0 daftar isi.p65 Yuli Sulistiyowati, Agnes Sri Siswati, Uji Potensi Antibakteri Sodium Ascorbyl Phosphate ... 8 Uji Potensi Antibakteri Sodium Ascorbyl Phosphate terhadap Propionibacterium acnes In Vitro Antibacterial Potency Testing of Sodium Ascorbyl Phosphate against Propionibacterium acnes In Vitro Yuli Sulistiyowati1, Agnes Sri Siswati2 1Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia, 2Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Email: yulisulis@yahoo.com Abstrak Akne vulgaris adalah gangguan pada unit pilosebaseus yang sering terjadi pada dewasa muda. Propionibacterium acnes adalah bakteri anaerob yang merupakan flora folikel dan berperan penting dalam patogenesis akne. Sodium Ascorbyl Phosphate (SAP) merupakan bentuk phosphate ester ascor- bic acid yang mudah diserap oleh kulit, sehingga sering digunakan dalam produk kosmetik baik sebagai senyawa tunggal maupun campuran. Apabila senyawa ini terbukti mempunyai pengaruh terhadap jumlah koloni P. acnes, maka SAP dapat digunakan sebagai salah satu obat alternatif antiakne. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kadar minimal SAP yang dapat menghambat pertumbuhan P. acnes invitro. Penelitian dilakukan secara eksperimental lab dengan bahan uji SAP yang dibuat dalam konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5 %, 3%, 3,5%, 4%, 4,5 % kadar hambat minimal SAP terhadap P. acnes dengan metode dilusi cair. Penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. P. acnes cair di dapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi FK UGM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar hambat minimal SAP terhadap Propionibacterium acnes adalah 2,5 % b/v. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa SAP memiliki potensi antibakteri terhadap Propionibacterium acnes. Kata kunci: Akne vulgaris, Propionibacterium acnes, Sodium Ascorbyl Phosphate, kadar hambat minimal Abstract Acne vulgaris, a disorder of the pilosebaceous unit, is seen primarily in adolescents and can arise when an adolescent incurs psychological pressures. Propionibacterium acnes, the predominant organ- ism in the follicular flora, is an anaerobic pleomorphic diphtheroid. P acnes has an important role in the pathogenesis of acne. Sodium Ascorbyl Phosphate (SAP) is a phosphate ester of ascorbic acid and is easily absorbed by the human skin. SAP had been used as an active ingredients in cosmetic products. If it were proved have an antibacterial effect against P. acnes, it could be used as one of the constituents of alternative anti-acne therapy.The aim of this research to determine the minimal inhibitory concentra- tion of Sodium Ascorbyl Phosphate against P. acnes in vitro.This was experimental research with many different concentrations (0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5 %, 3%, 3,5%, 4%, 4,5 %) of Sodium Ascorbyl Phos- phate were tested against P. acnes with the macro broth dilution method to determine the minimal inhibi- tory concentration. This study repeated three times. P. acnes was taken from the Mycrobiology Labora- tory in the Faculty of Medicine of University of Gadjah Mada. The results of this study the minimal inhibitory concentration of Sodium Ascorbyl Phosphate against P acnes was a concentration of 2,5 % . So it can concluded SAP has antibacterial activity against P.acnes. Key words: Acne vulgaris, Propionibacterium acnes, Sodium Ascorbyl Phosphate, minimal inhibitory concentration ARTIKEL PENELITIAN Mutiara Medika Vol. 11 No. 1: 8-13, Januari 2011 9 PENDAHULUAN Akne adalah gangguan pada unit pilosebaseus yang sering terjadi pada dewasa muda dan menim- bulkan masalah psikologis pada pasien. Akne se- benarnya dapat sembuh sendiri (self limited), na- mun bila tidak dirawat dengan benar, dapat terjadi infeksi yang akan menimbulkan scar permanen pada wajah.1 Patogenesis akne merupakan interaksi antara beberapa faktor yaitu: produksi sebum oleh glan- dula sebacea, Kolonisasi P. acnes pada folikel rambut, hiperkeratinisasi folikular, dan Pelepasan mediator-mediator inflamasi di kulit. Akne tidak dapat terjadi tanpa sebum yang merupakan sumber nutrisi bagi P. acnes.1,2 Propionibacterium Acnes merupakan organis- me utama pada flora folikel, berupa difetrioid pleo- morfik anaerob. P. acnes penting dalam patoge- nesis akne karena merupakan penghasil enzim li- pase folikular, protease, dan hyaluronidase yang memacu timbulnya inflamasi.3 Terapi akne ditujukan pada beberapa faktor penyebab di atas, salah satunya adalah antibiotik. Penggunaan antibiotik secara luas dapat mening- katkan timbulnya resistensi terhadap P. acnes se- hingga perlu dipikirkan mencari zat lain yang efek- tif membunuh P. acnes. Vitamin C dalam bentuk derivatnya yang paling stabil yaitu Sodium Ascorbyl Phosphate memiliki sifat antibakteri dan telah dibuktikan dapat membunuh P. acnes pada konsen- trasi 1 % setelah pemaparan selama 8 jam dengan metode time kill study.4 Hal ini dapat memberikan harapan baru sebagai pengganti antibiotik, meng- ingat selama ini vitamin C sering dijadikan bahan campuran kosmetik hanya sebagai pencerah kulit. Sodium Ascorbyl Phosphate (SAP) adalah pro- vitamin C (ascorbic acid) yang stabil. Pengertian stabil di sini adalah tidak mudah teroksidasi yang tampak dari perubahan warna menjadi coklat.5 Ascorbic acid (vitamin C) sudah lama dikenal sebagai salah satu vitamin untuk melindungi kulit. Vitamin C intrinsik mudah hilang pada saat kulit terpapar sinar matahari dan stressor eksternal lain di antaranya adalah merokok. SAP merupakan bentuk phosphate ester ascorbic acid, esterifikasi ascorbic acid pada posisi 2 melindungi dari reaksi oksidasi. SAP berbentuk serbuk putih yang mudah larut dalam air, dan stabil pada pH 7-8. SAP paling mudah diserap oleh kulit dibandingkan dengan derivat vitamin C lainnya. SAP sering digunakan dalam produk kosmetik dan telah diketahui memiliki kegunaan untuk anti ag- ing dengan menghambat perkembangan radikal bebas dan pencerah kulit dengan menghambat pembentukan melanin. Hasil penelitian menunjuk- kan bahwa emulsi 1% SAP mampu menghambat oksidasi sebum sebanyak 30% dan mampu menu- runkan jumlah koloni P. acnes setelah diaplikasikan beberapa jam4 dan kombinasi 1% SAP dengan Vi- tamin E acetate mampu menghambat oksidasi se- bum sebesar 40%. Seperti kita ketahui bahwa oksidasi sebum merupakan salah satu faktor dalam proses inflamasi dan keratinisasi folikular sehingga SAP dapat digunakan sebagai terapi akne vulgaris.5 SAP telah diketahui memiliki efek antibakteri6,7 di antaranya terhadap S. epidermidis dan S. areus serta Propionibacterium acnes4. Untuk membukti- kan potensi antibakteri SAP maka dilakukan pene- litian untuk mengetahui kadar hambat minimal SAP terhadap P. acnes. Penelitian kadar hambat mini- Yuli Sulistiyowati, Agnes Sri Siswati, Uji Potensi Antibakteri Sodium Ascorbyl Phosphate ... 10 mal SAP terhadap P. acnes dengan metode dilusi cair belum pernah dilakukan. BAHAN DAN CARA Desain penelitian adalah penelitian eksperi- mental laboratorium untuk menentukan konsentrasi minimal SAP yang dapat menghambat pertumbuh- an Propionibacterium acnes. Bahan Uji yang digunakan dalam penelitian adalah Sodium Ascorbyl Phosphate pada beberapa konsentrasi yaitu 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2.5%, 3%, 3,5%, 4%, 4.5%. P acnes strain standar diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi FK UGM. Kadar hambat minimal didapatkan dengan metode dilusi cair. Prinsip metode dilusi cair adalah pengencer- an serial bahan uji sehingga diperoleh beberapa konsentrasi. Kemudian pada masing-masing kon- sentrasi bahan uji ditambah suspensi bakteri dalam media. Cara Pembuatan Larutan SAP adalah sebagai berikut: 1). Serbuk SAP dilarutkan dengan aquades untuk membuat konsentrasi SAP 100 % b/v; 2). Buat larutan SAP dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 6%, 7%, 8%, 9%. Larutan dibuat 2 kali konsentrasi yang diinginkan karena, pada saat dicampur dengan 1ml BHI+bakteri konsentrasi akan menjadi setengahnya; 3).Larutan dengan ber- bagai konsentrasi tersebut diambil masing-masing 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Cara pembuatan suspensi bakteri adalah se- bagai berikut: 1). Bakteri ditanam pada media agar darah dan diinkubasikan pada 370 C selama 4 hari. Selanjutnya bakteri ini akan digunakan untuk bahan uji; 2). Untuk membuat suspensi bakteri diambil satu ose bakteri dan ditanam pada media BHI DS dan diencerkan dengan aquades hingga terjadi kekeruhan 108 cfu/ml sesuai standar MacFarland; 3). Dari suspensi bakteri tersebut diencerkan 1/200 dengan NaCl fisiologis sehingga didapatkan kekeruhan 106 cfu/ml. Jalannya penelitian adalah sebagai berikut: 1). Pada tabung reaksi yang telah berisi 1 ml Larutan SAP berbagai konsentrasi masing-masing ditam- bahkan 1 ml suspensi bakteri; 2). Kontrol positif dibuat dengan aquades ditambah suspensi bakteri (BHI DS +bakteri) dan kontrol negatif dibuat dengan aquades ditambah dengan BHI tanpa bakteri; 3). Semua tabung reaksi ditutup dan dimasukkan dalam an aerobic jar untuk membuat suasana an aerob, kemudian diinkubasikan pada suhu 370 C selama 4 hari; 4). Percobaan dilakukan pengulang- an 3 kali. Kadar hambat minimal ditentukan dengan me- lihat konsentrasi larutan yang mulai jernih dengan konsentrasi terendah. HASIL Kadar hambat minimal dari SAP dari tiga kali ulangan didapatkan hasil 2,5 %. Hasil uji antibakteri SAP terhadap P. acnes dapat dilihat pada Tabel 1. DISKUSI Uji potensi antibakteri digunakan untuk menilai kemampuan suatu bahan dalam menghambat pertumbuhan bakteri secara in vitro. Ada 2 metode yang digunakan dalam uji ini yaitu metode dilusi dan metode difusi. Pada metode dilusi terdapat dua macam cara yaitu dilusi cair dan dilusi padat. Prinsip metode dilusi cair adalah pengenceran terhadap bahan uji sehingga di peroleh beberapa konsentrasi, kemu- dian masing-masing konsentrasi bahan uji ditam- Mutiara Medika Vol. 11 No. 1: 8-13, Januari 2011 11 bah suspensi bakteri dalam media. Metode dilusi padat, tiap konsentrasi bahan uji dicampur dengan media agar, lalu ditanami bakteri kemudian diin- kubasi. Pada metode ini yang diamati adalah ada tidaknya pertumbuhan bakteri, atau jika mungkin tingkat kesuburan dari pertumbuhan bakteri yaitu dengan cara menghitung jumlah koloninya. Cara ini dapat digunakan untuk menentukan kadar hambat minimal (KHM) ataupun kadar bunuh mini- mal (KBM). Metode dilusi cair memiliki kelebihan yaitu terciptanya permukaan yang luas sehingga kontak antara bahan uji dan bakteri lebih tinggi, selain itu lebih ekonomis dan lebih mudah pelaksa- naannya.9 Kelemahannya dengan adanya serial pengenceran maka konsentrasi bahan uji yang diperoleh pada percobaan terbatas hanya pada konsentrasi tertentu saja, sehingga ada kemung- kinan daya hambat bakteri sebenarnya dapat diperoleh pada konsentrasi yang lebih rendah. Metode Difusi. Pada metode difusi yang diamati adalah daerah hambatan pertumbuhan bakteri yang disebabkan berdifusinya obat mulai dari titik awal pemberian obat ke daerah sekitarnya. Besar kecilnya luas daerah hambatan pertumbuh- an bakteri ini sebanding dengan jumlah atau kadar bahan uji yang diberikan. Metode ini dilakukan dengan menanam bakteri pada media agar tertentu kemudian di atasnya dibuat sumuran lalu diisi bahan uji dan diinkubasi selama 4 hari (tergantung jenis bakterinya) kemudian dibaca hasilnya. Dalam metode ini dikenal dua istilah yaitu zona radikal dan zona irradikal. Zona radikal yaitu suatu daerah di sekitar sumuran yang sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri, sedangkan zona irradikal yaitu suatu daerah di sekitar sumuran di mana pertumbuhan bakteri dihambat oleh bahan uji tetapi tidak dimatikan. Pada zona irradikal ini akan terlihat adanya pertumbuhan bakteri yang kurang subur atau lebih jarang dibandingkan daerah di luar pengaruh bahan uji tersebut. Metode difusi padat sering digunakan untuk menguji potensi antibakteri suatu antibiotik yang dibandingkan dengan antibiotik standarnya yang telah diketahui luas zona radikalnya. Dalam pene- litian ini digunakan metode dilusi cair, karena larutan SAP berwarna jernih sehingga langsung bisa dinilai kadar hambat minimalnya dan pelak- sanaannya mudah serta ekonomis. Tabel 1. Hasil uji antibakteri Sodium Ascorbyl Phosphate terhadap Propionibacterium acnes No. tabung Konsentrasi SAP Pertumbuhan P. acnes (ditandai dengan kekeruhan) Percobaan I Percobaan II Percobaan III 1 0.5 % + (keruh) + (keruh) + (keruh) 2 1 % + (keruh) + (keruh) + (keruh) 3 1.5 % + (keruh) + (keruh) + (keruh) 4 2 % - (jernih) - (jernih) + (keruh) 5 2.5 % - (jernih) - (jernih) + (keruh) 6 3 % - (jernih) - (jernih) + (keruh) 7 3.5 % - (jernih) - (jernih) - (jernih) 8 4 % - (jernih) - (jernih) - (jernih) 9 4.5 % - (jernih) -(jernih) - (jernih) 10 Kontrol positif + (keruh) +(keruh) + (keruh) 11 Kontrol negatif - (jernih) -(jernih) - (jernih) Keterangan : + (keruh) : ada pertumbuhan P. acnes - (jernih) : tidak ada pertumbuhan P.acnes Yuli Sulistiyowati, Agnes Sri Siswati, Uji Potensi Antibakteri Sodium Ascorbyl Phosphate ... 12 SAP mampu menghambat P. Acnes pada kon- sentrasi minimal 2,5%. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Klock J et al. (2005)4 dengan hasil SAP dapat mengurangi jumlah koloni bakteri setelah diaplikasikan selama 4 dan 8 jam pada konsentrasi 1% dengan metode Time Kill Study. Metode ini dilakukan dengan cara bakteri ditanam pada medium kemudian dimasuk- kan dalam alat untuk membuat suasana an aerob. SAP dengan berbagai konsentrasi dimasukkan dalam kultur tersebut, kemudian pada waktu yang telah ditentukan dihitung jumlah koloninya.4 Metode ini belum dapat dilakukan di Laboratorium Mikrobio- logi UGM karena keterbatasan alat, sehingga dipilih metode dilusi cair untuk menentukan kadar hambat minimal SAP pada penelitian ini. SAP memiliki sifat antibakteri 4,5,6, mekanisme aktivitas antibakteri terhadap P. Acnes adalah karena adanya phospha- tase natural pada membran P. acnes. Sifat antiok- sidatif vitamin C akan menghambat rantai respirasi bakteri. SIMPULAN Pada penelitian ini Sodium Ascorbyl Phos- phate menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap P. acnes secara in vitro yang ditunjukkan dengan kadar hambat minimal pada konsentrasi 2,5 %. Diperlukan penelitian lebih lanjut yang dilakukan secara in vivo untuk mengetahui pengaruh SAP terhadap P. acnes untuk terapi akne vulgaris. UCAPAN TERIMAKASIH Sodium Ascorbyl Phosphate (Stay C 50 ) pada penelitian ini disediakan oleh PT. Ikapharmindo Putra. DAFTAR PUSTAKA 1. Thiboutot D. Regulation of Human Sebaceous Glands. The Journal of Investigative Derma- tology 2004;123:1-12 2. Pawin, H, Beylot C, Chivot M, et al., 2004. Physiopathology of acne vulgaris : recent data, new understanding of the treatments. Eur J Dermatol 2004;14:4-12 3. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolf K, Austen KF, Goldsmith LA, Kats SI. Fitzpatrick’s Dermatol- ogy in General Medicine. Edisi ke-6. Volume ke-2. New York: McGrawHill; 2003. 4. Klock J, Ikeno H, Ohmori K, Nishikawa J, Vollhardt J, Schelmann V. 2005. Sodium Ascor- byl Phosphate shows invitro and invivo effica- cy in the prevention and treatment of acne vul- garis. Int J of Cosmetics Sci 2005;27:171-176 5. Klock J. Sodium Ascorbyl Phosphate has still unexploited potential in cosmetics. SOFW. 2004;130:46-56 6. Shibayama H, Ueda K, Yoshio K, Matsuda S, Hisama M, Miyazawa M. Synthesis and char- acterization of new ascorbic derivatives So- dium isostearyl 2-O-L-Ascorbyl Phosphate. J of Oleo Science 2005;54:601-608 Mutiara Medika Vol. 11 No. 1: 8-13, Januari 2011 13 7. Fite A, Dykhuizen R, Litterick A, Golden M, Leifert C. Effects of Ascorbic acid, gluthathione, thiocyanate, and iodide on antimicrobial activ- ity of acidified nitrite. Antimicrob Agents Chemother 2004;48:655-658 8. Ristanto. Uji Bakterisidal, dalam Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi, Laboratorium Mikro- biologi Fakultas Kedokteran Univ ersitas Gadjah Mada.1998. 9 Lennette EH, Balows A, Hausler WJ, Shadomy HJ. Manual of Clinical Microbiology. 4th ed. American Society for Mycrobiology. Washing- ton DC. 1985.