Proporsi dan Karakteristik Korban dengan Pelaku Pembunuhan yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr Sardjito tahun 2003-2013 The Proportion and Characterisctics of the Victim and the Prepetrator in Homicide case which handled in Forensic Department of Sardjito Hosiptal during 2003-2013 Ida Bagus Gede Surya Putra Pidada1*, Kanina Sista2 1 Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal 2 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah mada/RSUP Dr Sardjito Yogyakarta *Email: suryapidada@gmail.com Abstrak Pembunuhan yang berkaitan dengan kekerasan merupakan masalah global. Tingkat pembunuhan di Amerika dan Afrika selatan empat kali lebih tinggi dari rata-rata global, sedangkan daerah Eropa, Asia dan Ocenia kasus pembunuhan tergolong rendah. Ini berarti kasus pembunuhan di Indonesia juga lebih rendah dari rata-rata global, walaupun begitu di Daerah Istimea Yogyakarta (DIY) kasus pembunuhan meningkat pada tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan karakteristik korban dan pelaku pembunuhan. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional. Subyek penelitian ini adalah korban pembunuhan yang ditangani di Instalasi kedokteran Forensik RSUP Dr Sardjito tahun 2003-2013. Pada penelitian ini terdapat 339 korban pembunuhan, yang terdiri dari 56,3% korban laki-laki dan 59% berusia dewasa. Sebanyak 81,1% dilakukan otopsi, penyebab kematian terbanyak 77,3% karena trauma tumpul, dengan lokasi tersering di kepala yaitu 47,8%, sebanyak 34,2% korban dibunuh dengan cara dipukul dan 38,6% ditemukan luka tangkis pada korban, korban lebih banyak ditemukan di luar rumah (68,4%) dan terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,000) pada tempat kejadian perkara antara laki-laki dan perempuan. Pelaku lebih banyak dilakukan oleh keluarga korban (11,5%) dengan motif terbanyak karena dendam (10,6%). Disimpulkan selama 10 tahun yaitu tahun 2003-2013 didapatkan korban pembunuhan yang ditangani 339 korban, dengan korban laki-laki dan berusia dewasa lebih banyak, penyebab kematian terbanyak karena trauma tumpul di kepala, korban lebih banyak ditemukan di luar rumah, sedangkan pelaku pembunuhan banyak dilakukan oleh keluarga korban dengan motif karena dendam. Kata kunci : kasus pembunuhan, korban pembunuhan, karakteristik pembunuhan. Abstract Homicides related to violence is a global problem. Level of homicides in America and Southern Africa four times higher than the global average, while in Europe, Asia, and Oceania homicide case is low. This means homicides in Indonesia is also lower than the global average, nevertheless, in Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) homicides increased in 2013 compared to previous years. This study aims to describe characterisctics of victims and perpetrators in murder cases. This research is analytic observational with cross sectional design. The subjects of this study were victims of homicide cases handled in the Department of Forensic Medicine Dr. Sardjito General Hospital in 2003-2013. In this study there were 339 victims of homicide, which comprised 56,3% of male victims and 59% of adult age. A total of 81,1% performed the autopsy, the cause of death was due to blunt trauma (77,3%) with the most common location of the wound in the head (47,8%). 34,2% of victims were killed by being hit and 38,6% of the victims found defence injuries. More victims found dead outside the home (68,4%) and a significant difference (p=0,000) at the crime scene between men and women. Most perpetrators are the families of the victims (11,5%) with the highest motives is revenge (10,6%). Can be concluded in 2003-2013 there were 339 victims of homicide, with more casualities porportion of men and adults, the most common cause of death was due to blunt trauma to the head, most of them found outside, and the prepetrator is the victim’s family with the highest motive is revenge. Key words : homicide, victim of murder, homicide characterisctics PENDAHULUAN Pada saat ini pembunuhan yang berkaitan dengan kekerasan merupakan masalah global. Menurut World Health Organization (WHO) bahwa rata-rata setiap hari 1424 orang meninggal akibat dibunuh. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa bagian Narkoba dan Kejahatan melaporkan di Daily Mail 10 April tahun 2014 bahwa tingkat pembunuhan di Amerika dan Afrika Selatan masih tinggi yaitu empat kali lebih tinggi dari rata-rata global sekitar 6,2 korban per 100 ribu orang Sedangkan daerah Eropa, Asia dan Ocenia kasus pembuhuhanya tergolong masih rendah. Untuk wilayah hukum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kasus pembunuhan meningkat pada tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya, namun, kepolisian tidak bisa menyimpulkan penyebab meningkatnya kejahatan yang menghilangkan nyawa orang lain. Kriminolog Masdiono (2011) dalam Wafiyyah (2014),1 mengatakan bahwa tingginya tingkat kriminalitas di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor seperti kemiskinan, disfungsi norma dan hukum, ketidakharmonisan unsur yang terkait, karakter bangsa yang sudah bergeser, ditambah lagi sistem pendidikan yang tidak mengajarkan nilai-nilai etika, termasuk pendidikan agama hanya menekankan pada aspek kognitif saja. Pelaku kriminal sampai korbannya mati, biasanya didasari karena motif dendam, cemburu, perampokan dan pembelaan diri, namun motif yang paling banyak umumnya karena dendam. Pelaku kriminal laki-laki umumnya lebih banyak dari perempuan dan modus operandinya lebih canggih dan variatif. Pembunuhan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang paling umum dengan menggunakan senjata api atau senjata tajam, bisa juga dilakukan dengan bahan peledak seperti bom. Menurut penelitian Putra (2010),2 di Lampung bahwa tindak kriminal dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti motif kejahatan, jenis pekerjaan, jenis kelamin, usia pelaku dan pendidikan terakhir pelaku. Karakteristik seorang korban pembunuhan umumnya adalah dekat atau kenal dengan pelakunya, sedangkan karakteristik pelaku pembunuhan tidak mengenal jenis kelamin, namun pelaku pembunuhan yang berjenis kelamin perempuan yang mendasari tindakan pembunuhannya adalah bisa karena merasa ada ketidakadilan gender.3 Melihat data kasus pembunuhan di dunia, Indonesia dan khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta kecendrungannya meningkat setiap tahun. Tren atau modus operandi pelaku kejahatan juga nampaknya semakin variatif dan lebih canggih. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi para penegak hukum dan secara tidak langsung bagi kedokteran forensik untuk membantu proses penegakkan hukum. Untuk bisa membantu para penegak hukum bisa menyelesaikan permasalahan tersebut, salah satu langkah awal adalah perlu diketahui gambaran dan karakteristik korban dan pelaku pembunuhannya. Oleh karena itu, dilakukan penelitian ini tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran dan karakteristik korban dan pelaku pembunuhan yang ditangani di Instalasi kedokteran Forensik RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. BAHAN DAN CARA Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional atau potong lintang. Penelitian dilakukan di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta. Data diambil pada bulan April sampai dengan Juni tahun 2014. Subjek penelitian adalah data visum et repertum korban pembunuhan yang diperiksa di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr Sardjito periode tahun 2003-2013 dan data kronologis peristiwa atau laporan penyidikan. Kriteria inklusi adalah visum et repertum korban pembunuhan yang diperiksa periode 2003-2013, sedangkan kriteria eksklusi adalah visum et repertumnya yang bukan kasus pembunuhan dan kasus pembunuhan yang visum et repertumnya tidak dapat ditemukan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan check list. Check list berisikan variabel yang akan diamati, yaitu jumlah kasus pembunuhan, jenis kelamin, usia, jenis pemeriksaan, penyebab kematian, lokasi luka, jenis luka, ada tidaknya luka perlawanan atau tangkisan, hubungan pelaku dengan korban laki-laki dan perempuan, cara korban dibunuh, motif pembunuhan dan perbedaan tempat kejadian perkara antara korban laki-laki dan perempuan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah visum et repertum dan lembar kronologis peristiwa atau laporan penyidikan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil dan mengumpulkan data korban meninggal akibat pembunuhan dari visum et repertum dan pelaku pembunuhan dari lembar kronologis peristiwa di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr Sardjito periode tahun 2003-2013. Data dipilah menjadi beberapa kelompok, kemudian disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dianalisis. HASIL Jumlah korban pembunuhan yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini sebanyak 339 korban dengan frekuensi korban pertahun yang ditunjukkan dalam Gambar 1. Gambar 1. Frekuensi Korban Pembunuhan Tahun 2003 – 2013 Tabel 1. Distribusi Korban Pembunuhan Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia Korban, Jenis Pemeriksaan, Tempat Kejadian Perkara dan Penyebab Kematian Karakteristik Frekuensi Persen (%) Jenis kelamin Laki – laki 191 56,3 Perempuan 148 43,7 Usia Neonatus (0-30 hari) 85 25,1 Infant (1-2 tahun) 0 0 Young child (2-6 tahun) 6 1,5 Child (6-12 tahun) 2 0,6 Adolescent (12-18 tahun) 19 5,6 Adult (18-64 tahun) 200 59,0 Elderly (>64 tahun) 28 8,3 Jenis pemeriksaan Pemeriksaan luar 64 18,9 Pemeriksaan luar dan dalam 275 81,1 Tempat kejadian perkara Diluar rumah 232 68,4 Didalam rumah 107 31,6 Penyebab kematian Trauma 262 77,3 Keracunan 19 5,6 Tenggelam 3 0,9 Luka bakar 4 1,2 Tidak dapat diketahui 51 15,0 Tabel 2. Distribusi Korban Pembunuhan Berdasarkan Lokasi Luka, Jenis Luka, Luka Tangkis Frekuensi Persen (%) Lokasi luka Tidak ada 26 7,7 Kepala 162 47,8 Leher 52 15,3 Dada 17 5,0 Perut 7 2,1 Anggota gerak 3 0,9 Kelamin 2 0,6 Kombinasi 22 6,5 Tidak dapat dinilai 48 14,2 Jenis luka Tidak terdapat luka 27 8 Memar 70 20,6 Patah tulang 84 24,8 Luka Tusuk 26 7,7 Luka Iris 13 3,8 Luka Bacok 9 2,7 Luka Robek 4 1,2 Luka lecet tekan 28 8,3 Luka bakar 4 1,2 Luka tembak 6 1,8 Kombinasi 19 5,6 Tidak dapat dinilai 49 14,5 Luka tangkis Ada 131 38,6 Tidak ada 208 61,4 Tabel 3. Hubungan Pelaku dengan Korban Pembunuhan Hubungan pelaku dengan korban Frekuensi Persen (%) Keluarga 39 11,5 Kenalan 28 8,3 Pacar 6 1,8 Tidak diketahui 266 78,5 Tabel 4. Distribusi Korban Pembunuhan Berdasarkan Cara Korban Dibunuh dan Motif Pembunuhan Frekuensi Persen (%) Cara korban dibunuh Dipukul 116 34,2 Dijerat 29 8,6 Ditusuk 24 7,1 Dibakar 4 1,2 Diracun 19 5,6 Ditembak 6 1,8 Ditenggelamkan 3 0,9 Dicekik 9 2,7 Dibekap 3 0,9 Dibacok 14 4,1 Kombinasi 49 14,5 Tidak diketahui 63 18,6 Motif pembunuhan Dendam 36 10,6 Pembelaan diri 5 1,5 Perampokan 25 7,4 Kecemburuan 10 2,9 Tidak diketahui 263 77,6 Tabel 5. Perbedaan TKP Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Tempat ditemukan korban OR (95% CI) P Diluar rumah di dalam rumah n (%) n (%) Laki-laki 151 79 40 21 3,123 (1,941-5,042) 0,000 Perempuan 81 54,7 67 45,3 DISKUSI Berdasarkan Perserikatan Bangsa-bangsa, angka pembunuhan global telah menurun meskipun hanya sedikit namun, untuk Amerika dan Afrika Selatan, tingkat pembunuhan masih sangat tinggi. Bahkan angka itu empat kali lebih tinggi dari rata-rata global, sekitar 6,2 korban per 100 ribu orang. Di Indonesia, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, berdasarkan data Direskrimum Polda DIY terjadi penurunan angka pembunuhan pada tahun 2011 ke 2012 tetapi kemudian meningkat kembali pada tahun 2013. Sejak tahun 2003 hingga tahun 2013 terdapat 368 kasus pembunuhan yang ditangani di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Dr. Sardjito, tetapi hanya 339 kasus pembunuhan yang diambil untuk penelitian ini, hal ini dikarenakan adanya kriteria eksklusi pada penelitian ini. Pada tahun 2003, terdapat 11,8% kasus pembunuhan yang kemudian menurun di tahun 2004 (7,1%) tetapi meningkat kembali pada tahun 2005 (13,6%). Tren seperti ini terus berulang di tahun-tahun selanjutnya. Tahun 2011 terjadi penurunan korban pembunuhan dari 8,3% ke 4,7% pada tahun 2012 tetapi kemudian meningkat tajam menjadi 9,7%. Menurut Masdiono (2011) dalam Wafiyyah (2014),1 tingginya tingkat kriminalitas di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor seperti kemiskinan, disfungsi norma dan hukum, ketidakharmonisan unsur yang terkait, karakter bangsa yang sudah bergeser, ditambah lagi sistem pendidikan yang tidak mengajarkan nilai-nilai etika, termasuk pendidikan agama yang hanya menekankan pada aspek kognitif saja. Pada Tabel 1. dapat terlihat bahwa 56,3% korban pembunuhan adalah laki-laki, proporsi yang hampir sama ditemukan Norwegia (58%). Di Chicago, Finlandia, India dan Italia proporsi korban laki-laki bervariasi antara 64% dan 73,6%. Prevalensi korban laki-laki ditunjukkan dalam banyak studi di seluruh dunia, mungkin terhubung dengan kehadiran laki-laki yang lebih besar dalam kehidupan sosial dan dalam kejahatan terorganisir, tetapi dapat dikaitkan pula dengan sifat biologis yang berbeda yaitu tingginya tingkat testosterone berhubungan dengan perilaku yang lebih agresif.4 Kelompok usia yang digunakan pada penelitian adalah kelompok usia berdasarkan WHO. Dari penelitian ini diketahui bahwa korban terbanyak berasal dari kelompok usia dewasa (59%), selanjutnya sebesar 25,1% adalah neonatus (0-30 hari), 8,3% adalah elderly (lansia: > 64 tahun), hasil serupa juga tampak pada penelitian Hagelstam dan Hakkanen (2006),5 di Finlandia dan Vij et al. (2010),6 di India Selatan. Otopsi atau pemeriksaan post-mortem adalah diseksi jenazah. Hal ini dilakukan karena berbagai alasan, termasuk pendidikan dan pertimbangan hukum. Otopsi dapat mementukan penyebab, cara dan mekanisme kematian.7 Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi pemeriksaan luar jenazah, tanpa tindakan yang merusak keutuhan jaringan jenazah dan pemeriksaan bedah jenazah menyeluruh dengan membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut dan panggul.8 Tabel 1. memperlihatkan bahwa pada 81,1% korban pembunuhan dilakukan pemeriksaan luar dan dalam, sedangkan 18,9% sisanya hanya dilakukan pemeriksaan luar jenazah. Pada jenazah yang hanya dilakukan pemeriksaan luar jenazah saja, kesimpulan visum et repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan yang ditemukan dan jenis kekerasan penyebabnya, sedangkan sebab matinya tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah jenazah. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa 68,4% korban pembunuhan ditemukan di luar rumah, sedangkan 31,6% korban pembunuhan ditemukan di dalam rumah. Hasil ini berbeda dengan penelitian Kristoffersen et al. (2014),9 di Norwegia, Hagelstam dan Hakkanen (2006),5 di Finlandia dan penelitian Verzeletti et al. (2013),4 di Brescia County, Italia dimana korban lebih banyak ditemukan di dalam rumah, masing-masing sebesar 76%, 54% dan 51%. Hal ini dimungkinkan karena korban yang berada di luar rumah mendapatkan bantuan lebih sering karena adanya orang yang berlalu lalang.9 Tabel 5. memperlihatkan bahwa 79% laki-laki ditemukan di luar rumah dan laki-laki berisiko 3 kali lipat ditemukan terbunuh di luar rumah. Hasil ini bermakna secara statistik karena p < 0,05. Henderson et al. (2005),10 menyatakan bahwa korban laki-laki lebih sering dibunuh oleh orang tak dikenal yang mungkin ditemui di tempat umum, klab malam atau di jalan. Hasil pada Tabel 2. serupa dengan hasil didapatkan pada penelitian Coelho et al. (2010),11 dimana lokasi luka terbanyak pada kepala, diikuti dengan dada dan leher, serta penelitian Vij et al. (2010),6 dimana lokasi luka terbanyak pada kepala (22,4%), tetapi hasil yang berbeda didapati pada Verzeletti et al. (2013),4 menunjukkan 28% lokasi luka yang paling mematikan terletak pada dada dan 25% pada kepala. Hal ini dapat dikarenakan lokasi tersebut merupakan daerah anatomi terkenal untuk kepentingan vital manusia. Hasil pemeriksaan pada Tabel 2. dan Tabel 4. pada penelitian ini saling berhubungan. Jika dikelompokkan, lebih banyak disebabkan oleh kekerasan tumpul dan tajam, sedangkan pada penelitian Verzeletti et al. (2013),4 korban laki-laki banyak dibunuh menggunakan senjata api dan benda tajam, diikuti dengan benda tumpul. Untuk perempuan menggunakan senjata api, senjata tajam dan asfiksia. Perbedaan jenis luka ini dikarenakan oleh ketersediaan senjata tersebut dimana ada hukum yang ketat tentang kepemilikan senjata api atau dapat juga dikarenakan adanya perbedaan budaya. Sebanyak 8% korban pada penelitian ini tidak terdapat luka, hal ini dimungkinkan karena korban dibunuh dengan cara diracun yang tidak menimbulkan luka pada bagian luar tubuh korban. Terdapat 14,5% korban tidak dapat dinilai jenis lukanya, hal ini dikarenakan kondisi korban yang sudah terjadi pembusukan lanjut, sehingga sulit untuk diketahui jenis luka yang terdapat pada korban. Luka tangkis merupakan luka yang terjadi akibat perlawanan korban untuk melindungi diri dan umumnya ditemukan pada tangan, lengan dan bahkan lengan atas, berpotensi melibatkan kedua aspek ekstensor dan fleksor.12 Sebanyak 38,6% pada korban pembunuhan pada penelitian ini terdapat tanda dari luka tangkis, hasil ini serupa dengan penelitian Hugar et al. (2012),13 dan Vij et al. (2010),6 dimana masing-masing terdapat luka tangkis pada korban sebanyak 33% dan 22,47%. Korban yang tidak terdapat luka tangkis dapat dimungkinkan karena pembunuhan tidak direncanakan (mendadak) atau dapat karena pelaku lebih dari satu orang.6 Pada penelitian Hugar et al. (2012),13 menunjukkan kasus dengan luka tangkis terbanyak terdapat pada kelompok usia 20-29 tahun dan tidak adanya luka tangkis pada kelompok usia 0-9 tahun, hal ini dapat dikarenakan ketidakmampuan dan ketidakwaspadaan anak terhadap apa yang terjadi pada mereka. Motif yang banyak mendasari terjadinya pembunuhan antara laki-laki dan laki-laki adalah konflik status sosial, kebanggaan dan reputasi, serta konflik atas sumber daya material.14 Tabel 4. memperlihatkan bahwa motif pembunuhan disebabkan oleh dendam (10,6%), perampokan (7,4%), pembelaan diri (1,5%) dan kecemburuan (2,9%). Hasil ini serupa dengan penelitian Lemard dan Hemenway (2006),15 dimana motif yang paling banyak adalah karena dendam. Di Kanada, Serran dan Firestone (2004),16 dan di Finlandia, Hakkanen-Nyholm et al. (2009),17 pembunuhan pada wanita didasari oleh kecemburuan oleh pasangannya. Menurut Coelho et al. (2010),11 perampokan menjadi motif yang paling banyak mendasari pembunuhan pada lansia, walaupun beberapa kasus masih belum diketahui motifnya. Pada penelitian ini sebanyak 77,6% dari kasus tidak diketahui motif pembunuhannya, hal ini dikarenakan belum adanya informasi atas kematian korban. Pada penelitian ini sebanyak 11,5% pelaku berhubungan keluarga dengan korban, 8,3% pelaku adalah kenalan korban, 1,8% pelaku adalah pacar korban, sedangkan 78,5% pelaku tidak diketahui hubungannya dengan korban hal ini dimungkinkan karena pelaku tidak dikenal korban atau pelaku masih belum diketahui. Hasil ini sedikit berbeda dengan penelitian Hakkanen-Nyholm et al. (2009),17 53,8% pelaku merupakan kenalan korban, diikuti dengan pasangan korban, keluarga korban dan orang tidak dikenal, sedangkan pada penelitian Kristoffersen et al. (2014),9 di Norwegia 21% pembunuhan dilakukan oleh pasangan. SIMPULAN Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa terdapat 339 korban pembunuhan dari tahun 2003-2013, dengan proporsi terbanyak laki-laki dan berusia dewasa, 81,1% kasus dilakukan pemeriksaan luar dan dalam, penyebab kematian terbanyak adalah trauma dan jenis lukanya yang terbanyak adalah luka patah tulang dan luka memar, lokasi luka tersering yaitu dibagian kepala., korban tersering dibunuh dengan cara dipukul dan 38,6% korban ditemukan luka tangkis, pelaku didominasi oleh keluarga korban, motif terbanyak karena dendam, korban lebih banyak ditemukan diluar rumah dan terdapat perbedaan yang bermakna pada tempat kejadian perkara antara laki-laki dan perempuan, dimana korban laki-laki lebih banyak di luar rumah daripada di dalam rumah. DAFTAR PUSTAKA 1. Wafiyyah Y. Studi Deskriptif tentang Pelatihan Life Skill dalam Meningkatkan Kemampuan Wirausaha Budidaya Jangkrik pada Warga Binaan di Lembaga Pemasyarkatan Klas IIA Jelekong. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. 2014 2. Putra WP. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tindak Kriminal Berdasarkan Karakteristik Pelaku Kriminal dengan Menggunakan Metode Pohon Kalsifikasi. 2010. diakses dari http://repository.unand.ac.id/7881/ pada tanggal 7 Mei 2014 3. Rismawati SD. Perempuan dan Kejahatan Pembunuhan dalam Konstalasi Relasi Gender. 2008. diakses dari http://jurnal.umy.ac.id/index.php?journal=mediahukum&page=article&op=view&path[]=1338 pada tanggal 27 April 2007. 4. Verzeletti A, Russo MC, Bin P, Liede A, Ferrari FD. Homicide in Brescia County (Northern Italy): a Thirty-Year Review. J Forensic Leg Med, 2014; 22 (1): 84-89. 5. Hagelstam C, Hakkanen H. Adolescent Homicides in Finland: Offence and Offender Characteristics. Forensic Sci Int, 2006; 164 (2-3): 110-115. 6. Vij A, Menon A, Menezes RG, Kanchan T, Rastogi P. A Retrospective Review of Homicides in Mangalor, South India. J Forensic Leg Med, 2010; 17 (6): 312-315. 7. Mohammed M, Kharoshah MA. Autopsy in Islam and Current Practice in Arab Muslim Countries. J Forensic Leg Med, 2014; 23 (1): 80-83. 7, Budiyanto A, Widiatmaka W, Purwadianto, A. Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensiik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. 8. Kristoffersen S, Lilleng PK, Maehle BO, Morild I. Homicides in Western Norway, 1985 – 2009, Time Trends, Age and Gender Differences. Forensic Sci Int, 2014; 238 (1): 1-8. 9. Henderson JP, Morgan SE, Patel F, Triplady ME. Patterns of Non-Firearm Homicide. J Clin Forensic Med, 2005; 12 (1): 128-132 10. Coelho L, Ribeiro T, Dias R, Santos A, Magalhaes T. Elder Homicide in the North of Portugal. J Forensic Leg Med, 2010; 17 (7): 383-387. 11. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology. UK: Elsevier. 2005. 12. Hugar BS, Harish S, Chandra YPG, Praveen S, Jayanth SH. Study of Defence Injuries in Homicidal Deaths – an Autopsy Study. J Forensic Leg Med, 2012; 19 (4): 207-210. 13. Hiraiwa-Hasegawa M. Homicide by Men in Japan and its Relationship to Age, Resources and Risk Taking. Evolution Human Behavior, 2004; 26 (4): 332-343. 14. Lemard G, Hemenway G. Violence in Jamaica: an Analysis of Homicides 1998-2002. Injury Prevention, 2006; 12 (1): 15-18. 15. Serran G, Firestone P. Intimate Partner Homicide: a Review of the Male Proprietariness and the Self-Defense Theories. Aggression and Violent Behavior, 2004; 9 (1): 1-15. 16. Hakkanen-Nyholm H, Putkonen H, Lindber N, Holi M, Rovamo T, Weizmann-Henelius G. Gender Differences in Finnish Homicide Offence Characteristics. Forensic Sci Int, 2009; 186 (1-3): 75-80. Frekuensi korban pembunuhan tahun 2003 – 2013 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 40 24 46 31 32 39 25 25 28 16 33 9