Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan http://journal.umy.ac.id/index.php/mm ©2017 MMJKK. All rights reserved Vol 17 No 2 Hal 67-71 Juli 2017 Aktivitas Leukosit Pro Inflamasi pada Kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronis Eksaserbasi Akut Pro Inflamatory Leukocyte Activity in Acute Exacerbation of Chronic Obstructive Pulmonary Disease Juwariyah, 1 Adika Zhulhi Arjana, 2 * Ester Tri Rahayu, 1 Linda Rosita, 3 Rozan Muhammad Irfan 2 1 Laboratorium Patologi Klinik, Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen 2 Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia 3 Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia DATA NASKAH: Masuk: 8 Mar 2017 Direviu: 18 Mar 2017 Direvisi: 17 Jun 2017 Diterima: 21 Jun 2018 *KORESPONDENSI: adika.zhulhi.a@uii.ac.id DOI: TIPE ARTIKEL: Penelitian Abstrak: Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) memiliki karateristik adanya restriksi saluran nafas yang kurang reversibel. Pada PPOK terdapat inflamasi akibat aktifitas sel-sel inflamasi termasuk neutrofil dan eosinofil. Restriksi saluran nafas terjadi akibat remodelling dari proses inflamasi yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktifitas sel-sel inflamasi terutama neutrofil dan eosinofil pada PPOK eksaserbasi akut dengan membandingkan kadar eosinfil dan netrofil sebelum dan sesudah terapi. Penelitian bersifat observasional dengan desain cross sectional. Responden penelitian ini adalah pasien penderita PPOK yang rawat jalan dan rawat inap di RSUD Kebumen pada tahun 2016. Semua subyek masuk dalam penelitian dengan kriteria eksklusi adalah data tidak lengkap. Hasil menunjukkan terdapat 119 pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebagai responden. Data dari rekam medis menunjukkan bahwa mayoritas penderita adalah laki-laki (84,03 %) dengan rata-rata umur 67 tahun. Penyakit penyerta yang ditemukan adalah hipertensi (54,62 %), tuberkulosis (22,69 %) dan congestive heart failure (CHF) (6,72 %). Pada tanda vital, terdapat kenaikan sistole dan laju nafas. Presentase netrofil pada kedua jenis kelamin meningkat dibandingkan normal namun tidak dengan eosinofil. Setelah dilakukan rawat inap, terjadi penurunan persentase eosinofil dan neutrofil dibanding sebelum perawatan namun tidak signifikan secara statistik (p= 0,603 vs 0,818). Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya peningkatan aktivitas netrofil pada pasien PPOK. Penurunan aktivitas baik netrofil maupun eosinofil didapatkan ketika pasien rawat inap meskipun tidak bermakna secara statistik. Kata kunci: Eosinophil; Netrofil; Penyakit Paru Obstruktif Kronis Abstract: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) has characteristics with their less reversible airway restriction. There is inflammation caused by activity of inflammatory cells including neutrophils and eosinophils in COPD. Airway restriction caused by remodeling inflammation process. The aim of this study is to know the activity of inflammatory cells especially neutrophils and eosinophils in acute exacerbations of COPD patients before and after therapy. This is cross sectional observational study. This study use Kebumen district hospital COPD outpatient and inpatient throughout 2016 as subjects. All subject include in this study with incomplete data as exclusion criteria. The results of this study showed 119 patients with 84,03 % male as majority, mean age 67 years. Comorbid diseases found were hypertension, tuberculosis, and congestive heart failure (54,62 %, 22,69 %, and 6,72 % respectively). There is an increase of systolic and breath rate in vital sign. Neutrophil percent- 10.18196/mm.170202 68 | Vol 17 No 2 Juli 2017 tages increased in both sexes but not with eosinophil. There were decline of neutrophils and eosinophils than before treatment, but not statistically significant (p= 0,603 vs 0,818). This study conclude that neutrophil activity increase in COPD patients. Both neutrophil and eosinophil were decline after therapy but not statistically significant. Key words: Eosinophil; Neutrophil; Chronic Obstructive Pulmonary Disease PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah sekumpulan penyakit paru yang ditandai dengan restriksi saluran nafas yang sifatnya kurang reversibel. Penyakit ini mencakup 2 subtipe yaitu emfisema yang ditandai dengan kerusakan jaringan paru dan bronkhitis kronis yang ditandai dengan perubahan struktur dan fungsi bronkhus. Berbeda dengan asma yang dipicu oleh kehadiran alergen, PPOK dipicu oleh stimulus toksik seperti asap. Keberadaan stimulus toksik tersebut bersama dengan adanya infeksi menyebabkan kerentanan pada saluran nafas. 1 Kerentanan ini yang mendasari adanya inflamasi pada saluran nafas. Sebagaimana yang terjadi pada asma, neutrofil dan eosinofil juga memiliki peranan pada kejadian inflamasi. Reaksi inflamasi saluran nafas dipicu oleh aktivitas sel T CD4. Sel T CD4 yang aktif kemudian melepaskan kemokin dan sitokin pro inflamasi. Kehadiran sitokin pro inflamasi dalam jumlah yang cukup akan merangsang pergerakan neutrofil dan eosinofil ke lokasi jejas saluran nafas. Neutrofil yang aktif kemudian mensekresikan Matrix Metalloproteinase (MMP). Sekresi MMP yang berlebihan dengan kehadiran proteinase memicu kerusakan paru. 1 Peranan eosinofil dan netrofil pada kejadian PPOK tampak pada patofisiologi inflamasi yang terjadi. Akan tetapi data yang menunjukkan fakta terutama di Indonesia belum ada. Eosinofil adalah sel imun yang sifatnya asam pada pengecatan Hematoksilin Eosin. Eosinofil terdapat dalam darah dalam jumlah yang sedikit yaitu 1-3% dari keseluruhan populasi leukosit. Eosinofil berperan dalam sistem imun terutama dalam melawan parasit. Eosinofil bersifat sitotoksik dan merupakan lini pertahanan tubuh melawan patogen yang tidak dapat dieliminasi dengan fagositosis. Mekanisme kerja eosinofil menggunakan opsonisasi dengan dibantu oleh immunoglobulin E (IgE), sehingga eosinofil sangat terkait kerjanya dengan IgE. 2 Eosinofil setelah disintesis dan masuk aliran darah kemudian masuk menginfiltrasi jaringan. Pada jaringan inilah eosinofil bekerja melawan patogen. Keberadaan patogen akan memicu kenaikan jumlah eosinofil di darah. 3 Eosinofil juga berperan dalam proses inflamasi. Inflamasi sendiri terjadi dengan perantaraan sel T helper (Th). Selama ini diyakini sel Th2 adalah pemicu terjadinya inflamasi. Penelitian terbaru menunjukkan kehadiran sel Th17 sebagai sel proinflamasi. Sel Th17 merupakan sel yang meng- aktivasi sel T regulatory (Treg) yang sangat ber- peran dalam kondisi hipersensitifitas. Sel Th17 yang aktif akan mengekspresikan IL-17. Interleukin ini bersama dengan interleukin lainnya kemudian menarik sel netrofil dan eosinofil ke lokasi inflamasi. Kedua sel tersebut kemudian mensekresikan beberapa kemokin dan sitokin seperti eritropoetin, Transforming Growth Factor (TGF), MMP. 4 Penelitian menunjukkan bahwa ada subtipe dari Th yang mengekspresikan IL-9. Subtipe ini disebut dengan Th9, dengan sifat kerja yang berbeda dari Th17. Produk dari sel ini yaitu IL-9 memicu terjadinya bronkhus yang hiperresponsif. Keberadaan subset ini yang kemudian memicu infiltrasi eosinofil pada mukosa saluran nafas. 5 Belum jelas bagaimana eosinofil bisa tertarik oleh IL-9. Namun studi menunjukkan populasi eosinofil yang banyak pada saluran nafas ketika Th9 diaktifasi. 6 Eosinofil yang aktif kemudian mengekskresikan eksosom yang berisi Lysobisphosphatidic Acid (LBPA). Eksosom ini yang kemudian menyebabkan terjadinya remodelling pada asma. 7 Kondisi pada PPOK dimungkinkan sama dengan asma. Hal ini didukung dengan temuan angka rekurensi yang tinggi pada pasien yang dilakukan penghentian pemberian kortikosteroid. 8 Neutrofil adalah sel leukosit bergranular yang memiliki potensi aktif dalam fagositosis. Neutrofil didapatkan di tubuh dalam jumlah yang banyak, (50%-70%) dari populasi leukosit. Neutrofil dianggap berperan dalam proses neovaskularisasi saluran nafas. Neovaskularisasi tersebut yang mendorong adanya remodelling pada saluran nafas. Ditemukannya neutrofil pada saluran nafas diduga berpengaruh terhadap beratnya serangan. 6 Berbagai penelitian menunjukkan potensi pengaruh dari eosinofil dan neutrofil pada kasus PPOK namun gambaran deskriptif mengenai hal tersebut belum banyak dilakukan khususnya di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktifitas sel-sel inflamasi (neutrofil dan eosinofil) pada PPOK eksaserbasi akut melalui pemeriksaan darah pasien. BAHAN DAN CARA Data yang diambil dalam penelitian ini bersum- ber pada rekam medis pasien yang masuk di rawat | 69 jalan maupun rawat inap dengan diagnosis PPOK di RSUD Kebumen di tahun 2016. Data yang diambil mencakup pemeriksaan fisik oleh dokter dan hasil pemeriksaan laboratorium. Seluruh subyek masuk dalam penelitian. Kriteria eksklusi adalah apabila terdapat data yang tidak lengkap. Data pemeriksaan fisik yang diobservasi meliputi vital sign yaitu tekanan sistole, denyut nadi dan jumlah pernapasan dan penyakit penyerta (komorbid), sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium yang diobservasi adalah persentase eosinofil dan netrofil sebelum dan sesudah rawat inap. Data persentase eosinofil dan netrofil sebelum dan sesudah rawat inap kemudian dibandingkan secara statistik menggunakan uji t berpasangan. Perbedaan persentase eosinofil dan netrofil sebelum dan sesudah rawat inap dianggap bermakna jika memenuhi nilai p < 0,05. HASIL Subyek yang masuk dalam penelitian ini sejumlah 119 subyek. Mayoritas subyek berjenis kelamin pria (84,03%). Rerata usia subyek adalah 67 tahun. Penyakit yang paling banyak diderita sebagai penyerta adalah hipertensi pada 65 subyek (54,6%) dan diikuti oleh TB pada 27 subyek (22,7%). Tanda vital pada pemeriksaan awal menunjukkan normal kecuali terjadi peningkatan sistolik sehingga rerata sistolik subyek adalah 144 mmHg pada saat masuk. Subyek yang masuk dalam penelitian juga mayoritas menunjukkan kondisi netrofilia pada saat masuk (Tabel 1.). Uji t test berpasangan yang dilakukan pada data eosinofil dan netrofil menunjukkan adanya perbedaan rerata yang tidak bermakna secara statistik, namun terjadi penurunan kadar eosinofil dan netrofil setelah dilakukan rawat inap pada subyek. Hal ini menunjukkan adanya respon tubuh atas terapi (Tabel 2). DISKUSI Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas subyek adalah pria (84%). Hal ini sesuai dengan penelitian epidemiologi di Jerman pada 2.741 subyek. Pria merupakan mayoritas penderita (59%) dengan rerata usia 65 tahun dalam penelitian tersebut. 9 Temuan tersebut sesuai dengan karakter subyek dalam penelitian ini dimana rerata usia pada subyek pria adalah 67 tahun dan wanita 63 tahun. Kecenderungan ini dimungkinkan karena di Indonesia mayoritas perokok adalah pria. Adanya kecenderungan merokok ini menjadi faktor risiko pada PPOK meskipun terdapat beberapa kasus pada bukan perokok. 10 Adanya faktor kekurangan akses pelayanan kesehatan bagi wanita adalah salah satu penyebab rendahnya proporsi. Demikian juga adanya labeling pada pria untuk kejadian PPOK sehingga dokter kurang waspada dalam penegakan diagnosis penyakit ini pada wanita. 11 Sebuah penelitian yang dilakukan untuk melihat permasalahan terapi pada pasien PPOK menemukan bahwa pasien wanita memiliki kecenderungan untuk gagal menggunakan terapi inhaler. 12 Hal ini mendukung temuan sebelumnya sehingga kepedulian pasien wanita untuk datang ke RS berkurang. Penelitian ini menunjukkan bahwa hipertensi merupakan komorbid terbanyak pada PPOK. Hipertensi sendiri merupakan komorbid yang disepakati untuk PPOK. Dampak langsungnya belum Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Variabel Pria Wanita p Jenis Kelamin 100 (84,03%) 19 (15,97%) Usia 67 (44-92) 63 ± 12 0.2763 Penyerta HT 54 (45,38%) 11(9,24%) 0.9512 Penyerta DM 8 (6,72%) 0 (0%) 0.4373 Penyerta CHF 4 (3,36%) 4 (3,36%) 0.0263 Penyerta TB 25 (21%) 2(1,68%) 0.2792 Sistole 144.18 ± 25.71 144.32 ± 27.76 0,9834 Nadi 98,93 ± 16,21 99.28 ± 12.66 0.9312 Pernafasan 29.69 ± 5.04 29.72 ± 4.6 0.9779 Netrofil Awal 73.3 (15,1-94,3) 75.058 ± 12.6737 0.2963 Eosinofil Awal 1,2 (0-59,2) 0,3 (0-8,2) 0.1882 Tabel 2. Profil Neutrofil dan Eosinofil Leukosit Pro Inflamasi Hari Perawatan p Masuk (hr-0) Hr-1 Eosinofil 2,12 ± 2,51 1,85 ± 2,31 0,603 Neutrofil 71,8 (54,6-89,1) 68,9 (44,3-91,8) 0,818 70 | Vol 17 No 2 Juli 2017 difahami namun dicurigai bahwa gangguan pada saluran nafas menyebabkan terganggunya fungsi jantung dan pertukaran oksigen. Hal ini mendorong dikeluarkannya mediator inflamasi yang berpengaruh pada remodelling jantung. Kondisi tersebut mengakibatkan adanya Congestive Heart Failure (CHF) dan respon pembuluh darah sebagai hipertensi. 13 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) sendiri telah mengklasifikasikan hipertensi dan CHF sebagai komorbid yang harus dipahami dan dikendalikan oleh klinisi. 14 Pada penelitian ini juga dijumpai cukup banyak subyek yang mengalami infeksi Tuberkulosis (TB). Temuan ini bukanlah hal yang baru namun dalam beberapa dekade terakhir semakin banyak dijumpai PPOK dengan komorbid TB. Munculnya fenomena ini dicurigai karena adanya kesamaan faktor risiko antara PPOK dan TB. Timbulnya satu penyakit baik PPOK maupun TB dengan perantara faktor risiko secara otomatis akan menjadi faktor risiko juga pada penyakit komorbid lainnya. 15 Arah hubungan belum dapat dipastikan manakah penyakit yang mempengaruhi penyakit yang lain namun penelitian menunjukkan adanya skar TB pada pasien PPOK eksaserbasi. Temuan ini menunjukkan kecenderungan bahwa TB mempengaruhi PPOK. 16 Pemeriksaan tanda vital pada penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan sistol dan laju pernafasan. Temuan ini sangat logis pada pasien PPOK eksaserbasi akut karena terjadinya gangguan pernafasan. Respon tubuh meningkatkan laju pernafasan sangat relevan. Hasil analisis uji T berpasangan antara per- sentase eosinofil dan netrofil sebelum dan sesudah perawatan menunjukkan adanya penurunan persen- tase eosinofil dan netrofil setelah perawatan. Penurunan ini membuktikan adanya respon imun yang diperantarai eosinofil dan netrofil berhubungan erat dengan kejadian PPOK. Selain itu penurunan eosinofil dan netrofil juga menunjukkan adanya perbaikan kondisi PPOK dengan terapi yang diberikan. 17 Penurunan netrofil setelah terapi juga menunjukkan adanya respon kondisi netrofilik pada status eksaserbasi PPOK. Besarnya kadar penurunan eosinofil dan netrofil dapat menjadi petunjuk fenotipe PPOK yang terjadi, apakah termasuk fenotip netrofilik atau eosinofilik. Fenotipe yang sesuai akan memiliki kecenderungan penurunan yang lebih lambat, karena respon imun pada fenotip tersebut sangat tinggi. Respon imun yang sangat tinggi akan turut memperparah kondisi penyakit. Netrofil juga merespon pada kondisi PPOK dengan membentuk Netrofil Extracellular Trap (NET) yang meningkatkan kejadian remodelling pada saluran nafas. 18 Yousef dan Alkhiary (2016), 19 menunjukkan bahwa keterlibatan netrofil sebagai salah satu fenotipe PPOK akan meningkatkan keparahan eksaserbasi. 19 Temuan ini juga didukung dengan pemanfaatan inhibitor netrofil meningkatkan respon terapi pada PPOK. 20, 21 Penelitian ini menunjukkan adanya respon perbaikan kondisi sel pro inflamasi pada terapi PPOK yang ditandai dengan penurunan kadar netrofil dan eosinofil meskipun tidak signifikan secara statistik. Hal ini sejalan dengan kecurigaan bahwa sel eosinofil dan netrofil berperan penting dalam patogenesis PPOK yang diperantarai adanya remodelling dan respon inflamasi. 22, 23 SIMPULAN Terdapat peningkatan aktivitas netrofil pada pasien PPOK. Penurunan aktivitas baik netrofil maupun eosinophil didapatkan ketika pasien rawat inap meskipun tidak bermakna secara statistik. Penelitian dengan sampel lebih besar diperlukan untuk meningkatan validitas data. DAFTAR PUSTAKA 1. Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York: The McGraw-Hill Companies. 2005. 2. Gorczynski R, Stanley J. Clinical immunology. Texas: landes Bioscience. 1999. 3. Cruse JM, Lewis RE. Illustrated Dictionary of Immunology (2nd Edition). London, UK: Taylor & Francis. 2003. 4. Hoppenot D, Malakauskas K, Lavinskienė S, Bajoriūnienė I, Kalinauskaitė V, Sakalauskas R. Peripheral Blood Th9 Cells and Eosinophil Apoptosis in Asthma Patients. Medicina (Kaunas), 2015; 51 (1): 10–17. 5. Saeki M, Kaminuma O, Nishimura T, Kitamura N, Mori A, Hiroi T. Th9 Cells Elicit Eosinophil- Independent Bronchial Hyperresponsiveness in Mice. Allergol Int, 2016; 65 (Suppl): S24–S29. 6. Lukawska JJ, Livieratos L, Sawyer BM, Lee T, O’Doherty M, Blower PJ, et al. Imaging Inflammation in Asthma: Real Time, Differential Tracking of Human Neutrophil and Eosinophil Migration in Allergen Challenged, Atopic Asthmatics in Vivo. EBioMedicine, 2014; 1 (2): 173–180. 7. Mazzeo C, Cañas JA, Zafra MP, Rojas MA, Fernández-Nieto M, Sanz V, et al. Exosome Secretion by Eosinophils: A Possible Role in Asthma Pathogenesis. J Allergy Clin Immunol, 2015; 135 (6): 1603–1613. 8. Zeiger RS, Schatz M, Dalal AA, Chen W, Sadikova E, Suruki RY, et al. Blood Eosinophil | 71 Count and Outcomes in Severe Uncontrolled Asthma: A Prospective Study. J Allergy Clin Immunol Pract, 2016; 5 (1): 144-153. 9. Karch A, Vogelmeier C, Welte T, Bals R, Kauczor HU, Biederer J, et al. The German COPD Cohort COSYCONET: Aims, Methods and Descriptive Analysis of the Study Population at Baseline. Respir Med. 2016; 114 (1): 27–37. 10. Hagstad S, Backman H, Bjerg A, Ekerljung L, Ye X, Hedman L, et al. Prevalence and Risk Factors of COPD among Never-Smokers in Two Areas of Sweden - Occupational Exposure to Gas, Dust or Fumes is an Important Risk Factor. Respir Med, 2015; 109 (11): 1439–1445. 11. Jenkins CR, Chapman KR, Donohue JF, Roche N, Tsiligianni I, Han MK. Improving the Management of COPD in Women. Chest. 2016; 151 (3): 686-696. 12. Melzer AC, Ghassemieh BJ, Gillespie SE, Lindenauer PK, McBurnie MA, Mularski RA, et al. Patient Characteristics Associated with Poor Inhaler Technique among a Cohort of Patients with COPD. Respir Med, 2017; 123 (1): 124-130. 13. Fragoso E, Andr S, Boleo-Tom JP, Areias V, Munh J, Cardoso J. Understanding COPD: A Vision on Phenotypes, Comorbidities and Treatment Approach. Rev Port Pneumol. 2016; 22 (2): 101–111. 14. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 2006. 15. O’Toole RF, Shukla SD, Walters EH. TB Meets COPD: An Emerging Global Co-Morbidity in Human Lung Disease. Tuberculosis. 2015; 95 (6): 659–663. 16. Gunen H, Yakar H. The Role of TB in COPD. Chest, 2016; 150 (4): 856A. 17. Mohamed-Hussein AAR, Gamal EW, Abd Allah MS. Value of Blood Eosinophilia in Phenotype- Directed Corticosteroid Therapy of COPD Exacerbation: Final Results. Egypt J Chest Dis Tuberc, 2016; 66 (1): 221-225. 18. Pedersen F, Marwitz S, Holz O, Kirsten A, Bahmer T, Waschki B, et al. Neutrophil Extracellular Trap Formation and Extracellular DNA in Sputum of Stable COPD Patients. Respir Med, 2015; 109 (10): 1360–1362. 19. Yousef AM, Alkhiary W. Role of Neutrophil to Lymphocyte Ratio in Prediction of Acute Exacerbation of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Egypt J Chest Dis Tuberc, 2016; 66 (1): 1-6. 20. Kuna P, Jenkins M, O’Brien CD, Fahy WA. AZD. A Neutrophil Elastase Inhibitor, Plus ongoing Budesonide/ Formoterol in Patients with COPD. Respir Med, 2012; 106 (4): 531–539. 21. Gupta V, Khan A, Higham A, Lemon J, Sriskantharajah S, Amour A, et al. The Effect of Phosphatidylinositol-3 Kinase Inhibition on Matrix Metalloproteinase-9 and Reactive Oxygen Species Release from Chronic Obstructive Pulmonary Disease Neutrophils. Int Immunopharmacol, 2016; 35 (1): 155–162. 22. Oudijk EJD, Gerritsen WBM, Nijhuis EHJ, Kanters D, Maesen BLP, Lammers JWJ, et al. Expression of Priming-Associated Cellular Markers on Neutrophils during an Exacerbation of COPD. Respir Med, 2006; 100 (10): 1791– 1799. 23. Lerner CA, Sundar IK, Rahman I. Mitochondrial Redox System, Dynamics and Dysfunction in Lung Inflammaging and COPD. Int J Biochem Cell Biol, 2016; 81 (Pt. B): 294–306. DISKUSI SIMPULAN