8 Ikhlas Muhammad Jenie, dkk., Captopril Mencegah Stres Oksidatif Captopril Mencegah Stres Oksidatif pada Tikus Wistar Jantan dengan Diet Tinggi Lemak Captopril Inhibits Formation of ROS in High Fat Diet-Induced Atherosclerosis in Male Wistar Rats Ikhlas Muhammad Jenie1*, Rizki Afrian2, Barii Hafidz Pramono2 1Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta *Email: ikhlasjenie@yahoo.co.uk Abstrak Stres oksidatif berperan dalam terjadinya penyakit-penyakit kardiovaskular. Stres oksidatif ditandai dengan peningkatan radikal bebas dan penurunan sistem antioksidan. Sumber utama radikal bebas pada sirkulasi adalah enzim NAD(P)H oksidase. Enzim tersebut dimodulasi oleh angiotensin II. Angiotensin II dihasilkan dari konversi Angiotensin I oleh enzim angiotensin converting enzyme (ACE). Timbul pertanyaan apakah pemberian captopril, suatu penghambat ACE, dapat mencegah stres oksidatif. Untuk itu dilakukan penelitian pra-eksperimental pada hewan coba dengan rancangan post test only measurement. Sebanyak 24 ekor tikus Wistar jantan dikelompokkan ke dalam 3 kelompok: kelompok I mendapat diet normal 20g/hr, kelompok II diet tinggi lemak (10%) 20g/hr dan kelompok III diet tinggi lemak (10%) 20g/hr dan captopril 50 mg/kgBB/hr. Perlakuan diberikan selama 2 bulan. Variabel yang diukur adalah berat badan, kadar kolesterol total, kadar hidrogen peroksida (H2O2) dan histopatologi aorta. Data dianalisis dengan ANOVA satu arah. Berat badan tikus antarkelompok tidak berbeda bermakna pada awal dan akhir perlakuan. Kadar kolesterol total antarkelompok berbeda bermakna, dengan kadar kolesterol total pada tikus kelompok III lebih rendah secara bermakna daripada kelompok I dan II. Kadar H2O2 antarkelompok berbeda bermakna, dengan kadar H2O2) pada tikus kelompok II lebih tinggi secara bermakna daripada kelompok I dan III. Pada pemeriksaan histopatologi, lesi aterosklerotik ditemukan pada kelompok II dan III. Disimpulkan bahwa pemberian captopril dapat mencegah stres oksidatif pada tikus Wistar jantan dengan diet tinggi lemak. Kata kunci: stres oksidatif, radikal bebas, angiotensin II, captopril, tikus Wistar Abstract Oxidative stress play a role in the cardiovascular diseases. Oxidative stress occurs when there is an imbalance between level of ROS and antioxidant systems. The main source of ROS in vasculature is NAD(P)H oxidase, which is modulated by angiotensin II. To know whether captopril, that inhibits angio- tensin converting enzyme, can prevent oxidative stress, we did pre-experimental study in rats with post-test only measurement design. As many as twenty four male Wistar rats were divided into 3 groups: group I received normal diet, group II high fat diet, and group III high fat diet + captopril 50 mg/kgBW/d, for 2 months. Body weight was monitored each week. Total cholesterol and H2O2 level were measured in the end of intervention. All rats were then sacrificed using ether and then aorta was taken for histopathology exami- nation. Data were analyzed using one way ANOVA. There was no difference in body weight among groups. Total cholesterol level was significantly lower in group III than in group I and II. The level of H2O2 was significantly higher in group II than in group I and II. Atherosclerotic lesion was found in group II and III. As conclusion, captopril prevents oxidative stress in male Wistar rats which received high fat diet. Key words: reactive oxygen species, angiotensin II, captopril, Wistar rat. ARTIKEL PENELITIAN Mutiara Medika Vol. 16 No. 1: 8-14, Januari 2016 9 Mutiara Medika Vol. 16 No. 1: 8-14, Januari 2016 PENDAHULUAN Aterosklerosis merupakan underlying factor berbagai kejadian kardiovaskular (cardiovascular events), seperti stroke dan sindrom koroner akut. Dikatakan bahwa morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit kardiovaskular jauh melampaui morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh seluruh jenis keganasan.1 Hal tersebut menunjukkan pentingnya pencegahan, deteksi, dan penanganan dini aterosklerosis. Berbagai hipotesis mengenai pembentukan aterosklerosis telah dikemukakan, mulai dari respons terhadap jejas (the response-to-injury hypothesis), respons terhadap retensi (the response-to-retention theory), hingga yang terbaru yaitu teori oksidasi lipid (oxidative modification hypothesis). Teori oksidasi lipid mengatakan bahwa low density lipoprotein natif (native LDL) mengalami proses oksidasi sehingga termodifikasi menjadi LDL teroksidasi (oxidized LDL/ oxLDL). OxLDL tersebut merupakan ligan bagi scav- enger receptor pada makrofag. Ikatan oxLDL dengan scavenger receptor akan menyebabkan retensi lipid dan terbentuknya sel busa, yaitu makrofag yang mengandung vakuola berisi lemak, sebagai lesi awal aterosklerosis. Beberapa bukti mendukung teori oksidasi lipid tersebut, seperti ditemukannya produk oksidasi lemak, asam lemak bebas dan protein pada lesi aterosklerotik, serta keberhasilan deteksi oxLDL pada lesi aterosklerotik dengan menggunakan antibodi.1-3 Keadaan oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh dikenal dengan stres oksidatif, 4 akibat ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas dan antioksidan. Seperti diketahui, secara normal tubuh menghasilkan radikal bebas, seperti reactive oxy- gen species (ROS) dan reactive nitrogen-oxygen species (RNOS), yang akan diimbangi oleh sistem antioksidan, baik enzimatik maupun non-enzimatik.4 Stres oksidatif dapat menimbulkan kerusakan membran dan inti sel.1 Senyawa-senyawa yang termasuk sebagai ROS dan RNOS dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen-Oxygen Species (RNOS)4 Senyawa Rumus Molekul Superoksida O2 - Hidrogen peroksida H2O2 Radikal hidroksil OH. Radikal organic RO. R. R-S. Radikal peroksil RCOO. Asam hiperklorus HOCl Oksigen singlet O2 Nitrit oksida NO Peroksinitrit ONOO- Hasil percobaan in vitro maupun in vivo (kultur sel) diketahui bahwa aktivitas NAD(P)H oksidase bertanggungjawab terhadap timbulnya radikal bebas. Enzim tersebut dimodulasi oleh angiotensin II melalui reseptor angiotensin 1 (reseptor AT1),5 sehingga timbul pertanyaan apakah blokade pemecahan an- giotensin I menjadi angiotensin II oleh penghambat enzim pengubah angiotensin (angiotensin convert- ing enzyme; ACE), yaitu captopril, dapat mengham- bat timbulnya stres oksidatif dan pembentukan aterosklerosis. BAHAN DAN CARA Untuk mengetahui apakah pemberian captopril dapat menghambat stres oksidatif, dilakukan suatu penelitian pre-eksperimental pada hewan coba tikus Wistar dengan rancangan post-test only measure- ments. Sebanyak 24 tikus putih (Rattus novergicus) strain Wistar, dipilih dengan kriteria: sehat, kelamin jantan, berat badan 150 – 200 g dan usia 2 bulan, serta sudah mengalami aklimatisasi selama 2 10 Ikhlas Muhammad Jenie, dkk., Captopril Mencegah Stres Oksidatif minggu. Sampel dikelompokkan secara acak ke dalam tiga kelompok dengan jumlah sampel masing – masing kelompok adalah delapan ekor tikus, yang ditentukan berdasarkan jumlah minimal sampel hewan coba per variabel, yaitu 8-10 ekor hewan coba.6 Kelompok I mendapatkan diet normal (BR-2) 20 mg/kgBB, kelompok II mendapatkan diet tinggi lemak (BR-2 + lemak babi 10%, dicampur dalam bentuk pellet) 20 mg/kgBB,7 dan kelompok III mendapatkan diet tinggi lemak 20 mg/kgBB dan captopril 50 mg/kg berat badan tikus per sonde, 8 selama 1 bulan. Selanjutnya, 4 ekor tikus masing- masing kelompok diambil untuk pengukuran histopatologi (sacrificed) sehingga tidak dapat melanjutkan untuk perlakuan 2 bulan. Dengan demikian, tersisa 4 ekor tikus untuk masing-masing kelompok untuk perlakuan 2 bulan. Berat badan tikus diukur pada awal penelitian dan setiap minggu hingga akhir penelitian. Sampel darah diambil dari vena pada ekor yang dilakukan pada akhir perlakuan. Sampel darah tersebut dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf yang telah dibubuhi antikoagulan (EDTA) untuk kemudian dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol total dan hidrogen peroksida (H2O2). Kadar kolesterol total diukur dengan meng- gunakan metode spektrofotometri, sementara kadar Hidrogen peroksida (H2O2) diukur dengan meng- gunakan metode ferrous xylenol orange (FOX) yang telah dimodifikasi. Metode tersebut mengukur absor- bansi kompleks xylenol orange dengan metal oksi- dator, yaitu ion ferri. Pembentukan kompleks xylenol orange-ion ferri tergantung keberadaan H2O2.9 Setelah pengambilan sampel darah, tikus dimatikan dengan menggunakan eter. Pada tikus dilakukan diseksi dinding dada dan abdomen bagian atas untuk dilakukan pengambilan arcus aorta. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk mengetahui apakah terdapat aterosklerosis, dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Data diolah dengan Excel dan dianalisis dengan program SPSS 14.0. Untuk data kuantitatif (berat badan, kadar kolesterol total, kadar H2O2) disajikan sebagai nilai rata-rata ± simpangan baku, sedangkan data kualitatif (lesi aterosklerosis) disajikan sebagai proporsi. Perbandingan antarkelompok untuk data kuantitaif dianalisis dengan ANOVA satu jalan, sedangkan untuk data kualitatif secara deskriptif. Nilai p < 0,05 ditetapkan sebagai batas kemaknaan untuk uji ANOVA dan post hoc. HASIL Berat badan. Perbandingan perkembangan berat badan antarkelompok tikus dalam 1 dan 2 bulan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1 Gambar 1. Perkembang an Berat Badan T iku s T i ap Kelompok Perlakuan Keterangan: BW = berat badan (body weight); n (tiap kelompok) = 8 ekor tikus (s.d. 1 bulan perlakuan) dan 4 ekor tikus (s.d. 2 bulan perlakuan). Penjelasan mengenai jumlah sampel penelitian tertera pada bagian Metode. Analisis data menggunakan general linear model (GLM) univariate didapatkan berat badan tikus 11 Mutiara Medika Vol. 16 No. 1: 8-14, Januari 2016 antarkelompok perlakuan tidak berbeda bermakna pada awal penelitian (p > 0,05). Pada 1 bulan perlakuan, terdapat perbedaan bermakna berat badan tikus antarkelompok (p < 0,05). Pada akhir perlakuan (akhir bulan ke-2) berat badan tikus percobaan antarkelompok tidak berbeda bermakna (p > 0,05) Kadar kolesterol total. Pada 1 bul an perlakuan, terdapat perbedaan bermakna kadar kolesterol total antarkelompok (p = 0,001). Analisis post hoc menggunakan tes Tukey HSD didapatkan perbedaan bermakna kadar kolesterol total antara kelompok I dan III (227,1 ± 6,6 vs 171,5 ± 26,5 mg/ dl; p = 0,002) dan antara kelompok II dan III (226,5 ± 4,3 vs 171,5 ± 26,5 mg/dl; p = 0,002), sedangkan antara kelompok I dan II tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0,998). Pada 2 bulan perlakuan, terdapat perbedaan bermakna kadar kolesterol total antarkelompok (p = 0,001). Analisis post hoc didapatkan perbedaan bermakna kadar kolesterol total antara kelompok I dan II (211,2 ± 4 vs 190,2 ± 7,3 mg/dl; p = 0,001), antara kelompok I dan III (211,2 ± 4 vs 157,9 ± 2,5 mg/dl; p = 0,0001), dan antara kelompok II dan III (p = 0,001). Kadar H2O2. Pada 1 bulan perlakuan, terdapat perbedaan bermakna kadar H2O2 antarkelompok (p = 0,0001). Analisis post hoc menggunakan tes Tukey HSD didapatkan perbedaan bermakna kadar kolesterol total antara kelompok I dan II (10,9 ± 2,7 vs 29,4 ± 3,7 mg/dl; p = 0,0001) dan antara kelompok III dan II (10,7 ± 4,9 vs 29,4 ± 3,7 mg/dl; p = 0,0001), sedangkan antara kelompok I dan III tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0,997). Pada 2 bulan perlakuan, terdapat perbedaan bermakna kadar H2O2 antarkelompok (p = 0,001). Analisis post hoc didapatkan perbedaan bermakna kadar kolesterol total antara kelompok I dan II (11,6 ± 5,8 vs 39,8 ± 16,5 mg/dl; p = 0,009) dan antara kelompok III dan II (13,8 ± 1,6 vs 39,8 ± 16,5 mg/dl; p = 0,014), sedangkan antara kelompok I dan III tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0,95). Pemeriksaan histopatologi lesi ateros- klerosis. Pada 1 bulan perlakuan lesi aterosklerosis belum terlihat pada kelompok I dan II. Akan tetapi, pada kelompok III yang mendapat perlakuan diet tinggi lemak dan captopril, lesi aterosklerosis terlihat pada 1 ekor tikus. Pada 2 bulan perlakuan lesi aterosklerosis terlihat pada 1 ekor tikus kelompok II. Pada kelompok I dan III, tidak ditemukan lesi aterosklerosis. DISKUSI Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian captopril pada tikus yang mendapat diet tinggi lemak dapat mencegah peningkatan kadar H2O2. Telah diketahui bahwa diet tinggi lemak pada tikus akan menyebabkan peningkatan kadar radikal bebas (ROS).1 Peningkatan produksi ROS tersebut disebabkan oleh peningkatan aktivitas NAD(P)H oksidase, suatu enzim yang terikat pada membran sel neutrofil. Angiotensin II merupakan modulator utama enzim NAD(P)H oksidase. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian captopril, suatu penghambat enzim pengubah angiotensin, dapat mencegah peningkatan radikal bebas yang diakibatkan oleh diet tinggi lemak. Stimulasi NAD(P)H oksidase oleh angiotensin II adalah melalui reseptor AT1.10 Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian antagonis reseptor AT1, seperti losartan dan ibesartan, juga dapat mencegah kenaikan kadar radikal bebas pada hewan coba yang diberi diet tinggi lemak.11-13 12 Ikhlas Muhammad Jenie, dkk., Captopril Mencegah Stres Oksidatif Meskipun penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian captopril dapat mencegah peninggian kadar kolesterol total pada tikus yang mendapat diet tinggi lemak, akan tetapi belum dapat ditunjukkan pemberian captopril dapat mencegah pembentukan aterosklerosis pada tikus yang mendapat diet tinggi lemak. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Chobanian et al. (1990),14 pada kelinci hiperlipidemia W atanabe yang mendapat diet tinggi lemak memberikan hasil yang berlawanan, yaitu meskipun pemberian captopril tidak mempengaruhi kadar kolesterol total akan tetapi dapat mengurangi luas lesi aterosklerosis aorta. Akhir-akhir ini ditemukan bahwa sumber utama angiotensin II bukan sistem renin-angitensin-aldos- teron (RAAS) melainkan enzim chimase yang ter- dapat di dalam sel mast. Penelitian Ihara et al. (1999),15 menunjukkan bahwa 85,6% total aktivitas angiotensin II pada aorta manusia sehat disum- bangkan oleh enzim chimase. Proporsi tersebut meningkat menjadi 93,5% dari total aktivitas angio- tensin II pada aorta yang mengalami aterosklerosis. Sementara itu, aktiv itas angiotensin II yang tergantung penghambat ACE menyumbangkan 4,5% dari total aktivitas angiotensin II pada aorta sehat dan tidak berubah secara bermakna pada aorta yang mengalami aterosklerosis. Aktivitas enzim chimase tidak dihambat oleh captopril melainkan oleh chimostatin, suatu penghambat enzim chimase. Dengan demikian timbul pertanyaan bagaimana mekanisme captopril di dalam menghambat stres oksidatif dan pembentukan aterosklerosis? Captopril menurunkan kadar H2O2 secara tidak langsung melalui peningkatan kadar glutation, suatu enzim antioksidan. Penelitian Cavanagh et al. (2000),16 menunjukkan bahwa kadar glutation total pada eritrosit mencit yang diberi captopril 50 mg/ kgBB selama 11 minggu secara bermakna lebih tinggi daripada mencit yang mendapat air (kontrol). Dikatakan bahwa peningkatan kadar glutation eritrosit penting karena eritrosit merupakan buffer antioksidan bagi jaringan yang mengalami peningkatan H2O2. Gl utation, yang kadarnya di dal am eritrosit dipertahankan tinggi oleh captopril, mampu mengubah H2O2 menjadi H2O (air). Peningkatan kadar enzim glutation oleh captopril menghambat terjadinya stres oksidatif sehingga menghambat oksidasi LDL. Captopril dapat pula menghambat oksidasi LDL secara langsung melalui aktivitas gugus sulfhidril (-SH).17 Oleh karena hiperkolesterolemia dapat menyebabkan stres oksidatif1 maka kemam- puan captopril mencegah peninggian H2O2 pada penelitian ini dapat pula melalui penghambatan peninggian kadar kolesterol. Penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, tikus Wistar jantan yang mendapat diet normal dan tanpa captopril tidak sepenuhnya berhasil sebagai kontrol negatif. Kelompok tersebut mem- punyai berat badan yang lebih besar dan kadar kolesterol yang lebih tinggi daripada kelompok perlakuan dan kontrol positif. Kedua, pengukuran lesi aterosklerotik tidak menggunakan metoda kuanti- tatif, seperti jumlah sel busa per lapang pandang, namun menggunakan kriteria kualitatif. Adapun keterbatasan penelitian ini adalah tidak mengukur kadar senyawa antioksidan, baik enzimatik maupun non-enzimatik. SIMPULAN Pemberian captopril mencegah terjadinya stres oksidatif pada tikus jantan strain Wistar yang diberi diet tinggi lemak. 13 Mutiara Medika Vol. 16 No. 1: 8-14, Januari 2016 Ucapan Terima kasih Penelitian ini dibiayai oleh Dana Hibah Penelitian FKIK UMY tahun 2009. DAFTAR PUSTAKA 1. Stocker R, Keaney JR. Role of oxidative modifi- cation in atherosclerosis. Phys Rev. 2004; 84:1381-1478. 2. Weissberg P. Mechanisms modifying athero- sclerotic disease: From lipids to vascular biol- ogy. Atherosclerosis. 1999; 147(suppl 1): S3– S10. 3. Taniyama Y, Griendling KK. Reactive oxygen species in the vasculature: molecular and cel- lular mechanisms. Hypertension. 2003; 42:1075-81. 4. Smith CM, Marks A, Lieberman M. Basic Medi- cal Biochemistry. 2nd ed. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins; 2005. 5. Sachse A, Wolf G. Angiotensin II-induced reac- tive oxygen species and the kidney. J of Am Soc of Nephrol. 2007; 18:2439-46. 6. Goh YM. Experimental design and sample size issues in laboratory animal experiments. Work- shop on the Care and Use of Laboratory Ani- mal Research. 2008 Nov 8-9; Surabaya, Indo- nesia. 7. Sunarsih ES, Istiadi H. Pengaruh pemberian jus lidah buaya (Aloe vera. Linn) terhadap kadar HDL dan LDL kolesterol serum tikus hiperlipidemia. Jurnal Farmakologi SK. 2007; III(1):352-62. 8. Zadelaar S, Kleeman R, Verschuren L, Weij JV, Hoorn J, Princen HM, et al. Mouse models for atherosclerosis and pharmaceutical modifiers. Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology. 2007; 27:1706-21. 9. Queval G, Hager J, Gakiere B, Noctor G. Why are literature data for H2O2 contents so vari- able? A discussion of potential difficulties in the quantitative assay of leaf extracts. J of Exper Botany. 2008; 59(2):135-46. 10. Yang BC, Phillips MI, Mohuczy D, Meng H, Shen L, Mehta P, et al. Increased angiotensin II type 1 receptor expression in hypercholester- olemia atherosclerosis in rabbits. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 1998; 18:1433-9. 11. Hayek T, Attias J, Coleman R, Brodsky S, Smith J, Breslow JL, et al. The angiotensin-converting enzyme inhibitor, fosinopril, and the angiotensin II receptor antagonist, losartan, inhibit LDL oxi- dation and attenuate aterosclerosis independent of lowering blood pressure in apolipoprotein E deficient mice. Cardiovascular Res. 1999; 44:579-87. 12. Strawn WB, Chappel MC, Dean RH, Kivlighn S, Ferrario CM. Inhibition of early atherogenesis by losartan in monkeys with diet-induced hy- pertension. Circulation. 2000;101:1586-93. 13. Navalkar S, Parthasarathy S, Santanam N, Khan BV. Irbesartan, an angiotensin type 1 receptor inhibitor, regulates markers of inflammation in patients with premature atherosclerosis. J Am Coll Cardiology. 2001;37:440-4. 14. Chobanian AV, Haudenschild CC, Nickerson C, Drago R. Antiatherogenic effect of captopril in the Watanabe heritable hyperlipidemic rabbits. Hypertension. 1990 ;15:327-31. 15. Ihara M, Urata H, Kinoshita A, Suzumiya J, Sasaguri M, Kikuchi M, et al. Increased chymase-dependent angiotensin II formation in human atherosclerotic aorta. Hypertension. 1999;33:1399-1405. 14 Ikhlas Muhammad Jenie, dkk., Captopril Mencegah Stres Oksidatif 16. Cavanagh EMV, Inserra F, Ferder L, Fraga CG. Enalapril and captopril enhance glutathione-de- pendent antioxidant defenses in mouse tissues. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol. 2000. 278:5572-7. 17. Godfrey EG, Stewart J, Dargie HJ, Reid JL, Dominiczak M, Hamilton CA, et al. Effects of ACE inhibitors on oxidation of human low den- sity lipoprotein. British J of Clin Pharmacol. 1994;37:63-6