Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan http://journal.umy.ac.id/index.php/mm ©2019 MMJKK. All rights reserved Vol 19 No 1 Hal 32-36 Januari 2019 Penatalaksanaan Akalasia Esophagus dengan Prosedur Pembedahan Heller Dilanjutkan Fundoplikasi Management of Esophageal Achalasia with Heller Surgery Procedure Continued by Fundoplication Nicko Rachmanio1*, Guntur Surya Alam2 1 Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2 Bagian Ilmu Bedah Anak, RS DR. Moewardi, Surakarta DATA OF ARTICLE: Received: 07 Agust 2018 Reviewed: 6 Okt 2018 Revised: 12 Des 2018 Accepted: 10 Jan 2019 *CORRESPONDENCE: nicko_rachmanio@yahoo.com DOI: 10.18196/mm.190126 TYPE OF ARTICLE: Case Report Abstrak: Akalasia esophagus merupakan gangguan motilitas esophagus berupa hilangnya gerakan peristaltik dan kegagalan relaksasi dari lower esophageal sphincter. Kasus ini tergolong jarang yaitu sebanyak 0,5-1,6% dari seluruh populasi baik di Eropa, Asia, dan Amerika. Dilaporkan seorang anak laki-laki usia 14 bulan dengan keluhan sering muntah, berat badan kurang dan sulit naik. Pada pemeriksaan radiologis Oesophagus Maag Duodenum (OMD) ditemukan pele- baran oesophagus hingga gastrooesophageal junction. Dilakukan penatalaksanaan berupa pembedahan dengan prosedur Heller dilanjutkan dengan fundoplikasi. Pascaoperasi tidak ditemukan lagi keluhan pada pasien. Kata kunci: Akalasia Esophagus; Myotomi Heller; Fundoplikasi Abstract: Esophageal achalasia is a motility disorder of esophagus characterized by the absence of esophageal peristaltics and incomplete relaxation of lower esophageal sphincter. This case is rare, which is recorded as 0.5-1.6% of all population in Europe, Asia and America. A 14-month-old boy complaints of frequent vomiting, lack of weight and having difficulty to gain weight. The radiological examination of the Esophagus Maag Duodenum (OMD) discovered a dilatation of the esophageal to the gastroesophageal junction. Surgical treatment with the Heller's procedure is carried out followed by fundoplication. Postoperative complaints no longer found in patient. Keywords: Esophageal Achalasia; Heller Myotomy; Fundoplication | 33 Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan http://journal.umy.ac.id/index.php/mm ©2019 MMJKK. All rights reserved Vol 19 No 1 Hal 32-36 Januari 2019 Penatalaksanaan Akalasia Esophagus dengan Prosedur Pembedahan Heller Dilanjutkan Fundoplikasi Management of Esophageal Achalasia with Heller Surgery Procedure Continued by Fundoplication Nicko Rachmanio1*, Guntur Surya Alam2 1 Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2 Bagian Ilmu Bedah Anak, RS DR. Moewardi, Surakarta DATA OF ARTICLE: Received: 07 Agust 2018 Reviewed: 6 Okt 2018 Revised: 12 Des 2018 Accepted: 10 Jan 2019 *CORRESPONDENCE: nicko_rachmanio@yahoo.com DOI: 10.18196/mm.190126 TYPE OF ARTICLE: Case Report Abstrak: Akalasia esophagus merupakan gangguan motilitas esophagus berupa hilangnya gerakan peristaltik dan kegagalan relaksasi dari lower esophageal sphincter. Kasus ini tergolong jarang yaitu sebanyak 0,5-1,6% dari seluruh populasi baik di Eropa, Asia, dan Amerika. Dilaporkan seorang anak laki-laki usia 14 bulan dengan keluhan sering muntah, berat badan kurang dan sulit naik. Pada pemeriksaan radiologis Oesophagus Maag Duodenum (OMD) ditemukan pele- baran oesophagus hingga gastrooesophageal junction. Dilakukan penatalaksanaan berupa pembedahan dengan prosedur Heller dilanjutkan dengan fundoplikasi. Pascaoperasi tidak ditemukan lagi keluhan pada pasien. Kata kunci: Akalasia Esophagus; Myotomi Heller; Fundoplikasi Abstract: Esophageal achalasia is a motility disorder of esophagus characterized by the absence of esophageal peristaltics and incomplete relaxation of lower esophageal sphincter. This case is rare, which is recorded as 0.5-1.6% of all population in Europe, Asia and America. A 14-month-old boy complaints of frequent vomiting, lack of weight and having difficulty to gain weight. The radiological examination of the Esophagus Maag Duodenum (OMD) discovered a dilatation of the esophageal to the gastroesophageal junction. Surgical treatment with the Heller's procedure is carried out followed by fundoplication. Postoperative complaints no longer found in patient. Keywords: Esophageal Achalasia; Heller Myotomy; Fundoplication | 33 PENDAHULUAN Akalasia esophagus adalah kelainan berupa ketidak mampuan relaksasi katup di daerah gastro- esophageal junction sehingga makanan yang ditelan hanya sedikit yang dapat masuk ke dalam lambung. Angka kejadian sekitar 1/100.000 per tahunnya dan termasuk kasus yang sangat jarang terjadi. Se- banyak 0,5 - 1,6 % ditemukan di Eropa, Asia, dan Amerika.1 Jumlah kasus yang sedikit menjadikan setiap penatalaksaan pasien dengan akalasia esophagus menjadi menarik untuk dipelajari. Laporan kasus ini menyajikan penatalaksanaan pasien akalasia eso- phagus yang meliputi penegakan diagnosis, tindak- an operasi yang dilakukan sampai pada hasil yang didapatkan pasca operasi. LAPORAN KASUS Dilaporkan seorang anak usia 14 bulan, jenis kelamin laki-laki, sejak lahir ibu pasien mengeluhkan bahwa anaknya setiap kali diberi makan muntah, dan telah dibawa berobat ke dokter namun keluhan tidak juga berkurang. Berat badan pasien juga sulit naik. Riwayat kelahiran lahir spontan, bayi berat lahir cukup (BBLC) 3000 gr, cukup bulan, P1A0. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada pasien, kondisi pasien compos mentis (sadar pe- nuh), bentuk kepala mesocephal, tidak didapatkan konjungtiva pucat, pemeriksaan jantung dan paru Gambar 1. Gambaran Rontgen Thoraks Gambar 2. Gambaran Rontgen Oesophagus Maag Duodenum (OMD) normal, abdomen juga tidak didapatkan distensi, tidak teraba massa dan suara bising usus normal. Pemeriksaan laboratorium darah pasien dida- patkan masih dalam batas normal. Berikut hasil pe- meriksaan darah rutin pasien dan nilai rujukan nor- mal untuk usia pasien, kadar Haemoglobin: 10,5 gram/dL (10-17 gram/dL), Ht: 32,2 % (31-45%), Angka Leukosit: 14,700 sel/mm3 (5700-18.000 sel/mm3), Angka Trombosit 360.000 sel/mm3 (150.000- 450.000 sel/mm3), Hitung Eritrosit 4,2 juta sel/mm3 (3,8-6,1 juta sel/mm3). Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan radiologis rontgen thoraks dan Oesophagus Maag Duodenum (OMD), seperti terlihat pada Gambar 1. dan Gambar 2. Pada Gambar 1. tidak ditemukan gambaran pneumonia pada paru pasien dan tidak didapatkan Gambar 3. Dilakukan Pembedahan dengan Prosedur Myotomi Heller 34 | 34 | Vol 19 No 1 Januari 2019 Gambar 4. Dilakukan Prosedur Fundoplikasi gambaran udara bebas ataupun pelebaran dari mediastinum. Pada Gambar 2. terlihat gambaran oesophagus yang melebar dengan bagian distal menyempit, kontras dapat masuk hingga ke dalam lambung. Pada pasien kemudian dilakukan tindakan pembedahan dengan prosedur Heller dilanjutkan dengan Fundoplikasi seperti terlihat pada Gambar 3. dan Gambar 4. Follow up pascaoperasi, pasien mulai diberikan diet cair satu hari pascaoperasi, vital sign stabil nor- mal, tidak muntah, tidak ditemukan demam, nyeri dada, sesak, ataupun emphysema subkutis. DISKUSI Akalasia esophagus merupakan gangguan mo- tilitas dari esophagus, ditandai dengan kegagalan peristaltik dan ketidakmampuan untuk relaksasi pa- da lower esophageal sphincter (LES). Beberapa pene- liti berpikir bahwa akalasia berhubungan dengan infeksi virus. Penelitian terakhir menunjukkan akala- sia disebabkan oleh sel saraf dari sistem saraf invo- lunter pada lapisan otot pada esophagus yang di- pengaruhi oleh sistem imun pasien sendiri dan secara perlahan mengalami degenerasi dengan alasan yang belum bisa dipahami.2 Akalasia dapat dikategorikan menjadi empat berdasarkan diameter dan panjang dari esophagus: Diameter < 4 cm adalah grade 1, Diameter 4 – 6 cm adalah grade 2, Diameter > 6 cm adalah grade 3, dan grade 4 adalah suatu sigmoid oesophagus.3 Pada esophagus normal, gelombang peristaltik muncul setiap kali menelan, pada akalasia terdapat defek neuromuskular yang ditandai dengan menu- runnya atau hilangnya peristaltik. Secara mikros- kopik, terlihat adanya degenerasi dari sel ganglion pada pleksus myenterik Auerbach’s. kondisi ini ana- log dengan megakolon. Pada keadaan normal ter- dapat zona oesophagus tekanan tinggi atau LES, pada akalasia, LES mengalami hipertonik, mengha- silkan tekanan sisa menjadi di atas tekanan normal sehingga terjadi relaksasi inkomplit setelah mene- lan. Hal ini menyebabkan obstruksi fungsional dan menghasilkan pemanjangan serta pelebaran dari oesophagus dengan penyempitan pada bagian dis- tal esophagus. Pada akalasia esophagus gejala dan tanda yang muncul dapat berupa: 1) Disfagia, meru- pakan gejala yang paling sering muncul, terutama pada saat menelan makanan padat dibandingkan dengan makanan lembut atau cairan. 2) Regurgitasi, muncul pada 95% pasien, beberapa pasien belajar untuk menghentikan untuk mengurangi nyeri yang ditimbulkan. 3) Nyeri pada dada, muncul pada 40% pasien, terutama setelah makan dan dirasakan se- perti nyeri pada bagian retrosternal. Hal ini lebih sering dirasakan pada fase awal penyakit muncul. 4) Penurunan berat badan. 5) Batuk malam hari, jarang dan merupakan tanda dari suatu pneumonia inhalasi.4 Pemeriksaan penunjang radiologis yang sebaik- nya dilakukan untuk mendiagnosis pasien dengan kecurigaan suatu akalasia esophagus diantaranya: 1) Foto polos dada: pada pemeriksaan ini mungkin dapat ditemukan tanda dari pneumonia inhalasi, dilatasi dari esophagus di belakang dari jantung (jarang terlihat pada kenyataannya), udara lambung biasanya terlihat sedikit atau kadang hilang. 2) Oesophagus maag duodenum (OMD) atau Esopha- gram: pada pemeriksaan ini dapat terlihat oesopha- gus yang dilatasi dan memanjang dengan gambaran “bird’s beak” menyempit pada bagian kardia. Pe- manjangan dan pelebaran esophagus menghasilkan kelengkungan yang nantinya menuju pada suatu sigmoid esophagus pada kasus yang ekstrem. 3) Esophagoscopy: pada pemeriksaan ditemukan sisa makanan pada esophagus yang melebar dengan di- sertai oesophagitis. LES ditemukan menyempit, na- mun esophaguscope dapat melalui dengan tekanan yang diperkirakan. Pemeriksaan ini seharusnya dilakukan karena dapat menyingkirkan diagnosis banding seperti karsinoma esophagus atau penyakit lainnya. 4) Esophageal manometry: merupakan suatu pelajaran penting dalam mendiagnosis akala- sia, dapat menunjukkan absennya peristaltik pada esophagus serta tekanan tinggi pada LES yang mengalami kegagalan dalam relaksasi pada saat menelan.3 Penatalaksanaan pada pasien yang terdiag- nosis suatu akalasia esophagus dapat dilakukan dengan tindakan: 1) Pelebaran dengan balon: balon dimasukkan ke dalam LES dengan endoscopy kemu- | 35 34 | Vol 19 No 1 Januari 2019 Gambar 4. Dilakukan Prosedur Fundoplikasi gambaran udara bebas ataupun pelebaran dari mediastinum. Pada Gambar 2. terlihat gambaran oesophagus yang melebar dengan bagian distal menyempit, kontras dapat masuk hingga ke dalam lambung. Pada pasien kemudian dilakukan tindakan pembedahan dengan prosedur Heller dilanjutkan dengan Fundoplikasi seperti terlihat pada Gambar 3. dan Gambar 4. Follow up pascaoperasi, pasien mulai diberikan diet cair satu hari pascaoperasi, vital sign stabil nor- mal, tidak muntah, tidak ditemukan demam, nyeri dada, sesak, ataupun emphysema subkutis. DISKUSI Akalasia esophagus merupakan gangguan mo- tilitas dari esophagus, ditandai dengan kegagalan peristaltik dan ketidakmampuan untuk relaksasi pa- da lower esophageal sphincter (LES). Beberapa pene- liti berpikir bahwa akalasia berhubungan dengan infeksi virus. Penelitian terakhir menunjukkan akala- sia disebabkan oleh sel saraf dari sistem saraf invo- lunter pada lapisan otot pada esophagus yang di- pengaruhi oleh sistem imun pasien sendiri dan secara perlahan mengalami degenerasi dengan alasan yang belum bisa dipahami.2 Akalasia dapat dikategorikan menjadi empat berdasarkan diameter dan panjang dari esophagus: Diameter < 4 cm adalah grade 1, Diameter 4 – 6 cm adalah grade 2, Diameter > 6 cm adalah grade 3, dan grade 4 adalah suatu sigmoid oesophagus.3 Pada esophagus normal, gelombang peristaltik muncul setiap kali menelan, pada akalasia terdapat defek neuromuskular yang ditandai dengan menu- runnya atau hilangnya peristaltik. Secara mikros- kopik, terlihat adanya degenerasi dari sel ganglion pada pleksus myenterik Auerbach’s. kondisi ini ana- log dengan megakolon. Pada keadaan normal ter- dapat zona oesophagus tekanan tinggi atau LES, pada akalasia, LES mengalami hipertonik, mengha- silkan tekanan sisa menjadi di atas tekanan normal sehingga terjadi relaksasi inkomplit setelah mene- lan. Hal ini menyebabkan obstruksi fungsional dan menghasilkan pemanjangan serta pelebaran dari oesophagus dengan penyempitan pada bagian dis- tal esophagus. Pada akalasia esophagus gejala dan tanda yang muncul dapat berupa: 1) Disfagia, meru- pakan gejala yang paling sering muncul, terutama pada saat menelan makanan padat dibandingkan dengan makanan lembut atau cairan. 2) Regurgitasi, muncul pada 95% pasien, beberapa pasien belajar untuk menghentikan untuk mengurangi nyeri yang ditimbulkan. 3) Nyeri pada dada, muncul pada 40% pasien, terutama setelah makan dan dirasakan se- perti nyeri pada bagian retrosternal. Hal ini lebih sering dirasakan pada fase awal penyakit muncul. 4) Penurunan berat badan. 5) Batuk malam hari, jarang dan merupakan tanda dari suatu pneumonia inhalasi.4 Pemeriksaan penunjang radiologis yang sebaik- nya dilakukan untuk mendiagnosis pasien dengan kecurigaan suatu akalasia esophagus diantaranya: 1) Foto polos dada: pada pemeriksaan ini mungkin dapat ditemukan tanda dari pneumonia inhalasi, dilatasi dari esophagus di belakang dari jantung (jarang terlihat pada kenyataannya), udara lambung biasanya terlihat sedikit atau kadang hilang. 2) Oesophagus maag duodenum (OMD) atau Esopha- gram: pada pemeriksaan ini dapat terlihat oesopha- gus yang dilatasi dan memanjang dengan gambaran “bird’s beak” menyempit pada bagian kardia. Pe- manjangan dan pelebaran esophagus menghasilkan kelengkungan yang nantinya menuju pada suatu sigmoid esophagus pada kasus yang ekstrem. 3) Esophagoscopy: pada pemeriksaan ditemukan sisa makanan pada esophagus yang melebar dengan di- sertai oesophagitis. LES ditemukan menyempit, na- mun esophaguscope dapat melalui dengan tekanan yang diperkirakan. Pemeriksaan ini seharusnya dilakukan karena dapat menyingkirkan diagnosis banding seperti karsinoma esophagus atau penyakit lainnya. 4) Esophageal manometry: merupakan suatu pelajaran penting dalam mendiagnosis akala- sia, dapat menunjukkan absennya peristaltik pada esophagus serta tekanan tinggi pada LES yang mengalami kegagalan dalam relaksasi pada saat menelan.3 Penatalaksanaan pada pasien yang terdiag- nosis suatu akalasia esophagus dapat dilakukan dengan tindakan: 1) Pelebaran dengan balon: balon dimasukkan ke dalam LES dengan endoscopy kemu- | 35 Gambar 5. Penampang Melintang dari Esophagus7 dian dikembangkan. Angka kesuksesan adalah 70- 80% dengan 5% terjadi perforasi, apabila terjadi per- forasi maka pembedahan emergensi harus dilaku- kan untuk menutup perforasi dan melakukan myo- tomi. Lebih dari separuh dari penderita memerlu- kan lebih dari satu kali pelebaran dengan balon. 2) Injeksi botulinum toksin: pada pasien yang tidak da- pat dilakukan operasi dengan balon ataupun pem- bedahan dapat mengambil manfaat dari injeksi botulinum toksin. Pada saat diinjeksi dengan jumlah yang sedikit, botox dapat menyebabkan relaksasi dari spasme otot. Bekerja dengan cara mencegah saraf untuk melakukan hantaran ke otot untuk kontraksi. Presentasi kecil (35%) dari pasien mendapatkan hasil jangka pendek yang baik dengan menggunakan botox. Sebagai tambahan, injeksi harus diulang beberapa kali dalam tujuan untuk mendapatkan hasil berupa bebas gejala. 3) Pem- bedahan: pembedahan dilakukan dengan Heller myotomi, pada operasi ini otot esophagus pada daerah katup antara esophagus dan lambung diinsisi hingga mencapai submukosa oesophagus.5 Komplikasi post operatif bisa terjadi obstruksi berkelanjutan, hal ini disebabkan oleh tidak efektif- nya peristaltik pada akalasia esophagus yang pan- jang atau myotomi yang tidak komplit. Myotomi hingga dinding lambung dapat menyebabkan gastroesophagus reflux. Ahli bedah memiliki objek- tifitas untuk melakukan kombinasi Heller myotomi dengan fundoplikasi, dikarenakan meningkatnya tekanan di dalam lambung juga dapat menyebab- kan tahanan untuk lewatnya isi oesophagus ke dalam lambung.6 Seorang penderita akalasia esophagus yang tidak ditangani ataupun yang sudah menjalani tera- pi bisa mendapatkan komplikasi seperti: 1) Akalasia yang tidak ditangani dapat menyebabkan inhalasi dari materi yang terjebak di esophagus serta aspi- rasi. 2) Penatalaksanaan dengan pembedahan dan dilatasi balon dapat menyebabkan perforasi dan gastroesophagal reflux. 3) Karsinoma esophagus, antara 2-7% dari pasien mengalami karsinoma, penyakit dalam jangka panjang meningkatkan risiko.5 Berikut ini adalah follow up pasien akalasia esophagus pascaoperasi dengan prosedur Heller dan Fundoplikasi: 1) Pasien diberi diet oral dimulai dengan diet cair dan diet halus satu hari pasca- operasi apabila tidak ada keluhan mual. 2) Obat anti nyeri diberikan secara injeksi selama 6-12 jam post operatif, selanjutnya dapat menggunakan obat oral. 3) Dilakukan pengawasan klinis terjadinya leakage berupa perubahan vital sign yang mengarah ke sep- sis, demam, kesulitan bernafas, nyeri dada, ataupun emphysema subkutan. 4) Apabila tanda klinis leakage tidak ditemukan, dilakukan pemeriksaan rontgen dengan kontras kontrol 6-7 hari post operatif.5 Yano dkk. (2014),8 melaporkan 400 kasus aka- lasia esophagus dalam kurun waktu antara tahun 1994 s.d tahun 2013 pada satu institusi yang sama dan dilakukan tindakan Heller Dor (Myotomi Heller dengan fundoplikasi), didapatkan hasil baik pasien dengan waktu operasi yang berbeda, jumlah kehi- langan darah yang berbeda, waktu awal makan yang berbeda, keseluruhan menunjukkan bahwa prosedur operasi ini secara konstan memberikan hasil yang dapat diterima untuk memberikan ke- sembuhan pada pasien. Caldaro dkk. (2015),9 membandingkan dua prosedur pembedahan untuk kasus akalasia esopha- gus yaitu dengan metode myotomi heller dan fundoplikasi secara laparoskopik dengan endosko- pik peroral myotomi untuk mengevaluasi efekti- vitas, keamanan dan hasil dari kedua prosedur ter- sebut. Evaluasi didapatkan bahwa kedua prosedur memiliki hasil yang sama dan merupakan pilihan yang tepat untuk tatalaksana pasien dengan aka- lasia esophagus. Illiceto dkk. (2016),10 melaporkan suatu laporan kasus seorang laki-laki usia 15 tahun dengan diag- nosis akalasia esophagus yang dilakukan tindakan operasi myotomi heller diikuti dengan fundoplikasi menggunakan bantuan robot secara endoskopi. Follow up pascaoperasi terhadap pasien menunjuk- kan bahwa myotomi heller diikuti fundoplikasi merupakan pilihan untuk terapi akalasia esophagus. Kemajuan teknologi dengan pendekatan robotik secara endoskopi memberikan kemudahan bagi ahli bedah untuk melakukan prosedur ini. Pada laporan kasus ini dilaporkan satu kasus, anak usia 14 bulan dengan keluhan muntah setiap 36 | 36 | Vol 19 No 1 Januari 2019 habis makan dengan berat badan sulit naik. Dilaku- kan pemeriksaan dengan menggunakan kontras untuk melihat oesophagus dan lambung, ditemukan gambaran pelebaran diameter esophagus, dengan bagian distal menyempit namun kontras masih bisa masuk ke dalam lambung. Pada pasien dilakukan pembedahan myotomi prosedur Heller dilanjutkan fundoplikasi. Follow up pascaoperasi pasien diberi- kan diet oral, pasien tidak muntah, tanda vital stabil normal, tidak ada nyeri dada dan sesak, tidak dite- mukan juga emphysema subkutis. Hal ini menunjuk- kan bahwa tidak terjadi leakage atau kebocoran pascaoperasi secara klinis. SIMPULAN Esophagus myotomi dengan prosedur Heller dilanjutkan dengan fundoplikasi merupakan tin- dakan pembedahan yang dapat dipilih untuk kasus akalasia esophagus. DAFTAR PUSTAKA 1. Duffield JA, Hamer PW, Heddle R, Holloway RHh. Incidens of Achalasia in South Australia Based on Esophageal Manometry Findings. J Clin Gastroenterol Hepatol, 2017; 15 (3): 360-5. 2. Richter JE. Achalasia: An Update. J Neuroenterol Motil, 2001; 16 (3): 232-42. 3. Vanderpool D, Westmoreland MV, Fetner E. Achalasia: Willis or Heller? BUMC Proceedings, 1999; 12 (1): 227-230. 4. Ramirez M, Patti MG. Changes in the Diagnosis and Treatment of Achalasia. J Clin Transl Gastroenterol, 2015; 6 (5): e87. 5. Dobrowolsky A, Fisichella PM. 2014. The Management of Esophageal Achalasia: from Diagnosis to Surgical Treatment. J Gastrointestinal Surg, 2014; 66 (1): 23-9. 6. Rice TW, Mc Kelvey AA, Richter JE, Baker ME, Vaezi MF. A Physiologic Clinical Study of Achalasia: Should Dor Fundoplication be Added to Heller Myotomi?. J Thorac Cardiovasc Surg, 2005; 130 (6): 1593-600. 7. Aschraft KW. Atlas of Pediatric Surgery. Philadephia: W.B Saunders comp. 1994. 8. Yano F, Omura N, Tsuboi K, Hosino M, Yamamoto SR, Akimoto S, Masuda T, Kashiwagi H, Yanaga K. The Outcomes of 400 Laparoscopic Heller’s Dor Operation for Esophageal Achalasia. J Am Coll Surg, 2014; 219(4): 17. 9. Caldaro T, Familiari T, Romeo EF, Gigante G, Marchese M, Contini ACL, Abriola GF, Cucchiara S, Angelis P, Torroni F, Oglio L, Costamagna G. Treatment of Esopgaheal Achalasia in Children : Today and tomorrow. J Pediatr Surg, 2015; 50 (5): 726-30. 10. Illiceto MT, Lisi G, Filippone M, Marino N, Chiessa PL, Lombardi G. Endoscopic Assisted Heller Extramucosal Myotomi with Antireflux Anterior Funduplication (DOR) in Robotic Approach for Esophageal Achalasia (EA). Digestive and Liver Dissease, 2016; 48 (4): e261-62.