsentrasi ekstrak 0% (kontrol bakteri) diperoleh koloni rata-rata sejumlah 312 koloni, pada konsentrasi ekstrak 10% diperoleh koloni rata-rata sejumlah 254 koloni, pada konsentrasi ekstrak 15% diperoleh koloni rata-rata sejumlah 124 koloni, pada konsentrasi ekstrak 20% diperoleh koloni rata-rata sejumlah 55 koloni, pada konsentrasi ekstrak 25% diperoleh koloni rata-rata sejumlah 10 koloni dan baru pada konsentrasi 30% diperoleh koloni rata-rata Tabel 1. Hasil Pengamatan KHM S. typhi pada Tabung Isolat KHM Isolat A 25% Isolat B 25% Isolat C 25% Isolat D 25% Rerata 25% Tabel 2. Jumlah Koloni S. typhi pada Media NAP Konsentrasi Ekstrak Daun Katuk Pengulangan Rerata ± SD A B C D 0% 317 306 323 303 312.25 ± 9.36 10% 246 254 279 238 254.25 ± 17.75 15% 125 131 124 117 124.25 ± 5.74 20% 79 83 37 21 55 ± 30.77 25% 23 15 0 0 9.5 ± 11.45 30% 0 0 0 0 0 OI 319 428 286 277 327.5 101 Mutiara Medika Vol. 15 No. 2: 96-103, Mei 2015 sejumlah 0 koloni. Hasil pengukuran dapat diketahui bahwa tejadi penurunan rata-rata jumlah koloni S. typhi seiring dengan pe-ningkatan konsentrasi ekstrak daun S. andro-gynus dan didapatkan KBM pada konsentrasi 30% karena pada konsentrasi tersebut rerata jumlah koloninya lebih kecil dari 0,1% rerata OI. Selain itu tidak menunjukkan adanya pertumbuhan koloni bakteri S. typhi pada konsentrasi 30%. DISKUSI Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak daun S. androgynus sebagai antibakteri terhadap S. typhi secara in vitro. Metode yang diguna- kan adalah metode dilusi tabung dalam dua tahap perbenihan, yaitu yang pertama S. typhi ditumbuh- kan dalam media cair MH broth yang dicampur dengan ekstrak daun S. androgynus dan diinkubasi selama 18-24 jam untuk diamati kekeruhannya, untuk menentukan KHM. Tahap kedua adalah penggoresan (streaking) pada NAP kemudian diinkubasi selama 18-24 jam untuk dihitung jumlah koloninya dengan menggunakan (colony counter) “LAB-LINE” untuk menentukan KBM, kemudian hasilnya dianalisis dengan uji statistik. Hasil pengamatan pada tabung dapat ditentukan bahwa KHM ekstrak daun S. androgynus terhadap S. typhi adalah konsentrasi 25%, selanjutnya dilakukan penggoresan pada NAP untuk mengamati pertumbuhan koloni S. typhi, sehingga KBM didapatkan pada konsentrasi 30%. Hasil ini diduga disebabkan semakin besar konsentrasi ekstrak yang diberikan semakin besar pula kon-sentrasi bahan aktif yang berpengaruh terhadap pertumbuhan S. typhi, sehingga mengakibatkan pertumbuhan S. typhi menjadi semakin sedikit. Diduga bahan aktif yang berperan sebagai antibakteri dalam daun S. androgynus yang diperoleh melalui proses ekstraksi dingin (maserasi) dengan etanol 96% adalah saponin, flavonoid dan tanin. Hal ini disebabkan bahan aktif daun S. androgynus yaitu saponin, flavonoid dan tannin sebagai komponen antibakteri S. typhi didapatkan paling tinggi melalui proses ekstraksi dingin (maserasi) dengan etanol 96%. Mekanisme antibakteri saponin diperkirakan dengan cara berikatan dengan sterol pada membran sel sehingga terbentuk pori yang mengakibatkan hilangnya integritas membran, sehingga mempe- ngaruhi permeabilitas membran sitoplasma. Aktivitas flavonoid kemungkinan disebabkan oleh kemampu- annya untuk mengikat adhesin, membentuk kom- pleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut dan juga membentuk kompleks dengan dinding sel bakteri, serta sifat lipofilik flavonoid juga mungkin dapat merusak membran mikroba.10 Tannin bekerja dengan cara berikatan pada adhesin faktor pada bakteri dan membentuk kompleks dengan polisaka- rida pada dinding sel bakteri, sehingga dapat mengambat pertumbuhan bakteri tersebut. 11 Analisis dengan uji ANOVA didapatkan signifi- kansi dengan nilai p = 0.000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna efek antibakteri pada pemberian ekstrak daun S. androgynus terhadap jumlah koloni bakteri S. typhi yang dihasilkan pada medium NAP. Berdasarkan Post Hoc test (Tukey’s Test) antara setiap perlakuan menunjukkan terdapat perbedaan bermakna jumlah koloni bakteri S. typhi yang dihasilkan pada medium NAP antara berbagai konsentrasi ekstrak daun S. androgynus (p<0.05), namun jumlah koloni bakteri S. typhi antara konsentrasi 20%, 25% dan 30% tidak berbeda signifikan satu sama lain. Hal ini disebabkan 102 Sri Winarsih, dkk., Efek Antibakteri Ekstrak Daun Katuk adanya faktor pengenceran dari bakteri agar dapat dihitung pada colony counting, sehingga secara analisis statistik (Post Hoc test) pada konsentrasi 20% dianggap sudah tidak ada pertumbuhan bakteri. Analisis dengan uji korelasi diketahui bahwa pemberian ekstrak daun S. androgynus sebagai antibakteri terhadap jumlah koloni bakteri S. typhi yang dihasilkan pada medium NAP (r=-0.800, p=0.000) mempunyai hubungan (korelasi) yang signifikan (p<0.05) dengan arah korelasi yang negatif, artinya peningkatan konsentrasi ekstrak daun S. androgynus cenderung akan menurunkan jumlah koloni bakteri S. typhi yang dihasilkan pada medium NAP, dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri S. typhi pada konsentrasi yang lebih rendah maupun pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil analisis regresi pengaruh ekstrak daun S. androgynus terhadap jumlah koloni bakteri S. typhi yang dihasilkan pada medium NAP sebesar 64%, sedangkan 36% keragaman jumlah koloni bakteri S. typhi yang dihasilkan pada medium NAP tersebut dipengaruhi oleh faktor lain, kemung- kinan karena pengaruh lama penyimpanan ekstrak daun S. androgynus serta faktor resistensi dari bakteri. Aplikasi klinis dari penelitian ini memang masih memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai standa- risasi bahan aktif apa saja yang dapat digunakan dan berapa konsentrasi yang efektif sebagai anti- bakteri. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka ekstrak daun S. androgynus ini memiliki potensi antimikroba terhadap S. typhi, tetapi tidak diketahui potensi antimikrobanya terhadap famili Enterobacteriaceae lainnya sebagai penyebab diare bakterial utama. Selain itu masih perlu dilaku- kan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui batasan dosis yang aman untuk ekstrak daun S. androgynus sebagai antimikroba bagi S. typhi agar dapat diguna- kan sebagai pengobatan alternatif oleh masyarakat luas. SIMPULAN Kadar Hambat Minimal (KHM) ekstrak daun S. androgynus terhadap S. typhi adalah 25%, sedang- kan Kadar Bunuh Minimal (KBM) adalah 30%. Ekstrak daun S. androgynus memiliki efek anti- bakteri terhadap S. typhi secara in vitro, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun S. andro- gynus, pertumbuhan S. typhi semakin terhambat. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang (1) pengaruh lama penyimpanan ekstrak daun S. androgynus serta resistensi bakteri S. typhi terhadap potensi antimikrobanya; (2) mengetahui zat-zat aktif apa saja yang terlarut pada ekstrak daun S. andro- gynus serta persentase zat-zat tersebut; (3) efek- tifitas daun S. androgynus dengan menggunakan metode selain ekstrak; (4) potensi antimikroba ekstrak daun S. androgynus terhadap famili Entero- bacteriaceae lainnya; (5) potensi antimikroba ekstrak daun S. androgynus terhadap S. typhi secara in vivo untuk mengetahui batasan dosis yang aman maupun kemungkinan adanya efek samping. DAFTAR PUSTAKA 1 Darmowandowo. Kajian tentang Demam Tifoid. 2006. (Online), diakses dari http://ummusalma. word press.com/2007/01/22/hello-world/ diakses pada 14 November 2007. 2 Simanjuntak, C.H. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran. No. 83. 2009. 103 Mutiara Medika Vol. 15 No. 2: 96-103, Mei 2015 3 WHO, The Diagnosis, Treatment and Pre- vention of Typhoid Fever. Geneva: Depart- ment of Vaccines and Biologicals. 2003. 4 Prasetyo, R. dan V. Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tipoid pada Anak. Divisi Tropik dan Penyakit Infeksi. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR. 2009. 5 Wahjono H. Penggunaan Antibiotika secara Rasional pada Penyakit Infeksi. Medika. 1994; 25. 6 Meers, P. 1994. Hospital Infection Control for Nurses 1st Ed. London: Chapman and Hall. P: 163. 7 Wikipedia. Daun Katuk dan Vitalitas. 2006. (Online), diakses dari http://www. Wikipedia Nusaindah.tripod.com/files/cdk, 8 diakses pada 13 November 2007. 9 Azis Sriana, S.R., dan Muktiningsih. Studi Manfaat Daun Katuk (Sauropus Androgynus). Cermin Dunia Kedokteran (CDK), 2006; 151: 48-50 10 Lukito, H. Rancangan Penelitian, Suatu Pengantar. Malang: IKIP Malang. 1998. 11 Cowan, MM. Plant Products as Antimicrobial Agents, Clin Microbiol Rev, 1999; 12 (4): 565– 571. 12 Prakoso, B. Pemanfaatan Tanaman Obat Tradi- sional di Indonesia. 2006. (Online), diakses dari http://sehatherbal.blogspot.-com/2006_12_01_ archive.html diakses pada 13 November 2007.